66
probability yang lebih dari 0,05, disimpulkan bahwa dalam model jangka pendek tidak terjadi autokorelasi.
4. Uji Normalitas Residual
Uji normalitas residual dipergunakan untuk melihat apakah nilai residual dari model regresi berdistribusi normal. Model regresi yang baik
adalah apabila nilai residual berdistribusi normal. Hasil pengujian normalitas data penelitian adalah sebagai berikut:
a. Model Jangka Panjang Hasil pengujian normalitas data pada model jangka panjang
dapat dideksripsikan dalam gambar berikut:
Grafik 4.1 Grafik Uji Normalitas Residual Model Jangka Panjang
Gambar di atas terlihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 8,019935 dengan probability sebesar 0,018134. Berdasarkan nilai
probability yang kurang dari 0,05, disimpulkan bahwa nilai residual pada model jangka panjang tidak berdistribusi normal.
2 4
6 8
10 12
14 16
18
-1 -0.5
1 1.5
67
b. Model Jangka Pendek Hasil pengujian normalitas data pada model jangka pendek
dapat dideksripsikan dalam gambar berikut:
Grafik 4.2 Grafik Uji Normalitas Residual Model Jangka Pendek
Gambar di atas terlihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 0,012451 dengan probability sebesar 0,993794. Berdasarkan nilai
probability yang lebih dari 0,05, disimpulkan bahwa nilai residual pada model jangka pendek berdistribusi normal.
2 4
6 8
10 12
14
-1.8 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8
1 1.2
68
E. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga BI berpengaruh positif terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka
panjang dan jangka pendek. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Kurniawan Saputra 2013 yang menunjukkan hasil suku bunga berpengaruh
positif dan tidak signifikan dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia. Hasil penelitian juga berbeda dengan hasil penelitian Yuliarni Yunus 2013 yang
menunjukkan suku bunga riil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi.
Yogyakarta merupakan kota pelajar, sehingga banyak pendatang yang tinggal untuk bersekolah atau kuliah di Yogyakarta. Hal ini menyebabkan
banyak aliran dana dari luar daerah masuk ke Yogyakarta untuk biaya hidup para pelajar dan mahasiswa pendatang. Aliran dana tersebut biasanya melalui
transfer lewat tabungan. Tingkat suku bunga yang tinggi, menjadi sebuah keuntungan bagi nasabah, karena mendapatkan bunga tabungan yang tinggi.
Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah uang beredar di wilayah Yogyakarta, sehingga meningkatkan inflasi.
Suku bunga BI ditetapkan oleh Bank Indonesia dan berlaku untuk skala nasional. Perubahan tingkat suku bunga BI tentu akan disikapi secara
berbeda-beda oleh masyarakat menyesuaikan dengan pola konsumsi mereka. Bagi masyarakat yang mempunyai dana lebih, kenaikan suku bunga BI akan
disikapi dengan menyimpan sebagian dananya di bank dalam bentuk
69
instrumen tabungan atau deposito. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi masyarakat yang tidak mempunyai cadangan dana untuk disimpan.
Ciri khas Yogyakarta yang banyak pendatang untuk sekolah dan kuliah, menyebabkan pola konsumsi yang khas sesuai dengan kondisi
tersebut. Masyarakat pendatang yang merupakan pelajar dan mahasiswa, biasanya hanya mempunyai sedikit cadangan dana untuk disimpan di bank,
dan itupun dipersiapkan sebagai dana untuk keperluan konsumtif, untuk suatu keperluan yang lebih besar dengan kondisi dana yang belum mencukupi.
Kenaikan suku bunga BI menyebabkan saldo mereka meningkat, sehingga ini menjadi suatu kesempatan mereka untuk menarik dananya untuk keperluan
konsumtif. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan untuk produk- produk tertentu, sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga dan inflasi.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang inflasi: -Teori Kuantitas
Teori ini merupakan pandangan dari teori klasik. Menurut teori ini sebab naiknya harga barang secara umum yang cenderung akan mengarah pada
inflasi ada tiga : sirkulasi uang atau kecepatan perpindahan uang dari satu tangan ke tangan yang lain begitu cepat masyarakat terlalu komsumtif,
terlalu banyak uang yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat, dan turunnya jumlah produksi secara nasional.
Teori Kuantitas adalah teori yang membahas mengenai inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli
ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model
70
kaum moneteris. Teori kuantitas ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori kuantitas ini sebagai berikut :
a Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral.
b Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang. -Teori Keynes
Teori ini yang menyatakan bahwa inflasi terjadi disebabkan masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominua. Inflasi terjadi karena pengeluaran
agregat terlalu besar. Oleh karena itu, solusi yang harus diambil adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri mengurangi
pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang ketat. Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi
karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-
barang permintaan agregat melebihi jumlah barang-barang yang tersedia penawaran agregat, akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatan
jumlah persediaan barang penawaran agregat ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
71
mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Karenanya teori ini dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
-Teori Inflasi Monetarisme Teori ini berpendapat bahwa inflasi timbul disebabkan oleh kebijaksanaan
moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan
menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan
dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan
upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing. -Teori Ekspektasi
Menurut Dornbush, pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi
berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua
informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tidakan yang logis untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada.
-Teori Strukturalis Teori ini menyoroti penyebab inflasi yang berasal dari kekauan struktur
ekonomi, khususnya kekuatan suplay bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural pertambahan barang-barang produksi
ini terlalu lambar dibanding dengan pertumbuhan ekonominya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjtnya
72
adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan bila pembangunan sektor penghasil bahan pangan dan
industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah. Kebijakan moneter yang mampu mempengaruhi inflasi, yaitu:
Kebijakan Pasar Terbuka
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara menjual SBI Surat Bank Indonesia .Dengan menjual SBI, Bank Sentral
akan menerima uang dari masyarakat dengan artinyan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Diskonto
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah ng yang beredar dengan cara menaikan suku bunganya. Dengan menaikkan suku bunga, diharapkan
masyarakat akan menabung dibank lebih banyak. Dengan demikian, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Cadangan Kas
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara menaikkan cadangan kas minimum. Sehingga bank umum harus menahan
uang lebih banyka dibak sebagai cadangan, dengan demikian jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara memperketat syarat-syarat pemberian kredit. Syarat pemberian yang ketat
73
akan mengurangi jumlah pengusaha yang bisa memperoleh kredit, dengan demikian jumlah uang yang beredar dapat dikurangi
Sanering
Kebijakan Bank Sentral memotong nilai mata uang dalam negeri jika negara sudah mengalami hiperinflasi inflasi diatas 100 , dengan memotong nilai
mata uang maka nilai uang yang beredar dapat dikurangi.
Menarik Atau Memusnahkan Uang Lama
Kebijakan Bank Sentral mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menarik atau memusnahkan uang yang lama seperti uang logam pecahan Rp
5,00 Rp 10,00 dan Rp 25,00 serta uang kertas Rp 100,00.
Membatasi Pencetakan Uang Baru
Untuk mengatasi inflasi pemerintah harus membatasi pencetakan uang baru agar jumlah uang yang beredar tidak semakin bertambah.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi, yaitu:
Mengurangi Pengeluaran Pemerintah
Untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat mengurangi pengeluaran sehingga permintaan terhadap barang dan jasa berkurang yang pada akhirnya dapat
menurunkan harga-harga.
Menaikkan Tarif Pajak
Untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat menaikkan tarif pajak, kenaikan tarif pajak akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Berkurangnya
tingkat konsumsi akan mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa yang akhirnya dapat menurunkan harga-harga.
74
Pada sisi produsen suatu produk, maka peningkatan suku bunga menjadi sebuah hal yang kurang menguntungkan. Pengusaha biasanya
mengandalkan pinjaman untuk meningkatkan modal untuk mengembangkan usaha. Mereka sudah memperhitungkan bahwa bunga pinjaman yang
dibayarkan masih di bawah margin perusahaan. Komponen bunga pinjaman akan diperhitungkan dalam biaya produksi. Adanya kenaikan bunga pinjaman
menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat, sehingga margin berkurang atau bahkan menjadi rugi.
Pada kondisi ini, maka ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh pengusaha. Alternatif pertama adalah dengan melakukan efisiensi
produksi, sehingga akan mengurangi biaya produksi. Efisiensi produksi dapat dilakukan dengan memotong biaya yang tidak perlu, misalnya pengerjaan
komponen di luar dirubah menjadi dikerjakan sendiri. Atau juga bisa dilakukan dengan mengurangi ukuran produk, misalnya pada produksi tempe
dan tahu. Efisiensi produksi ini menyebabkan pengusaha dapat menyesuaikan kenaikan biaya produksi karena meningkatnya bunga yang harus dibayar.
Alternatif kedua adalah dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian biaya. Pengusaha akan menghitung ulang biaya produksi yang harus
dikeluarkan, dan kemudian dengan memperhitungkan margin yang diharapkan, penguasaha akan meningkatkan harga. Hal ini menyebabkan
harga menjadi meningkat, sehingga menimbulkan inflasi. Hal ini seperti pendapat Peter Aprileven, 2015 yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga
akan berdampak pada peningkatan harga faktor produksi. Jika biaya atau
75
harga faktor produksi meningkat, maka produsen akan mencari keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang akan diterima. Salah
satu kebijakannya tentunya akan menaikkan harga barang di pasar. Jika hal ini terjadi pada komoditas secara umum, maka akan dapat meningkatkan
inflasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurs rupiah tidak berpengaruh
terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka panjang dan jangka pendek. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Heru
Perlambang 2010. Hasil penelitian bertentangan dengan penelitian Kurniawan Saputra 2013 dan Istiqomah 2011 yang menunjukkan hasil
nilai tukar kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh kurs terhadap
inflasi, karena kurs hanya mempengaruhi harga dalam jangka pendek. Semakin tingginya nilai kurs, hanya berdampak pada kenaikan harga sekali
dan tidak secara terus menerus. Nopirin Heru Herlambang, 2010 menyatakan bahwa kenaikan yang terjadi hanya sekali saja meskipun dalam persentase
yang cukup besar bukan merupakan inflasi. Secara teori menurut Aprileven 2015, pada saat kondisi kurs
rupiah terhadap dollar melemah, hal ini bagi pemegang mata uang asing akan mendapatkan spread yang menguntungkan. Adanya sread ini, secara
otomatis akan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Dampak selanjutnya adalah meningkatnya komoditas barang secara umum juga akan meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan inflasi. Namun, jika kurs meningkat,
76
maka inflasi juga akan meningkat. Hal ini dikarenakan peningkatan kurs akan berdampak pada peningkatan jumlah barang yang diimport. Namun
import lebih kecil dari permintaan akan barang, akibatnya terjadi kelangkaan barang. Hal ini dapat berdampak pada naiknya harga secara umum yang
selanjutnya dapat menaikan inflasi. Yogyakarta merupakan kota pelajar, dan bukan merupakan kota
industri maupun perdagangan. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap dollar relatif kurang apabila dibandingkan dengan kota industri atau
perdagangan di Indonesia. Akibatnya, hanya sedikit masyarakat yang tertarik menyimpan uang dalam bentuk mata uang asing khususnya dollar, sehingga
naikknya kurs tidak secara otomatis meningkatkan konsumsi masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap kenaikan inflasi. Hal ini menjadi faktor yang
menyebabkan hasil penelitian didapatkan kurs rupiah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap inflasi.
Selain itu, kenaikan kurs rupiah biasanya hanya berpengaruh terhadap kenaikan harga produk-produk tertentu, yang harus diimpor. Hal ini
menyebabkan inflasi tidak mengalami kenaikan. Hal ini seperti pendapat N. Gregory Mankiw 2007 yang menyatakan bahwa Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi,kecuali kenaikan tersebut meluas kepada mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga
barang-barang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah uang beredar tidak
berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015. Hasil penelitian
77
ini tidak relevan dengan penelitian Kurniawan Saputra 2013 dan Yuliarni Yunus 2013 yang menunjukkan hasil jumlah uang beredar JUB
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Kenaikan jumlah uang beredar JUB berpotensi untuk meningkatkan
harga karena hal ini akan meningkatkan konsumsi masyarakat, sehingga dengan permintaan demand maka harga barang juga akan meningkat.
Namun demikian hal ini tidak terjadi di Yogyakarta pada periode 2006 – 2015.
Hal ini karena tidak signifikannya kenaikan jumlah uang beredar JUB di Yogyakarta pada periode tersebut. Apabila melihat data jumlah uang beredar
JUB tahun 2006 – 2015 di di Yogyakarta yang dideskripsikan pada tabel 4.4
dan gambar 4.4 terlihat bahwa prosentasi kenaikannya tidak tinggi dan rata- rata masih di bawah 2, kecuali pada Desember 2013, di mana terjadi
kenaikan yang ekstrim, yaitu sebesar 58,47. Rendahnya kenaikan jumlah uang beredar JUB di Yogyakarta
menunjukkan tidak signifikannya kenaikan konsumsi masyarakat di Yogyakarta. Permintaan terhadap berbagai produk juga tidak signifikan,
sehingga tidak berpengaruh terhadap kenaikan harga secara terus menerus, sehingga tingkat inflasi tidak meningkat.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006- 2015, pada model jangka panjang dan jangka pendek.
2. Suku bunga BI berpengaruh positif terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka panjang dan jangka pendek.
3. Jumlah Uang Beredar JUB tidak berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka panjang dan jangka
pendek. Jumlah Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu M
2
karena setelah banyak dilakukan penelitian dengan M
1
maupun M , banyak
menyebabkan kekurangan yang bisa mempengaruhi variabel lain dan menyebabkan terjadinya autokorelasi juga heteroskedastisitas.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Pemerintah diharapkan dapat lebih mengendalikan laju inflasi berdasarkan
faktor-faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu suku bunga BI, serta merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat
79
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Hendaknya dapat melakukan penelitian mengenai inflasi di Yogyakarta,
dengan mengambil waktu penelitian yang lebih panjang, dan mengambil variabel selain yang ada dalam penelitian ini. Hal ini diharapkan dapat
mengidentifikasi variabel apa saja yang berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, S.R, Sari , D.W, Setianti, R.HPrinanti, M.R. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews
.Jakarta: Salemba Empat. Ardiyan, Reza. 2015. Analisis Presistensi Inflasi di DIY. Skripsi FEB Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Aprileven, H. P. 2015. Pengaruh Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap Inflasi di
Indonesia Yang Dimediasi oleh Jumlah Uang Beredar Pendekat an Path Analysis. Economics Development Analysis Journal, Vol. 4
No. 1, hal. 10-20.
Basuki, A. T. 2014. Regresi Model PAM, ECM dan Data Panel dengan Eviews 7
. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2006-2014. DIY Dalam Angka. Badan Pusat Statistik.
Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006-2015. Berita
Resmi Statistik Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta. Badan Pusat Statistik. Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bank Indonesia. 2006-2015. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia. 2006-2015. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia.
Boediono. 1985. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE. Dornbusch, Rudiger dan stanley Fischer. 1994. Makroekonomi. Alih bahasa
Julius A. Mulyadi. Erlangga:Jakarta. Endri. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Pembangunan , Vol.13, No.1, Hal 1-3.
Gilarso, T. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius Herlambang, Sugiarto, Baskara, S.K. 2002. Ekonomi Makro: Teori Analisis
dan Kebijakan . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hutabarat, A.R.2005 Determinan Inflasi Indonesia. Occasional Paper No. 6 Bank Indonesia.
Istiqomah. 2011. Pengaruh Investasi dan Inflasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Skripsi Fakultas Ekonomi dan BisnisUIN Syarif Hidayatullah.
Paul, A.
Samuelson. 1989.
Ekonomi. Jakarta:
Erlangga
Primawan Wisda, Nugroho. 2012. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi
Inflasi Periode 2000.1- 2011.4. Skripsi: FEB Universitas Diponegoro Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Pustaka.
Kuncoro, M. 2007. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi
. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi Edisi Ke enam. Jakarta: Gelora
Aksara Pratama. Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi Ke enam. Jakarta: Erlangga
_________________. 2012. Essentials of economics.
Mason, OH: South- Western Cengage Learning
Nanga, M.2005. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.
Nugroho, P.W.2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode Tahun 2000.1-2011.4. Skripsi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis universitas Diponegoro.
Nopirin. 1998. Ekonomi Moneter edisi 1. BPFE. Yogyakarta. ______. 1998. Ekonomi Moneter edisi 1. BPFE. Yogyakarta.
Samuelson,P.A. 1998.Ekonomi.Jakarta:Erlangga. Saputra,K.2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia
Tahun 2007-2012. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro
. Sukirno, Sadono. 2003. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi ketiga. Jakarta:
Rajawali Pers. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sumodiningrat, G. 2002. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta : BPFE. Triyono. 2008. Analisis Perubahan kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol.9 No.2, Desember 2008 : 156-167. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis
. Yogyakarta : Ekonisia FE UII Yogyakarta. Yunus, Y.2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia
Tahun 1998-2012. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasannudin.
Tabel Data Inflasi Yogyakarta Tahun 2006 – 2015 dalam Persen
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
2006 Januari
2,50 Februari
0,21 -91,60
Maret -0,17
-180,95 April
0,64 476,47
Mei 0,83
29,69 Juni
0,60 -27,71
Juli 0,87
45,00 Agustus
0,84 -3,45
September 0,90
7,14 Oktober
0,79 -12,22
November 0,90
13,92 Desember
1,18 31,11
2007 Januari
0,88 -25,42
Februari 0,54
-38,64 Maret
0,48 -11,11
April 0,43
-10,42 Mei
0,07 -83,72
Juni 0,09
28,57 Juli
0,78 766,67
Agustus 1,40
79,49 September
1,32 -5,71
Oktober 1,09
-17,42 November
1,01 -7,34
Desember 0,47
-53,47 2008
Januari 1,25
165,96 Februari
1,11 -11,20
Maret 1,00
-9,91 April
1,21 21,00
Mei 1,51
24,79 Juni
1,08 -28,48
Juli 1,31
21,30 Agustus
1,35 3,05
September 1,15
-14,81 Oktober
0,82 -28,70
November 0,97
18,29 Desember
-0,11 -111,34
2009 Januari
0,09 181,82
Februari 0,32
255,56 Maret
0,18 -43,75
April -0,34
-288,89 Mei
0,27 179,41
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
Juni 0,18
-33,33 Juli
0,32 77,78
Agustus 0,77
140,63 September
-0,03 -103,90
Oktober 0,80
2766,67 November
0,09 -88,75
Desember 0,57
533,33 2010
Januari 0,57
0,00 Februari
0,24 -57,89
Maret 0,13
-45,83 April
0,25 92,31
Mei 1,26
404,00 Juni
0,14 -88,89
Juli 0,90
542,86 Agustus
0,43 -52,22
September 1,06
146,51 Oktober
0,72 -32,08
November 0,62
-13,89 Desember
0,28 -54,84
2011 Januari
0,84 200,00
Februari 0,75
-10,71 Maret
0,21 -72,00
April -0,28
-233,33 Mei
0,13 146,43
Juni 0,90
592,31 Juli
0,26 -71,11
Agustus 0,63
142,31 September
0,19 -69,84
Oktober 0,33
73,68 November
0,04 -87,88
Desember 0,48
1100,00 2012
Januari 0,25
-47,92 Februari
0,10 -60,00
Maret 0,36
260,00 April
0,11 -69,44
Mei 0,75
581,82 Juni
0,05 -93,33
Juli 0,76
1420,00 Agustus
0,42 -44,74
September 0,62
47,62 Oktober
0,38 -38,71
November 0,20
-47,37 Desember
0,66 230,00
Tahun Bulan
Inflasi Perkembangan
2013 Januari
0,19 -71,21
Februari 0,93
389,47 Maret
0,31 -66,67
April 0,79
154,84 Mei
-0,28 -135,44
Juni 0,84
400,00 Juli
1,58 88,10
Agustus 0,87
-44,94 September
0,61 -29,89
Oktober -0,24
-139,34 November
0,20 183,33
Desember 0,16
-20,00 2014
Januari 1,05
556,25 Februari
0,07 -93,33
Maret 0,14
100,00 April
0,43 207,14
Mei 0,05
-88,37 Juni
0,07 40,00
Juli 0,85
1114,29 Agustus
0,45 -47,06
September 0,49
8,89 Oktober
0,28 -42,86
November 1,13
303,57 Desember
1,76 55,75
2015 Januari
0,13 -92,61
Februari 0,40
207,69 Maret
0,15 -62,50
April 0,38
153,33 Mei
0,36 -5,26
Juni 0,35
-2,78 Juli
0,63 80,00
Agustus 0,33
-47,62 September
0,04 -87,88
Oktober 0,04
0,00 November
0,13 225,00
Desember 0,96
638,46 Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Suku Bunga BI Rate Tahun 2006 – 2015
dalam Persen Tahun
Bulan Suku BungaBI Rate
Perkembangan
2006 Januari
12,75 Februari
12,75 0,00
Maret 12,75
0,00 April
12,75 0,00
Mei 12,50
-1,96 Juni
12,25 -2,00
Juli 12,50
2,04 Agustus
11,75 -6,00
September 11,25
-4,26 Oktober
10,75 -4,44
November 10,25
-4,65 Desember
9,75 -4,88
2007 Januari
9,50 -2,56
Februari 9,25
-2,63 Maret
9,00 -2,70
April 9,00
0,00 Mei
8,75 -2,78
Juni 8,50
-2,86 Juli
8,25 -2,94
Agustus 8,25
0,00 September
8,25 0,00
Oktober 8,25
0,00 November
8,25 0,00
Desember 8,00
-3,03 2008
Januari 8,00
0,00 Februari
8,00 0,00
Maret 8,00
0,00 April
8,00 0,00
Mei 8,25
3,13 Juni
8,50 3,03
Juli 8,75
2,94 Agustus
9,00 2,86
September 9,25
2,78 Oktober
9,50 2,70
November 9,50
0,00 Desember
9,25 -2,63
2009 Januari
8,75 -5,41
Februari 8,25
-5,71 Maret
7,75 -6,06
April 7,50
-3,23
Tahun Bulan
Suku BungaBI Rate Perkembangan
Mei 7,25
-3,33 Juni
7,00 -3,45
Juli 6,75
-3,57 Agustus
6,50 -3,70
September 6,50
0,00 Oktober
6,50 0,00
November 6,50
0,00 Desember
6,50 0,00
2010 Januari
6,50 0,00
Februari 6,50
0,00 Maret
6,50 0,00
April 6,50
0,00 Mei
6,50 0,00
Juni 6,50
0,00 Juli
6,50 0,00
Agustus 6,50
0,00 September
6,50 0,00
Oktober 6,50
0,00 November
6,50 0,00
Desember 6,50
0,00 2011
Januari 6,50
0,00 Februari
6,75 3,85
Maret 6,75
0,00 April
6,75 0,00
Mei 6,75
0,00 Juni
6,75 0,00
Juli 6,75
0,00 Agustus
6,75 0,00
September 6,75
0,00 Oktober
6,00 -11,11
November 6,50
8,33 Desember
6,00 -7,69
2012 Januari
6,00 0,00
Februari 5,75
-4,17 Maret
5,75 0,00
April 5,75
0,00 Mei
5,75 0,00
Juni 5,75
0,00 Juli
5,75 0,00
Agustus 5,75
0,00 September
5,75 0,00
Oktober 5,75
0,00 November
5,75 0,00
Tahun Bulan
Suku BungaBI Rate Perkembangan
Desember 5,75
0,00 2013
Januari 5,75
0,00 Februari
5,75 0,00
Maret 5,75
0,00 April
5,75 0,00
Mei 5,75
0,00 Juni
6,00 4,35
Juli 6,50
8,33 Agustus
7,00 7,69
September 7,25
3,57 Oktober
7,25 0,00
November 7,50
3,45 Desember
7,50 0,00
2014 Januari
7,50 0,00
Februari 7,50
0,00 Maret
7,50 0,00
April 7,50
0,00 Mei
7,50 0,00
Juni 7,50
0,00 Juli
7,50 0,00
Agustus 7,50
0,00 September
7,50 0,00
Oktober 7,50
0,00 November
7,75 3,33
Desember 7,75
0,00 2015
Januari 7,75
0,00 Februari
7,50 -3,23
Maret 7,50
0,00 April
7,50 0,00
Mei 7,50
0,00 Juni
7,50 0,00
Juli 7,50
0,00 Agustus
7,50 0,00
September 7,50
0,00 Oktober
7,50 0,00
November 7,50
0,00 Desember
7,50 0,00
Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Kurs Rupiah Terhadap US Tahun 2006 – 2015
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
2006 Januari
9445,60 Februari
9206,95 -2,53
Maret 9125,67
-0,88 April
8892,22 -2,56
Mei 8939,86
0,54 Juni
9079,95 1,57
Juli 9315,82
2,60 Agustus
9048,85 -2,87
September 9097,57
0,54 Oktober
9141,24 0,48
November 9088,59
-0,58 Desember
9041,45 -0,52
2007 Januari
9021,18 -0,22
Februari 9022,75
0,02 Maret
9052,20 0,33
April 9117,95
0,73 Mei
8800,19 -3,49
Juni 8938,75
1,57 Juli
9021,91 0,93
Agustus 9319,82
3,30 September
9263,30 -0,61
Oktober 9061,41
-2,18 November
9217,86 1,73
Desember 9286,93
0,75 2008
Januari 9359,40
0,78 Februari
9135,35 -2,39
Maret 9139,06
0,04 April
9162,64 0,26
Mei 9244,30
0,89 Juni
9249,14 0,05
Juli 9117,45
-1,42 Agustus
9103,40 -0,15
September 9293,90
2,09 Oktober
11652,45 25,38
November 9998,05
-14,20 Desember
11268,16 12,70
2009 Januari
11111,32 -1,39
Februari 11793,35
6,14 Maret
11790,30 -0,03
April 10969,95
-6,96 Mei
10340,65 -5,74
Juni 10155,68
-1,79
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
Juli 10060,81
-0,93 Agustus
9927,70 -1,32
September 9435,45
-4,96 Oktober
9851,06 4,40
November 9422,70
-4,35 Desember
9228,95 -2,06
2010 Januari
9301,32 0,78
Februari 9410,65
1,18 Maret
9121,19 -3,08
April 8982,33
-1,52 Mei
9102,73 1,34
Juni 9137,26
0,38 Juli
9004,45 -1,45
Agustus 8926,76
-0,86 September
8930,84 0,05
Oktober 8977,62
0,52 November
8893,48 -0,94
Desember 8882,90
-0,12 2011
Januari 8992,38
1,23 Februari
8868,00 -1,38
Maret 8717,48
-1,70 April
8608,30 -1,25
Mei 8512,80
-1,11 Juni
8490,29 -0,26
Juli 8521,00
0,36 Agustus
8489,21 -0,37
September 8721,55
2,74 Oktober
8970,14 2,85
November 8850,81
-1,33 Desember
9043,19 2,17
2012 Januari
9063,52 0,22
Februari 8980,71
-0,91 Maret
9119,38 1,54
April 9129,50
0,11 Mei
9404,14 3,01
Juni 9243,90
-1,70 Juli
9409,59 1,79
Agustus 9452,53
0,46 September
9639,10 1,97
Oktober 9549,14
-0,93 November
9579,95 0,32
Desember 9597,83
0,19 2013
Januari 9518,45
-0,83
Tahun Bulan
Kurs Perkembangan
Februari 9638,25
1,26 Maret
9675,14 0,38
April 9660,74
-0,15 Mei
9711,91 0,53
Juni 9832,05
1,24 Juli
10023,09 1,94
Agustus 10519,72
4,95 September
11309,95 7,51
Oktober 11289,52
-0,18 November
11554,95 2,35
Desember 12026,65
4,08 2014
Januari 12118,75
0,77 Februari
11875,45 -2,01
Maret 11369,95
-4,26 April
11833,14 4,07
Mei 11468,17
-3,08 Juni
11378,55 -0,78
Juli 11630,61
2,22 Agustus
11648,10 0,15
September 11831,18
1,57 Oktober
12084,17 2,14
November 12097,35
0,11 Desember
12376,10 2,30
2015 Januari
12516,24 1,13
Februari 12686,16
1,36 Maret
13001,55 2,49
April 12882,90
-0,91 Mei
13074,79 1,49
Juni 13246,52
1,31 Juli
13307,79 0,46
Agustus 13712,80
3,04 September
14324,19 4,46
Oktober 13726,95
-4,17 November
13604,19 -0,89
Desember 13785,45
1,33 Sumber: Data sekunder, 2016
Tabel Data Jumlah Uang Beredar Tahun 2006 – 2015
dalam Persen Tahun
Bulan Jumlah Uang Beredar JUB
Perkembangan
2006 Januari
1190834 Februari
1193864 0,25
Maret 1195067
0,10 April
1198013 0,25
Mei 1237504
3,30 Juni
1253757 1,31
Juli 1248236
-0,44 Agustus
1270378 1,77
September 1291396
1,65 Oktober
1325658 2,65
November 1338555
0,97 Desember
1382074 3,25
2007 Januari
1363907 -1,31
Februari 1366820
0,21 Maret
1375947 0,67
April 1383577
0,55 Mei
1393097 0,69
Juni 1451974
4,23 Juli
1472952 1,44
Agustus 1487541
0,99 September
1512756 1,70
Oktober 1530145
1,15 November
1556200 1,70
Desember 1643203
5,59 2008
Januari 1596565
-2,84 Februari
1603750 0,45
Maret 1594390
-0,58 April
1611691 1,09
Mei 1641733
1,86 Juni
1703381 3,76
Juli 1686050
-1,02 Agustus
1686811 0,05
September 1778139
5,41 Oktober
1812490 1,93
November 1851023
2,13 Desember
1895839 2,42
2009 Januari
1681710 -11,29
Februari 1712528
1,83
Tahun Bulan
Jumlah Uang Beredar JUB Perkembangan
Maret 1729991
1,02 April
1722081 -0,46
Mei 1732751
0,62 Juni
1773510 2,35
Juli 1759565
-0,79 Agustus
1794264 1,97
September 1807055
0,71 Oktober
1815051 0,44
November 1849570
1,90 Desember
1914477 3,51
2010 Januari
2073206 8,29
Februari 2066481
-0,32 Maret
2112083 2,21
April 2116024
0,19 Mei
2143234 1,29
Juni 2231144
4,10 Juli
2217589 -0,61
Agustus 2223459
0,26 September
2274955 2,32
Oktober 2308846
1,49 November
2347807 1,69
Desember 2471206
5,26 2011
Januari 2436679
-1,40 Februari
2420191 -0,68
Maret 2451357
1,29 April
2434478 -0,69
Mei 2475286
1,68 Juni
2522784 1,92
Juli 2564556
1,66 Agustus
2621346 2,21
September 2643331
0,84 Oktober
2677787 1,30
November 2729538
1,93 Desember
2877220 5,41
2012 Januari
2857127 -0,70
Februari 2852005
-0,18 Maret
2914194 2,18
April 2929610
0,53 Mei
2994474 2,21
Juni 3052786
1,95 Juli
3057336 0,15
Agustus 3091568
1,12 September
3128179 1,18
Tahun Bulan
Jumlah Uang Beredar JUB Perkembangan
Oktober 3164443
1,16 November
3207908 1,37
Desember 3307508
3,10 2013
Januari 3268789
-1,17 Februari
3280420 0,36
Maret 3322529
1,28 April
3360928 1,16
Mei 3426305
1,95 Juni
3413379 -0,38
Juli 3506574
2,73 Agustus
3502420 -0,12
September 3584081
2,33 Oktober
3576869 -0,20
November 3615973
1,09 Desember
5730197 58,47
2014 Januari
3652349 -36,26
Februari 3635060
-0,47 Maret
3652531 0,48
April 3721882
1,90 Mei
3780955 1,59
Juni 3857962
2,04 Juli
3887407 0,76
Agustus 3886520
-0,02 September
4010147 3,18
Oktober 4024489
0,36 November
4076670 1,30
Desember 4173327
2,37 2015
Januari 4174826
0,04 Februari
4218123 1,04
Maret 4246361
0,67 April
4275711 0,69
Mei 4288369
0,30 Juni
4358208 1,63
Juli 4373208
0,34 Agustus
4404085 0,71
September 4508603
2,37 Oktober
4443078 -1,45
November 4452325
0,21 Desember
4546743 2,12
Sumber: Data sekunder, 2016
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
THE FACTORS ANALYSIS INFLUENCE INFLATION IN REGENCYCITY YOGYAKARTA SPESIAL REGION
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Dan Studi
Pembangunan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
ANGGITA MIHARRANI PUTERI 20120430026
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
2
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah, dan jumlah uang beredar terhadap inflasi di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian menggunakan data sekunder dengan periode bulanan tahun 2006
– 2015. Alat analisis yang digunakan adalah model Error Correction Model
ECM. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa: 1 kurs
rupiah tidak berpengaruh terhadap inflasi, pada model jangka panjang dan jangka pendek; 2 suku bunga BI berpengaruh positif terhadap inflasi, pada model
jangka panjang dan jangka pendek; dan 3 Jumlah Uang Beredar JUB tidak berpengaruh terhadap inflasi di Yogyakarta tahun 2006-2015, pada model jangka
panjang dan jangka pendek.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of interest rate, exchange rate, and the money supply on inflation in Yogyakarta. The study used secondary data with
the monthly period of 2006 - 2015. The analysis tool used is Error Correction Model ECM.
Based on the analysis that has been done shows that: 1 the rupiah exchange rate has no effect on inflation, on the model of long-term and short-
term; 2 The interest rate BI positive effect on inflation, on the model of long-term and short-term; and 3 Money Supply JUB has no effect on inflation in
Yogyakarta 2006-2015, on the model of long-term and short-term.
Keywords: Inflation, BI Interest Rates, Exchange, Money Supply
3
BAB I PENDAHULUAN
Yogyakarta merupakan salah satu kota yang mempunyai tingkat perekonomian tinggi, dikarenakan banyaknya tempat wisata yang tersedia di
kota Yogyakarta. Hal tersebut mampu mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan masyarakat setempat. Dengan tingginya pendapatan yang
diperoleh, memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Selain karena tempat wisatanya, masih banyak pula yang menjadi faktor tingginya
pendapatan masyarakat suatu daerah termasuk di Yogyakarta. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik dibahas
terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat
bunga, bahkan distribusi pendapatan. Susanti dkk, 1995:41 dalam Nugroho Nilai inflasi akan sangat berpengaruh dalam suatu daerah, termasuk di
Daerah Istimewa Yogyakarta. DIY termasuk salah satu dari sekian banyak provinsi besar di Indonesia. Provinsi DIY termasuk dalam daerah yang
memiliki tingkat inflasi tinggi. Inflasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jumlah uang beredarnya. Menurut
Dornbusch 1991, dalam jangka pendek kenaikan pertumbuhan uang beredar akan berdampak pada kenaikan inflasi dan tingkat output,tetapi kenaikannya
lebih rendah dari pertumbuhan uang beredar. Sementara dalam jangka panjang, biasanya laju pertumbuhan uang bersifat konstan, ekspektasi telah
4
disesuaikan dengan inflasi aktual dan output sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa adanya penambahan uang beredar, inflasi tidak akan terjadi.
Tingkat suku bunga di Indonesia termasuk penentu besarnya tingkat inflasi di berbagai daerah. Antara tingkat suku bunga dengan inflasi berhubungan
negatif karena inflasi menjadi turun. Masyarakat akan cenderung akan menabungkan uangnya di bank, sehingga yang terjadi jumlah uang beredar di
masyarakat pun turun yang membuat inflasi dapat ditekan karena jumlah uang beredar merupakan salah satu indikator naik turunnya inflasi.
Kebijakan ekonomi makro nasional yang dijalankan secara konsisten dan hati-hati mampu menahan tekanan terhadap rupiah. Kecenderungan
penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar disebabkan oleh masuknya kembali investor asing di pasar domestik sejalan dengan menguatnya
optimisme terhadap segera pulihnya perekonomian global. Selama beberapa tahun terakahir nilai tukar rupiah mulai menguat.
Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar didukung oleh kondisi ekonomi global yang kondusif dan fundamental ekonomi domestik yang
cukup baik. Menguat atau melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar juga akan mempengaruhi besaran pendapatan negara maupun belanja
negara. Faktor lain yang mempengaruhi inflasi di Yogyakarta yaitu jumlah uang
beredar. Tinggi rendahnya jumlah uang beredar sangat menentukan inflasi Yogyakarta. Pada bulan Desember 2015 jumlah M
2
tumbuh melambat. M
2
5
tercatat sebesar Rp 4.546,7 triliun atau tumbuh 8,9 yoy. Perlambatan pertumbuhan M
2
tersebut terutama bersumber dari melambatnya pertumbuhan uang kuasai. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan M
2
tersebut tertahan oleh M
1
yang mengalami peningkatan pada bulan Desember 2015.
Posisi uang kuasai pada akhir Desember 2015 tercatat sebesar Rp 3.478,1 triliun tumbuh melambat dari 9,3 yoy pada November 2015 menjadi 8,4
yoy pada Desember 2015. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya pertumbuhan simpanan berjangka valas dan rupiah, tabungan valas dan giro
valas. Di sisi lain, posisi M
1
pada akhir Desember 2015 tercatat sebesar Rp 1.055,3 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 12,0 yoy di banding bulan
sebelumnya 10,0 yoy. Peningkatan tersebut ditopang oleh peningkatan pertumbuhan uang kartal sebagai respons dari tingginya permintaan uang
kartal masyarakat pada akhir tahun terkait libur natal dan tahun baru
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Inflasi
Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian suatu daerah adalah inflasi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi merupakan
fenomena moneter pada suatu daerah dimana naik turunnya inflasi cenderung
6
mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi karena inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangan internasional, nilai utang
piutang antar Negara maupun daerah, tingkat suku bunga, tabungan domestik, pengangguran dan kesejahteraan masyarakat Endri, 2008.
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya
jual mata uang suatu Negara www.bps.go.id
. Boediono 1985 menambahkan bahwa kenaikan harga-harga disebabkan oleh faktor-faktor
musiman misal menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Inflasi merupakan keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu
daerah. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang tidak pernah basi dalam sejarah panjang ekonomi. Karena dampaknya yang amat luas dalam
perekonomian makro maka inflasi selalu jadi pembahasan yang krusial. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan,
menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestic, menyebabkan deficit neraca perdagangan, menggelembungkan besaran hutang luar negri
serta mampu menimbulkan ketidakstabilan politik Nugroho, 2012. Samuelson 1989 berpendapat jika tingkat inflasi dapat ditentukan dengan
menghitung selisih tingkat harga tahun tertentu dengan tingkat harga tahun
7
sebelumnya dan dibandingkan dengan tingkat harga tahun ini dan dikalikan dengan seratus persen.
Inflasi yang terjadi pada suatu daerah tidak terbentuk dengan sendirinya, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan inflasi. Tiga teori pembentukan
inflasi yaitu ekspetasi inflasi, inflasi dari sisi permintaan demand-pull inflation
dan inflasi dari sisi penawaran cost-pull inflation Hutabarat, 2005. Ekspetasi inflasi adalah determinan inflasi yang berperan penting
secara subyektif dalam pembentukan harga dan upah. Inflasi permintaan atau demand pull inflation
merupakan inflasi yang dipicu oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran domestik pada jangka panjang, sementara inflasi
penawaran atau cost-pull inflation merupakan jenis inflasi yang disebabkan oleh tingkat penawaran yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat
permintaan. Penawaran yang rendah disebabkan oleh adanya kenaikan ada biaya produksi sehingga mengakibatkan produsen harus mengurangi
produksinya sampai jumlah tertentu atau menaikkan harga barang Ardiyan, 2015.
Akibat-akibat inflasi 1. Dalam masa inflasi, masyarakat cenderung enggan menabung, dan
juga enggan memegang uang kas, sebab nilai riil uang terus merosot. Masyarakat lebih suka menyimpan kekayaannya dalam
bentuk barang. Keadaan demikian akan mendorong timbulnya
8
spekulasi perdagangan dan dapat menciptakan inflasi yang jauh lebih hebat.
2. Adanya kenaikan harga umum juga akan menyebabkan harga- harga barang ekspor menjadi mahal, sehingga barang-barang
ekspor kita sulit bersaing di pasar internasional. Sebaliknya impor relatif murah, yang mendorong untuk memperbesar impor; hal ini
memberatkan neraca pembayaran dan merugikan produsen dalam negeri.
3. Inflasi menyebabkan nilai riil uang merosot: akibatnya orang yang berpendapatan tetap nilai nominalnya tetap, seperti gaji pegawai
negeri, daya belinya terus merosot. Demikian pula orang yang meminjamkan uang akan dirugikan, sebab pada saat jatuh tempo
mereka akan menerima kembali uang mereka dengan nilai riil yang lebih rendah. Bila kerugian ini mau diimbangi dengan bunga, maka
suku bunga yang menjadi lebih tinggi. Dalam masa inflasi kenaikan harga untuk bermacam-macam barang tidak
berjalan dengan laju yang sama. Hal ini menguntungkan bagi pihak-pihak yang memiliki faktor produksi atau barang yang mengalami kenaikan harga
paling tinggi. Dalam keadaan inflasi, mereka yang mempunyai kekayaan lebih banyak akan jauh lebih bisa bertahan daripada mereka yang miskin.
Yang kaya menjadi lebih kaya, sementara yang miskin akan makin miskin. Dengan demikian inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan diantara
9
warga masyarakat dan menjauhkan tercapainya keadilan sosial seperti yang telah dicita-citakan.
2. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga menurut Keynes adalah harga yang dikeluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka
uang mereka, akan tetapi uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa resiko tidak diterimanya tingkat suku
bunga tertentu. Tingkat suku bunga juga merupakan pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman dalam bentuk presentase dari pinjaman yang
diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahunan dibagi dengan jumlah pinjaman. Menurut Keynes, sudah menjadi tugas bank sentral menciptakan
kestabilan harga melalui kebijakan tingkat bunga yang selayaknya. Bank sentral mengatasi tingkat inflasi yang tinggi dengan menaikkan tingkat bunga.
Dimana ketika tingkat harga tinggi yang diakibatkan oleh banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat sehingga konsumsi masyarakat ikut naik, maka
akan diantisipasi dengan penetapan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingginya tingkat suku bunga, maka jumlah uang beredar akan berkurang dan
kenaikan harga dapat diatasi. Sementara itu, pendapat ekonom Irving Fisher bahwa tingkat suku bunga
di bagi menjadi dua yaitu suku bunga nominal merupakan suku bunga yang masih mengandung faktor inflasi, dan suku bunga riil yang merupakan suku
bunga yang didapat dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran
10
pasar keuangan. Dengan kata lain, tingkat suku bunga riil merupakan selisih dari tingkat suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang terjadi
pada periode yang sama.
3. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar merupakan sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua
mata uang masing-masing Negara atau wilayah www.wikipedia.com
. Suatu mata uang atau valuta terhadap mata uang atau valuta lainnya juga disebut
dengan nilai tukar, nilai tukar bisa berubah-ubah tergantung dengan pergerakan pasar dan bisa juga disengaja oleh pemerintah.
Menurut Triyono 2008 nilai tukar adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara
kedua mata uang tersebut. Triyono 2008 juga berpendapat bahwa terdapat lima jenis system kurs utama yang berlaku, yaitu system kurs mengambang
floating exchange rate , kurs tertambat merangkak crawling pegs,
sekerangjang mata uang basket of currencies, kurs tetap fixed exchange rate.
4. Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di masyarakat. Namun definisi ini terus berkembang seiring dengan berkembangnya perekonomian
suatu negara. Jumlah Uang Beredar tidak lain merupakan penawaran uang
11
money supply. Dalam artian sempit JUB didefinisikan sebagai �
�
, yang merupakan jumlah uang kartal yang dipegang anggota masyarakat dan uang
giral yang dimiliki oleh perseorangan pada bank-bank umum. Dengan demikian uang kartal yang disimpan dilemari besi bank dan bank sentral tidak
termasuk uang kartal. Uang giral pun fungsinya sama seperti uang kartal, karena dapat dipergunakan untuk transaksi secara langsung oleh pemiliknya.
Giro milik bank yang ada di bank lain tidak termasuk uang giral Nopirin, 1998.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Corection model
ECM atau Eror Koreksi Model.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series, yaitu data yang diperoleh dari
instansi atau lembaga yang berhubungan dengan penelitian ini.Data sekunder yaitu data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, dimana data
ini diperoleh melalui literature yang dilakukan terhadap berbagai buku dan diperoleh berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian,
Sugiyono, 2005. Untuk mengetahui analisis faktor kemiskinan Indonesia dengan variable
yang mempengaruhinya, penelitian ini menggunakan Error Corection Model ECM atau Eror Koreksi Model. Analisis Error Corection Model ECM
adalah model ekonometrika dinamis serta digunakan juga metode analisis deskiptif. Bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan jangka panjang dan