66
probability  yang  lebih  dari  0,05,  disimpulkan  bahwa  dalam  model jangka pendek tidak terjadi autokorelasi.
4. Uji Normalitas Residual
Uji  normalitas  residual  dipergunakan  untuk  melihat  apakah  nilai residual dari model regresi berdistribusi normal. Model regresi  yang baik
adalah  apabila  nilai  residual  berdistribusi  normal.  Hasil  pengujian normalitas data penelitian adalah sebagai berikut:
a.  Model Jangka Panjang Hasil  pengujian  normalitas  data  pada  model  jangka  panjang
dapat dideksripsikan dalam gambar berikut:
Grafik 4.1 Grafik Uji Normalitas Residual Model Jangka Panjang
Gambar  di  atas  terlihat  bahwa  nilai  Jarque-Bera  sebesar 8,019935  dengan  probability  sebesar  0,018134.  Berdasarkan  nilai
probability  yang  kurang  dari  0,05,  disimpulkan  bahwa  nilai  residual pada model jangka panjang tidak berdistribusi normal.
2 4
6 8
10 12
14 16
18
-1 -0.5
1 1.5
67
b.  Model Jangka Pendek Hasil  pengujian  normalitas  data  pada  model  jangka  pendek
dapat dideksripsikan dalam gambar berikut:
Grafik 4.2 Grafik Uji Normalitas Residual Model Jangka Pendek
Gambar  di  atas  terlihat  bahwa  nilai  Jarque-Bera  sebesar 0,012451  dengan  probability  sebesar  0,993794.  Berdasarkan  nilai
probability yang lebih dari 0,05, disimpulkan bahwa nilai residual pada model jangka pendek berdistribusi normal.
2 4
6 8
10 12
14
-1.8 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8
1 1.2
68
E. Pembahasan
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  suku  bunga  BI    berpengaruh positif  terhadap  inflasi  di  Yogyakarta  tahun  2006-2015,  pada  model  jangka
panjang  dan  jangka  pendek.  Hasil  penelitian  ini  berbeda  dengan  penelitian Kurniawan  Saputra  2013  yang  menunjukkan  hasil  suku  bunga  berpengaruh
positif  dan  tidak  signifikan  dalam  mempengaruhi  inflasi  di  Indonesia.  Hasil penelitian  juga  berbeda  dengan  hasil  penelitian  Yuliarni  Yunus  2013  yang
menunjukkan  suku  bunga  riil  berpengaruh  negatif  dan  signifikan  terhadap inflasi.
Yogyakarta merupakan kota pelajar, sehingga banyak pendatang  yang tinggal  untuk  bersekolah  atau  kuliah  di  Yogyakarta.  Hal  ini  menyebabkan
banyak  aliran  dana  dari  luar  daerah  masuk  ke  Yogyakarta  untuk  biaya  hidup para pelajar dan mahasiswa pendatang. Aliran dana tersebut biasanya melalui
transfer  lewat  tabungan.  Tingkat  suku  bunga  yang  tinggi,  menjadi  sebuah keuntungan  bagi  nasabah,  karena  mendapatkan  bunga  tabungan  yang  tinggi.
Hal  ini  menyebabkan  meningkatnya  jumlah  uang  beredar  di  wilayah Yogyakarta, sehingga meningkatkan inflasi.
Suku  bunga  BI  ditetapkan  oleh  Bank  Indonesia  dan  berlaku  untuk skala  nasional.  Perubahan  tingkat  suku  bunga  BI  tentu  akan  disikapi  secara
berbeda-beda  oleh  masyarakat  menyesuaikan  dengan  pola  konsumsi  mereka. Bagi  masyarakat  yang  mempunyai  dana  lebih,  kenaikan  suku  bunga  BI  akan
disikapi  dengan  menyimpan  sebagian  dananya  di  bank  dalam  bentuk
69
instrumen  tabungan  atau  deposito.  Namun  hal  tersebut  tidak  berlaku  bagi masyarakat yang tidak mempunyai cadangan dana untuk disimpan.
Ciri  khas  Yogyakarta  yang  banyak  pendatang  untuk  sekolah  dan kuliah,  menyebabkan  pola  konsumsi  yang  khas  sesuai  dengan  kondisi
tersebut.  Masyarakat  pendatang  yang  merupakan  pelajar  dan  mahasiswa, biasanya  hanya  mempunyai  sedikit  cadangan  dana  untuk  disimpan  di  bank,
dan itupun dipersiapkan sebagai dana untuk keperluan konsumtif, untuk suatu keperluan  yang  lebih  besar  dengan  kondisi  dana  yang  belum  mencukupi.
Kenaikan suku bunga BI menyebabkan saldo mereka meningkat, sehingga ini menjadi  suatu  kesempatan  mereka  untuk  menarik  dananya  untuk  keperluan
konsumtif.  Hal  ini  menyebabkan  peningkatan  permintaan  untuk  produk- produk tertentu, sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga dan inflasi.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang inflasi: -Teori Kuantitas
Teori  ini  merupakan  pandangan  dari  teori  klasik.  Menurut  teori  ini  sebab naiknya  harga  barang  secara  umum  yang  cenderung  akan  mengarah  pada
inflasi  ada  tiga  :  sirkulasi  uang  atau  kecepatan  perpindahan  uang  dari  satu tangan  ke  tangan  yang  lain  begitu  cepat  masyarakat  terlalu  komsumtif,
terlalu banyak uang yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat, dan turunnya jumlah produksi secara nasional.
Teori  Kuantitas  adalah  teori  yang  membahas  mengenai  inflasi,  tetapi  dalam perkembangannya  teori  ini  mengalami  penyempurnaan  oleh  para  ahli
ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model
70
kaum  moneteris.  Teori  kuantitas  ini  menekankan  pada  peranan  jumlah  uang beredar  dan  harapan  masyarakat  mengenai  kenaikan  harga  terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori kuantitas ini sebagai berikut :
a  Inflasi  hanya  bisa  terjadi  kalau  ada  penambahan  volume  uang  beredar, baik uang kartal maupun uang giral.
b  Laju  inflasi  juga  ditentukan  oleh  laju  pertambahan  jumlah  uang  beredar dan oleh harapan ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang. -Teori Keynes
Teori ini yang menyatakan bahwa inflasi terjadi disebabkan masyarakat hidup di  luar  batas  kemampuan  ekonominua.  Inflasi  terjadi  karena  pengeluaran
agregat  terlalu  besar.  Oleh  karena  itu,  solusi  yang  harus  diambil  adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri mengurangi
pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang ketat.  Dasar  pemikiran  model  inflasi  dari  Keynes  ini,  bahwa  inflasi  terjadi
karena  masyarakat  ingin  hidup  di  luar  batas  kemampuan  ekonomisnya, sehingga  menyebabkan  permintaan  efektif  masyarakat  terhadap  barang-
barang  permintaan  agregat  melebihi  jumlah  barang-barang  yang  tersedia penawaran  agregat,  akibatnya  akan  terjadi  inflationary  gap.  Keterbatan
jumlah  persediaan  barang  penawaran  agregat  ini  terjadi  karena  dalam jangka  pendek  kapasitas  produksi  tidak  dapat  dikembangkan  untuk
71
mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Karenanya teori ini dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
-Teori Inflasi Monetarisme Teori  ini  berpendapat  bahwa  inflasi  timbul  disebabkan  oleh  kebijaksanaan
moneter  dan  fiskal  yang  ekspansif,  sehingga  jumlah  uang  beredar  di masyarakat  sangat  berlebihan.  Kelebihan  uang  beredar  di  masyarakat  akan
menyebabkan terjadinya  kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut  golongan  moneteris,  inflasi  dapat  diturunkan  dengan  cara  menahan
dan  menghilangkan  kelebihan  permintaan  melalui  kebijakan  moneter  dan fiskal  yang  bersifat  kontraktif,  atau  melalui  kontrol  terhadap  peningkatan
upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing. -Teori Ekspektasi
Menurut Dornbush,  pelaku  ekonomi  membentuk  ekspektasi  laju  inflasi
berdasarkan  ekspektasi  adaptif  dan  ekspektasi  rasional.  Ekspektasi  rasional adalah  ramalan  optimal  mengenai  masa  depan  dengan  menggunakan  semua
informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tidakan yang logis untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada.
-Teori Strukturalis Teori  ini  menyoroti  penyebab  inflasi  yang  berasal  dari  kekauan  struktur
ekonomi,  khususnya  kekuatan suplay bahan  makanan  dan  barang-barang ekspor.  Karena  sebab-sebab  struktural  pertambahan  barang-barang  produksi
ini  terlalu  lambar  dibanding  dengan  pertumbuhan  ekonominya,  sehingga menaikkan  harga  bahan  makanan  dan  kelangkaan  devisa.  Akibat  selanjtnya
72
adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan  bila  pembangunan  sektor  penghasil  bahan  pangan  dan
industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah. Kebijakan moneter yang mampu mempengaruhi inflasi, yaitu:
Kebijakan Pasar Terbuka
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara menjual  SBI    Surat  Bank  Indonesia  .Dengan  menjual  SBI,  Bank  Sentral
akan  menerima  uang  dari  masyarakat  dengan  artinyan  jumlah  uang  yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Diskonto
Kebijakan  Bank  Sentral  untuk  mengurangi  jumlah  ng  yang  beredar  dengan cara  menaikan  suku  bunganya.  Dengan  menaikkan  suku  bunga,  diharapkan
masyarakat  akan  menabung  dibank  lebih  banyak.  Dengan  demikian,  jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Cadangan Kas
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara menaikkan  cadangan  kas  minimum.  Sehingga  bank  umum  harus  menahan
uang  lebih  banyka  dibak  sebagai  cadangan,  dengan  demikian  jumlah  uang yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara memperketat  syarat-syarat  pemberian  kredit.  Syarat  pemberian  yang  ketat
73
akan  mengurangi  jumlah  pengusaha  yang  bisa  memperoleh  kredit,  dengan demikian jumlah uang yang beredar dapat dikurangi
Sanering
Kebijakan Bank Sentral memotong nilai mata uang dalam negeri jika negara sudah mengalami hiperinflasi  inflasi diatas 100 , dengan memotong nilai
mata uang maka nilai uang yang beredar dapat dikurangi.
Menarik Atau Memusnahkan Uang Lama
Kebijakan  Bank  Sentral  mengurangi  jumlah  uang  yang  beredar  dengan  cara menarik atau memusnahkan uang yang lama seperti uang logam pecahan Rp
5,00 Rp 10,00 dan Rp 25,00 serta uang kertas Rp 100,00.
Membatasi Pencetakan Uang Baru
Untuk  mengatasi  inflasi  pemerintah  harus  membatasi  pencetakan  uang  baru agar jumlah uang yang beredar tidak semakin bertambah.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi, yaitu:
Mengurangi Pengeluaran Pemerintah
Untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat mengurangi pengeluaran sehingga permintaan  terhadap  barang  dan  jasa  berkurang  yang  pada  akhirnya  dapat
menurunkan harga-harga.
Menaikkan Tarif Pajak
Untuk  mengatasi  inflasi  pemerintah  dapat  menaikkan  tarif  pajak,  kenaikan tarif  pajak  akan  mengurangi  tingkat  konsumsi  masyarakat.  Berkurangnya
tingkat konsumsi akan mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa yang akhirnya dapat menurunkan harga-harga.
74
Pada  sisi  produsen  suatu  produk,  maka  peningkatan  suku  bunga menjadi  sebuah  hal  yang  kurang  menguntungkan.  Pengusaha  biasanya
mengandalkan  pinjaman  untuk  meningkatkan  modal  untuk  mengembangkan usaha.  Mereka  sudah  memperhitungkan  bahwa  bunga  pinjaman  yang
dibayarkan  masih  di  bawah  margin  perusahaan.  Komponen  bunga  pinjaman akan diperhitungkan dalam biaya produksi. Adanya kenaikan bunga pinjaman
menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat, sehingga margin berkurang atau bahkan menjadi rugi.
Pada  kondisi  ini,  maka  ada  beberapa  alternatif  yang  dapat  dilakukan oleh  pengusaha.  Alternatif  pertama  adalah  dengan  melakukan  efisiensi
produksi, sehingga akan mengurangi biaya produksi. Efisiensi produksi dapat dilakukan  dengan  memotong  biaya  yang  tidak  perlu,  misalnya  pengerjaan
komponen  di  luar  dirubah  menjadi  dikerjakan  sendiri.  Atau  juga  bisa dilakukan dengan mengurangi ukuran produk, misalnya pada produksi tempe
dan tahu. Efisiensi produksi ini menyebabkan pengusaha dapat menyesuaikan kenaikan biaya produksi karena meningkatnya bunga yang harus dibayar.
Alternatif  kedua  adalah  dengan  melakukan  penyesuaian-penyesuaian biaya.  Pengusaha  akan  menghitung  ulang  biaya  produksi  yang  harus
dikeluarkan,  dan  kemudian  dengan  memperhitungkan  margin  yang diharapkan,  penguasaha  akan  meningkatkan  harga.  Hal  ini  menyebabkan
harga  menjadi  meningkat,  sehingga  menimbulkan  inflasi.  Hal  ini  seperti pendapat Peter Aprileven, 2015 yang menyatakan bahwa tingkat  suku bunga
akan  berdampak  pada  peningkatan  harga  faktor    produksi.    Jika    biaya    atau
75
harga faktor produksi meningkat, maka produsen akan mencari  keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan  yang  akan diterima. Salah
satu kebijakannya tentunya akan menaikkan  harga  barang  di  pasar.  Jika  hal ini  terjadi  pada  komoditas  secara  umum,  maka  akan  dapat  meningkatkan
inflasi. Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  kurs  rupiah  tidak  berpengaruh
terhadap  inflasi  di  Yogyakarta  tahun  2006-2015,  pada  model  jangka  panjang dan  jangka  pendek.  Hasil  penelitian  ini  mendukung  hasil  penelitian  Heru
Perlambang  2010.  Hasil  penelitian  bertentangan  dengan  penelitian Kurniawan  Saputra  2013  dan  Istiqomah  2011  yang  menunjukkan  hasil
nilai tukar kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal  yang  menyebabkan  tidak  signifikannya  pengaruh  kurs  terhadap
inflasi,  karena  kurs  hanya  mempengaruhi  harga  dalam  jangka  pendek. Semakin  tingginya  nilai  kurs,  hanya  berdampak  pada  kenaikan  harga  sekali
dan tidak secara terus menerus. Nopirin Heru Herlambang, 2010 menyatakan bahwa  kenaikan  yang  terjadi  hanya  sekali  saja  meskipun  dalam  persentase
yang cukup besar bukan merupakan inflasi. Secara  teori  menurut  Aprileven  2015,  pada    saat    kondisi    kurs
rupiah terhadap  dollar  melemah,  hal  ini  bagi pemegang  mata  uang  asing akan    mendapatkan  spread  yang    menguntungkan.    Adanya  sread  ini,  secara
otomatis akan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Dampak selanjutnya adalah meningkatnya komoditas  barang  secara umum  juga  akan  meningkat,
yang  pada akhirnya akan meningkatkan inflasi. Namun, jika kurs meningkat,
76
maka inflasi juga  akan  meningkat.  Hal  ini  dikarenakan peningkatan  kurs akan  berdampak  pada peningkatan  jumlah  barang  yang  diimport. Namun
import lebih kecil dari permintaan akan barang,  akibatnya  terjadi  kelangkaan barang.  Hal  ini  dapat  berdampak  pada  naiknya  harga  secara  umum  yang
selanjutnya dapat menaikan inflasi. Yogyakarta  merupakan  kota  pelajar,  dan  bukan  merupakan  kota
industri  maupun  perdagangan.  Hal  ini  menyebabkan  permintaan  terhadap dollar  relatif  kurang  apabila  dibandingkan  dengan  kota  industri  atau
perdagangan di  Indonesia. Akibatnya, hanya sedikit masyarakat  yang tertarik menyimpan  uang  dalam  bentuk  mata  uang  asing  khususnya  dollar,  sehingga
naikknya kurs tidak secara otomatis meningkatkan konsumsi masyarakat yang dapat  berpengaruh  terhadap  kenaikan  inflasi.  Hal  ini  menjadi  faktor  yang
menyebabkan  hasil  penelitian  didapatkan  kurs  rupiah  berpengaruh  positif tetapi tidak signifikan terhadap inflasi.
Selain itu, kenaikan kurs rupiah biasanya hanya berpengaruh terhadap kenaikan  harga  produk-produk  tertentu,  yang  harus  diimpor.  Hal  ini
menyebabkan  inflasi  tidak  mengalami  kenaikan.  Hal  ini  seperti  pendapat  N. Gregory  Mankiw  2007  yang  menyatakan  bahwa  Kenaikan  harga  dari  satu
atau  dua  barang  saja  tidak  dapat  disebut  sebagai  inflasi,kecuali  kenaikan tersebut  meluas  kepada  mengakibatkan  kenaikan  sebagian  besar  dari  harga
barang-barang lain. Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  jumlah  uang  beredar  tidak
berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015. Hasil penelitian
77
ini  tidak  relevan  dengan  penelitian  Kurniawan  Saputra  2013  dan  Yuliarni Yunus  2013  yang  menunjukkan  hasil  jumlah  uang  beredar  JUB
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Kenaikan  jumlah  uang  beredar  JUB  berpotensi  untuk  meningkatkan
harga  karena  hal  ini  akan  meningkatkan  konsumsi  masyarakat,  sehingga dengan  permintaan  demand  maka  harga  barang  juga  akan  meningkat.
Namun demikian hal ini tidak terjadi di Yogyakarta pada periode 2006 – 2015.
Hal  ini  karena  tidak  signifikannya  kenaikan  jumlah  uang  beredar  JUB  di Yogyakarta pada periode tersebut. Apabila melihat data jumlah uang beredar
JUB tahun 2006 – 2015 di di Yogyakarta yang dideskripsikan pada tabel 4.4
dan  gambar  4.4  terlihat  bahwa  prosentasi  kenaikannya  tidak  tinggi  dan  rata- rata  masih  di  bawah  2,  kecuali  pada  Desember  2013,  di  mana  terjadi
kenaikan yang ekstrim, yaitu sebesar 58,47. Rendahnya  kenaikan  jumlah  uang  beredar  JUB  di  Yogyakarta
menunjukkan  tidak  signifikannya  kenaikan  konsumsi  masyarakat  di Yogyakarta.  Permintaan  terhadap  berbagai  produk  juga  tidak  signifikan,
sehingga  tidak  berpengaruh  terhadap  kenaikan  harga  secara  terus  menerus, sehingga tingkat inflasi tidak meningkat.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan  hasil  penelitian  dan  pembahasan,  dapat  ditarik  kesimpulan sebagai berikut:
1.  Kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006- 2015, pada model jangka panjang dan jangka pendek.
2.  Suku bunga  BI   berpengaruh positif terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka panjang dan jangka pendek.
3.  Jumlah  Uang  Beredar  JUB  tidak  berpengaruh  terhadap  inflasi  di Yogyakarta  tahun  2006-2015,  pada  model  jangka  panjang  dan  jangka
pendek. Jumlah Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu M
2
karena setelah  banyak  dilakukan  penelitian  dengan  M
1
maupun  M ,  banyak
menyebabkan  kekurangan  yang  bisa  mempengaruhi  variabel  lain  dan menyebabkan terjadinya autokorelasi juga heteroskedastisitas.
B. Saran
1.  Bagi Pemerintah Pemerintah diharapkan dapat lebih mengendalikan laju inflasi berdasarkan
faktor-faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu suku bunga BI, serta  merumuskan  kebijakan  yang  lebih  berpihak  pada  masyarakat
79
2.  Bagi Peneliti Selanjutnya Hendaknya  dapat  melakukan  penelitian  mengenai  inflasi  di  Yogyakarta,
dengan  mengambil  waktu  penelitian  yang  lebih  panjang,  dan  mengambil variabel  selain  yang  ada  dalam  penelitian  ini.  Hal  ini  diharapkan  dapat
mengidentifikasi  variabel  apa  saja  yang  berpengaruh  terhadap  inflasi  di Yogyakarta.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ajija,  S.R,  Sari  ,  D.W,  Setianti,  R.HPrinanti,  M.R.  2011.  Cara  Cerdas Menguasai Eviews
.Jakarta: Salemba Empat. Ardiyan, Reza. 2015. Analisis Presistensi Inflasi di DIY. Skripsi FEB Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Aprileven, H. P. 2015. Pengaruh  Faktor-Faktor  Ekonomi  Terhadap  Inflasi  di
Indonesia  Yang  Dimediasi  oleh  Jumlah  Uang  Beredar  Pendekat an Path Analysis. Economics Development Analysis Journal, Vol. 4
No. 1, hal. 10-20.
Basuki, A. T. 2014. Regresi Model PAM, ECM dan Data Panel  dengan Eviews 7
. Yogyakarta. Badan  Pusat  Statistik.  2006-2014.  DIY  Dalam  Angka.  Badan  Pusat  Statistik.
Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan  Pusat  Statistik    Provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  2006-2015.  Berita
Resmi  Statistik  Provinsi  Daerah  IstimewaYogyakarta.  Badan  Pusat Statistik. Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bank Indonesia. 2006-2015. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia. 2006-2015. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia.
Boediono. 1985. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE. Dornbusch,  Rudiger  dan  stanley  Fischer.  1994.  Makroekonomi.  Alih  bahasa
Julius A. Mulyadi. Erlangga:Jakarta. Endri.  2008.  Analisis  Faktor-Faktor  yang  Mempengaruhi  Inflasi  di  Indonesia.
Jurnal Ekonomi Pembangunan , Vol.13, No.1, Hal 1-3.
Gilarso, T. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius Herlambang,  Sugiarto,    Baskara,  S.K.  2002.  Ekonomi  Makro:  Teori  Analisis
dan Kebijakan . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hutabarat, A.R.2005 Determinan Inflasi Indonesia. Occasional Paper No. 6 Bank Indonesia.
Istiqomah.  2011.  Pengaruh  Investasi  dan  Inflasi  Terhadap  Nilai  Tukar  Rupiah. Skripsi Fakultas Ekonomi dan BisnisUIN Syarif Hidayatullah.
Paul, A.
Samuelson. 1989.
Ekonomi. Jakarta:
Erlangga
Primawan  Wisda,  Nugroho.  2012.  Analisis  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi
Inflasi Periode 2000.1- 2011.4. Skripsi: FEB Universitas Diponegoro Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Pustaka.
Kuncoro,  M.  2007.  Metode  Kuantitatif:  Teori  dan  Aplikasi  untuk  Bisnis  dan Ekonomi
. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Mankiw,  N.  Gregory.  2006.  Makroekonomi  Edisi  Ke  enam.  Jakarta:  Gelora
Aksara Pratama. Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi Ke enam. Jakarta: Erlangga
_________________.  2012.  Essentials  of  economics.
Mason,  OH:  South- Western Cengage Learning
Nanga,  M.2005.  Makroekonomi:  Teori,  Masalah  dan  Kebijakan.  Jakarta;  PT Raja Grafindo Persada.
Nugroho,  P.W.2012.  Analisis  Faktor-Faktor  yang  Mempengaruhi  Inflasi  di Indonesia  Periode  Tahun  2000.1-2011.4.  Skripsi  Fakultas  Ekonomi
dan Bisnis universitas Diponegoro.
Nopirin. 1998. Ekonomi Moneter edisi 1. BPFE. Yogyakarta. ______. 1998. Ekonomi Moneter edisi 1. BPFE. Yogyakarta.
Samuelson,P.A. 1998.Ekonomi.Jakarta:Erlangga. Saputra,K.2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia
Tahun  2007-2012.  Skripsi  Fakultas  Ekonomi  dan  Bisnis  Universitas Diponegoro
. Sukirno,  Sadono.  2003.  Makroekonomi  Teori  Pengantar.  Edisi  ketiga.  Jakarta:
Rajawali Pers. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sumodiningrat, G. 2002. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta : BPFE. Triyono. 2008. Analisis Perubahan kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Jurnal
Ekonomi  Pembangunan.  Vol.9  No.2,  Desember  2008  :  156-167. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widarjono,  A.  2007.  Ekonometrika:  Teori  dan  Aplikasi  untuk  Ekonomi  dan Bisnis
. Yogyakarta : Ekonisia FE UII Yogyakarta. Yunus, Y.2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia
Tahun 1998-2012. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasannudin.
Tabel Data Inflasi Yogyakarta Tahun 2006 – 2015 dalam Persen
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
2006 Januari
2,50 Februari
0,21 -91,60
Maret -0,17
-180,95 April
0,64 476,47
Mei 0,83
29,69 Juni
0,60 -27,71
Juli 0,87
45,00 Agustus
0,84 -3,45
September 0,90
7,14 Oktober
0,79 -12,22
November 0,90
13,92 Desember
1,18 31,11
2007 Januari
0,88 -25,42
Februari 0,54
-38,64 Maret
0,48 -11,11
April 0,43
-10,42 Mei
0,07 -83,72
Juni 0,09
28,57 Juli
0,78 766,67
Agustus 1,40
79,49 September
1,32 -5,71
Oktober 1,09
-17,42 November
1,01 -7,34
Desember 0,47
-53,47 2008
Januari 1,25
165,96 Februari
1,11 -11,20
Maret 1,00
-9,91 April
1,21 21,00
Mei 1,51
24,79 Juni
1,08 -28,48
Juli 1,31
21,30 Agustus
1,35 3,05
September 1,15
-14,81 Oktober
0,82 -28,70
November 0,97
18,29 Desember
-0,11 -111,34
2009 Januari
0,09 181,82
Februari 0,32
255,56 Maret
0,18 -43,75
April -0,34
-288,89 Mei
0,27 179,41
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
Juni 0,18
-33,33 Juli
0,32 77,78
Agustus 0,77
140,63 September
-0,03 -103,90
Oktober 0,80
2766,67 November
0,09 -88,75
Desember 0,57
533,33 2010
Januari 0,57
0,00 Februari
0,24 -57,89
Maret 0,13
-45,83 April
0,25 92,31
Mei 1,26
404,00 Juni
0,14 -88,89
Juli 0,90
542,86 Agustus
0,43 -52,22
September 1,06
146,51 Oktober
0,72 -32,08
November 0,62
-13,89 Desember
0,28 -54,84
2011 Januari
0,84 200,00
Februari 0,75
-10,71 Maret
0,21 -72,00
April -0,28
-233,33 Mei
0,13 146,43
Juni 0,90
592,31 Juli
0,26 -71,11
Agustus 0,63
142,31 September
0,19 -69,84
Oktober 0,33
73,68 November
0,04 -87,88
Desember 0,48
1100,00 2012
Januari 0,25
-47,92 Februari
0,10 -60,00
Maret 0,36
260,00 April
0,11 -69,44
Mei 0,75
581,82 Juni
0,05 -93,33
Juli 0,76
1420,00 Agustus
0,42 -44,74
September 0,62
47,62 Oktober
0,38 -38,71
November 0,20
-47,37 Desember
0,66 230,00
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
2013 Januari
0,19 -71,21
Februari 0,93
389,47 Maret
0,31 -66,67
April 0,79
154,84 Mei
-0,28 -135,44
Juni 0,84
400,00 Juli
1,58 88,10
Agustus 0,87
-44,94 September
0,61 -29,89
Oktober -0,24
-139,34 November
0,20 183,33
Desember 0,16
-20,00 2014
Januari 1,05
556,25 Februari
0,07 -93,33
Maret 0,14
100,00 April
0,43 207,14
Mei 0,05
-88,37 Juni
0,07 40,00
Juli 0,85
1114,29 Agustus
0,45 -47,06
September 0,49
8,89 Oktober
0,28 -42,86
November 1,13
303,57 Desember
1,76 55,75
2015 Januari
0,13 -92,61
Februari 0,40
207,69 Maret
0,15 -62,50
April 0,38
153,33 Mei
0,36 -5,26
Juni 0,35
-2,78 Juli
0,63 80,00
Agustus 0,33
-47,62 September
0,04 -87,88
Oktober 0,04
0,00 November
0,13 225,00
Desember 0,96
638,46 Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Suku Bunga BI Rate Tahun 2006 – 2015
dalam Persen Tahun
Bulan Suku BungaBI Rate
Perkembangan
2006 Januari
12,75 Februari
12,75 0,00
Maret 12,75
0,00 April
12,75 0,00
Mei 12,50
-1,96 Juni
12,25 -2,00
Juli 12,50
2,04 Agustus
11,75 -6,00
September 11,25
-4,26 Oktober
10,75 -4,44
November 10,25
-4,65 Desember
9,75 -4,88
2007 Januari
9,50 -2,56
Februari 9,25
-2,63 Maret
9,00 -2,70
April 9,00
0,00 Mei
8,75 -2,78
Juni 8,50
-2,86 Juli
8,25 -2,94
Agustus 8,25
0,00 September
8,25 0,00
Oktober 8,25
0,00 November
8,25 0,00
Desember 8,00
-3,03 2008
Januari 8,00
0,00 Februari
8,00 0,00
Maret 8,00
0,00 April
8,00 0,00
Mei 8,25
3,13 Juni
8,50 3,03
Juli 8,75
2,94 Agustus
9,00 2,86
September 9,25
2,78 Oktober
9,50 2,70
November 9,50
0,00 Desember
9,25 -2,63
2009 Januari
8,75 -5,41
Februari 8,25
-5,71 Maret
7,75 -6,06
April 7,50
-3,23
Tahun Bulan
Suku BungaBI Rate Perkembangan
Mei 7,25
-3,33 Juni
7,00 -3,45
Juli 6,75
-3,57 Agustus
6,50 -3,70
September 6,50
0,00 Oktober
6,50 0,00
November 6,50
0,00 Desember
6,50 0,00
2010 Januari
6,50 0,00
Februari 6,50
0,00 Maret
6,50 0,00
April 6,50
0,00 Mei
6,50 0,00
Juni 6,50
0,00 Juli
6,50 0,00
Agustus 6,50
0,00 September
6,50 0,00
Oktober 6,50
0,00 November
6,50 0,00
Desember 6,50
0,00 2011
Januari 6,50
0,00 Februari
6,75 3,85
Maret 6,75
0,00 April
6,75 0,00
Mei 6,75
0,00 Juni
6,75 0,00
Juli 6,75
0,00 Agustus
6,75 0,00
September 6,75
0,00 Oktober
6,00 -11,11
November 6,50
8,33 Desember
6,00 -7,69
2012 Januari
6,00 0,00
Februari 5,75
-4,17 Maret
5,75 0,00
April 5,75
0,00 Mei
5,75 0,00
Juni 5,75
0,00 Juli
5,75 0,00
Agustus 5,75
0,00 September
5,75 0,00
Oktober 5,75
0,00 November
5,75 0,00
Tahun Bulan
Suku BungaBI Rate Perkembangan
Desember 5,75
0,00 2013
Januari 5,75
0,00 Februari
5,75 0,00
Maret 5,75
0,00 April
5,75 0,00
Mei 5,75
0,00 Juni
6,00 4,35
Juli 6,50
8,33 Agustus
7,00 7,69
September 7,25
3,57 Oktober
7,25 0,00
November 7,50
3,45 Desember
7,50 0,00
2014 Januari
7,50 0,00
Februari 7,50
0,00 Maret
7,50 0,00
April 7,50
0,00 Mei
7,50 0,00
Juni 7,50
0,00 Juli
7,50 0,00
Agustus 7,50
0,00 September
7,50 0,00
Oktober 7,50
0,00 November
7,75 3,33
Desember 7,75
0,00 2015
Januari 7,75
0,00 Februari
7,50 -3,23
Maret 7,50
0,00 April
7,50 0,00
Mei 7,50
0,00 Juni
7,50 0,00
Juli 7,50
0,00 Agustus
7,50 0,00
September 7,50
0,00 Oktober
7,50 0,00
November 7,50
0,00 Desember
7,50 0,00
Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Kurs Rupiah Terhadap US Tahun 2006 – 2015
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
2006 Januari
9445,60 Februari
9206,95 -2,53
Maret 9125,67
-0,88 April
8892,22 -2,56
Mei 8939,86
0,54 Juni
9079,95 1,57
Juli 9315,82
2,60 Agustus
9048,85 -2,87
September 9097,57
0,54 Oktober
9141,24 0,48
November 9088,59
-0,58 Desember
9041,45 -0,52
2007 Januari
9021,18 -0,22
Februari 9022,75
0,02 Maret
9052,20 0,33
April 9117,95
0,73 Mei
8800,19 -3,49
Juni 8938,75
1,57 Juli
9021,91 0,93
Agustus 9319,82
3,30 September
9263,30 -0,61
Oktober 9061,41
-2,18 November
9217,86 1,73
Desember 9286,93
0,75 2008
Januari 9359,40
0,78 Februari
9135,35 -2,39
Maret 9139,06
0,04 April
9162,64 0,26
Mei 9244,30
0,89 Juni
9249,14 0,05
Juli 9117,45
-1,42 Agustus
9103,40 -0,15
September 9293,90
2,09 Oktober
11652,45 25,38
November 9998,05
-14,20 Desember
11268,16 12,70
2009 Januari
11111,32 -1,39
Februari 11793,35
6,14 Maret
11790,30 -0,03
April 10969,95
-6,96 Mei
10340,65 -5,74
Juni 10155,68
-1,79
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
Juli 10060,81
-0,93 Agustus
9927,70 -1,32
September 9435,45
-4,96 Oktober
9851,06 4,40
November 9422,70
-4,35 Desember
9228,95 -2,06
2010 Januari
9301,32 0,78
Februari 9410,65
1,18 Maret
9121,19 -3,08
April 8982,33
-1,52 Mei
9102,73 1,34
Juni 9137,26
0,38 Juli
9004,45 -1,45
Agustus 8926,76
-0,86 September
8930,84 0,05
Oktober 8977,62
0,52 November
8893,48 -0,94
Desember 8882,90
-0,12 2011
Januari 8992,38
1,23 Februari
8868,00 -1,38
Maret 8717,48
-1,70 April
8608,30 -1,25
Mei 8512,80
-1,11 Juni
8490,29 -0,26
Juli 8521,00
0,36 Agustus
8489,21 -0,37
September 8721,55
2,74 Oktober
8970,14 2,85
November 8850,81
-1,33 Desember
9043,19 2,17
2012 Januari
9063,52 0,22
Februari 8980,71
-0,91 Maret
9119,38 1,54
April 9129,50
0,11 Mei
9404,14 3,01
Juni 9243,90
-1,70 Juli
9409,59 1,79
Agustus 9452,53
0,46 September
9639,10 1,97
Oktober 9549,14
-0,93 November
9579,95 0,32
Desember 9597,83
0,19 2013
Januari 9518,45
-0,83
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
Februari 9638,25
1,26 Maret
9675,14 0,38
April 9660,74
-0,15 Mei
9711,91 0,53
Juni 9832,05
1,24 Juli
10023,09 1,94
Agustus 10519,72
4,95 September
11309,95 7,51
Oktober 11289,52
-0,18 November
11554,95 2,35
Desember 12026,65
4,08 2014
Januari 12118,75
0,77 Februari
11875,45 -2,01
Maret 11369,95
-4,26 April
11833,14 4,07
Mei 11468,17
-3,08 Juni
11378,55 -0,78
Juli 11630,61
2,22 Agustus
11648,10 0,15
September 11831,18
1,57 Oktober
12084,17 2,14
November 12097,35
0,11 Desember
12376,10 2,30
2015 Januari
12516,24 1,13
Februari 12686,16
1,36 Maret
13001,55 2,49
April 12882,90
-0,91 Mei
13074,79 1,49
Juni 13246,52
1,31 Juli
13307,79 0,46
Agustus 13712,80
3,04 September
14324,19 4,46
Oktober 13726,95
-4,17 November
13604,19 -0,89
Desember 13785,45
1,33 Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Jumlah Uang Beredar Tahun 2006 – 2015
dalam Persen Tahun
Bulan Jumlah Uang Beredar JUB
Perkembangan
2006 Januari
1190834 Februari
1193864 0,25
Maret 1195067
0,10 April
1198013 0,25
Mei 1237504
3,30 Juni
1253757 1,31
Juli 1248236
-0,44 Agustus
1270378 1,77
September 1291396
1,65 Oktober
1325658 2,65
November 1338555
0,97 Desember
1382074 3,25
2007 Januari
1363907 -1,31
Februari 1366820
0,21 Maret
1375947 0,67
April 1383577
0,55 Mei
1393097 0,69
Juni 1451974
4,23 Juli
1472952 1,44
Agustus 1487541
0,99 September
1512756 1,70
Oktober 1530145
1,15 November
1556200 1,70
Desember 1643203
5,59 2008
Januari 1596565
-2,84 Februari
1603750 0,45
Maret 1594390
-0,58 April
1611691 1,09
Mei 1641733
1,86 Juni
1703381 3,76
Juli 1686050
-1,02 Agustus
1686811 0,05
September 1778139
5,41 Oktober
1812490 1,93
November 1851023
2,13 Desember
1895839 2,42
2009 Januari
1681710 -11,29
Februari 1712528
1,83
Tahun Bulan
Jumlah Uang Beredar JUB Perkembangan
Maret 1729991
1,02 April
1722081 -0,46
Mei 1732751
0,62 Juni
1773510 2,35
Juli 1759565
-0,79 Agustus
1794264 1,97
September 1807055
0,71 Oktober
1815051 0,44
November 1849570
1,90 Desember
1914477 3,51
2010 Januari
2073206 8,29
Februari 2066481
-0,32 Maret
2112083 2,21
April 2116024
0,19 Mei
2143234 1,29
Juni 2231144
4,10 Juli
2217589 -0,61
Agustus 2223459
0,26 September
2274955 2,32
Oktober 2308846
1,49 November
2347807 1,69
Desember 2471206
5,26 2011
Januari 2436679
-1,40 Februari
2420191 -0,68
Maret 2451357
1,29 April
2434478 -0,69
Mei 2475286
1,68 Juni
2522784 1,92
Juli 2564556
1,66 Agustus
2621346 2,21
September 2643331
0,84 Oktober
2677787 1,30
November 2729538
1,93 Desember
2877220 5,41
2012 Januari
2857127 -0,70
Februari 2852005
-0,18 Maret
2914194 2,18
April 2929610
0,53 Mei
2994474 2,21
Juni 3052786
1,95 Juli
3057336 0,15
Agustus 3091568
1,12 September
3128179 1,18
Tahun Bulan
Jumlah Uang Beredar JUB Perkembangan
Oktober 3164443
1,16 November
3207908 1,37
Desember 3307508
3,10 2013
Januari 3268789
-1,17 Februari
3280420 0,36
Maret 3322529
1,28 April
3360928 1,16
Mei 3426305
1,95 Juni
3413379 -0,38
Juli 3506574
2,73 Agustus
3502420 -0,12
September 3584081
2,33 Oktober
3576869 -0,20
November 3615973
1,09 Desember
5730197 58,47
2014 Januari
3652349 -36,26
Februari 3635060
-0,47 Maret
3652531 0,48
April 3721882
1,90 Mei
3780955 1,59
Juni 3857962
2,04 Juli
3887407 0,76
Agustus 3886520
-0,02 September
4010147 3,18
Oktober 4024489
0,36 November
4076670 1,30
Desember 4173327
2,37 2015
Januari 4174826
0,04 Februari
4218123 1,04
Maret 4246361
0,67 April
4275711 0,69
Mei 4288369
0,30 Juni
4358208 1,63
Juli 4373208
0,34 Agustus
4404085 0,71
September 4508603
2,37 Oktober
4443078 -1,45
November 4452325
0,21 Desember
4546743 2,12
Sumber: Data sekunder, 2016
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
THE FACTORS ANALYSIS INFLUENCE INFLATION IN REGENCYCITY YOGYAKARTA SPESIAL REGION
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Dan Studi
Pembangunan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
ANGGITA MIHARRANI PUTERI 20120430026
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
2
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga, nilai  tukar  rupiah,  dan  jumlah  uang  beredar  terhadap  inflasi  di  Daerah  Istimewa
Yogyakarta.  Penelitian  menggunakan  data  sekunder  dengan  periode  bulanan tahun 2006
– 2015. Alat analisis yang digunakan adalah model Error Correction Model
ECM. Berdasarkan  analisis  yang  telah  dilakukan  diperoleh  hasil  bahwa:  1  kurs
rupiah tidak berpengaruh terhadap inflasi, pada model jangka panjang dan jangka pendek;  2  suku  bunga  BI    berpengaruh  positif  terhadap  inflasi,  pada  model
jangka  panjang  dan  jangka  pendek;  dan  3  Jumlah  Uang  Beredar  JUB    tidak berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka
panjang dan jangka pendek.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of interest rate, exchange rate, and the money supply on inflation in Yogyakarta. The study used secondary data with
the  monthly  period  of  2006  -  2015.  The  analysis  tool  used  is  Error  Correction Model ECM.
Based  on  the  analysis  that  has  been  done  shows  that:  1  the  rupiah exchange  rate  has  no  effect  on  inflation,  on  the  model  of  long-term  and  short-
term; 2 The interest rate BI positive effect on inflation, on the model of long-term and  short-term;  and  3  Money  Supply  JUB  has  no  effect  on  inflation  in
Yogyakarta 2006-2015, on the model of long-term and short-term.
Keywords: Inflation, BI Interest Rates, Exchange, Money Supply
3
BAB I PENDAHULUAN
Yogyakarta  merupakan  salah  satu  kota  yang  mempunyai  tingkat perekonomian tinggi, dikarenakan banyaknya tempat wisata  yang  tersedia di
kota  Yogyakarta.  Hal  tersebut  mampu  mempengaruhi  tinggi  rendahnya pendapatan  masyarakat  setempat.  Dengan  tingginya  pendapatan  yang
diperoleh,  memudahkan  masyarakat  untuk  memenuhi  kebutuhannya.  Selain karena  tempat  wisatanya,  masih  banyak  pula  yang  menjadi  faktor  tingginya
pendapatan masyarakat suatu daerah termasuk di Yogyakarta. Inflasi  merupakan  fenomena  ekonomi  yang  selalu  menarik  dibahas
terutama  berkaitan  dengan  dampaknya  yang  luas  terhadap  ekonomi  makro, seperti  pertumbuhan  ekonomi,  keseimbangan  eksternal,  daya  saing,  tingkat
bunga, bahkan distribusi pendapatan. Susanti dkk, 1995:41 dalam Nugroho Nilai  inflasi  akan  sangat  berpengaruh  dalam  suatu  daerah,  termasuk  di
Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  DIY  termasuk  salah  satu  dari  sekian  banyak provinsi  besar  di  Indonesia.  Provinsi  DIY  termasuk  dalam  daerah  yang
memiliki tingkat inflasi tinggi. Inflasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jumlah uang beredarnya. Menurut
Dornbusch 1991, dalam jangka pendek kenaikan pertumbuhan uang beredar akan berdampak pada kenaikan inflasi dan tingkat output,tetapi kenaikannya
lebih  rendah  dari  pertumbuhan  uang  beredar.  Sementara  dalam  jangka panjang,  biasanya  laju  pertumbuhan  uang  bersifat  konstan,  ekspektasi  telah
4
disesuaikan dengan inflasi aktual dan output sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa adanya penambahan uang beredar, inflasi tidak akan terjadi.
Tingkat suku bunga di Indonesia termasuk penentu besarnya tingkat inflasi di  berbagai  daerah.  Antara  tingkat  suku  bunga  dengan  inflasi  berhubungan
negatif  karena  inflasi  menjadi  turun.  Masyarakat  akan  cenderung  akan menabungkan uangnya di bank, sehingga yang terjadi jumlah uang beredar di
masyarakat  pun    turun  yang  membuat  inflasi  dapat  ditekan  karena  jumlah uang beredar merupakan salah satu indikator naik turunnya inflasi.
Kebijakan  ekonomi  makro  nasional  yang  dijalankan  secara  konsisten  dan hati-hati  mampu  menahan  tekanan  terhadap  rupiah.  Kecenderungan
penguatan  nilai  tukar  rupiah  terhadap  dollar  disebabkan  oleh  masuknya kembali  investor  asing  di  pasar  domestik  sejalan  dengan  menguatnya
optimisme terhadap segera pulihnya perekonomian global. Selama  beberapa  tahun  terakahir  nilai  tukar  rupiah  mulai  menguat.
Menguatnya  nilai  tukar  rupiah  terhadap  dollar  didukung  oleh  kondisi ekonomi  global  yang  kondusif  dan  fundamental  ekonomi  domestik  yang
cukup baik. Menguat atau melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar  juga  akan  mempengaruhi  besaran  pendapatan  negara  maupun  belanja
negara. Faktor  lain  yang  mempengaruhi  inflasi  di  Yogyakarta  yaitu  jumlah  uang
beredar.  Tinggi  rendahnya  jumlah  uang  beredar  sangat  menentukan  inflasi Yogyakarta.  Pada  bulan  Desember  2015  jumlah  M
2
tumbuh  melambat.  M
2
5
tercatat  sebesar  Rp  4.546,7  triliun  atau  tumbuh  8,9  yoy.  Perlambatan pertumbuhan  M
2
tersebut  terutama  bersumber  dari  melambatnya pertumbuhan  uang  kuasai.  Namun  demikian,  perlambatan  pertumbuhan  M
2
tersebut tertahan oleh M
1
yang mengalami peningkatan pada bulan Desember 2015.
Posisi uang kuasai pada akhir Desember 2015 tercatat sebesar Rp 3.478,1 triliun tumbuh melambat dari 9,3 yoy pada November 2015 menjadi 8,4
yoy pada Desember 2015. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya pertumbuhan  simpanan  berjangka  valas  dan  rupiah,  tabungan  valas  dan  giro
valas. Di  sisi  lain,  posisi  M
1
pada  akhir  Desember  2015  tercatat  sebesar  Rp 1.055,3 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 12,0 yoy di banding bulan
sebelumnya  10,0  yoy.  Peningkatan  tersebut  ditopang  oleh  peningkatan pertumbuhan  uang  kartal  sebagai  respons  dari  tingginya  permintaan  uang
kartal masyarakat pada akhir tahun terkait libur natal dan tahun baru
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Inflasi
Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian suatu  daerah  adalah  inflasi.  Dalam  perspektif  ekonomi,  inflasi  merupakan
fenomena moneter pada suatu daerah dimana naik turunnya inflasi cenderung
6
mengakibatkan  terjadinya  gejolak  ekonomi  karena  inflasi  berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangan internasional, nilai utang
piutang antar Negara maupun daerah, tingkat suku bunga, tabungan domestik, pengangguran dan kesejahteraan masyarakat Endri, 2008.
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya
jual  mata  uang  suatu  Negara www.bps.go.id
.  Boediono  1985 menambahkan  bahwa  kenaikan  harga-harga  disebabkan  oleh  faktor-faktor
musiman misal menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Inflasi  merupakan  keadaan  yang  mengindikasikan  semakin  melemahnya daya  beli  yang  diikuti  dengan  semakin  merosotnya  nilai  riil  mata  uang  suatu
daerah.  Inflasi  merupakan  fenomena  ekonomi  yang  tidak  pernah  basi  dalam sejarah  panjang  ekonomi.  Karena  dampaknya  yang  amat  luas  dalam
perekonomian makro maka inflasi selalu jadi pembahasan yang krusial. Inflasi yang  tinggi  akan  menyebabkan  memburuknya  distribusi  pendapatan,
menambah  angka  kemiskinan,  mengurangi  tabungan  domestic,  menyebabkan deficit  neraca  perdagangan,  menggelembungkan  besaran  hutang  luar  negri
serta mampu menimbulkan ketidakstabilan politik Nugroho, 2012. Samuelson 1989 berpendapat jika tingkat inflasi dapat ditentukan dengan
menghitung  selisih  tingkat  harga  tahun  tertentu  dengan  tingkat  harga  tahun
7
sebelumnya  dan  dibandingkan  dengan  tingkat  harga  tahun  ini  dan  dikalikan dengan seratus persen.
Inflasi  yang  terjadi  pada  suatu  daerah  tidak  terbentuk  dengan  sendirinya, ada  beberapa  hal  yang  dapat  menyebabkan  inflasi.  Tiga  teori  pembentukan
inflasi  yaitu  ekspetasi  inflasi,  inflasi  dari  sisi  permintaan  demand-pull inflation
dan  inflasi  dari  sisi  penawaran  cost-pull  inflation  Hutabarat, 2005.  Ekspetasi  inflasi  adalah  determinan  inflasi  yang  berperan  penting
secara subyektif dalam pembentukan harga dan upah. Inflasi permintaan atau demand  pull  inflation
merupakan  inflasi  yang  dipicu  oleh  adanya  interaksi permintaan  dan  penawaran  domestik  pada  jangka  panjang,  sementara  inflasi
penawaran  atau  cost-pull  inflation  merupakan  jenis  inflasi  yang  disebabkan oleh  tingkat  penawaran  yang  lebih  rendah  jika  dibandingkan  dengan  tingkat
permintaan.  Penawaran  yang  rendah  disebabkan  oleh  adanya  kenaikan  ada biaya  produksi  sehingga  mengakibatkan  produsen  harus  mengurangi
produksinya  sampai  jumlah  tertentu  atau  menaikkan  harga  barang  Ardiyan, 2015.
Akibat-akibat inflasi 1.  Dalam masa inflasi, masyarakat cenderung enggan menabung, dan
juga  enggan  memegang  uang  kas,  sebab  nilai  riil  uang  terus merosot.  Masyarakat  lebih  suka  menyimpan  kekayaannya  dalam
bentuk  barang.  Keadaan  demikian  akan  mendorong  timbulnya
8
spekulasi  perdagangan  dan  dapat  menciptakan  inflasi  yang  jauh lebih hebat.
2.  Adanya  kenaikan  harga  umum  juga  akan  menyebabkan  harga- harga  barang  ekspor  menjadi  mahal,  sehingga  barang-barang
ekspor kita sulit bersaing di pasar internasional. Sebaliknya impor relatif  murah,  yang  mendorong  untuk  memperbesar  impor;  hal  ini
memberatkan  neraca  pembayaran  dan  merugikan  produsen  dalam negeri.
3.  Inflasi menyebabkan nilai riil uang merosot: akibatnya orang yang berpendapatan  tetap  nilai  nominalnya  tetap,  seperti  gaji  pegawai
negeri,  daya  belinya  terus  merosot.  Demikian  pula  orang  yang meminjamkan  uang  akan  dirugikan,  sebab  pada  saat  jatuh  tempo
mereka akan menerima kembali uang mereka dengan nilai riil yang lebih rendah. Bila kerugian ini mau diimbangi dengan bunga, maka
suku bunga yang menjadi lebih tinggi. Dalam masa inflasi kenaikan harga untuk bermacam-macam barang tidak
berjalan  dengan  laju  yang  sama.  Hal  ini  menguntungkan  bagi  pihak-pihak yang  memiliki  faktor  produksi  atau  barang  yang  mengalami  kenaikan  harga
paling  tinggi.  Dalam  keadaan  inflasi,  mereka  yang  mempunyai  kekayaan lebih  banyak  akan  jauh  lebih  bisa  bertahan  daripada  mereka  yang  miskin.
Yang  kaya  menjadi  lebih  kaya,  sementara  yang  miskin  akan  makin  miskin. Dengan  demikian  inflasi  dapat  memperburuk  distribusi  pendapatan  diantara
9
warga  masyarakat  dan  menjauhkan  tercapainya  keadilan  sosial  seperti  yang telah dicita-citakan.
2. Tingkat Suku Bunga
Tingkat  suku  bunga  menurut  Keynes  adalah  harga  yang  dikeluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka
uang  mereka,  akan  tetapi  uang  yang  dikeluarkan  debitur  mempunyai kemungkinan  adanya  kerugian  berupa  resiko  tidak  diterimanya  tingkat  suku
bunga  tertentu.  Tingkat  suku  bunga  juga  merupakan  pembayaran  bunga tahunan  dari  suatu  pinjaman  dalam  bentuk  presentase  dari  pinjaman  yang
diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahunan dibagi dengan jumlah pinjaman.  Menurut  Keynes,  sudah  menjadi  tugas  bank  sentral  menciptakan
kestabilan  harga  melalui  kebijakan  tingkat  bunga  yang  selayaknya.  Bank sentral mengatasi tingkat inflasi yang tinggi dengan menaikkan tingkat bunga.
Dimana ketika tingkat harga tinggi yang diakibatkan oleh banyaknya jumlah uang  beredar  di  masyarakat  sehingga  konsumsi  masyarakat  ikut  naik,  maka
akan  diantisipasi  dengan  penetapan  tingkat  suku  bunga  yang  tinggi.  Dengan tingginya tingkat suku bunga, maka jumlah uang beredar akan berkurang dan
kenaikan harga dapat diatasi. Sementara itu, pendapat  ekonom  Irving  Fisher bahwa tingkat suku bunga
di  bagi  menjadi  dua  yaitu  suku  bunga  nominal merupakan  suku  bunga  yang masih mengandung  faktor inflasi, dan suku bunga  riil  yang merupakan  suku
bunga  yang  didapat  dari  keseimbangan  antara  permintaan  dan  penawaran
10
pasar keuangan. Dengan kata lain, tingkat suku bunga riil merupakan selisih dari  tingkat  suku  bunga  nominal  dikurangi  dengan  laju  inflasi  yang  terjadi
pada periode yang sama.
3. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar merupakan sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata  uang  terhadap  pembayaran  saat  kini  atau  di  kemudian  hari,  antara  dua
mata uang masing-masing Negara atau wilayah www.wikipedia.com
. Suatu mata  uang  atau  valuta  terhadap  mata  uang  atau  valuta  lainnya  juga  disebut
dengan  nilai  tukar,  nilai  tukar  bisa  berubah-ubah  tergantung  dengan pergerakan pasar dan bisa juga disengaja oleh pemerintah.
Menurut  Triyono  2008  nilai  tukar  adalah  pertukaran  antara  dua  mata uang  yang  berbeda,  yaitu  merupakan  perbandingan  nilai  atau  harga  antara
kedua  mata  uang  tersebut.  Triyono  2008  juga  berpendapat  bahwa  terdapat lima  jenis  system  kurs  utama  yang  berlaku,  yaitu  system  kurs  mengambang
floating  exchange  rate ,  kurs  tertambat  merangkak  crawling  pegs,
sekerangjang  mata  uang  basket  of  currencies,  kurs  tetap  fixed  exchange rate.
4. Jumlah Uang Beredar
Jumlah  uang  beredar  adalah  uang  yang  berada  di  masyarakat.  Namun definisi  ini  terus  berkembang  seiring  dengan  berkembangnya  perekonomian
suatu  negara.  Jumlah  Uang  Beredar  tidak  lain  merupakan  penawaran  uang
11
money  supply.  Dalam  artian  sempit  JUB  didefinisikan  sebagai �
�
,  yang merupakan  jumlah  uang  kartal  yang  dipegang  anggota  masyarakat  dan  uang
giral  yang  dimiliki  oleh  perseorangan  pada  bank-bank  umum.  Dengan demikian uang kartal yang disimpan dilemari besi bank dan bank sentral tidak
termasuk  uang  kartal.  Uang  giral  pun  fungsinya  sama  seperti  uang  kartal, karena dapat dipergunakan untuk transaksi secara langsung oleh pemiliknya.
Giro  milik  bank  yang  ada  di  bank  lain  tidak  termasuk  uang  giral  Nopirin, 1998.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Corection model
ECM atau Eror Koreksi Model.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series, yaitu data yang diperoleh dari
instansi atau lembaga  yang berhubungan dengan penelitian ini.Data sekunder yaitu data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, dimana data
ini  diperoleh  melalui  literature  yang  dilakukan  terhadap  berbagai  buku  dan diperoleh  berdasarkan  catatan-catatan  yang  berhubungan  dengan  penelitian,
Sugiyono, 2005. Untuk  mengetahui  analisis  faktor  kemiskinan  Indonesia  dengan  variable
yang mempengaruhinya, penelitian ini menggunakan Error Corection Model ECM  atau  Eror  Koreksi  Model.  Analisis  Error  Corection  Model  ECM
adalah  model  ekonometrika  dinamis  serta  digunakan  juga  metode  analisis deskiptif.  Bertujuan  untuk  mengidentifikasi  hubungan  jangka  panjang  dan