PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan Tahun 2014-2015)

(1)

THE INFLUENCE CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON THE LEVEL COMPLIANCE OF MANDATORY DISCLOSURE

(Empirical Studies on the Financial Companies in 2014-2015 )

Oleh:

FARWA RACHMAWATI 20130420367

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

THE INFLUENCE CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON THE LEVEL COMPLIANCE OF MANDATORY DISCLOSURE

(Empirical Studies on the Financial Companies in 2014-2015 )

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

FARWA RACHMAWATI 20130420367

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

NomorMahasiswa : 20130420367

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure(Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan Tahun 2014-2015)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Apabilaternyatadalamskripsiinidiketahuiterdapatkaryaataupendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta,


(4)

MOTTO

“ Keberuntu

ngan mengalahkan kecerdasan & kebaikan

membukakan pintu pertolongan

(FR)

“Pengetahuan diperoleh dengan belajar, kepercayaan

dengan keraguan, keahlian dengan berlatih, dan cinta dengan

mencintai “


(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah tahap S1 sudah saya selesaikan, untuk itu saya Rahma mengucapkan terimakasih

banyak kepada :

Allah SWT yang selalu memberikan kesehatan, kesabaran, keikhlasan, kekuatan,

kemudahan serta semua nikmatNya yang tiada henti selalu datang, sehingga aku dapat

menyelesaikan segala tugas pada jenjang ini dengan lancar dan tepat waktu.

Kedua orangtuaku tersayang, Bapak H. Rochman dan Ibu Endang Susilowati S.pd yang

telah membesarkan saya dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran, serta perhatian

yang selalu dilimpahkan kepadaku agar aku menjadi seseorang yang berhasil.

Terimakasih juga atas do’a restu yang selalu kalian berikan. Maafkan anakmu ini

jika

pernah membuat kecewa, marah atau pun sedih dan belum bisa memberikan apa-apa

kecuali ucapan terimakasih banyak.

Kedua Kakakku tercinta Davic Rachmawan S.pd dan Nisrina Nurjanah S.Keb, yang

selalu mendukung kuliah saya secara materil dan moril.

Dosenku Bu Harjanti yang selalu mendukung dan membantu segala kesulitan dalam

mengerjakan skripsi saya, maaf jika saya selalu membuat ibu marah tapi semangat ibu

dan bantuan ibu tidak akan pernah saya lupakan, dan untuk Bu Arum yang mau

membantu dan menyemangati saya dalam menyelesaikan masalah.


(6)

Grup bebek, Fitri, Danik, Nia, yang selalu menjadi teman bertukar pikiran dan semangat

dalam menjalankan kuliah.

Anak Hitz Kosan, Ningsih (Ranitul), Pupet, Tiyak, Ega, Benia yang bisa menjadi teman

curhat dan keluarga ke dua di Jogja. Saranghae chingu

Deni Ardianti, Ega Silvi dan Ningsih (Ranita) yang membantu atas kesuksesan skripsi

ini. Terimakasih banyak untuk kalian berdua yess.


(7)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI... ... vii

ABSTRACT... ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. RumusanMasalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. TeoriKeagenan (Agency Theory)... . 9


(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Obyek Penelitian ... 25

B. Teknik Pengambilan Sampel ... 25

C. Teknik Pengumpulan Data ... 25

D. DefinisiOperasionalVariabel Penelitian ... 26

E. UjiHipotesis dan Analisis Data... ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 33

B. Kualitas Instrumen Data ... 34

1. Uji Statistik Deskriptif ... 34

2. Uji Asumsi Klasik ... 36

3. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 40

4. Pembahasan ... 44

BAB V SIMPULAN, SARANDAN KETERBATASAN PENELITIAN.. ... 49

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

C. Keterbatasan Penelitian ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

4.1. Prosedur Pemilihan Sampel ... 33

4.2. Statistik Deskriptif ... 34

4.3. Hasil Uji Normalitas ... 36

4.4. Hasil Uji Autokorelasi ... 37

4.5. Hasil Uji Multikolinieritas ... 38

4.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 39

4.7. Hasil Uji Nilai F ... 40

4.8. Adjusted R Square ... 41


(10)

(11)

(12)

jumlah anggota dewan komisaris, persentase rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit.

Sampel penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2014-2015. Alat analisis untuk menguji hipotesis yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan program SPSS 21.0.Hasil peneliti an menunjukkan bahwa jumlah anggoita dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Sedangkan persentase rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komikte audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

Kata kunci : mandatory disclosure, jumlah anggota dewan komisaris, persentase rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah anggota komite audit.


(13)

2012. Corporate governance mechanisms used in this research are total member of board commisioners, percentage of board commisioner meetings, proprtion of independent commisioners and total member of audit committe.

The samples in this reaserch were banking companies listed in Indonesia Stock Exchange (ISX) year 2014-2015. The analysis tool in order to test the hypothesis was multiple regression by using SPSS 21.0. The result of this study indicates that total member of board commisioner has positive effect on compliance level of mandatory disclosure. While the percentage of board commisioner meetings has negative effect on compliance level of mandatory disclosure. Proportion of independent commisioners and total member of audit committe doesn’t any effect on compliance level of mandatory disclosure.

Keywords : mandatory disclosure, member of board commisioners, percentage of board commisioner meetings, proprtion of independent commisioners and total member of audit committe.


(14)

1

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menjelaskan tujuan laporan keuangan yaitu sebagai sarana dalam penyampaikan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dalam perusahaan, serta perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Agar tercapainya tujuan tersebut, harus memenuhi karakterisktik dari laporan keuangan yaitu dapat dipahami, relevan dan andal, sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.

Terdapat dua pengungkapan laporan keuangan dalam standar akuntansi yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Istiqomah dan Pujiati, 2015). Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure) merupakan suatu pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada peraturan atau standar tertentu

kepada pihak luar perusahaan, sedangkan pengungkapan sukarela (voluntary

disclosure) merupakan informasi yang diungkapkan secara sukarela oleh perusahaan (Adina dan Ion, 2008).

Dibanding dengan pengungkapan sukarela, pengungkapan wajib merupakan suatu pengungkapan yang lebih luas. Dengan adanya peraturan pengungkapan wajib dapat melindungi stakeholders atau investor, karena tanpa pengungkapan wajib perusahaan dapat tidak mengungkapkan informasi yang seharusnya diungkapkan (Prawinandiet al., 2012). Meski sudah


(15)

diwajibkan praktik pengungkapan wajib ternyata masih bervariasi antar perusahaan.

Terdapat berbagai persentase tingkat kepatuhan pengungkapan wajib, salah satunya pada perusahaan manufaktur pada tahun 2009-2010 sebesar 72,203% (Utami et al.,2012). Tingkat kepatuhan pengungkapan wajib perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2013 yaitu 58,57% (Istiqomah dan Pujiati, 2015). Tingkat kepatuhan pengungkapan wajib perusahaan jasa pada tahun 2009-2010 yaitu 69,90% (Prawinandiet al., 2012). Meskipun pengungkapan bersifat wajib, namun tingkat kepatuhan yang telah dilakukan oleh tiap-tiap perusahaan ternyata belum mencapai 100%.

Perusahaan perbankan merupakan industri yang penting dan memiliki banyak resiko dalam menjalankan aktivitas operasinya dibandingkan dengan perusahaan manufaktur atau pun perusahaan lainnya, sehingga diperlukan transparansi supaya aktivitas operasi dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan menghindari kecurangan (Hafiz etal., 2015). Untuk meyakini perusahaan melakukan pengungkapan sesuai aturan, perlu dukungan mekanisme corporate governance (CG) yang telah dikenal sebagai suatu sistem pengawasan dan pengelolaan perusahaan. CG didefinisikan sebagai proses, struktur yang digunakan baik oleh pemegang saham, komisaris dan direksi dalam upaya meningkatkan usaha dan akuntabilitas perusahaan untuk mewujudkan nilai pemegang saham jangka panjang tanpa mengabaikan kepentingan stakeholder


(16)

lainnya, yang dilandasi oleh peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012).

Beberapa mekanisme CG dalam penelitian sebelumnya yang diduga mempengaruhi disclosure yaitu (1) kepemilikin manajerial (Utami et al.,2012; Widjayanti dan Wahidawati, 2015; Istiqomah dan Pujiati, 2015), (2) kepemiilikan Institusional (Utami et al., 2012; Widjayanti dan Wahidawati, 2015; Gunawan dan Hendrawati, 2016; Istiqomah dan Pujiati, 2015), (3) jumlah anggota dewan komisaris (Rahmawati dan Sutiyok, 2014;Gunawan dan Hendrawati, 2016; Supriyonoet al., 2014), (4) jumlah rapat dewan komisaris (Suhardjanto dan Dewi, 2011; Utami et al., 2012), (5) proporsi komisaris independen (Prawinandi et al.,2012; Istiqomah dan Pujiati, 2015; Fauziah, 2015), (6) jumlah anggota komite audit (Prawinandi et al.,2012; Gunawan dan Hendrawati, 2016). Penelitian ini berfokus pada pengaruh CG terhadap mandatory disclosure yang terdiri dari variabel jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit.

Dewan komisaris bertugas sebagai pengawas serta mengevaluasi tentang pelaksanaan dan pembuatan kebijakan dewan direksi, dan menyampaikan nasehat pada dewan direksi (Muntoro, 2006). Jumlah dewan komisaris yang banyak, akan meminimalkan tingkat kecurangan dalam pengungkapan. Hasil Penelitian Gunawan dan Hendrawati (2016) dan Nafisah (2011) menyebutkan adanya pengaruh positif jumlah anggota dewan komisaris dengan tingkat kepatuhan


(17)

mandatory disclosure IFRS. Namun penelitian Prawinandi et al. (2012) menyebutkan anggota dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS.

Rapat dewan komisaris menunjukkan bahwa, dalam pengambilan keputusan perusahaan dilakukan secara musyawarah dan bukan secara individual, serta dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan (Rahmawati dan Sutiyok, 2014). Seringnya rapat diadakan, akan mendorong kepatuhan pengungkapan. Penelitian Rahmawati dan Sutiyok (2014) dan Suhardjanto dan Dewi (2011) menyebutkan adanya pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Namun penelitian Utami et al. (2012) menyebutkan rapat anggota dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan mandatory disclosure IFRS.

Komisaris independen merupakan anggota dewan yang tidak memiliki hubungan dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham (mayoritas) serta tidak memiliki hubungan bisnis atau kontrak dengan perusahaan lainnya (FCGI, 2001). Pernelitian Istiqomah dan Pujiati (2015) dan Fauziah (2015) menyebutkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Pernyataan tersebut didukung Prawinandi et al. (2012) yang menyebutkan proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS.


(18)

Komite audit memiliki wewenang dalam mengawasi laporan keuangan, mengawsi audit internal dan sistem pengendalian audit internal (Arifani, 2013). Komite audit bertanggungjawab tentang laporan keuangan yang akan dibuat dan diungkapkan merupakan laporan keuangan yang sebenar-benarnya (FCGI, 2001). Penelitian Gunawan dan Hendrawati (2016) menyebutkan adanya pengaruh jumlah anggota komite audit terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Pitasari dan Septiani (2014) juga menyebutkan jumlah komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Namun Prawinandi et al. (2012) menyebutkan bahwa jumlah komite audit berpengaruh positif trehadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS.

Penelitian tentang tingkat kepatuhan mandatory disclosure khususnya pada sektor perbankan belum banyak dilakukan, dan hasilnya masih belum konsisten sehingga peneliti termotivasi untuk memilih penelitian ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian Istiqomah & Pujiati (2015) yang berjudul “Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure IFRS” pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini memfokuskan pada sektor perbankan. Perbedaan variabel pada penelitian ini yaitu menggunakan jumlah anggota dewan komisaris, persentase kehadiran rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah komite audit sedangkan pada penelitian Istiqomah & Pujiati (2015) yaitu jumlah


(19)

anggota dewan direksi, proporsi komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, likuiditas, laverage, proporsi anggota komite audit independen. Periode penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana penelitian sebelumnya adalah tahun 2010-2013, sedangkan penelitian ini mengambil periode tahun 2014-2015.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini menggunakan mekanisme CG yang meliputi jumlah anggota dewan komisaris, persentase kehadiran rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah komite audit.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI?

2. Apakah terdapat pengaruh persentase kehadiran rapat dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI?

3. Apakah terdapat pengaruh proporsi komisaris independen terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI?


(20)

4. Apakah terdapat pengaruh jumlah anggota komite audit terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI?

D. Tujuan

1. Untuk menguji pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.

2. Untuk menguji pengaruh persentase kehadiran rapat dewan komisaris terhadap terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.

3. Untuk menguji pengaruh proporsi komisaris independen terhadap terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.

4. Untuk menguji pengaruh jumlah anggota komite audit terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan yang terkait dengan pengaruh corporate governance terhadap


(21)

tingkat kepatuhan mandatory disclosure pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.

2. Manfaat Praktis

Bagi akademisi, menjadi referensi bagi penelitian tentang tingkat kepatuhan mandatory disclosure khususnya tentang corporate governance pada perbankan yang terdaftar di BEI.

Bagi industri perbankan dan praktisinya, bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang tingkat kepatuhan mandatory

disclosure, khususnya pengaruh corporate governance dalam

meningkatkan kepatuhan perusahaan perbankan terkait pengungkapan mandatory disclosure.


(22)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Teori Agensi

Teori ini diperkenalkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen sebagai pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Manajemen berwenang untuk memberikan keputusan bagi pemegang saham guna memaksimalkan keuntungan pemegang saham, sehingga manajemen harus mampu untuk memberikan tanggungjawab keputusan yang telah diambil kepada pemegang saham. Namun terkadang pihak pemegang saham memiliki tujuan yang tidak sama dengan manajemen, pemegang saham lebih mengutamakan keuntungan pribadi sedangkan manajemen mengutamakan kesejahteraan pribadi. Manajemen yang lebih mengetahui keadaan perusahaan, lebih memiliki kesempatan melakukan tindak kecurangan dalam pelaporan keuangan (Widjayanti daan Wahidawati, 2015). Perbedaan tersebut dapat menimbulkan asimetri informasi sehingga memungkinkan terjadinya suatu konflik antara pihak manajemen dengan pemegang saham.


(23)

Eisenhardt (1989) menyebutkan bahwa terdapat tiga sifat dasar dari manusia yaitu :

1. Manusia cenderung lebih memilih menghindari suatu resiko (risk averse)

2. Manusia lebih mementingkan diri sendiri (self interest)

3. Manusia cenderung mempunyai daya pikir yang terbatas menyangkut masa depan (bounded rationally)

Contoh perusahaan rationality yang melakukan asimetri informasi adalah ENRON yang merupakan perusahaan Amerika yang bergerak dibidang energi. Enron telah mengumumkan kebangkrutan pada tahun 2012, namun Enron sendiri diketahui melakukan manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan $600 juta padahal perusahaan mengalami kerugian. Dalam hal tersebut, pihak manajemen Enron telah bertindak secara rasional demi kepentingan dirinya sendiri. Selain menimbulkan asimetri informasi, dalam hubungan keagenan juga terdapat pemisahan antara kepemilikan yang telah menjadi milik investor dengan pihak manajemen, akibat dari pemisahan tersebut juga dapat menimbulkan suatu konflik antara pemilik dengan agen sehingga menimbulkan suatu biaya keagenan (Jao dan Pagalung, 2011).

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya keagenan dalam tiga jenis yaitu:

1. Biaya Bonding adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjamin manajemen tidak akan berbuat suatu kecurangan terhadap pemegang saham, apabila


(24)

menajemen melakukan hal tersebut maka pihak manajemen harus memberikan ganti rugi terhadap pemegang saham.

2. Biaya monitoring adalah suatu biaya pengawasan yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manajemen.

3. Biaya Kerugian Residual adalah suatu biaya kerugian akibat dari menurunnya nilai pasar karena adanya perbedaan kepentingan yang mempengaruhi kemakmuran pemegang saham.

Untuk meminimalkan adanya suatu asimetri informasi seperti pada kasus Enron dan biaya keagenan, maka perlu adanya tata kelola perusahaan (Corporate Governance) sebagai suatu pengawasan laporan keuangan. CG memiliki peran yang penting untuk mengungkapkan (disclosure) seluruh informasi keuangan perusahaan secara akurat dan tranparan. Laporan keuangan yang akan disampaikan kepada pemegang saham harus memiliki nilai-nilai sesuai dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

2. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)

Pengungkapan adalah suatu yang tidak bisa dipisahkan dari laporan keuangan, sedangkan pengungkapan secara teknis diartikan sebagai informasi dari suatu bentuk dalam statemen keuangan (Suwardjono, 2005). Terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dan pengungkapan wajib (mandatory disclosure). Pengungkapan wajib yaitu pengungkapan yang harus diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku (Suwardjono, 2005). Apabila suatu perusahaan tidak menginginkan


(25)

pengungkapan secara sukarela, maka perusahaan harus melakukan pengungkapan wajib (Nafisah, 2011).

Pengungkapan wajib memiliki tujuan yaitu sebagai pemenuh atas kebutuhan informasi dalam penggunaan laporan keuangan, serta memastikan kualitas kinerja dalam pengendalian telah sesuai standar akuntansi yang berlaku (Adina dan Ion, 2008). Indonesia sendiri memiliki aturan tentang pengungkapan wajib yang diatur oleh Bapepam-LK yang ada dalam peraturan No.VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan dan tentang pedoman penyajian dan pengungkapan laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik yang ditetepkan oleh Ketua Bapepam-LK No. Kep-554/BL/2010.

3. Corporate Governance

Menurut FCGI (2001), CG yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, pemegang saham, pemerintah, karyawan maupun pemegang kepentingan internal dan ekternal yang memiliki kaitan dengan hak-hak serta kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem pengendali perusahaan. CG juga didefinisikan sebagai suatu sistem yang digunakan khususnya untuk pengendalian internal pada perusahaan, dimana perusahaan tersebut telah menetapkan tujuan dalam pengelolaan resiko untuk pemenuhan tujuan bisnis melalui pengamanan asset dan sebagai peningkatan nilai investasi jangka panjang bagi pemeganga saham (Istiqomah dan Pujiati, 2015).


(26)

Berdasarkan definisi di atas,maka CG merupakan sistem atau struktur yang baik digunakan untuk pengelolaan dan pengendalian perusahaan yang bertujuan sebagai alat yang digunakan untuk meningkatkan nilai pemegang saham dan membantu pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut FCGI (2001), CG mempunyai empat unsur pentingan, empat unsure tersebut yaitu:

a. Transparansi, adalah suatu keterbukaan atas informasi yang harus diungkapkan sejalan dengan pembukuan dan bersifat relevan, adil, tepat waktu serta efisien dan terbuka dalam pengambilan keputusan.

b. Akuntabilitas, adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh anggota dewan direksi demi kepentingan perusahaan yang penilaian bersifat independen dan mempunyai akses yang akurat, relevan dan tepat waktu.

c. Pertanggungjawaban adalah memberikan suatu jaminan atas hak-hak pihak yang berkepentingan untuk memastikan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan, hal ini sangat penting bagi kegiatan operasional perusahaan dalam kaitannya dengan pemenuhan undang-undang yang telah diatur.

d. Keadilan yaitu menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan parapemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

Sesuai dengan empat unsur yang mendasari penerapan CG tersebut, transparansi adalah salah satu prinsip yang penting bagi stakeholder. Sutedi (2012) menjelaskan, terdapat dua unsur CG yaitu unsur internal (berasal dari


(27)

dalam perusahaan) dan unsure eksternal (berasal dari luar perusahaan), unsur internal itu sendiri terdiri dari dewan komisaris, komite audit serta struktur kepemilikan, sedangkan mekanisme eksternal lebih condong kepada pengendalian perusahaan serta system hukum yang berlaku.Indonesia sendirimenganut two tiers system (sistem dua tingkat), maksudnya perusahaan memiliki dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Inti dari CG di Indonesia adalah para dewan komisaris (FCGI, 2001).

4. Mekanisme Corporate Governance a. Jumlah Anggota Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah inti dari CG Indonesia karena mempunyai tugas utama sebagai pengawas dan pemberi evaluasi atas kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan oleh dewan direksi serta memberi nasehat kepada dewan direksi (Muntoro, 2005). Dewan komisaris diberikan wewenang atas pengawasan kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan (Nasution dan Setiawan, 2007). Menurut FCGI (2001), ada dua sistem yang memiliki kaitan dengan struktur dewan dalam perusahaan yaitu one tiers system (sistem satu tingkat) dan two tiers system (system dua tingkat). One tiers system yaitu perusahaan memiliki satu dewan direksi yang merupakan gabungan dari manajer dan direktur independen, sedangkan two tiers system (sistem dua tingkat) yaitu perusahaan memiliki dua badan yang terpisah, yaitu dewan komisaris dan dewan direksi. Sesuai Undang-undang


(28)

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa jumlah minimal anggota dewan komisaris adalah satu orang.

Dewan Komisaris dengan jumlah yang banyak akan lebih efektif dibandingkan dengan jumlah dewan komisaris yang lebih sedikit. Hal ini menyebabkan aktivitas dalam pengendalian serta pengawasan terhadap manajemen semakin baik (Dalton et al., 1999). Jumlah dewan komisaris yang banyak juga mencegah adanya suatu kecurangan (Rahmawati dan Sutiyok, 2014). Dewan komisaris tidak diperbolehkan terlibat langsung dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh ikut berperan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (FCGI, 2001).

b.Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisaris

Rapat dewan komisaris menunjukkan bahwa, dalam pengambilan keputusan perusahaan dilakukan secara musyawarah dan bukan secara individual, serta dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan (Rahmawati dan Sutiyok, 2014). Pedoman Umum CG yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) mengungkapkan bahwa tugas dari dewan komisaris adalah bertanggungjawab dalam pengawasan secara kolektif dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta melakukan pengawasan kepada perusahaan tentang pelaksanaan CG. Namun, dewan komisaris tidak diijinkan berperan dalam pengambilan keputusan operasional. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik


(29)

Negara Nomor: Per01/MBU/2011 menyebutkan bahwa, rapat dewan komisaris harus diadakan secara berkala, minimal sekali dalam setiap bulan, dan dalam rapat tersebut dewan komisaris dapat mengundang direksi

c. Proporsi Komisaris Independen

Independensi profesional merupakan bentuk sikap mental yang tidak mudah untuk dikendalikan karena memiliki hubungan dengan integritas seseorang. Integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan keadaan yang hanya bersifat semu (in appearance) (FCGI, 2006). Komisaris independen adalah anggota dewan yang tidak memiliki hubungan dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham (mayoritas) serta tidak memiliki hubungan bisnis atau kontrak dengan perusahaan lainnya (FCGI, 2001).

Berdasarkan atas pedoman dari Good Corporate Governance Indonesia (2006), komisaris independen harus mampu memberikan suatu jaminan supaya dalam proses mekanisme pengawasan dapat berjalan secara efektif tanpa melanggar undang-undang yang berlaku. Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas. Minimal jumlah komisaris independen


(30)

dalam peraturan tersebut yaitu 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris (FCGI,2001).

d. Jumlah Anggota Komite Audit

Menurut Arifani (2013), Komite audit memiliki tugas yaitu bertanggungjawab dalam mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit internal maupun system pengendalian audit internal tersebut. Komite audit juga membantu dan memberikan pendapat kepada dewan komisaris bahwa laporan keuangan sudah disajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi berlaku umum (Istiqomah dan Pujiati, 2015). Komite audit bertugas secara terpisah dengan dewan komisaris dalam kaitannya dengan pemenuhan tanggung jawab dalam memberikan pengawasan secara keseluruhan. Disini, komite audit berwenang dalam pelaksanaan dan pengesahan penyelidikan yang berkaitan dengan masalah-masalah mengenai pertanggungjawaban (FCGI, 2001).

Menurut FCGI 2001, terdapat 3 pertanggungjawaban komite audit pada laporan keuangan yaitu :

1. Memberikan kepastian laporan keuangn yang dibuat manajemen telah menggambarkan kondisi keuangan.

2. Memberikan kepastian laporan keuangan yang dibuat manajemen telah menggambarkan hasil usahanya.

3. Memberikan kepastian laporan keuangan yang dibuat manajemen telah menggambarkan rencana dan komitmen jangka panjang.


(31)

Sesuai dengan peraturan Bapepam-LK Nomor: KEP-643/BL/2012, anggota komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota yang berasal dari komisaris independen dan pihak dari luar emiten atau perusahaan publik. Komite audit diketuai oleh komisaris independen pihak perusahaan, sedangkan anggota lain merupakan pihak dari luar yang wajib memahami laporan keuangan dan memiliki kemampuan di bidang akuntansi atau keuangan.

B. Pengembangan hipotesis dan Penelitian Terdahulu

1. Jumlah Anggota Dewan Komisaris dan Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure

Dewan komisaris adalah sebagai pengawas dan memberikan nilai atas pelaksanaan kebijakan perusahaan serta mengungkapkan pendapatnya kepada dewan direksi dalam pengambilan keputusan. Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa jumlah minimal anggota dewan komisaris adalah 1 orang. Apabila suatu perusahaan memiliki dewan komisaris yang sedikit maka proses pengawasan cenderung tidak maksimal. Pengawasan yang tidak maksimal berakibat pada rendahnya tingkat pengungkapan wajib. Anggota dewan komisaris dengan jumlah yang banyak dapat mengurangi tingkat kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen serta pengawasan kepada pihak manajemen semakin tinggi sehingga berdampak pada tingkat pengungkapan perusahaan.


(32)

Dugaan tersebut sesuai penelitian Nafisah (2011) yang meneliti dengan jumlah sampel 65 BUMN yang terdaftar di BEI tahun 2005 sampai 2009. Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Anggota dewan komisaris memiliki peran sebagai pengawas dalam kebijakan perusahaaan, apabila jumlah anggota dewan komisaris semakin besar maka pengungkapan informasi perusahaan semakin akurat dan lengkap dan tingkat kecurangan akan menurun. Penelitian tersebut juga didukung penelitian Supriyono et al. (2014) dan Rahmawati dan Sutiyok (2014) yang menunjukkan terdapat pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris akan memudahkan dalam pengawasan dan mengendalikan kegiatan manajemen dan monitoring kinerja. Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka peneliti menurunkan hipotesis berupa:

H1: Jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

2. Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisarisdan Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per 01/MBU/2011 menyebutkan dewan komisaris memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan


(33)

pada umumnya, serta memberikan nasihat kepada direksi. Kinerja dewan komisaris dapat dicerminkan melalui rapat yang akan diadakan secara berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam setiap bulan, dan dalam rapat tersebut dewan komisaris dapat mengundang direksi.

Dalam teori agensi, manajemen adalah pihak yang berwenang untuk memberikan keputusan bagi pemegang saham guna memaksimalkan keuntungan pemegang saham, sehingga manajemen harus mampu untuk memberikan tanggungjawab keputusan yang telah diambil kepada pemegang saham. Namun terkadang pemegang saham dan manajemen memiliki tujuan yang berbeda. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya asimetri informasi. Untuk menghindari adanya asimetri informasi dewan komisaris harus melakukan rapat, seringnya rapat diadakan dapat mengurangi asimetri informasi sehingga dewan komisaris dapat meningkatkan pengawasan agar manajemen mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkan pemegang saham.

Penelitian Rahmawati dan Sutiyok (2014) menyebutkan terdapat pengaruh rapat dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Investor harus diberikan suatu keyakinan bahwa perusahaan tidak akan melakukan suatu kecurangan yaitu seperti penyalahgunaan dana investasi, untuk itu agar investor merasa yakin, rapat dewan komisaris harus rutin untuk dilakukan agar pihak manajemen dapat terpantau dengan maksimal. Semakin seringnya rapat diadakan, dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja manajemen


(34)

terkait kebijakan perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Suhardjanto dan Dewi (2011) yang menunjukkan bahwa, pertemuan yang sering diadakan oleh dewan komisaris akan meningkatkan kepatuhan pengungkapan.Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka peneliti menurunkan hipotesis berupa:

H2: Persentase kehadiran rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

3. Proporsi Komisaris Independen dan Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure

Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per01/MBU/2011 menyebutkan dalam komposisi dewan komisaris, minimal 20% merupakan anggota dewan komisaris independen yang telah ditetapkan dalam keputusan pengangkatannya. Komisaris independen merupakan pihak yang berasal dari luar perusahaan (Suhardjanto dan Afni, 2009 dalam Prawinandi et al., 2012). Dalam FCGI (2011), Komisaris independen dalam suatu perusahaan minimal yaitu 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

Semakin besarnya proporsi dewan komisaris independen dalam perusahaan, menjadikan pelaksanaan monitoring oleh dewan akan semakin berkualitas, dan apabila semakin banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang memberikan pendapatnya, penyajian pelaporan keuangan akan semakin transparan. Transparansi sangat diperlukan untuk laporan keuangan karena menghindari adanya ketidakseimbangan


(35)

informasi (asimeri informasi) yang diperoleh pemegang saham. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prawinandi et al. (2012) yang menunjukkan bahwa, proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS.

Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil dari Istiqomah & Pujiati (2015) dan Fauziah (2015) pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEI bahwa proporsi komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS. Semakin besar proporsi komisaris independen diharapkan pengungkapan wajib semakin tinggi. Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka peneliti menurunkan hipotesis berupa:

H3: Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

4. Jumlah Anggota Komite Audit dan Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure

Suatu perusahaan agar mampu untuk menjalankan fungsi di tengah lingkup bisnis secara keseluruhan, perlu adanya suatu pembentukan komite-komite yang dibentuk oleh dewan komisaris, sehingga diharapkan mampu untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya, diantaranya yaitu komite audit (FCGI, 2001). Komite audit bertugas membantu dan memberikan pendapat kepada dewan komisaris bahwa laporan keuangan sudah disajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi berlaku umum (Istiqomah dan Pujiati, 2015).


(36)

Jumlah anggota komite audit memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi laporan keuangan perusahaan yang merupakan informasi penting yang tersedia di publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar tidak bisa mengamati kualitas informasi perusahaan secara langsung, oleh sebab itu persepsi kinerja audit akan mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan. Dalam pelaksanaan tugasnya komite audit menyediakan komunikasi formal antara manajemen, dewan, auditor eksternal dan internal.

Adanya komunikasi tersebut akan menjamin proses audit berjalan dengan baik sehingga investor percaya terhadap laporan keuangan yang diungkapkan dan hasil dari laporan keuangan perusahaan semakin transparan, oleh sebab itu semakin besarnya jumlah komite audit maka semakin mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Pitasari dan Septiani (2014) yang menunjukkan bahwa jumlah komite audit memiliki pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Penelitian tersebut juga didukung oleh Gunawan dan Hendrawati (2016) bahwa jumlah komite audit berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS. Semakin besar jumlah anggota komite audit, tingkat kecurangan akan semakin kecil dan pengawasan akan semakin lebih meningkat sehingga laporan keuangan menjadi berkualitas. Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka peneliti menurunkan hipotesis berupa:


(37)

H4: Jumlah komite audit berpengaruh positifterhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

5. Model Penelitian

+

Jumlah Anggota Dewan Komisaris

Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisaris

Proporsi Komisaris Independen

Jumlah Anggota Komite Audit

Tingkat Kepatuhan Mandatory


(38)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014 dan 2015. Periode 2014 dan 2015 dipilih karena merupakan data terbaru.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang dipilih tidak secara acak tetapi menggunakan berbagai kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria dalam pengambilan sampel penelitian ini sebagai berikut:

1. Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara berturut-turut, supaya diketahui tingkat konsistensi perusahaan dalam melakukan pengungkapan untuk tahun 2014-2015.

2. Perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangannya secara lengkap.

3. Perusahaan yang tutup buku pada tanggal 31 Desember C. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi data akun akun dalam laporan keuangan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil dalam annual report perusahaan


(39)

perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2014-2015. Data sekunder yang diperoleh dari situs www.idx.co.id dan pojok BEI UMY.

D. Definisi dan Pengukuran Variabel

1. Variabel Dependen (Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure)

Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu tingkat kepatuhan mandatory disclosuredengan item pengungkapan menggunakan

checklist yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK No. VIII.G.7 tahun 2012

tentang pedoman penyajian laporan keuangan yang diterapkan dalam tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Pengukuran dengan teknik scoring seperti yang dilakukan oleh Sutiyok dan Rahmawati (2016) yaitu apabila perusahaan mengungkapkan item diberi skor 1, jika perusahaan tidak mengungkapkan item diberi skor 0. Rumus untuk menghitung tingkat kepatuhan mandatory disclosure ini adalah :

MANDSCORE : =

2. Variabel Independen

a. Jumlah Anggota Dewan Komisaris

Jumlah komisaris dalam perusahaan memiliki peranan yang sangat penting terutama digunakan untuk monitoring perusahaan dalam pengambilan keputusan strategis. Dewan komisaris mempunyai pengaruh yang luas terhadap luas pengungkapan GCG karena dewan komisaris merupakan pelaksana tertinggi pada perusahaan (Rahmawati dan Sutiyok,


(40)

2014). Jumlah anggota dewan komisaris diukur menggunakan jumlah komisaris dari pihak yang terafiliasi (memiliki hubungan, salah satunya pihak internal perusahaan) dan tidak terafiliasi (tidak memiliki hubungan) dengan perusahaan (KNKG, 2006 dalam Prawinandi et al., 2012).

b. Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisaris

Rapat dewan komisaris memilliki fungsi yaitu sebagai media komunikasi formal anggota dewan komisaris dalam proses monitoring

corporate governance (Widjayanti dan Wahidawati, 2015). Apabila

jumlah rapat dewan komisaris dalam setiap periodenya sedikit akan memiliki dampak pada kurangnya pengawasan dan pelaporan atas pengungkapan mandatory disclosure. Selain itu, adanya pertemuan yang sering dapat meningkatkan kepatuhan pengungkapan. Jumlah rapat dewan komisaris dalam penelitian ini di ukur dengan rata-rata presentase kehadiran rapat dewan komisaris yang diselenggarakan selama satu periode (Rahmawati dan Sutiyok, 2014).

c. Proporsi Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pemegang saham mayoritas dan tidak memiliki hubungan langsung dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali. Proporsi komisaris independen dapat diukur dengan membagi jumlah anggota komisaris independen perusahaan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris. (Widjayanti dan Wahidawati, 2015).


(41)

PRKI :

d.Jumlah Anggota Komite Audit

Komite audit merupakan komite yang memiliki tugas yaitu membantu dewan komisaris menentukan bahwa laporan keuangan telah tersedia secara wajar sesuai prinsip akuntansi berlaku umum, audit internal dan eksternal telah terlaksana sesuai standar audit, dan untuk hasil temuan audit selanjutnya akan ditangani oleh manajemen (BAPEPAM-LK, 2010). Pengukuran penelitian menggunakan jumlah anggota komite audit dalam perusahaan (Prawinandi et al., 2012).

e. Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat kepatuhan

mandatory disclosure dan mekanisme corporate governance pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian yaitu mean, nilai minimum, nilai maksimum, range, variance dan standar deviasi.

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dalam penelitian ini meliputiuji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji multikolonieritas, dan uji normalitas, sesuai penjelasan berikut:

a. Uji normalitas

Uji Normalitas menguji tentang distribusi normal yang terdapat pada model regresi dan variabel residual (Ghozali, 2011).


(42)

Hasil pengujian data dilakukan dengan menguji Kolmogorov-Smirnov yang memiliki kriteria menurut Nazaruddin dan Basuki (2016) :

1. Jika nilai Asymp.sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual data terdistribusi normal.

2. Jika nilai Asymp.sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terditribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas dalam regresi. Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Uji Multikolinieritas dilakukan dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Apabila nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 dan VIF tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali,2011).

c. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance-variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain itu tetap pada model regresi. Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji glejser. Kriteria pada pengujian ini apabila nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang memenuhi persyaratan yaitu mempunyai kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau


(43)

homokedastisitas. Uji glejser dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujaranti, 2003 dala Ghozali, 2016) d. Uji autokorelasi

Uji Autokorelasi memiliki tujuan yaitu untuk menguji apakah terdapat korelasi antara linier pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) dalam model regresi linier (Ghozali, 2011). Penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson pada model analisis regresi yang menguji ada dan tidaknya autokorelasi. Kriteria dari uji autokorelasi yaitu :

1. Jika d < dL atau > (4-dL), maka hipotesis 0 ditolak, artinya terdapat autokorelasi.

2. Jika d terletak antara dU dan (4-du), maka hipotesis 0 diterima, artinya tidak ada autokorelasi.

3. Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara dU) dan (4-dL), maka tidak ada kesimpulan pasti.

e. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda yang menggunakan alat bantu Statistical Package For Social Science (SPSS). Adapun Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis adalah:

MANDSCR = α + β1JADK + β2JRDK + β3PRKI + β4JAKA + e


(44)

MANDSCR = Mandatory Disclosure

JADK = Jumlah Anggota Dewan Komisaris JRDK = Jumlah Rapat Dewan Komisaris PRKI = Proporsi Komisaris Independen JAKA = Jumlah Anggota Komite Audit

e = Eror

1. Uji Nilai t

Uji nilai t (uji individual) digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis didukung apabila nilai koefisien regresi (+) dan signifikansi < 0,05. 2. Uji Nilai F

Uji Nilai F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen (jumlah anggota dewan komisaris, jumlah Rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah anggota komite audit) secara simultan dapat mempengaruhi variabel dependen (tingkat kepatuhanmandatory disclosure). Kriteria untuk menerima atau menolak hipotesis adalah sebagai berikut :

1) Jika nilai sig < α (0,05) artinya bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variable dependen.


(45)

Uji koefisien determin bertujuan untuk mengetahui kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai Adjusted R Square. Nilai koefisen determinasi antara 0 – 1. Semakin mendekati angka 1, maka semakin tinggi kemampuan variabel independen menjelaskan variasi variabel dependen (Ghazali, 2011).


(46)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Perusahaan yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014 sampai 2015. Berdasarkan metode purposive sampling diperoleh 54 perusahaan perbankan yang memenuhi kriteria. Berikut perincian proses pengambilan sampel dapat dilihat pada table 4.1 :

TABEL 4.1

Proses Pengambilan Sampel

Keterangan 2014 2015 Jumlah

Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI 40 45 85

Perusahaan perbankan yang tidak melaporkan keuangan secara berturut-turut

(7) (6) (13)

Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap

(0) (0) (0)

Perusahaan yang tutup buku tidak pada tanggal 31 Desember

(0) (0) (0)

Data outlier (6) (12) (18)


(47)

B. Kualitas Instrumen Data 1. Uji Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif pada penelitian ini menyajikan jumlah data, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviation, Adapun dekriptif disajikan dalam tabel berikut :

TABEL 4.2 Uji Statistik Deskriptif

Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Berdasarkan pengujian statistik pada tabel 4.2 akan dijelaskansebagaiberikut:

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 54. Variabel di atas menunjukkan jumlah anggota dewan komisaris memiliki jumlah rata-rata sebesar 5 orang dengan jumlah nilai minimum 3 orang yaitu pada perusahaan PT Bank MNC International Tbk, Bank Capital Indonesia Tbk, Bank Sinarmas Tbk, PT Bank Dinar International Tbk, PT Bank Nationalnobu Tbk, PT Bank Panin Syariah Tbk, Bank Mega Tbk, dan

Model N Minimum Maksimum Mean Std.

Deviation Dewan_Komisaris 54 3,00000 9,00000 5,0925926 1,83538098 Persentase_Rapat 54 0,46400 1,00000 0,8613093 0,15749147 Proporsi_Independen 54 0,40000 0,75000 0,5832830 0,09258589 Komite_Audit 54 3,00000 6,00000 3,8703704 0,99140260 Mandatory_Disclosure 54 0,7725 0,98431 0,9070428 0,05583293 Valid N

(listwise)


(48)

jumlah nilai maksimum 9 orang yaitu pada perusahaan Bank Negara Indonesia Tbk.

Variabel persentase rapat dewan komisaris memiliki jumlah rata-rata sebesar 86 % dan standar devisi sebesar 0,15749147, dengan jumlah nilai minimum 46% yaitu pada perusahaan Bank Mandiri (Persero) Tbk, jumlah nilai maksimum 100% yaitu pada perusahaan PT Bank MNC International Tbk,Bank Pundi Indonesia Tbk, Bank Permata Tbk, Bank Sinarmas Tbk, PT Bank Dinar International Tbk, Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk, dan Bank Danamon Indonesia.

Variabel Proporsi komisaris independen memiliki jumlah rata-rata sebesar 58% dan standar deviasi sebesar 0,09258589, dengan jumlah nilai minimum 40% yaitu pada perusahaan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk, dan jumlah nilai maksimum 75% yaitu pada perusahaan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk, Bank Victoria International Tbk.

Variabel jumlah anggota komite audit memiliki jumlah rata-rata sebesar 3 orang standar devisi sebesar 0,99140260, dengan jumlah nilai minimum 3 orang yaitu pada perusahaan Bank Rakyat IIndonesia Agroniaga Tbk, Bank Capita Bank Nusantara Parahyangan Tbk, Bank Pundi Indonesia Tbk, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan jumlah nilai maksimum 6 orang yaitu pada perusahaan Bank Artha Graha International Tbk, Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Bank JTrust Indonesia Tbk.


(49)

Variabel tingkat kepatuhan mandatory disclosure memiliki jumlah rata-rata sebesar 90% dan standar devisi sebesar 0,05583293, dengan jumlah nilai minimum 77% yaitu pada perusahaan PT Bank Dinar International Tbk, jumlah nilai maksimum 98% yaitu pada perusahaan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

2. Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan model penelitian regresi linear berganda. Model penelitian regresi linear berganda mempunyai syarat-syarat bahwa tidak terdapat autokorelas, multikolinearitas dan homoskedastisitas serta data yang digunakan terdistribusi secara normal. Berikut ini hasil uji masing-masing asumsi klasik :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui bahwa data yang telah dikumpulkan terdistribusi secara normal atau diambil dari populasi normal (Nazaruddin dan Tri Basuki, 2016). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Tabel 4.3 menunjukkan ringkasan dari hasil uji normalitas. Hasil pengujian normalitas disajikan pada table 4.3


(50)

TABEL 4.3 Hasil Uji Normalitas

Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Berdasarkan hasil dari uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S), memperlihatkan hasil signifikansi yang berada diatas 5% atau 0,05. Nilai Asymp. Sig (2-tailed) yang diperoleh melalui uji one-sample kolmogorov-smirnov (KS) sebesar 0,780 menunjukkan lebih besar dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi digunakan untuk menguji suatu model apakah antara variabel pengganggu masing-masing variabel saling mempengaruhi. Untuk mengetahui apakah pada model regresi mengandung autokorelasi dapat digunakan pendekatan D-W (Durbin Watson) dengan kriteria D-U < D-W < 4-D-U.

TABEL 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

S

umber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Unstandardized Residual

N 54

Kolmogorov-Smirnov Z 0,658

Asym. Sig. (2-tailed) 0,780

Model Nilai Dubin-Watson Kesimpulan

1 2,003 Tidak Terjadi


(51)

Berdasarkan tabel 4.4, hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 2,003. Nilai tersebut berada pada daerah du < dw < 4-du yaitu 1,3669<2,003 < 2,2316, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terbebas dari autokorelasi.

c. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas dalam regresi. Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Uji Multikolinieritas dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor) dengan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 dan VIF tidak lebih dari 10 (Ghozali, 2011).

TABEL 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Tabel 4.5 menunjukkan nilai tolerance menunjukkan semua variabel independen dalam penelitian ini memiliki toleransi lebih besar dari 0,10 dan

Variabel Tolerance VIF Kesimpulan

Dewan_Komisaris 0,598 1,674 Tidak terjadi Multikolinearitas Persentase_Rapat 0,906 1,104 Tidak terjadi

Multikolinearitas Proporsi_Independen 0,728 1,374 Tidak terjadi

Multikolinearitas Komite_Audit 0,740 1,351 Tidak tterjadi


(52)

nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk semua variabel kurang dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas dalam penelitian.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance-variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain itu tetap pada model regresi. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Dengan menggunakan uji glejser, uji heteroskedastisitas dilihat dari nilai signifikan > 0,05 , maka disimpulkan data tidak terjadi heteroskedastisitas.

TABEL 4.6

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Sig Kesimpulan

Dewan_Komisaris 0,101 Tidak ada Heteroskedastisitas Persentase_Rapat 0,784 Tidak ada Heteroskedastisitas Proporsi_Independen 0,772 Tidak ada Heteroskedastisitas Komite_Audit 0,315 Tidak ada Heteroskedastisitas Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Hasil penelitian menunjukkan tidak satupun variabel bebas yang signifikan secara statistic mempengaruhi variabel terikat. Hal ini terlihat dari


(53)

tingkat probabilitas signifikan di atas 0,05. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. Uji Hipotesis a. Uji Nilai F

Uji F digunakan dalam analisis regresi linear berganda untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen secara simultan atau apakah model ini ini layak atau tidak, yang terdapat dalam tabel annova (Nazaruddin dan Tri basuki, 2016).

TABEL 4.7 Hasil Uji Nilai F

Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Berdasarkan hasil analisis di atas terlihat nilai F hitung pada model tersebut sebesar 9,581 dengan signifikansi sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua variabel independen (jumlah anggota dewan komisaris, persentase Rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit) secara simultan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya mandatory disclosure pada sektor perbankan di Indonesia.

Model F hitung Sig.


(54)

b. Adjusted R2

R square (R2) adalah sebesarapa besar kecocokan variabel atau

seberapa besar variabel independen menerangkan variabel dependen (Nazaruddin dan Tri Basuki, 2016). Nilai dari R square ditentukan dengan nilai Adjusted R Square.

TABEL 4.8 Adjusted R Square

Model Adjusted R Square

1 0,393

Sumber: Hasil Olah Data Statistika, 2016

Pada tabel 4.8 bahwa nilai Adjusted R2 adalah 0,393, hal tersebut

berarti bahwa 39,3% variabel corporate governance maka dapat dijelaskanoleh jumlah anggota dewan komisaris, proporsi komisaris independen, persentase rapat dewan komisaris, jumlah anggota komite audit dan sisanya 60,7% dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain diluar persamaan.

c. Uji Nilai t

Uji sig digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara individual (parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian parameter individual masing-masing variabel yaitu jumlah anggota dewan komisaris, persentase rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah anggota komite audit seberapa jauh dapat menerangkan variabel tingkat kepatuhan


(55)

mandatory disclosure. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan nilai signifikan 0,05. Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan nilai sig. dan nilai koefisien beta. Jika nilai signifikan > 0,05 maka variabel independen tidak berpengaruh sifnifikan terhadap variabel dependen sehingga hipotesis ditolak. Jika nilai signifikan < 0,05 maka variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, dan nilai koefisien beta harus searah dengan hipotesis yang diajukan maka hipotesis diterima. Hasil uji t adalah sebagai berikut:

TABEL 4.9. Hasil Uji Nilai t

Sumber: Hasil Olah Data Statistik, 2016

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dihasilkan uji nilai t sebagai berikut:

Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa jumlah anggota dewan komisarisberpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama yang terdapat dalam tabel 4.9, diperoleh bahwa koefisien regresi untuk variabel Variabel Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Kesimpulan

B Std.

Error

Beta

(Contant) 0,850 0,070 12,064 0,000

Dewan_Komisaris 0,018 0,004 0,590 4,262 0,000 Diterima Persentase_Rapat -0,087 0,040 -0,244 -2,171 0,035 Ditolak Proporsi_Independen 0,056 0,076 0,092 0,737 0,465 Ditolak Komite_Audit 0,002 0,007 0,037 0,301 0,765 Ditolak


(56)

jumlah anggota dewan komisaris sebesar 0,018 dan nilai t hitung sebesar 4,262 dengan signifikansi sebesar 0,000 yang nilai signifikansinya lebih

kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (α=5%) atau p-value 0,000 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisarisberpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Dengan demikian, H1 diterima.

Hipotesis dua dalam penelitian ini menyatakan bahwa persentase rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berdasarkan hasil uji hipotesis dua yang terdapat dalam tabel 4.9, diperoleh bahwa koefisien regresi untuk variabel persentase rapat dewan komisaris sebesar -0,087 dan nilai t hitung sebesar -2,171 dengan signifikansi sebesar 0,035 yang berarti nilai signifikansinya

lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (α=5%) atau p-value 0,035< 0,05. Walaupun hasil signifikansi lebih kecil, namun koefisien regresi memiliki arah negatif, sehingga hasil ini menunjukkan bahwa persentase rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Dengan demikian, H2 tidak berhasil didukung.

Hipotesis tiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berdasarkan hasil uji hipotesis tiga yang terdapat dalam tabel 4.9, diperoleh bahwa koefisien regresi untuk variabel proporsi komisaris independen sebesar 0,056 dan nilai t hitung sebesar 0,737 dengan signifikansi sebesar 0,465 yang berarti nilai signifikansinya lebih


(57)

besar dari tingkat signifikansi 0,05 (α=5%) atau p-value 0,0465 >0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Dengan demikian, H3 ditolak.

Hipotesis empat dalam penelitian ini menyatakan bahwa jumlah anggota komite audit berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berdasarkan hasil uji hipotesis empat yang terdapat dalam tabel 4.9, diperoleh bahwa koefisien regresi untuk variabel persentase jumlah anggota komite audit sebesar 0,002 dan nilai t hitung sebesar 0,301 dengan signifikansi sebesar 0,765 yang berarti nilai signifikansinya lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (α=5%) atau p-value 0,0465 > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anggota komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Dengan demikian, H4ditolak.

4. Pembahasan (Interpretasi)

a. Pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

Hasil pengujian hipotesis pertama membuktikan bahwa jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Penerimaan hipotesis pertama ini mengindikasikan

bahwa jumlah dewan komisaris yang besar disuatu perusahaan akan

mendorong manajemen untuk mematuhi peraturan sehingga pihak manajemen tidak akan memiliki peluang dalam mencari keuntungan


(58)

untuk dirinya sendiri. Dengan adanya dewan komisaris menjadikan

pengawasan atas kinerja manajemen semakin ketat sehingga akan

mencegah pihak manajemen melakukan kecurangan terhadap

pengungkapan laporan keuangan dan pengungkapan laporan keuangan

akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supriyono et al.

(2014) dan Nafisah (2011) menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan

komisaris bepengaruh terhadap tingkat pengungkapan mandatory

disclosure. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Prawinandi et al. (2012) yang juga tidak menemukan pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan.

b. Pengaruh persentase kehadiran rapat dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa persentase rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Alasan mendasar dari hasil penelitian ini dapat disebabkan karena semakin sering rapat diadakan secara penuh (100%) proses pengungkapan laporan keuangan cenderung kurang berjalan dengan maksimal karena dewan komisaris dalam rapat lebih membahas hasil, pengembangan dan strategik perusahaan saja, tidak membahas proses pengungkapan. Dalam berjalannya rapat juga terkadang terdapat seorang atau lebih komisaris yang mendominasi jalannya rapat dan hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya sehingga


(59)

mengesampingkan kepentingan perusahaan, padahal proses rapat sangat penting dalam menentukan efektivitas dewan komisaris (Muntoro, 2006).

Hal ini didukung oleh penelitian Hafiz et al. (2015) yang menyatakan bahwa rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclsosure. Berbeda dengan penelitian Rahmawati dan Sutiyok (2014), Soehardjanto dan Dewi (2011) yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif rapat dewan komisaris terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

c. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Ketentuan minimum dewan komisaris independen sebesar 30% belum cukup tinggi untuk membuat komisaris independen tersebut mendominasi kebijakan yang diambil oleh dewan komisaris (Sutedi, 2011). Menurut Utami et al. (2012) jika komisaris independen merupakan pihak mayoritas (>50%) mungkin dapat lebih efektif dalam memonitoring perusahaan. Namun dalam penelitian ini rata-rata komisaris independen sebesar 58% belum mampu membuktikan bahwa komisaris independen mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory disclosure karena kekuatan komisaris independen pada perusahaan tidak cukup kuat dan tidak memiliki kuasa penuh , serta komisaris independen juga lebih membahas keputusan strategik perusahaan.


(60)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Hendrawati (2016) dan Utami et al. (2012) yang menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kepatuhan mandatory disclosure.Akan tetapi tidak mendukung penelitian Prawinandi et al. (2012) yang menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

d. Pengaruh jumlah komite audit terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

Hasil pengujian hipotesis ke empat menunjukkan bahwa jumlah anggota komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Penolakan penelitian mengindikasikan bahwa jumlah komite audit yang terlalu besar (>3 orang) maka koordinasi serta komunikasi dalam komite audit menjadi sulit dilakukan sehingga tugas pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan komite audit untuk membantu dewan komisaris menjadi kurang efektif sehingga tidak dapat mendorong manajemen untuk melakukan mandatory disclosure yang lebih tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto et al. (2010) bahwa jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh pitasari dan Septiani (2014), Gunawan dan


(61)

Hendrawati (2016) bahwa jumlah komite audit memiliki pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.


(62)

A. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah anggota dewan komisaris, persentase rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah anggota komite audit terhadaptingkat kepatuhan mandatory disclosure. Berdasarkan analisis dan pengujian dari data dalam pengujian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

2. Pengaruh persentase kehadiran rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

3. Pengaruh proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

4. Pengaruh jumlah anggota komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti untuk penelitian-penelitian serupa dimasa yang akan dating adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penelitian secara berlanjutan agar bisa diketahui tingkat kepatuhan mandatory disclosure dari tahun ke tahun.


(63)

governance seperti jumlah rapat anggota komite audit. C. Keterbatasan

Beberapa keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini yaitu : 1. Jangka waktu periode pengamatan hanya dua tahun yaitu 2014-2015

sehingga sampel yang digunakan sangat terbatas.

2. Penelitian ini hanya menggunakan objek penelitian dari perusahaan perbankan saja.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Adina, P., P. Ion. 2008. Aspect Regarding Corporate Mandatory and Voluntary Disclosure. Annals Faculty of Economics Journal 3 (1): 1407-1411.

Arifani, Rizky. 2013. Pengaruh Good Corporate Goverrnance terhadap Kinerja Keuangan Universitas Brawijaya. Malang.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 1 (2): 1-15.

Dalton D., Daily C., Johnson J., dan Ellstrad., A. 1999. Number Of Director And Financial Performance: Meta Analisys. Academy of Management Journal, 42 (6): 674-686.

Eisenhardt, Kathleem. M. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of Management Review 14: 57-74.

Fauziah, Isna. 2015. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Pasca Konvergensi IFRS. Jurnal Bisnis dan Manajemen 5 (2): 279-304.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance. Gamayuni, R. Rindu. 2009. Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan

Indonesia Menuju International Financial Reporting Standards. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 14 (2): 154-166.

Gunawan, B. dan Hendrawati, E.R. 2016. Pengaruh Struktur Corporate

Governance dalam Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Periode

Setelah Konvergensi IFRS. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 1 (7): 71-83. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Istiqomah, S.R.N. dan Pujiati, D. 2015. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Kepatuhan Pengungkapan Wajib IFRS pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 32 (2): 1-18.

Jensen, M.C. and Meckling, W.H. 1976. The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3: 305-360.

Jao, Robert dan Pagalung, G. 2011. Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing 8 (1): 1-94.


(65)

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance. Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Governance.

Muntoro, R.K. 2006. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif. Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia 36 (11): 9-14.

Hafiz.R.M et al. 2015. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Konvergensi IFRS pada Laporan Laba Rugi Komprehensif. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 29 (2): 1-25.

Nafisah, U. 2011. Peran Corporate Governance Dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Nasution, M. dan D. Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance TerhadapManajemenLaba di Industri Perbankan Indonesia. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi X, (hal. 1-26). Makassar.

Nazaruddin, I. dan Basuki T.A. 2016. Analisis Statistik dengan SPSS. Sleman: Danisa Media.

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per01/MBU/2011. Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.

Pitasari, A. dan Septiani, A. 2014. Analisis Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Konvergensi IFRS pada Laporan Laba Rugi Komprehensif. Diponegoro Journal of Accounting 3 (2): 1-9.

Prawinandi, W., Suhardjanto, D., dan H. Triatmoko. 2012. Peran Struktur Corporate Governance dalam Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin :Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Rahmawati, E. dan Sutiyok. 2014. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi Ifrs di Perbankan. Jurnal Akuntansi dan Investasi 15 (2): 152-162.

Suhardjanto, D. dan A. Dewi. 2011. Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: StudiEmpiris Perbankan Indonesia. Jurnal Keuangandan Perbankan 15 (1): 105-118.

Suhardjanto, D., Rusman, Mandasari, P., dan Brown, A. 2010. Mandatory Disclosure Compliance and Local Government Characteristics: Evidence from Indonesia Municipalities. Penelitian Hibah Publikasi International, LP2M UNS.


(66)

Supriyono, E. dan Suhardjanto, D., danAkhmad Abdul Mustaqim. 2014. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS di Indonesia. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi XVII. Lombok: 1-26.

Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Lampiran Nomor KEP-554/BL/2010 Tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.

Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Lampiran Nomor KEP-643/BL/2012 Tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.

Sutedi, Adrian. 2011. Good Corporate Governance. Jakarta: SinarGrafika

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Utami, W. D., Suhardjanto, D., dan S. Hartoko. 2012. Investigasi dalam Konvergensi IFRS Di Indonesia: Tingkat kepatuhan pengungkapan dan Kaitannya dengan Mekanisme Corporate Governance. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Widjayanti, S.A. dan Wahidawati. 2015. Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance pada Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergeni IFRS. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi4 (7): 2-21.


(67)

(68)

Kriteria Penjelasan

I. UMUM

1. Laporan tahunan disajikan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar dan dianjurkan menyajikan juga dalam bahasa inggris. 2. Laporan tahunan dicetak dengan

kualitas yang baik dan

menggunakan jenis dan ukuran huruf yang mudah dibaca. 3. Laporan tahunan mencantumkan

identitas perusahaan dengan jelas

Nama Perusahaan dan Tahun Annual Report ditampilkan di:

1. Sampul muka; 2. Samping;

3. Sampul belakang; dan 4. Setiap halaman 4. Laporan tahunan ditampilkan di

website Perusahaan

II. IKHTISAR DATA KEUANGAN PENTING

1. Informasi hasil usaha perusahaan dalam bentuk perbandingan selama (lima) tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari 5 (lima) tahun

Informasi memuat antara lain: 1. Penjualan/pendapatan usaha 2. Laba bruto

3. Laba (rugi)

4. Total laba (rugi) yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan


(69)

7. Jumlah aset 8. Jumlah liabilitas 9. Jumlah ekuitas

10. Rasio laba (rugi) terhadap jumlah aset 11. Rasio laba (rugi)

12. Rasio lancar

13. Rasio liabilitas terhadap ekuitas

14. Rasio liabilitas terhadap jumlah aset, dan 15. Informasi dan rasio keuangan lainnya

yang relevan dengan perusahaan dan jenis industrinya

2. Informasi posisi keuangan perusahaan dalam bentuk

perbandingan selama 5 (lima) tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut

menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari 5 (lima) tahun

Informasi memuat antara lain: 1. Modal kerja bersih

2. Jumlah investasi pada entitas lain 3. Jumlah aset

4. Jumlah liabilitas 5. Jumlah ekuitas 3. Rasio keuangan dalam bentuk

perbandingan selama 5 (lima) tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut

menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari 5 (lima) tahun

Informasi memuat 5 (lima) rasio keuangan yang umum dan relevan dengan industri perusahaan

4. Informasi harga saham dalam bentuk tabel dan grafik.


(70)

3. Harga saham penutupan,

4. Volume saham yang diperdagangkan untuk setiap masa triwulan dalam 2 (dua) tahun buku terakhir (jika ada).

5. Informasi mengenai obligasi, sukuk atau obligasi konvertibel yang masih beredar dalam 2 (dua) tahun buku terakhir

Memuat hal-hal sebagai berikut:

1.Jumlah obligasi/sukuk/obligasi konversi yang beredar (outstanding)

2.Tingkat bunga/imbalan 3.Tanggal jatuh tempo 4. Peringkat obligasi/sukuk

III. LAPORAN DEWAN KOMISARIS

1. Laporan Dewan Komisaris Memuat hal-hal sebagai berikut:

1.Penilaian atas kinerja Direksi mengenai pengelolaan perusahaan

2. Pandangan atas prospek usaha perusahaan yang disusun oleh Direksi.

3. Komite-komite yang berada dibawah pengawasan Dewan Komisaris.

4. Perubahan komposisi Dewan Komisaris (jika ada)

2. Laporan Direksi Memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Analisis atas kinerja perusahaan misalnya kebijakan strategis, perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang


(71)

4. Perubahan komposisi Direksi (jika ada).

3. Tanda tangan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris

Memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Tanda tangan dituangkan pada lembaran tersendiri

2. Pernyataan bahwa Direksi dan Dewan Komisaris bertanggungjawab penuh atas kebenaran isi laporan tahunan.

3. Ditandatangani seluruh anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dengan menyebutkan nama dan jabatannya

4. Penjelasan tertulis dalam surat terdiri dari yang bersangkutan dalam hal terdapat dewan komisaris atau direksi yang tidak menandatangani laporan tahunan

IV. PROFIL PERUSAHAAN

1. Nama dan alamat lengkap perusahaan

Informasi memuat antara lain nama dan alamat, kode pos, no. Telp, no. Fax, email, dan website

2. Riwayat singkat perusahaan Mencakup antara lain:tanggal/tahun pendirian, nama, dan perubahan nama perusahaan (jika ada)

3. Bidang Usaha Uraian mengenai antara lain:

1. Bidang usaha yang dijalankan sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan; dan


(72)

5. Visi dan Misi Perusahaan Mencakup:

1. Visi dan misi perusahaan; dan

2. Keterangan bahwa visi dan misi tersebut telah disetujui oleh Direksi/Dewan Komisaris

6. Identitas dan riwayat hidup singkat anggota Dewan Komisaris

Informasi memuat antara lain: 1. Nama

2. Jabatan (termasuk jabatan pada perusahaan atau lembaga lain)

3. Umur 4. Pendidikan 5. Pengalaman kerja

6. Tanggal penunjukan pertama kali sebagai anggota Dewan Komisaris

7. Identitas riwayat singkat anggota direksi

Informasi memuat antara lain: 1. Nama

2. Jabatan (termasuk jabatan pada perusahaan atau lembaga lain)

3. Umur 4. Pendidikan 5. Pengalaman kerja

6. Tanggal penunjukan pertama kali sebagai anggota Direksi


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 54

Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation .04182365

Most Extreme Differences

Absolute .089

Positive .055

Negative -.089

Kolmogorov-Smirnov Z .658

Asymp. Sig. (2-tailed) .780

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate


(2)

H

a

Hasil Uji Multikolinieritas

1 .662a .439 .393 .04349725 2.003

a. Predictors: (Constant), Komite_Audit, Proporsi_Independen, Persentase_Rapat, Dewan_Komisaris

b. Dependent Variable: Mandatory_Disclosure

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) .850 .070 12.064 .000


(3)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Persentase_Rapat -.087 .040 -.244 -2.171 .035 .906 1.104 Proporsi_Independen .056 .076 .092 .737 .465 .728 1.374 Komite_Audit .002 .007 .037 .301 .765 .740 1.351 a. Dependent Variable: Mandatory_Disclosure

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .067 .034 1.998 .051

Dewan_Komisaris -.003 .002 -.286 -1.671 .101

Persentase_Rapat .005 .019 .038 .276 .784

Proporsi_Independen -.011 .036 -.045 -.291 .772


(4)

a Dependent Variable: abs_rest

OUTPUT SPSS UJI HIPOTESIS

ANOVA

a

Model Summary

b

Model

R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1

.662

a

.439

.393

.04349725

2.003

a. Predictors: (Constant), Komite_Audit, Proporsi_Independen,

Persentase_Rapat, Dewan_Komisaris


(5)

Model

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

1

Regression

.073

4

.018

9.581

.000

b

Residual

.093

49

.002

Total

.165

53

a. Dependent Variable: Mandatory_Disclosure

b. Predictors: (Constant), Komite_Audit, Proporsi_Independen,

Persentase_Rapat, Dewan_Komisaris

Coefficients

a

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardiz

ed

Coefficient

s

t

Sig.

Collinearity

Statistics

B

Std. Error

Beta

Toleran

ce

VIF

1

(Constant)

.850

.070

12.064

.000

Dewan_Komisaris

.018

.004

.590 4.262

.000

.598 1.674


(6)

Proporsi_Independe

n

.056

.076

.092

.737

.465

.728 1.374

Komite_Audit

.002

.007

.037

.301

.765

.740 1.351


Dokumen yang terkait

PENGARUH IFRS CONVERGENCE, CORPORATE GOVERNANCE, DAN OWNERSHIP STRUCTURE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE

0 8 25

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE DI INDONESIA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015)

5 18 117

PENGARUH STRUKTUR DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNACE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Terga

0 4 15

PENGARUH STRUKTUR DAN MEKANISME CORPORATE Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Tergabung pada JII Periode 2011-2015).

0 4 20

PENDAHULUAN Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Tergabung pada JII Periode 2011-2015).

0 3 11

PENGARUH STRUKTUR DAN MEKANISME CORPORATE Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Tergabung pada LQ45 Periode 2011-2015).

0 1 20

PENDAHULUAN Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Tergabung pada LQ45 Periode 2011-2015).

0 3 12

PENGARUH STRUKTUR DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNACE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN Pengaruh Struktur dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI yang Terga

0 3 17

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS di Perbankan | Sutiyok | Jurnal Akuntansi dan Investasi 1336 3684 1 PB

0 0 12

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS

0 0 19