Peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji-Bekasi Barat Tahun pelajaran 2014/2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN CERITA
MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI KELAS VII-D
MADRASAH TSANAWIYAH AL-ALAWIYAH
KRANJI –BEKASI BARAT
TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

oleh:
Muhammad Alfinur
NIM. 1110013000002

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK

MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. “Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual (Pemutaran Film
Drama Malin Kundang) di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah
Kranji –Bekasi Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd.
2014.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman cerita
dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang)
baik selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran, dan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan penggunaan media pembelajaran (audio
visual). Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Alawiyah Kranji –Bekasi Barat.
Permasalahan yang muncul yaitu siswa kurang perhatian dan antusias dalam
pembelajaran cerita dengan sebab sulit untuk memahami isi cerita. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan pada
peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang) pada siswa kelas VII-D MTs. AlAlawiyah.
Metode yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian
yang diambil pada penelitian ini yaitu, siswa kelas VII-D sebanyak 31 siswa. Data
yang diperoleh dari lembar observasi siswa, dan catatan lapangan, menyatakan

bahwa siswa kurang antusias dalam mengungkapkan pertanyaan dan pendapat.
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti mengadakan siklus 2 dalam tindakan
pembelajaran. Pada tindakan pembelajaran siklus 1, menghasilkan nilai rata-rata
65,03 termasuk kategori kurang, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang
mendapatkan nilai kategori baik. Oleh karena itu, peneliti mengadakan tindakan
pembelajaran siklus ke-2, hasil analisis siklus ke-2 dengan rumus persentase
peningkatan nilai mencapai 51%. Hal tersebut membuktikan, bahwa pembelajaran
siklus ke-2 telah berhasil, karena mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata
baik, yaitu 80,74.
Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu penggunaan media audio visual
(pemutaran film) dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami cerita. Hal
ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa di siklus 1 hanya 65,03, dan pada siklus
2 nilai rata-rata pembelajaran mencapai 80,74. Maka selisih nilai mencapai 15,71
dan mengalami peningkatan sebesar 51%.
Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman Cerita, Media Audio Visual.

i

ABSTRACT
MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. Increasing ability

Understanding of Story VII-D Students with Audio Visual Media Utilization
(Malin Kundang Movie)” in Islamic Junior High School Al-Alawiyah 2014/2015.
Departement of Education Indonesian Language and Literature Faculty of
Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta.
Advisor: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd. 2014.
This research aims to enhance ability understanding of story by using audiovisual media (movie screening Malin Kundang). The research was conducted ini
Islamic Junior High School Yayasan Education Islamic Al-Alawiyah. The
problem that arises is students difficult to understanding of story learning. Based
on these problems, the authors formulated the problem on improving ability
understanding of story learning by using audio-visual media (movie screening
Maling Kundang) in VII-D Students Islamic Junior High School Yayasan
Education Islamic Al-Alawiyah.
The method used was Classroom Action Research. Research Subject in VII-D
classes were 31 students. Data obtained from observation sheets, students, and
field notes state that the student‟s are not enthuisastic in saying questions and
arguments. Based on these data, so, the searcher conducted two cycles in the act
of learning. In action learning cycle 1 producted an average 65,03 is less
categories, but there are any students get good scores. Because that, the research
conducted action learning cycle-2. The analysis cycle-2 with formula percentage
increase in the value reached 51%. It is proved that learnig cycle-2 has been

successful, due to asignificant increase in the average value of 80,74 wich is good.
The conclusion of this study is the uese of audio visual media (movie
screening) can improve understanding ability students of story learning. This is
evidence by the avarage value of the first cycle of students reached 65,03 and the
average value of the learning cycle-2 reached 80,74. So the difference in value
reaching 15,71 and an increase of 51%.
Keywords: Ability Understanding of Story, Audio-Visual Media.

ii

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur ke hadirat Allah Swt., karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kegiatan penyusunan skripsi dapat terselesaikan dengan
baik. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad Saw., semoga syafa‟atnya selalu menyertai kita semua sampai akhir
zaman. Semoga cahaya keberkahan ilmu selalu menaungi kehidupan kita semua.
Amin.
Penulis


berusaha

menyajikan

skripsi

yang

terbaik

supaya

dapat

dikembangkan menjadi tesis yang lebih baik lagi. Penulis menyadari, bahwa
dalam proses penyusunan skripsi ini banyak sekali kesulitan dan hambatan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang memotivasi penulis untuk dapat segera
menyelesaikan skripsi.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu sabar membimbing dan memotivasi penulis, sehingga penulis
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
4. Drs. Cecep Suhendi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar
dalam membimbing penulis, dan memberikan motivasi yang membangun,
serta rela meluangkan waktunya sampai penyusunan skripsi ini selesai
dengan baik.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikhlas
memberikan ilmu yang bermanfaat.
6. Teristimewa, kedua orangtua penulis yang penulis cintai dan sayangi. Ibu
yang telah merawat dan menjaga dengan penuh kasih sayang, dan Abi

iii

iv


(Alm. H. Syahroni Muchtasor) yang selalu memberikan dukungan lahir
dan batin ketika penulis masih duduk di semester I-IV. Semoga Abi
ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah Swt. Ketiga adik penulis,
yaitu Nurul Fadli, Chairunnida Aulia, dan Lisda Syahriani, yang selalu
membantu penulis untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Besar YPI Al-Alawiyah yang telah mengizinkan, membantu
penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan kesempatan penulis
menjadi seorang guru di MTs.
8. Husni Maryani, S.Pd., selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia, yang
telah mengizinkan penulis mengadakan penelitian di kelasnya, selalu
memberikan semangat dan arahan yang baik selama penelitian
berlangsung.
9. Siswa-siwi MTs Al-Alawiyah yang penulis banggakan, terkhusus siswasiswi MTs kelas VII-D Tahun Pelajaran 2014/2015. Terima kasih atas
segala partisipasinya selama diajar oleh penulis.
10. Teman-teman

tercinta dan seperjuangan Angkatan 2010, Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
selalu membantu dan menyemangati sampai skripsi ini terselesaikan.
11. Teruntuk Irina Widyaningsih dkk, yang selalu mendukung dan
menyemangati penulis tanpa lelah, serta memberikan arahan juga masukan
yang sangat bermanfaat sampai skripsi ini selesai dengan baik.
Penulis berharap dan berdoa kepada Allah Swt., semoga seluruh pengorbanan
dan kesabaran mendapatkan hasil yang baik, dan bermanfaat untuk semuanya
(Barakallah fidduniya walaakhirah). Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 19 Desember 2014

Muhammad Alfinur

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK...........................................................................................................

i

KATA PENGANTAR.......................................................................................


iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................

v

DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................

1

B. Identifikasi Masalah.................................................................................

5

C. Pembatasan Masalah................................................................................


5

D. Rumusan Masalah....................................................................................

5

E. Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian.................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita..................................................... 8
B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik..............................................

9

C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita.......................................................... 10
D. Manfaat Cerita bagi Anak........................................................................ 28
E. Klasifikasi Cerita Anak............................................................................ 31
F. Pengertian Media Pembelajaran............................................................... 36
G. Manfaat Media dalam Pembelajaran........................................................ 36

H. Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran.............................. 40
I. Media Audio Visual................................................................................. 44
J. Film.......................................................................................................... 47
K. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.................................................. 50
L. Penelitian Relevan.................................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan W aktu Penelitian................................................................... 53

v

vi

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian................................ 53
C. Subjek Penelitian....................................................................................... 57
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 57
E. Analisis Data............................................................................................. 60
F. Pengajuan Konseptual............................................................................... 61
G. Hipotesis Tindakan.................................................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Madrasah........................................................................................ 62
B. Hasil Penelitian........................................................................................ 69
C. Analisis Data........................................................................................... 103
D. Interpretasi Hasil..................................................................................... 113
E. Pembahasan Temuan Penelitian.............................................................. 114
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................. 116
B. Saran....................................................................................................... 117

Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
Uji Referensi
Biodata Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Observasi Siswa....................................................................................... 58
Tabel 2 Kisi-kisi Angket....................................................................................... 59
Tabel 3 Jumlah Personil di Madrasah YPI Al-Alawiyah..................................... 63
Tabel 4 Data Kegiatan Guru dalam pembelajaran Pra Siklus.............................. .74
Tabel 5 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Pra-Siklus........... .75
Tabel 6 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 1................................ .81
Tabel 7 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1................82
Tabel 8 Nilai Siklus 1........................................................................................... .84
Tabel 9 Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Siklus 1...........................................86
Tabel 10 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 2................................ 95
Tabel 11 Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 2...................................95
Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 2..............................................96
Tabel 13 Nilai Pembelajaran Siklus 2.................................................................. 98
Tabel 14 Hasil Analisis Angket Penggunaan Media Audio Visual.................... 100
Tabel 15 Urutan Nilai Terendah dan Tertinggi Siswa Siklus 1.......................... 103
Tabel 16 Urutan Nilai Terendah sampai Tertinggi Pembelajaran Siklus 2........ 103
Tabel 17 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2...................... 104
Tabel 18 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 1........................................... 105
Tabel 19 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 2........................................... 106
Tabel 20 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 1............ 108
Tabel 21 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 2.............109
Tabel 22 Kenaikan Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1 dan 2.......111
Tabel 23 Data Kegiatan Guru pada Siklus 1 dan Siklus 2.................................. 112

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Pra-Siklus
Lampiran 2 RPP Siklus 1
Lampiran 3 RPP Siklus 2
Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Siklus 1
Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Siklus 2
Lampiran 6 Lembar Angket
Lampiran 7 Lembar Wawancara
Lampiran 8 Lembar Catatan Lapangan
Lampiran 9 Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 10 Daftar Kehadiran Siswa Kelas VII-D
Lampiran 11 Surat-sura

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai
kesibukan yang menuntut sejumlah keterampilan, salah satunya yaitu
keterampilan berbahasa. Dialog dalam lingkungan keluarga, antaranak dan
orangtua, antarorangtua, antaranak menuntut keterampilan berbahasa. Manusia
merupakan makhluk sosial. Mereka selalu hidup berkelompok, mulai dari
kelompok kecil sampai kelompok besar. Interaksi antarwarga kelompok
ditopang dan didukung oleh alat komunikasi vital yang mereka miliki
bersama, yakni bahasa.
Di mana ada kelompok manusia, maka pasti di situ ada bahasa. Bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi satu sama lain.
Berbicara mengenai bahasa, maka tidak terlepas dari yang namanya
keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa merupakan aspek-aspek
yang membantu seseorang untuk bisa berbahasa dengan baik. Keterampilan
berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan yang
paling tua di antara keterampilan berbahasa lainnya. Jauh sebelum manusia
mengenal tulisan, keterampilan menyimak dan berbicara sudah digunakan
oleh manusia sebagai alat komunikasi. Selain dua keterampilan tersebut, dua
keterampilan lainnya, yaitu keterampilan membaca dan menulis diperoleh
ketika seseorang sudah menginjakkan kakinya di bangku sekolah.
Belajar merupakan suatu proses untuk mengubah diri yang awalnya tidak
tahu tentang sesuatu menjadi tahu. Proses pengubahan diri pada anak
membutuhkan waktu yang relatif lama dan secara perlahan-lahan. Proses
berdasarkan tempat belajar anak yang pertama kali diperoleh, yaitu di
lingkungan keluarga, karena keluarga adalah tempat atau wadah yang paling
primer atau pokok yang diterima si anak. Salah satu contohnya, yaitu

1

2

pengajaran berbicara. Pengajaran berbicara bertujuan mengajarkan anak untuk
bisa berbahasa.
Bahasa yang pertama kali diperoleh si anak adalah bahasa ibunya. Pada
proses ini, seorang anak akan mulai menyimak dan menirukan bunyi-bunyi
yang tidak terlalu kompleks, seperti “Ma,” atau “Yah,” dan sebagainya. Ketika
anak sudah mulai masuk ke jenjang dunia sekolah, ia akan mengenali
keterampilan berbahasa lainnya, yaitu membaca dan menulis. Keterampilan
ini merupakan urutan yang sistematis. Pada lingkungan keluarga, anak belajar
menyimak dan berbicara, dan ketika memasuki dunia sekolah ia akan
memperoleh keterampilan membaca dan menulis.
Anak merupakan buah hati yang menjadi kebanggaan bagi orangtuanya.
Selama dalam masa perkembangan, tahap demi tahap selalu dinantikan oleh
orangtuanya. Bahkan, dalam setiap hal yang menunjukkan perkembangan
selalu dicatat untuk dijadikan memori oleh orangtuanya, fungsinya agar ketika
dewasa, anak itu akan melihat sendiri catatan tentang dirinya. Begitu detailnya
orangtua dalam memperhatikan anaknya, sampai kepada sesuatu yang bersifat
kecil.
Berbagai upaya dilakukan oleh orangtua, guna untuk membuat anaknya
menjadi anak yang bermanfaat bagi lingkungannya, dan terkhusus bagi
orangtuanya. Orangtua begitu senang melihat anaknya tumbuh dan
berprestasi. Harapan orangtua terhadap anak adalah agar nasibnya tidak
sesama dengannya.

Doa dan harapan orangtua adalah restu bagi anak-

anaknya.
Dunia pendidikan seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, samasama saling bekerja keras untuk mencetak generasi muda yang berprestasi.
Untuk dapat mencapai hasil yang optimal, dibutuhkan adanya kerja keras
masing-masing pihak yang terlibat, seperti kepala sekolah, guru, dan berbagai
pihak yang ada di sekolah, bahkan siswa itu sendiri juga ikut terlibat. Ketika
adanya kerja sama yang terintegrasi, tidak menutup kemungkinan sekolah
akan maju dan dapat mencetak generasi-generasi yang berilmu pengetahuan.
Tujuan seorang anak disekolahkan, yaitu supaya anak bisa belajar dan
menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan. Ketika anak memperoleh

3

ilmu pengetahuan, maka anak akan terbiasa hidup dengan ilmu. Anak yang
mempelajari ilmu, dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya,
maka secara tidak langsung ia telah mengalami suatu proses yang lebih baik,
yakni yang awalnya belajar, lalu sudah bisa menerapkannya. Sekolah memiliki
peranan penting dalam mengolah dan mendidik manusia menjadi manusia
yang seutuhnya.
Pada proses pembelajaran, berbagai upaya dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan. Pembelajaran yang aktif, kreatif dan
inovatif serta menyenangkan akan membawa proses belajar menjadi lebih
hidup. Pembelajaran tidak hanya berdasar kepada salah satu buku atau dengan
buka buku, akan tetapi bisa dikombinasikan dengan cerita-cerita atau hal-hal
yang membuat anak tidak jenuh di kelas.
Selama ini, masih banyak guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan
secara lisan, dan anak lebih cenderung hanya mendengarkan. Penggunaan cara
seperti itu, pelajaran yang disampaikan pun akan sulit dimengerti oleh anak
didik. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran
cerita. Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui
serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih
mudah diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada
sasaran.
Di zaman yang sudah penuh teknologi saat ini, pemanfaatan media sangat
penting digunakan sebagai penunjang proses pembelajaran. Media sebagai
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media juga sebagai
alat bantu komunikasi. Sekarang sudah banyak sekali media yang digunakan
oleh sekolah dalam penunjang proses pembelajaran, baik berupa media audio,
visual, dan juga audio visual. Media dalam proses pembelajaran menunjang
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Para guru dituntut agar mampu menggunakan media yang dapat
disediakan di sekolah, dan tidak menutup kemungkinan bahwa alat atau media
tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurangkurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun
sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai

4

tujuan pengajaran yang diharapkan. Media membawa kemudahan bagi orang
yang menggunakannya.
Di samping menggunakan media yang tersedia, guru juga dituntut untuk
dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan
digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Salah satu fungsi dari
hadirnya media dalam dunia pembelajaran, yakni dapat menggambarkan
sesuatu yang abstrak menjadi nyata dan dapat dilihat. Media dalam
pembelajaran, membuat proses pembelajaran menjadi terbantu, dan guru
semakin mudah untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Peningkatan interpretasi pemahaman anak terhadap cerita, guru bisa
memanfaatkan salah satu media pembelajaran, yaitu media audio visual.
Media audio visual merupakan perpaduan antara media audio dan visual. Hasil
yang dihasilkan dari media ini yaitu, keluaran dari tampilannya berbentuk
sesuatu yang dapat didengar dan dapat dilihat, sehingga anak dalam melihat
cerita semakin lebih mudah dipahami dan diresapi.
Media audio visual sebagai penunjang dalam menampilkan cerita
membawa suatu resepsi bagi anak. Media audio visual yang dihasilkan bisa
penampilan atau diputar dalam bentuk kaset, film atau video yang
memunculkan suara dan dapat dilihat oleh anak. Anak akan lebih mudah
memahami cerita, mengambil sari makna atau nilai-nilai yang terkandung,
yang bisa diterapkan anak dalam hidupnya.
Metode ini turut membantu dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan
media belajar dalam proses pembelajaran lebih menggerakkan indera yang
dimiliki anak, baik pendengaran, perasaan, pengelihatan, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tentang: Peningkatan Kemampuan
Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D Madrasah
Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat. Penelitian ini penting
dilakukan untuk menggali potensi diri siswa dalam memahami unsur-unsur
instrinsik cerita (tema, tokoh, penokohan, alur, latar, sudut padang dan
amanat) melalui media audio visual, yaitu dengan pemutaran film drama
Malin Kundang. Pemilihan media audio visual berupa pemutaran film drama

5

Malin Kundang, diharapkan siswa dapat lebih antusias, dan mudah dalam
memahami isi ceritanya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas dalam
laporan peneletian, yaitu sebagai berikut:
1. Minimnya penggunaan media pembelajaran, khususnya yaitu media audio
visual dalam pembelajaran cerita, sehingga perhatian dan daya tarik siswa
kurang terhadap materi yang sedang dijelaskan.
2. Sulitnya siswa dalam memahami, dan merefleksikan pelajaran cerita.
3. Sulitnya menghadirkan cerita yang bersifat abstrak dalam proses
pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti merasa perlu membatasi masalah yang akan
dibahas supaya lebih jelas dan khusus. Permasalahan yang terjadi dalam
penelitian ini, bahwa perhatian dan daya tarik siswa kurang dalam
pembelajaran cerita, sehingga pemahaman siswa terhadap materi sangat rendah
Minimnya penggunaan media (audio visual) di dalam pembelajaran, dapat
menyulitkan guru dalam menghadirkan materi yang bersifat abstrak dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D
Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat Tahun Pelajaran
2014/2015.

D. Perumusan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses
pembelajaran

6

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi cerita,
ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses
pembelajaran.
2. Untuk melihat peningkatan hasil yang diperoleh dalam pelajaran cerita,
ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Manfaat Teoritis:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan
teknologi, baik itu di lingkungan lembaga institusi (madrasah) maupun
selama menjalani proses pembelajaran di perkuliahan.
2. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menambah referensi dalam
merumuskan strategi pembelajaran yang kreatif, dan meningkatkan mutu
pendidikan di lingkungan ketenagapendidikan.
3. Bagi lembaga institusi, penelitian ini dapat menambah sumber referensi
ilmiah yang berguna bagi madrasah sebagai implikasi untuk mencetak
generasi-generasi yang memiliki tingkat intelektual yang diakui oleh
masyarakat.
Manfaat Praktis:
1. Pada penelitian ini, peserta didik diharapkan dapat memperoleh perubahanperubahan dalam dirinya dalam proses pembelajaran, seperti lebih aktif
bertanya, lebih berani mengungkapkan sesuatu yang ingin disampaikannya,
dan meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

7

2. Bagi guru, penelitian ini dapat menambah referensi guru dalam
melaksanakan pembelajaran, menambah strategi dan metode pembelajaran,
sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar.
3. Bagi madrasah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, inovatif.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita
“Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui
serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih mudah
diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada sasaran.”1
Bercerita adalah perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan
dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
dengan demikian, bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai
upaya memengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu.
Cerita dibedakan dengan cerita untuk anak. Cerita anak adalah cerita
tentang kehidupan anak, baik suka maupun dukanya dalam keluarga dan
masyarakat, sedangkan, cerita untuk anak adalah cerita yang diperuntukkan
bagi anak, baik cerita yang menyangkut kehidupan anak maupun cerita tentang
binatang, cerita para tokoh yang berjasa bagi bangsanya, cerita tentang alam,
dan cerita kepercayaan. Kedua cerita ini bermanfaat untuk pendidikan dan
pembentukan pribadi anak. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan, bahwa hakikat cerita anak adalah karangan imajinatif tentang
kehidupan anak.
Pada hakikatnya, cerita adalah kisah tentang kejadian suatu tempat,
kehidupan binatang sebagai perlambangan kehidupan manusia, kehidupan
manusia dalam masyarakat, dan cerita tentang mite yang hidup di dalam
masyarakat, kapan dan di mana cerita itu terjadi. Cerita pada awalnya
disampaikan secara lisan, kemudian berkembang menjadi bahan cetakan
berupa buku, kaset, video kaset, dan film. Demikian pula bahan cerita ini
berkembang terus sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan
perkembangan teknologi. Cerita yang baik adalah cerita yang dapat
menyampaikan pesan kepada sasarannya. Untuk itu, perlu memiliki konsep
dasar yang jelas.

1

Sihabuddin dkk, Bahasa Indonesia 2: Learning Assistance for Islamic Schools Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah, (2009), h. 8-7.

8

9

“Sadiman mengatakan, bahwa pemahaman adalah suatu kemampuan
seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan
sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
Selain itu, Suharismi mengatakan, bahwa pemahaman (comprehension) adalah
bagaimana sesorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),
menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberi
contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan.”2
“Pengertian pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.”3
Dari beberapa pengertian tentang pemahaman di atas, dapat disimpulkan,
bahwa pemahaman adalah sesatu hal yang dipahami dengan baik, baik dalam
mengartikan, menafsirkan, dan menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri
berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hakikat pemahaman dan cerita di atas, dapat disimpulkan,
bahwa pemahaman cerita, yaitu seseorang (siswa) mampu memahami,
mengerti, mengartikan, menceritakan kembali dan menafsirkan unsur-unsur
(instrinsik) yang terkandung di dalam cerita.

B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik
Sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang
menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Unsur-unsur
pembangun sebuah novel–yang kemudian secara bersama membantuk sebuah
totalitas itu –di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya.
Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur secara faktual akan dijumpai jika orang membaca
karya sastra. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang (secara langsung)
membangun cerita. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagaian saja,
misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.4
2

Referensi Belajar Anak Indonesia dalam http://www.duniapelajar.com/2011/09/02/definisipemahaman-menurut-para-ahli/, diunduh pada 11 Januari 2015.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 811.
4
Burhanudin Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2012), h.. 23.

10

Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau
sistem organism karya sastra. Secara lebih khusus, ia dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita, namun sendiri tidak ikut
menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas
bangun cerita yang dihasilkan.
Sebagaimana halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari
sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain: keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sifat, keyakinan, dan
pandangan hidup yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang
ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan
corak karya yang dihasilkannya.
Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi dalam karya. Keadaan
lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan
berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik
pula. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni yang lain, dan sebagainya.5

C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita
Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrisik cerita (prosa rekaan)
atas alur (plot), tokoh, watak, penokohan, latar cerita (setting), sudut pandang,
gaya bahasa, amanat, dan tema. “Siswanto menambahkan satu unsur lagi,
yaitu gaya penceritaan."6. Berikut akan dijelaskan secara singkat.
1. Tokoh, Watak, dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan,
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan .Tokoh dalam karya rekaan selalu
mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.
Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut
perwatakan.
5
6

Ibid., h. 22-24.
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: P.T. Grasindo, 2008), h. 142.

11

Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan atas: (a) tokoh primer, (b) tokoh sekunder atau bawahan, (c)
tokoh komplementer (tambahan).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus,
sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada
tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu
pun mungkin dalam porsi penceritaan yang terlalu pendek. Tokoh yang
disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedangkan yang kedua adalah
tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku
kejadian, maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling
banyak diceritakan, dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia
sangat menetukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir
sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
memengaruhi perkembangan plot
Di pihak lain, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita
lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak
langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam
kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya
diabaikan.7
Ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat
dibedakan atas: (a) tokoh dinamis, dan (b) tokoh statis. Tokoh dinamis
adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang. Sebagai contoh,
tokoh yang semula jujur, karena terpengaruh oleh temannya yang serakah,
akhirnya menjadi tokoh yang tidak jujur. Tokoh ini menjadi jujur kembali
setelah sadar, bahwa dengan tidak jujur, penyakit jantungnya semakin
parah, sedangkan tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian
yang tetap.
7

Nurgiyantoro, op. cit., h. 176-177.

12

Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas
tokoh yang mempunyai: (a) karakter sederhana, dan (b) kompleks. Tokoh
yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang hanya
mempunyai karakter seragam atau tunggal, sedangkan tokoh yang
mempunyai

karakter

kompleks

adalah

tokoh

yang

mempunyai

kepribadian yang kompleks, misalnya tokoh yang di mata masyarakat
dikenal sebagai orang yang dermawan, pembela kaum miskin, berusaha
mengentaskan kemiskinan, ternyata ia juga bandar judi.
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam
tokoh sederhana, dan tokoh kompleks atau bulat. Pembedaan tersebut
berasal dari foster dalam bukunya Aspect of the Novel yang terbit pertama
kali 1927. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang
tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku
yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah
laku

seorang

tokoh

sederhana

bersifat

datar,

monoton,

hanya

mencerminkan satu watak tertentu.Tokoh sederhana dapat saja melakukan
berbagai

tindakan,

namun

semua

tindakannya

itu

akan

dapat

dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan
itu.8
Tokoh bulat atau tokoh kompleks berbeda dengan tokoh sederhana,
adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki
watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula
menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan
mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai
kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki
berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan
kejutan. Tokoh juga lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar, karena
yang ditampilkan yaitu tokoh-tokoh yang kurang akrab dan kurang

8

Ibid.,h. 181.

13

dikenal sebelumnya. Tingkah lakunya sering tidak terduga, dan
memberikan efek kejutan bagi pembaca.9
“Sukada dalam Teori Pengkajian Fiksi merangkum keempat
pembagian di atas menjadi: (a) tokoh datar, dan (b) tokoh bulat. Tokoh
datar adalah tokoh yang sederhana dan bersifat statis, sedangkan tokoh
bulat adalah tokoh yang memiliki kekompleksitasan watak dan bersifat
dinamis.”10
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokohtokoh cerita, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tidak
berkembang dan tokoh dinamis, tokoh berkembang. Tokoh statis adalah
tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tidak
berpengaruh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya hubungan antarmanusia. Tokoh statis memiliki sikap dan watak
yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia
secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial
maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan memengaruhi sikap, watak,
dan tingkah lakunya.
Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya, dan adanya
hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling memengaruhi itu,
dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. “Sikap dan watak
tokoh berkembang, dengan demikian akan mengalami perkembangan atau
perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan
koherensi cerita secara keseluruhan.”11
Dalam penokohan yang bersifat statis, dikenal adanya tokoh hitam
(dikonotasikan sebagai tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagai
tokoh baik), yaitu tokoh yang statis hitam dan statis putih. Artinya, tokoh9

Ibid., h. 183.
Ibid., h. 188.
11
Ibid.,h. 188.
10

14

tokoh tersebut sejak awal kemunculannya hingga akhir cerita terusmenerus bersifat hitam-putih, yang hitam tidak pernah berunsur putih, dan
yang putih pun tidak diungkapkan unsur kehitamannya.
Tokoh hitam adalah tokoh yang benar-benar hitam, yang seolah-olah
telah tercetak biru secara demikian, dan yang tampak hanya melulu sikap,
watak, dan tingkah lakunya yang jahat dan tidak pernah diungkapkan
unsur-unsur kebaikannya dalam dirinya, walau sebenarnya pasti ada.
sebaliknya, tokoh putih pun seolah-olah juga telah tercetak biru, selalu
saja baik, dan tidak pernah berbuat sesuatu yang tergolong tidak baik,
walau pernah sekali dua kali berbuat hal demikian.12
Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas: (a)
tokoh protagonis, dan (b) tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh
yang disukai pembaca atau penontonnya. Biasanya, watak tokoh semacan
ini adalah watak yang baik dan positif, sedangkan tokoh antagonis adalah
tokoh yang wataknya dibenci pembaca atau penontonnya. Tokoh ini
biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif.
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan ke dalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang
dikagumi–yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero–tokoh
yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai, nilai yang ideal.
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan,
dan harapan pembaca.13
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya
konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh
penyebab terjadinya konflik disebut tokh antagonis. Tokoh antagonis,
barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara
langsung ataupun tidak langsung, baik secara fisik maupun batin. Konflik
yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan
oleh tokoh antagonis seorang, beberapa orang individu yang dapat
ditunjuk secara jelas. Hal itu bisa disebabkan, seperti bencana alam,
kecelakaan, nilai-nilai moral, kekuasaan, dan kekuatan yang lebih
tinggi.14
Selain itu, “dalam literer dikenal adanya tokoh mayor dan tokoh
minor. Tokoh mayor adalah tokoh yang memiliki peranan penting atau

12

Ibid.
Ibid., h. 178-179.
14
Ibid.
13

15

utama di dalam sebuah novel.”15 sedangkan tokoh minor kebalikan dari
tokoh mayor, yaitu tokoh yang tidak memiliki peranan penting atau bukan
yang utama.
“Boulton dalam Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan, bahwa cara
sastrawan menggambarkan atau menampilkan tokohnya dapat menempuh
berbagai cara. Dalam cerita fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh
makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing,
kaset, dan sepatu.”16
Ada beberapa cara untuk memahami watak tokoh. Cara itu adalah
melalui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2)
gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan
kehidupannya maupun cara berpakaiannya, (3) menunjukkan bagaimana
perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat
bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat tokoh lain
berbincang dengannya, (8) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain
itu memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu
dalam mereaksi tokoh yang lain.

2. Latar Cerita (Setting)
“Abrams dalam Pengantar Teori Sastra mengatakan, bahwa latar
atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.”17
Leo Hamalian dan Frederic R. Karell, dalam Pengantar Teori Sastra
mengatakan, bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa
tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan
tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan
sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat
dalam menanggapi suatu problem tertentu.18

15

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), h. 63.
16
Nurgiyantoro, loc. cit.
17
Siswanto, op.cit., h. 149.
18
Ibid.

16

Kenney mengungkapkan dalam Pengantar Teori Sastra, bahwa
cakupan latar cerita dalam cerita fiksi meliputi: penggambaran lokasi
geografis, pemandangan perincian perlengkapan sebuah ruangan,
pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya
kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan
agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.19
“Unsur prosa cerita yang disebut latar ini menyangkut tentang
lingkungan geografi, sejarah, sosial, dan bahkan kadang-kadang
lingkungan politik atau latar belakang tempat kisah itu berlangsung.”20
“Istilah latar atau setting berkaitan dengan elemen-elemen yang
memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun
waktu, yaitu para tokoh menjalankan perannya.”21
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa dapat disimpulkan bahwa
latar atau setting merupakan tempat, waktu dan lingkungan yang
dijadikan sebagai keterangan dari peristiwa-peristiwa yang ada di dalam
cerita.
“Hudson membagi setting atas: (a) setting sosial, dan (b) setting fisik.
Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok
sosial, dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain
yang melatari peristiwa. Latar fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu
bangunan, daerah, dan sebagainya.”22
Tidak semua jenis latar cerita itu ada di dalam sebuah cerita rekaan.
Mungkin dalam sebuah cerita rekaan, latar cerita yang menonjol adalah
latar waktu dan tempat. Mungkin di cerita lainnya yang menonjol adalah
latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada pula yang
tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya; ada
yang gabungan antara kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang
merupakan hasil imajinasi pengarangnya
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu, dan sosial.

19

Ibid.
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarya: Kanisius, 1988), h. 71.
21
Aziez dan Hasim,op.cit., h. 74.
22
Siswanto, loc. cit.
20

17

a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan

dalam

sebuah

karya

fiksi.

Unsur

tempat

yang

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu,
inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat
tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat
umum temapat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan,
kota, kota kecamatan, dan sebagainya.
Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah
mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan
keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat
tentu saja memilki karakternya sendiri yang membedakannya dengan
tempat-tempat lain. “Latar tempat dalam sebuah cerita biasanya
meliputi lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.”23
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan
peristiwa sejarah.
Masalah waktu dalam karya naratif, Genette, mengatakan, bahwa
dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu
penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain menunjuk pada
waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.
Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat (juga: sosial)
sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu
yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu tertentu,
karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.24

23
24

Nurgiantoro, op. cit., h. 227-229.
Ibid., h. 230.

18

c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinanm pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap.
Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan
suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu
melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal-hal yang
telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan
penggunaan bahasa daerah atau dialek-dialek tertentu.
“Selain penggunaan bahasa daerah, masalah penamaan tokoh
dalam banyak hal juga berhubungan dengan latar sosial. Latar sosial
merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, ia berada dalam
kepaduannya dengan unsur latar yang lain, yaitu unsur tempat dan
waktu.”25
3. Sudut Pandang
“Aminuddin dalam Pengantar Teori Sastra, mengatakan, bahwa
sudut pandang diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang dipaparkannnya.”26
Hary Shaw dalam Pengantar Teori Sastra menyatakan, bahwa sudut
pandang terdiri atas: (1) sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu
dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2)
sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap
masalah dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan
yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama,
kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas (a) pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh, (b) pengarang menggunakan sudut
pandang tokoh bawahan, dan (c) pengarang menggunakan sudut pandang
yang impersonal: ia sama sekali berdiri di luar cerita.27

25

Ibid., h. 233, 237.
Siswanto, op.cit., h. 152.
27
Ibid.
26

19

“Abrams mengatakan dalam Teori Pengkajian Fiksi, bahwa, sudut
pandang, point of view, menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan.
Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.”28
Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,
yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya. Sudut pandang kiranya dapat disamakan artinya, dan bahkan
dapat lebih memperjelas, dengan istilah pusat pengisahan. Sudut pandang
itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: a)
persona pertama (first person) gaya “aku” dan persona ketiga (thirdperson), gaya “dia.” Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia,” dengan
berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sudut
pandang dibagi menjad

Dokumen yang terkait

Efektivitas penggunaan media audio visual dalam pembelajaran menyimak drama di kelas VIII SMP Al-Hasra Tahun pelajaran 2013-2014

2 20 195

Peningkatan kemampuan memahami bacaan melalui media gambar pada siswa kelas VII-4 SMP Darussalam Ciputat Tahun pelajaran 2013/2014

1 16 116

Peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji-Bekasi Barat Tahun pelajaran 2014/2015

1 3 177

Peningkatan motivasi belajar siswa kelas X melalui media audio visual pada mata pelajaran PAI di SMK Karya Ekopin

0 5 96

Pengaruh penggunaan media audio visual Terhadap peningkatan keterampilan menulis puisi siswa kelas IX MTS Jabal Nur Cipondoh Tangerang Tahun pelajaran 2014/2015

3 14 115

Pemanfaatan media audio visual untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di MI Mathla’ul Anwar Leuwisadeng Bogor : penelitian tindakan kelas

1 11 111

Peningkatan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual siswa kelas VIII semester II SMPN 2 Tangerang Selatan Tahun pelajaran 2013/2014

3 35 174

Peningkatan kemampuan berbicara melalui penerapan teknik bermain peran pada siswa Kelas V MI Ath-Thoyyibiyyah Kalideres Jakarta Barat Tahun pelajaran 2013/2014

0 4 170

Peningkatan motivasi belajar siswa melalui media audio visual pada mata pelajaran PKN siswa kelas II MI Al-Husna Ciledug Tahun pelajaran 2013/2014

3 12 126

Perancangan media informasi Boneka Tambang melalui audio visual

0 8 43