Model Kampanye Parma Dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010

MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN
CALON PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA PADA PEMILIHAN RAYA 2010

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:
Donni Bhestadi Saputra
NIM. 207051100503

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M

LEMBAR PERYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil
jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Oktober 2013

Donni Bhestadi Saputra

ABSTRAK
Donni Bhestadi Saputra
Model Kampanye PARMA dalam Pemenangan Calon Presiden Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada Pemilihan Raya 2010

Kampanye politik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari
proses berdemokrasi. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil
(civil society) baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat
dengan negara. Proses berdemokrasi juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Jakarta
dengan istilah Student Goverment. Dalam penerapannya terdapat partai politik kampus
yang mewujudkan pertarungan politik penuh intrik. Di tengah suasana seperti itu, partai
politik kampus terus berlomba-lomba meningkatkan model kampanye agar mampu
menarik simpati khalayak. Maka dari itu PARMA sebagai salah satu partai politik
kampus mencoba menerapkan model kampanye terbaik pada pemilihan raya 2010.
Dari penjelasan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
model kampanye PARMA dalam pemenangan calon presiden Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada pemilihan raya
2010? Dari sini, peneliti mengeksplorasi beberapa rumusan yang dijalankan, mulai dari
informasi kampanye, persuasi kampanye, tahap membuat keputusan, dan tahap
konfirmasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian deskriptif. Peneliti ingin memaparkan secara sistematis fakta secara faktual dan
cermat model kampanye yang dilakukan oleh PARMA. Berdasarkan pengamatan dan
analisis peneliti, diketahui bahwa PARMA juga mempunyai dua konsep strategi
kampanye politik yang secara umum dibagi menjadi 2, yakni: strategi kampanye politik

melalui media dan strategi kampanye politik non media.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Difusi Inovasi. Dengan teori
ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik kampanye politik yang
dilakukan oleh PARMA. Pada prinsipnya, PARMA menjalankannya sesuai dengan
kaidah teori, namun tetap disesuaikan dengan realitas yang ada. Dalam praktiknya juga
menambahkan beberapa inovasi lain sebagai pengembangan strategi kampanye politik
yang mereka jalankan.
Dalam pelaksanaan kampanye politik, PARMA secara konsisten melebur pada
model kampanye diffusion of innovation. PARMA dalam hal ini melakukan penerapan
kampanye bersifat dua arah (bi-directional campaign), karena menyadari keterbatasan
media dalam mempengaruhi khalayak yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Meski
demikian, PARMA mampu membuktikan model kampanye terbaik yang mereka lakukan
pada pemilihan raya 2010.

i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur yang tidak terhingga dan dengan segala limpahan
rahmat, nikmat, inayah yang tiada henti-hentinya seperti kasih sayang yang

diberikan kepada umatnya. Tidak lupa pula shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti sekarang,
beserta para keluarga dan sahabatnya dan kaum Muslim yang telah berjihad
dijalannya mendirikan panji-panji Islam dan Risalahnya.
Alhamdulillahirrabil’alaminatas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Model Kampanye Partai
Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Pemenangan Calon Presiden Badan
Eksekutif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan
Raya 2010”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, bukan hanya karena kerja keras
penulis, namun banyak pihak yang turut serta berjuang di dalamnya.karena tanpa
adanya bantuan dari orang-orang tercinta tersebut, skripsi ini tidak akan selesai.
Ucapan terima kasih ini penulis hanturkan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H.
Arief Subhan MA, Dr. Suparto, M.Ed, MA, selaku Wakil Dekan I bidang
akademik, Drs. Jumroni M.Si, selaku Wakil Dekan II bidang administrasi


i

umum, dan Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Wakil Dekan III bidang
kemahasiswaan.
2. Drs. Study Rizal, LK, MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, ilmu dan saran kepada penulis.
3. Dra.Asriati Jamil M. Hum (almh), yang telah memberikan dorongan morill
bagi penulis.
4. Drs. Jumroni M. Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
5. Dra. Musfirah Nurlaily MA. Selaku sekretaris koordinator Program Non
Reguler, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
dalam menyelesaian studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta stafnya.
8. Kanda Tb. Ace HasanSyadzily, kanda Ali Irfani, dan seluruh pengurus

DPP PARMA periode 2009-2010 yang telah membantu penulis untuk
mengumpulkan materi-materi dan bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.
9. Lebih Khusus orang tua yang tercinta: Eko Budiharto dan Ibu Dina
Hestituti yang selalu mendidik, melindungi menjaga dan mendo‟akan
dengan kasih sayang yang tidak terhingga dan tidak ternilai dengan
apapun. Skripsi ini juga didedikasikan untuk Ibu tercinta sebagai hadiah
ulang tahun beliau dari penulis.

ii

10. Saudara sekandung penulis: Nikko Bhestata Saputra yang selalu
mendukung, menghibur dan memberikan masukan bagi penulis.
11. Skripsi ini penulis dedikasikan juga kepada Pipit Deviyanti sebagai hadiah
ulang tahun pada 01 November nanti, karena telah meminjamkan
semangatnya dan terus memberikan motivasi kepada penulis.
12. Kanda Muchlas Noor Hidayat, kanda Andi Fachri, kanda Erik Zaenal
Muttaqien, kanda Yusuf, kanda Sirrajudin Ar-ridho, kanda Dhany
Permadi, kanda Sabir Laluhu dan lainnya yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.

13. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan KPI Non-reguler 2007: Syaifullah, Mohamad
Samlawi, Isnaanto Achmad Maulana, Ika Kartika, Siti Lulu Lutfiah,
Ongko Prasetyo, Za Arasyirahma, Syahrul, Mutiara, Dahliana Syahri,
RioAditama, Ade AlfanSyifa, Abdul Ghani, Aldy, Andy Widianto, Dhani,
Rizka Ayustinandini, FerdyYulian, Indah, Nila, Neneng, Cahaya, Jeftri, H.
Sulaiman, NurArdiansyah, Bima Suhardiman, Farida, Fadilah, beserta
teman-teman lainnya yang belum tersebut, kakak dan adik-adik kelas yang
telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini.
14. Teman-teman satu atap kosan : Ega Maulana, Ubaidillah, Chairul Irfani,
Aditia Ramadhan, Muhammad Fauzi, Adi Komba, dan kanda Erik
Hariyadi yang telah setia menemani, memberikan semangat dan saran
kepada penulis.
15. Teman-teman HMI Cabang Ciputat dan HMI KOMFAKDA Cabang
Ciputat yang telah menjadi tempat selama ini penulis berproses.
16. Akmal Fauzi, Rangga Tsabit Iman, Puja Abdul Wahid, Dang Krissandy,
Rifky Hamdani, Ainun Najib, Ajeng Retno, Ridho Ismakun, Chabibulloh,
Tanto Fadly, BimoWahyu Ramadhani, Dedi Eka Setiawan, Halim

iii


Pratama, Deny Hidayat, Brian Muhammad serta adik-adik kelas lainnya
yang belum tersebut dan telah memberikan semangat dan bantuannya
dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan,
mendapatkan ridha dari Allah SWT. penulisserahkan semuanya dengan harpan
semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan
umumnya bagi yang membacanya.

Jakarta, 24 Oktober 2013

Donni Bhestadi Saputra

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ........................................................................................................


i

KATA PENGANTAR ......................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR .............................................
BAB I

PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.

BAB II


Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 6
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................... 7
Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 9
Metodologi Penelitian ........................................................... 9
Sistimatika Penulisan ........................................................... 11

KAJIAN TEORI
A. Teori Difusi Inovasi .............................................................
B. Konseptualisasi Kampanye Politik .......................................
1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik ......................
2. Model – Model Kampanye Politik ...................................
3. Varian Strategi Kampanye Politik ...................................

BAB III

14
18
18

22
30

GAMBARAN UMUM
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta...................
Perkembangan Politik Kampus Era Student Goverment ....
Sekilas Pemilihan Raya 2010 UIN Syarif Hidayatullah ......
Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) .....................
Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) .................
Peran Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
dalam Student Goverment dan Pemilihan Raya 2010 ...........
G. Profil Kandidat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ....

BAB IV

viii

38
42
46
50
51
54
56

TEMUAN DAN ANALISA
A. Model Kampanye Partai
Reformasi Mahasiswa dalam Pemilihan Raya 2010 ........... 59

v

1. Penggunaan Media dalam Kampanye (tahap informasi) .
2. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap
persuasif) ........................................................................
3. Perencanaann Kampanye PARMA
(tahap penerimaan keputusan) ........................................
4. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010
(tahap evaluasi) ...............................................................
B. Analisis Model Kampanye PARMA
dalam Pemilu Raya 2010 ......................................................
1. Penggunaan Media dalam Kampanye .............................
2. Faktor Pendukung dalam Kesuksesan Kampanye ...........
3. Faktor Penghambat dalam Kesuksesan Kampanye ........
BAB V

60
64
65
66
68
68
76
77

PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
B. Saran ...................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

DAFTAR BAGAN, GAMBAR DAN TABEL

BAB II
1. Bagan

1

Model Kampanye Difusi Inovasi

1. Gambar

1

Proses Kampanye Pada Pemilihan Raya 2010

2. Gambar

2

Debat Kandidat Capres dan Cawapres UIN Jakarta 2010

3. Gambar

3

Proses Pencoblosan Pada Pemilihan Raya 2010

4. Gambar

4

Keributan antar pendukung Partai Politik Kampus

5. Gambar

5

Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

1. Bagan

1

Tahap Perencanaan Kampanye PARMA

2. Gambar

1

Gambar Baligho PARMA

3. Gambar

2

Gambar Spanduk PARMA

4. Gambar

3

Gambar Stiker PARMA

5. Tabel

1

Kredibilitas Pelaku Kampanye

6. Tabel

2

Evaluasi Kampanye Politik

7. Tabel

3

Peringkat Media yang Paling Berpengaruh Dalam Kampanye

BAB III

BAB IV

vii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kampanye merupakan salah satu bagian dari demokrasi. Kata
demokrasi masih banyak disalahartikan, demokrasi menjadi kosakata umum
bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Demokrasi adalah prinsip
dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi
sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara. 1 Dalam
kampanye terdapat proses komunikasi politik yang harus dilakukan agar
prosesnya dapat berjalan dengan baik.
Sejak Mei 1998, Indonesia memasuki era yang disebut oleh Samuel
Huntington sebagai transisi menuju demokrasi2.Di Negara mana pun, era
seperti ini senantiasa disambut gegap gempita karena diyakini akan member
harapan baru berupa kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih
manusiawi. Dikatakan lebih manusiawi karena demokratisasi yang hakiki
merupakan proses peralihan sistem bernegara dari yang otoritarian (anti
kemanusiaan) menuju Demokasi (yang menghargai dan menjungjung tinggi
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan).3
Untuk

menjamin

jalannya

demokrasi

dibutuhkan

mekanisme

perimbangan kekuasaan, tanpa perimbangan kekuasaan sulit membayangkan

1

Abdul Rozak dan A. Ubaedillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35.
2
Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat ( Jakarta: RMBooks, 2008 ), h. 1
3
Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 3

1

2

demokrasi bisa berjalan. Sebuah kritikan adalah sesuatu yang sah dalam
konteks demokrasi yang sedang ada di Negara ini.4
Tragisnya, kecenderungan mengabaikan akal sehat tak melulu
mencemari dunia politik, dalam kehidupan beragama dan kebudayaan pun
banyak sekali ditemukan fenomena yang mendistorsi akal sehat. Seperti
kegiatan berpolitik, kegiatan ritual (keberagaman) dan berbudaya pun tak luput
dari tangan-tangan kotor yang menjadikan agama dan budaya sebagai “Kuda
Troya”. Jika situasi seperti ini dibiarkan, kita tak bisa membayangkan, kearah
manakah transisi demokrasi di negeri ini akan mengarah.
Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat
tegaknya sistem demokrasi5. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi
penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi
rakyat. Perpaduan demokrasi dan entrepreneurship dalam suatu Negara tidak
diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan.
Soekarno adalah proklamator Indonesia dan Presiden Pertama di
Indonesia. Soekarno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi
Proklamator bersama-sama dengan Moh. Hatta. Saat memimpin Indonesia
Soekarno mencoba berdiri di atas semua golongan dan memimpin mereka
secara mutlak dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami
demokrasi yang benar.
Dalam alam demokrasi, tidak bisa membatasi atau melarang siapapun
untuk tidak bicara, karena memang konstitusi kita menjamin warganya untuk
berserikat, berkumpul dan berbicara sebebasnya asalkan tidak menabrak hak
4

Burhanuddin Napitupulu, Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta:
RMBooks, 2007 ), h. 38
5
Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 12

3

orang lain dan undang-undang yang ada. Pola pikir prediksi bermakna pilihan
rasional dan hitung-hitungan matematis dan spekulatif dengan tujuan
kemenangan6. Sedangkan tingkat pragmatisasi dimaknai sebagai pilihan jangka
pendek tanpa harus terlalu dipusingkan oleh untung-rugi di masa depan.7
Melalui Amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia mendirikan KPU
(Komisi Pemilihan Umum) dengan tujuan membangun demokrasi melalui
pemilu yang jurdil, bersih, bebas, dan rahasia8. Sayangnya ketika pertama kali
dipraktikan oleh KPU tahun 2004, pemilu legislatif maupun pilpres ini
ditengarai banyak kecurangan, sarat politik uang dan pemilu yang paling KKN
dalam penyelenggaraannya.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan salah satu bagian dari
proses demokrasi yaitu kampanye. Kampanye merupakan element penting dan
dapat menjadi alat memperkenalkan calon ataupun visi misi mereka
kedepannya agar dapat diketahui khalayak secara utuh.
Ada beberapa model kampanye yang dapat dilakukan diantaranya,
Pertama, Model komponensial kampanye. Model ini mengambil komponenkomponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan kampanye. Model ini dapat mudah diidentifikasikan
melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction
approach.9

6

Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama (Yogyakarta:
Jalasutra, 2004), h. 2
7
Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama, h. 3
8
Fuad Bawazier, Republik Keluh Kesah ( Jakarta: RMBooks, 2007), h. 118
9
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, ( Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h. 85-86

4

Kedua, Model kampanye Ostergaard. Model ini dikembangkan oleh
Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman
(Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam
puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang
diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik
di lapangan. Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap
paling pekat sentuhan ilmiahnya.10
Ketiga, The five functional stages development model. Model ini
dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS
pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling
popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini
tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate
oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada
tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara
campaigner dan campaignee.11
Keempat, The communicative functions model. Judith Trend dan Robert
Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika
Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication,
mereka merumuskan sebuah model kampanye yang dikonstruksi dari
lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale
University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan

10
11

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89

5

kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination
sampai election:12
Kelima, Model Kampanye nowark dan warneryd. Menurut McQuail &
Windahl (1993), model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu
contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai
dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan.
Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam
kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan
bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas
kampanye.13
Keenam, The diffusion of innovation model. Model difusi inovasi ini
umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan
kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign).
Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers.14
Pembinaan dan pencerdasan terhadap pemilih harusnya lahir dari
golongan akademisi atau dunia perkuliahan. Kemudian ini menjadi suatu acuan
bahwa di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta terdapat proses berdemokrasi
dalam setiap pemilihan pemimpin mulai dari tingkat jurusan hingga
universitas. Dalam pelaksanaannya setiap calon-calon yang telah lolos
beberapa tahapan seleksi oleh pihak KPU UIN Jakarta di berbagai tingkatan
untuk menjaring dengan beberapa syarat yang harus di penuhi dan bekerjasama
dengan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) UIN Jakarta, Pihak Rektorat

12

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93
14
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 94

13

6

UIN Jakarta, beberapa UKM di Kampus UIN Jakarta yang bergerak dalam
bidang Media Massa sebagai lembaga Independen dan sebagainya.
Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan sistem
demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah ini menjadi banyak bahan referensi dari
universitas lainnya dalam melaksanakan demokrasi di masing-masing
kampusnya khususnya kampus yang berada dibawah Departemen Agama.
Dalam salah satu prosesnya terdapat sebuah kampanye yg merupakan bagian
paling berperan dalam mengajak pemilih untuk memilih pasangan calon.
Model kampanye inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya.
Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
terhadap masalah ini yang dituangkan dalam skripsi dengan judul : “Model
Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Dalam Pemenangan
Badan

Eksekutif

Mahasiswa

Universitas

Islam

Negeri

Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010’’

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka model kampanye
yang dimaksud oleh penulis yaitu

hanya kepada Model Kampanye

PARMA dalam pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah pada Pemilihan Raya Tahun 2010 dalam perpektif Teori
Diffusion Of Innovation.

7

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dia tas maka menurut penulis
merumuskan masalah adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam
kalimat tanya, bersifat padat isi, jelas maksudnya serta memberikan
petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab
pernyataan yang terkandung di dalamnya.15
Rumusan masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Bagaimana Model kampanye PARMA Dalam Pemenangan Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada Pemilihan Raya tahun 2010?
Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. Bagaimana informasi kampanye?
b. Bagaimana persuasi kampanye?
c. Bagaimana tahap membuat keputusan untuk mencoba?
d. Bagaimana tahap konfirmasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:

15

Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Rajawali, 1993), h.71

8

1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Teoritis
Untuk dapat mengetahui model kampanye Partai Reformasi
Mahasiswa (PARMA) Sebagai Partai Politik Kampus di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
b. Tujuan Praktis
Untuk dapat menjadi acuan dan pedoman bagi sistem kelembagaan
mahasiswa yang menganut partai politik kampus di universitasuniversitas lain.

2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.

Untuk mengetahui model-model kampanye yang dilakukan oleh
Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam proses pemenangan
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakartasehingga dapat menjadi wawasan pada proses
demokrasi lainnya baik didalam maupun diluar lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta

b.

Tulisan ini diharapkan bisa memberikan tambahan wacana dan
referensi

bagi

civitas

akademika

khususnya

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta dan praktisi untuk keperluan studi yang lebih
mendalam mengenai Komunikasi Politik dan sistem perpartaian
kampus.

9

D. Tinjuan Pustaka
Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan atas tinjauan pustaka peneliti
terkait strategi kampanye politik, yaitu:
Judul skripsi: Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi
Fastcomm Dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009.
Penelitian dilakukan oleh Shulhan Rumaru, S.Sos.I, mahasiswa S1 Program
Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Jakarta, tahun 2010.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pembahasan
mengenai strategi kampanye politik yang merupakan bagian dari proses
pemenangan. Adapun perbedaannya, dalam penelitian Shulhan Rumaru, lebih
membahas tentang Marketing Politik sebagai upaya pemenangan pada pemilu
legislatif 2009. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan olehg peneliti,
lebih terfokus pada model-model kampanye dalam proses pemenangannya.

E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

10

social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia,
baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16
Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu paparan atau
menggambarkan yang jelas bagaimana proses pemenangan dapat berjalan
dengan baik dan memberikan kecerdasan berpolitik arahnya spesifik pada
situasi atau peristiwa yang terjadi, artinya tidak mencari hubungan, tidak
menguji hipotesis atau membuat prediksi. Pengertian metode penelitian
deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik
populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara:

Untuk

mendapatkan

informasi

yang akurat

dan

memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas
terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan
menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat
berupa daftar pertanyaan.17 Peneliti mewawancarai Tb. Ace Hasan
Syadzily selaku presiden IAIN (sekarang UIN) ke-1 dan Ali Irfani
selaku Ketua Umum PARMA Periode 1999-2000.
b. Dokumentasi:
pengambilan

Peneliti
data

melakukan

berdasarkan

proses

pengumpulan

tulisan-tulisan

berbentuk

dan
file

pemenangan, buku, foto, maupun arsip-arsip milik Partai Reformasi
Mahasiswa ataupun tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan
penelitian ini.
16

Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif
(Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7
17
Denzin Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto
dkk (edisi terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

11

3. Pengolahan Data
Peneliti menggunakan metode Deskritif Kualitatif untuk mendapatkan
data-data dan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menganalisis data yang
telah didapat, baik dari hasil wawancara, dokumentasi, maupun buku-buku
dengan cara menggambarkan dan menjelaskannya dalam bentuk kata-kata.
Data yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa tulisan dan
lisan (Verbal) bukan berupa nominal yang menunjukan angka.
4. Analisis Data
Pada tahap ini penulis melakukan proses penyederhanaan data kedalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Peneliti akan
mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data kemudian
yang terakhir adalah mengambil kesimpulan yang berwujud kata-kata.
5. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk,
diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quality Development And Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan
Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang
diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika
penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab
dengan perincian sebagai berikut:

12

BAB I

PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahulu, yang berisi lima bab antara lain:
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II

KAJIAN TEORITIS
Kajian

Teoritis

mengenai

Diffusi

of

Innovation,

Konseptualisasi Pengertian dan definisi kampanye politik,
Model-Model Kampanye, dan Varian strategi kampanye
politik.
BAB III

GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum dan Sejarah Politik IAIN Jakarta,
Perkembangan politk kampus era student goverment,
Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Profil Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA), Struktur PARMA, Peran PARMA pada Student
Goverment & PEMIRA 2010 dan Profil Kandidat PARMA

BAB IV

TEMUAN DAN HASIL ANALISI
Pada bab ini penulis membahas penyajian dan analisis data
yang diperoleh dari PARMA dalam Pemilu Raya 2010
terkait model-model kampanye.

BAB V

PENUTUP
Kesimpulan dan Saran

14

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations)
Teori Difusi Inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu
berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam
menganalisis

kolaborasi-kolaborasi

yang

tepat

antara

penggunaan

komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat
mengadopsi suatu produk, prilaku, atau ide tertentu yang dianggap baru
(inovasi).1
Artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld,
Bernard Berelson dan H Gaudet tahun 1944 menjadi titik awal munculnya
teori difusi inovasi. Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa komunikator
yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi
orang-orang.2
Dalam keterangan lain, difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori
di abad ke-19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya
yang berjudul “The Laws of Imitation”, Tarde mengemukakan teori kurva S
dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Rogers
menjelaskan gagasan Tarde mengenai teori kurva S sebagai berikut: pertama,
hanya beberapa individu saja yang menerima ide baru tersebut, kemudian

1

Antar Venus, Manajemen Kampanye, (Bandung: Simbiosa Rekatman, 2004), h. 33.
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), h. 170.
2

14

15

sejumlah besar orang menerima inovasi tersebut, dan akhirnya tingkat
penerimaan berkurang.3
Adanya produk, perilaku, atau ide terbaru akan membuat sebagian
orang ingin menjadi pihak pertama yang mengapdopsi penemuan tersebut,
sementara sebagian lainnya akan menunggu hingga sebagian besar kelompok
mereka menerima dan mengapdopsi hal baru tersebut. Menurut teori ini,
saluran komunikasi yang paling efektif yang dapat digunakan untuk
menyampaikan ide-ide serta penemuan baru adalah opinion leaders dan
jaringan sosial dalam kelompok masyarakat. Sebuah inovasi akan dapat
diadopsi secara maksimal oleh masyarakat dengan menggunakan two-step
flow communication. Langkah pertama adalah transmisi informasi melalui
media kepada khalayak massa, selanjutnya untuk langkah kedua adalah
validasi pesan oleh orang yang dihormati khalayak tersebut.4
Ada kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi. Kolaborasi
tersebut akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk
menerima atau menolak. Pada dasarnya keputusan tersebut sangat
dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini:5
1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya
atau digunakan?
2. Apakah inovasi tersebut mudah dipahami dan digunakan?
3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut?
Bagaimana pengalaman mereka selama mengapdopsi inovasi tersebut?
4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut
masyarakat serta gambaran diri individu tersebut?
5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu
sebelum benar-benar mengapdopsinya?
6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk mengunakan inovasi?

3

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144.
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.
5
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.

4

16

Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership,
yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media beberapa
decade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas
tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih berpengetahuan
disbanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi
komunitasnya untuk mengapdopsi sebuah inovasi.6
Sebagaimana yang diungkapkan Rogers dan Singhal yang dikutip
dalam buku Morrisan, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah
ide atau gagasan dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan
melalui saluran penerimaan tertentu, pada waktu tertentu diantara anggota
sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett M. Rogers pada tahun 1964
melalui bukunya yang berjudul Diffusion of innovations.7
Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena berbagi situasi
dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan
kebijakan public, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya
berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik.
Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi-inovasi umumnya petani
dan masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi-inovasi dilakukan di
Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak
digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang
sedang berkembang.8

6

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 144.
Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.
8
S. Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka,
2005), h. 5.17.
7

17

Studi yang dilakukan Rogers terhadap berbagai riset mengenai difusi
inovasi yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu yang dilakukannya selama
bertahun-tahun menemukan beberapa kesamaan bahwa seluruh studi atau
riset yang dilakukan melibatkan empat hal, yaitu: (a) inovasi, (b) komunikasi
antara satu orang dengan orang lainnya, (c) adanya masyarakat atau
komunitas, (d) adanya elemen waktu.9
Kemudian Everett M. Rogers dan Floyd G yang dikutip dalam buku
Elvinaro Erdianto, Shoemaker memutuskan kembali teori ini dengan
memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses diffuse
inovasi, yaitu:10
1. Pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya
pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
2. Persuasi: individu membentuk atau memiliki sikap yang menyetujui atau
tidak menyetujui inovasi tersebut.
3. Keputusan: terlibat dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengapdopsi atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan
yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang
diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.
Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini
dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi
juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang
baru

akan

menimbulkan

keingintahuan

masyarakat

untuk

ingin

mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru,
inovasi atau proses baru keseluruh masyarakat.11
Untuk inovasi-inovasi tertentu, individu dapat digolongkan berdasarkan
waktu yang mereka perlukan untuk mengapdpsi suatu hal baru, yaitu:
9

Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 66.
11
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, h. 170.

10

18

inovator, pengapdopsi pertama, mayoritas pengapdopsi awal, mayoritas
pengapdopsi akhir, dan kelompok tertinggal (laggard). Kelompok yang
paling sulit untuk diyakinkan dan diubah perilakunya adalah mayoritas
pengapdopsi akhir dan kelompok tertinggal.12
Inovasi adalah suatu ide karya atau objek yang dianggap baru oleh
seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem
sosial menentukan tingkat adopsi:13
1. Relative adventage (keuntungan relatif) adalah suatu derajat di mana
inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya.
Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi
faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan unsur
penting.
2. Compatibility (kesesuaian) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan
mereka yang melakukan adopsi.
3. Complexity (kerumitan) adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan
sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.
4. Trialability (kemungkinan dicoba) adalah mutu derajat di mana inovasi di
eksperimentasikan pada landasan yang terbatas.
5. Observability (kemungkinan diamati) adalah suatu derajat di mana inovasi
dapat disaksikan oleh orang lain.

B. Konseptualisasi Kampanye
1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik
Sebagai bagian dari proses demokrasi di Indonesia Kampanye
politik saat ini dapat dirasakan sebagai sebuah keniscayaan, seiring
dengan makin tingginya persaingan di ranah politik. Kampanye
merupakan bagian dari ilmu komunikasi politik atau sering di sebut
public relation politik dan memegang peranan penting dalam aktivitas
yang dilakukan oleh para pelaku politik. Namun, kampanye dalam
12
13

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 65.

19

penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi, dengan
maksud bahwa apabila diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal
dengan kampanye politik.
Politik,

sebagai

seni

kemungkinan-kemungkinan,

selalu

menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur pokok di dalamnya.
Kendati komunikasi bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, nyaris
mustahil proses-proses politik bisa maksimal tanpa peran komunikasi di
setiap tahapannya.14
Orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal
ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud
tindakan komunikasi yang terencana dan sama-sama ditujukan untuk
mempengaruhi khalayak. Kampanye dan propaganda juga sama-sama
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan
gagasan-gagasan mereka. Jadi pada kenyataannya memang ada beberapa
kemiripan diantara kedua konsep tersebut. Bedanya, istilah propaganda
telah dikenal lebih dulu dan memiliki konotasi yang negative, sementara
istilah kampanye baru memasyarakat pada tujuh puluh tahun terakhir
serta memiliki citra positif dan akademis.15
Pengertian secara umum tentang istilah kampanye yang dikenal
sejak 1940-an campaign is generally exemply persuasion in action
(kampanye secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak

14
15

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 4.
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 5

20

untuk membujuk), dan telah banyak dikemukakan beberapa ilmuwan,
ahli dan praktisi komunikasi.16
kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar
khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu
tertentu”.17
Menurut

Rajasundaram seperti dikutip dalam buku Rosady

Ruslan, a campaign is a coordinated use of different methods of
communication aimed at focusing attention on a particular problem and
its solution over a periode of time. Suatu kampanye merupakan
koordinasi

dari

berbagai

perbedaan

metode

komunikasi

yang

memfokuskan perhatian pada permasalahan tertentu dan sekaligus cara
pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.18
Sementara itu, menurut Pfau dan Parrot dalam buku Gun Gun
Heryanto, a campaign is conscious sustained and incremental process
designed to be implemented over a specified period of time for purpose of
influencing a specified audience. kampanye adalah suatu proses yang
dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan
pada rentang waktu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang
telah ditetapkan.19

16

Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
1997), h. 23
17
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h. 83
18
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, h. 23-2
19
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 83

21

Adanya metode dan konsep kampanye yang diterapkan dalam
dunia politik, terasa ada gairah tersendiri dalam pemahaman dan praktik
politik saat ini. Politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat, menjadi
wacana yang sering didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan
dihadirkan dengan berbagai pendekatan ke masyarakat dan lebih disukai
oleh kalangan manapun.
Selain definisi kampanye, kita perlu mengetahui definisi politik
sebab kampanye politik secara mendasar ditopang oleh bidang ilmu
politik. Delia noer mendefinisikan politik sebagaimana yang dikutip Gun
Gun Heryanto bahwa politik merupakan aktifitas atau sikap yang
berhubungan

dengan

kekuasaan

dan

yang

bermaksud

untuk

mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu
bentuk susunan masyarakat.20
Dengan demikian, kampanye adalah tindakan komunikasi yang
terorganisir yang diarahkan khalayak tertentu, dan pada periode waktu
tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Charles U. Larson
seperti yang dikutip dalam buku Gun-Gun Heryanto membagi tiga jenis
kampanye sebagai berikut:21
a. Product-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada
produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah
memperoleh keuntungan financial.
b. Candidat-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada
kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh
kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut Political
campaigns.

20

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell
Visitama, 2010), h. 5
21
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 83-84

22

c. Ideologically campaigns. Jenis kampanye yang berorientasi pada
tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi
perubahan sosial. Disebut sebagai social change campaigns.

2. Model Kampanye Politik
Dalam buku Dedi Mulyana (2000) yang dikutip oleh Gun Gun
Heryanto, Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun
abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut).
Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri. Model hanyalah gambaran
tentang fenomena atau realitas yang telah disederhanakan. Model hanya
mengambil aspek dan ciri-ciri tertentu dari realitas yang dianggap umum,
penting, dan relevan. Karena alesan ini, maka sebuah konstruksi model
tidak pernah sempurna. Namun begitu, model memiliki manfaat untuk
memudahkan pemahaman tentang proses berlangsungnya suatu hal.22
Umumnya, model-model kampanye memusatkan perhatiannya
pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. Boleh dikatakan
tidak ada model yang berupaya menggambarkan proses kampanye
berdasarkan unsur-unsurnya, sebagaimana terjadi dalam menjelaskan
proses komunikasi. padahal, kegiatan kampanye pada intinya adalah
kegiatan komunikasi. karena itu, menampilkan model kampanye dengan
menggambarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya menjadi penting.
Tujuan agar kita dapat memahami fenomena kampanye, bukan hanya

22

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 84

23

dari tahapan kegiatannya, melainkan juga interaksi antarkomponen yang
terdapat di dalamnya.23

a.

Model Komponensial Kampanye
Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang
terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan
kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber
kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan
balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang
mendeskripsikan dinamika proses kampanye.24
Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan
transmisi (transmission approach) daripada intraction approach.
Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan
kegiatan

komunikasi

yang

direncanakan.

Bersifat

purposive

(bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar
informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu, kampanye
merupakan kegiatan yang bersifat persuasive yang sumbernya
(campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima
(campaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena, perbedaan
posisi ini, maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung
menjadi sangat terbatas.25

23

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85
25
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85-86
24

24

Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini
tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak
penting. Pada beberapa setting

kampanye yang menggunakan

saluran personal dan pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan
realistis. Pada situasi yang demikian, maka perlu dikonstruksi model
kampanye yang sesuai.26
Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek
perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan
tersebut dapat diidentifikasikan dari umpan balik yang diterima
sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat
muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons
penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses
keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise).
Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada
semua komponen kampanye yang ada.27
b. Model Kampanye Ostergaard
Dalam Buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh
Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan
dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard
telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di
negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas
meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai

26
27

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86
Venus Antar, Manajemen Kampanye, h. 14

25

model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat
sentuhan ilmiahnya.28
Menurut Ostergaard yang dikutip Gun Gun Heryanto didalam
bukunya, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan
sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah
layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu
tidak akan menimbulkan efek apa pun dalam menanggulangi
masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini,
sebuah

program

kampanye

hendaknya

selalu

dimulai

dari

identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap
prakampanye.29
Untuk mendapatkan rujukan teoretis-ilmiah tentang masalah
yang ada kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti
sosiologi dan psikologi. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah
tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanakan kampanye maka
kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian
maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni perancangan program
kampanye. Namun, pada kenyataannya banyak masalah yang tidak
bisa diselesaikan hanya dengan melaksanakan kampanye.30
c.

The Five Functional Stages Development Model
Dalam buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh
tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal
tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling

28

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 86
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 87
30
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 16
29

26

popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia.
Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk
diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun
kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan
kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner
dan campaignee.31
Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukan
melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan
produk tersebut. Testimony tersebut dapat diberikan oleh public
figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan.32
d. The Communicative Functions Model
Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi
sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam
bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication seperti
yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, mereka merumuskan sebuah
model kampanye yang di konstruksi dari lingkungan politik.
Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University,
model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan
kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary,
nomination sampai election:33
1) Tahap surfacing (pemunculan). Tahap ini, lebih banyak
berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya,
seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat
31

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89
Antar Venus, Manajemen Kampanye,h. 18
33
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92

32

27

kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat
atau orang-orang “kita” yang berada di daerah tersebut,
mengorganisasikan pengumpulan dana, dan sebagainya. Tahap
umumnya dimulai begitu seseorang secara resmi mencalonkan
diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini, khalayak akan
melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum.
2) Tahap primary. Pada tahap ini, kita berupaya untuk
memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan, atau
lembaga yang telah kita munculkan di arena persaingan. Pada
tahap ini, kita mulai melibatkan khalayak untuk mendukung
kampanye yang dilaksanakan. Dalam konteks politick, tahap ini
merupakan yang paling kritis dan paling mahal. Dikatakan kritis
karena disini kita secara ketat bersaing dengan kandidatkandidat lain, yang dalam proses persaingan itu mungkin saja
kita menghamburkan janji-janji yang kemudian tidak dapat
terpenuhi. Dikatakan mahal, karena pada tahap inilah
sesungguhnya kita bersaing untuk dapat nominator selanjutnya
yang akan dipilih ole