hilang, karena negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.
Jika diperhatikan awal pemikiran pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya
peningkatan kinerja dan nilai value perusahaan telah sejak dahulu diamanatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR melalui ketetapan MPR Nomor IVMPR1999
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004. Ketetapan MPR tersebut menetapkan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan
umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi, dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah
kompetitif didorong untuk privatisasi. Kebijakan untuk melaksanakan privatisasi itu telah ditentukan dalam Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintahan Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan
Perseroan Persero. Kebijakan tersebut ditetapkan untuk dapat lebih memberikan pedoman bagi pelaksanaan program Privatisasi perusahaan perseroan Persero.
Dengan demikian jika pembicaraan kegiatan privatisasi itu dikaitkan dengan kebiijakan publik, maka kebijakan publik sebagai suatu manajemen pencapaian tujuan
nasional harus dikaji secara kritis, mengingat privatisasi itu mengalihkan kepemilikan negara dalam BUMN.
II. Sistem Pengelolaan Perusahaan Menurut UU BUMN
Untuk mengatasi lemahnya pengelolaan BUMN, pemerintah telah mengeluarkan UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN selanjutnya disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan UU BUMN yang mencoba untuk mengadopsi beberapa prinsip good corporate governance. Hal ini dinyatakan jelas pada Pasal 36 ayat 1 UU BUMN yang
menyatakan bahwa perum dalam menyelenggarakan usahanya harus berdasarkan pada prinsip pengelolaan prusahaan yang sehat. Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 5 ayat
3 jo. Pasal 6 ayat 3 UU BUMN yang mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip
profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban serta kewajaran.
Salah satu prinsip profesionalisme dan transparansi tersebut kemudian tertuang dalam Pasal 16 ayat 3 jo. Pasal 19 ayat 4 UU BUMN yang menyatakan bahwa setiap
anggota direksi yang telah lulus uji kelayakan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan menjadi anggota direksi. Sedangkan independensi dan
kemandirian dari direksi, komisaris dan dewan pengawas diatur dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 53 UU BUMN yang melarang mereka untuk memegang jabatan rangkap.
Pasal 21 – 23 jo. Pasal 49-51, Pasal 32, Pasal 54, Pasal 61 lebih lanjut mengatur mengenai pertanggung jawaban Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas. Sementara
itu untuk menjamin akuntabilitas, UU BUMN mewajibkan pembentukan Komite Audit dan Komite Lainnya Pasal 70 serta mewajibkan adanya auditor eksternal untuk
memeriksa Laporan Keuangan Pasal 71. Disamping itu UU BUMN juga telah menjamin dan mengatur adanya social responsibility dari BUMN. Hal ini tertuang
dalam Pasal 87 ayat 2 yang mengijinkan pembentukan serikat kerja sebagai wadah penyaluran aspirasi dari karyawan agar hak-haknya dapat terpenuhi. Pasal 88 ayat 1
juga memberikan kepastian kepada BUMN untuk menyalurkan sebagian laba bersihnya
Universitas Sumatera Utara
untuk keperluan pembinaan usaha kecilkoperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Sedangkan Pasal 90 mengatur mengenai donasi untuk amal dan tujuan sosial.
Terlihat bahwa secara umum UU BUMN memang telah mengadopsi beberapa ketentuan dan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Namun, perlu kita cermati
bahwa ketentuan diatas hanyalah bersifat umum dan perlu penafsiran serta pengimplementasian lebih lanjut agar dapat berfungsi dengan baik di tingkat lapangan.
Hal ini juga penting untuk menjaga penyalahgunaan BUMN dan untuk mengukur kinerja direksi BUMN itu sendiri.Setidak-tidaknya ada beberapa ketentuan dan prinsip
yang harus kita telaah lebih lanjut, seperti prinsip fiduaciary duty direktur dan komisaris, kontrak manajemen, direktur independen, komisaris independen, hubungan
industrial antara BUMN dan karyawan, dan berbagai hal yang harus diperhatikan dalam privatisasi.
4
Komite Audit
UU BUMN mengatur ketentuan mengenai komite audit, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2. Komite audit dibentuk dengan maksud untuk
mewujudkan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas perlu dibantu oleh komite audit yang bertugas menilai pelaksanaan
kegiatan hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawasan intern maupun auditor eksternal, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian
manajemen serta pelaksananya, memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadapsegala informasi yang dikeluarkan BUMN,mengidentifikasi hal-hal
yang memerlukan perhatian Komisaris dan Dewan Pengawas serta tugas-tugas pengawas lainnya. Komite audit tersebut beranggotakan Komisaris Independen, yang
diangkat oleh Komisaris.
4
Bismar Nasution, “Menuju Sistem Pengelolaan BUMN Yang Efektif dan Efisien,” makalah disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang BUMN dan Peraturan Pelaksanaannya serta Eksistensinya
Dalam Sistem Pembinaan dan Pengelolaan BUMN, diselenggarakan Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, Medan, 14 Desember 2005, hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
III. Kebijakan Privatisasi BUMN