BAB II PRIVATISASI BUMN A. Pengertian Privatisasi BUMN - Analisis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negara yang Sudah Di Privatisasi

BAB II PRIVATISASI BUMN A. Pengertian Privatisasi BUMN Pengertian privatisasi telah diungkapkan oleh sejumlah ahli ekonomi dunia

  dewasa ini. Salah seorang ahli dari International Monetary Fund (IMF) yakni Hubert Neiss pada wawancaranya dengan Reuters Television memberikan definisi atas privatisasi, yaitu:

  23

  ”Privatization is moving ahead but you have to expect there are some

  difficulties in implementation. Also the present world economic environment is not conducive to quick privatization .”

  Privatisasi merupakan pergerakan di muka tetapi pihak yang melakukan privatisasi harus menantikan beberapa kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, suasana ekonomi dunia saat ini tidak begitu begitu baik untuk dilakukan privatisasi secara cepat.

  Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa privatisasi pada masa kini merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara berhati- hati dan bukan didasarkan pada targetisme karena banyak faktor-faktor seperti kondisi pasar, minat investor dan semangat nasionalisme yang merupakan hambatan-hambatan yang sudah dikenal meskipun tidak selalu mudah untuk diatasi. Sedangkan kriteria kepentingan umum, resistensi birokrasi, kekhawatiran kehilangan patron, kekhawatiran karyawan dan sebagainya merupakan faktor yang lebih halus tetapi dapat dirasakan. Selain Hubert, Savas dalam bukunya

  Privatization, The Key to Better Government menyatakan bahwa:

  24

  ”Privatization is the act of reducing the role of government, or increasing

  

the role of private sektor, in activity or in the ownership of assets .”

23 E.S. Savas, Privatization, The Key to Better Government, (New Jersey: New Jersey Chattan House Publishers Inc., 1987), hal. 3. 24 Ibid, hal. 3

  [Privatisasi adalah pengurangan peran pemerintah atau peningkatan peran sektor privat (swasta), baik dalam suatu aktivitas maupun dalam pemilikan jumlah aset.] Definisi tersebut berarti bahwa apabila pemerintah terlalu banyak bergerak di sektor ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya ketidak efisienan dalam sistem perekonomian nasional. Ketidak efisienan dalam sistem perekonomian, dalam arti ketidak mampuan pemerintah di dalam menata atau mengalokasikan sumber daya yang tersedia, baik yang menyangkut sumber daya manusia, sumber daya keuangan maupun yang lainnya.

  Selain itu, Ernst & Young mengemukakan bahwa privatisasi mempunyai arti yang lebih luas dari pada menguraikan peranan pemerintah dan peningkatan peranan swasta dalam sektor ekonomi. Menurut Ernst & Young, privatisasi

  25

  adalah: ”Privatization means more than the sale of ailing public companies at fire

  sale prices. Privatization can be defined broadly as the transfer or sale of any asset, organization, function, or activity from the public to private sektor. As such in addition to the sale of publicity owned assets, the term ’privatization’ also applies to joint public-private ventures, concessions, leases, management contracts, as well as to some specialized instruments, such as build-own operate and transfer (BOOT) agreements. ” [Privatisasi

  berarti lebih dari sekedar menjual perusahaan publik dengan harga yang disepakati. Privatisasi juga dapat diartikan sebagai perpindahan atau penjualan aset, organisasi, fungsi dan aktivitas, publik kepada sektor privat. Hal ini berarti yang dilakukakn adalah penjualan aset pribadi yang ditawarkan, pelaksanaan privatisasi juga dapat diaplikasikan dengan melakukan kerjasama berupa penanaman modal privat dan publik, pemberian hak khusus, produk, manajemen penyusutan, termasuk di dalamnya beberapa instrumen khusus seperti halnya perjanjian BOOT.] Hal ini berarti privatisasi tidak dimaksudkan untuk sekedar mengurangi peranan pemerintah disebabkan dapat dilakukan pula dengan cara menjual sahamnya kepada investor swasta melalui sarana pasar modal atau biasa yang 25 Ernst & Young, Privatization: Investing in State-Owned Enterprises Around the World, (USA: John Willey & Sons, Inc., 1994), hal. 14.

26 Penawaran umum suatu saham perusahaan melalui

  disebut dengan go public.

  pasar modal atau bursa saham, dilakukan dengan didahuluinya proses IPO Dalam masyarakat internasional, dikenal empat komponen pengertian privatisasi yang dianut, yaitu:

  27 1.

  Privatisasi berarti peralihan dari sistem bukan pasar ke sistem pasar, yang antara lain ditandai dengan pembukaan sektor-sektor yang selama ini hanya dikuasai oleh BUMN ke sektor-sektor swasta; 2. Privatisasi produksi tanpa dilakukan privatisasi keuangan, yang antara lain dapat diartikan sebagai kerjasama dengan sektor swasta dalam melakukan kegiatan produksi yang dapat dapat dilakukan misalnya dengan menjalankan teknik BOT (Built Operate and Transfer) atas aset BUMN pada swasta; 3. Privatisasi diartikan sebagai denasionalisasi, yang antara lain ditandai dengan penjualan BUMN atau pengalihan kepemilikan BUMN kepada swasta; 4. Privatisasi dapat diartikan pula sebagai liberalisasi.

  Dari keempat pengertian diatas, pengikutsertaan peran swasta dalam bidang yang biasanya dikuasai oleh BUMN termasuk dalam pengertian yang pertama dan kedua. Hal ini disebabkan pengertian yang pertama menitik beratkan pada pembukaan sektor-sektor yang selama ini dikuasai oleh pemerintah kepada pihak swasta. Namun, apabila sektor-sektor yang dibuka itu adalah sektor produksi maka termasuk dalam pengertian yang kedua. 26 Arie Sukanti Hutagalung, “Dampak Yuridis Ekonomis, Privatisasi Terhadap Status

  

Aset BUMN yang Bersifat Tetap”, Makalah disampaikan pada Seminar Privatisasi BUMN:

Tantangan, Harapan, dan Kenyataan, pada tanggal 4 Juli 2002. 27 Paul Cook dan Colin Kirkpatrick, Privatization in Less Developed Countries, (New York: St. Martin’s Press, 1998), hal. 12-18.

  Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai pengalihan suatu kepemilikan perusahaan milik negara kepada pihak swasta. Pengertian ini lebih dikenal dengan nama swastanisasi dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat juga merupakan pemilik dari perusahaan milik negara tersebut.

  Pengertian tersebut pernah dikemukakan oleh Hasan Zein Mahmud, Mantan Direktur Utama PT. Bursa Efek Jakarta, dimana privatisasi berarti pengalihan kepemilikan atas bisnis atau aset perusahaan negara kepada sektor swasta. Dalam arti lain, privatisasi berarti peralihan kegiatan ekonomi dari sektor publik kepada

  28 pihak swasta, dengan atau tanpa terjadi perubahan kepemilikan.

  Privatisasi juga diartikan sebagai salah satu usaha pemerintah dalam mengurangi beban yang harus ditanggung untuk ongkos pengelolaan perusahaan negara dengan mengikutsertakan dana dari luar negeri. Dalam hal ini privatisasi dapat dilakukan dengan memasukkan perusahaan dalam pasar modal atau dengan pengalihan langsung pada pihak swasta baik untuk selamanya maupun dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, privatisasi dapat dilakukan dengan cara mengontrakkan pengelolaan perusahaan negara kepada swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasaran dan meningkatkan mutu pelayanan.

  Berdasarkan pengertian tersebut, privatisasi dapat pula dilakukan tanpa melakukan perubahan kepemilikan. Hal ini berarti, pemilikan tetap berada di tangan pemerintah, namun operasional perusahaan dapat dilakukan oleh pihak swasta.

28 Hasan Zein Mahmud, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN , ed.

  Toto Pranoto, dkk., (Jakarta: UI Press, 1994), hal. 108.

  Pemahaman tentang privatisasi di Indonesia lebih mengarah pada pendapat

  

29

  yang dikemukakan oleh Ernst & Young. Hal ini dapat ditinjau dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN, di mana dinyatakan bahwa privatisasi BUMN merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN yang meliputi perbaikan struktur permodalan, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikian saham BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui prinsip good governance yang didasarkan pada transparansi, akuntabilitas dan kemandirian.

  Hal ini berarti, privatisasi dilakukan agar BUMN dapat semakin berkembang dan mampu bersaing di dalam pasar dunia. Upaya yang harus dilakukan untuk mencapainya tentu harus melakukan perubahan sistem dalam perusahaan yang sering kali sulit dilakukan apabila pemerintah bergerak sendiri.

  Untuk itu, dibutuhkan bantuan dari pihak swasta agar dapat membantu penyelenggaraan kinerja BUMN sehingga mampu bersaing.

  Privatisasi dan go public memiliki kesamaan dan tidak dapat dipisahkan, tetapi sebenarnya tidak demikian disebabkan disamping persamaan terdapat pula perbedaannya. Persamaannya adalah sebagian atau seluruh modalnya berasal dari masyarakat, dan perbedaannya adalah privatisasi dapat menyebabkan hilangnya peran negara dalam perusahaan sedangkan go public peranannya masih dapat dipertahankan guna mencapai tujuan yakni mencari dana yang sudah tidak dapat

29 Ibid.

  disediakan oleh pemerintah, sehingga membutuhkan potensi dana dari masyarakat.

  Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai suatu cara pengalihan penguasaan atas suatu Perusahaan Perseroan (Persero) yang dalam hal ini BUMN dari pemerintah kepada pihak non pemerintah sebagai bentuk nasionalisasi aset atas perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini berarti privatisasi dilakukan agar aset milik negara yang terdapat dalam BUMN juga dapat dimiliki oleh rakyat, selain itu rakyat juga dapat memperoleh manfaat dari pengelolaan perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut.

B. Maksud dan Tujuan Privatisasi BUMN

  BUMN merupakan salah satu penunjang perokonomian Indonesia masih dirasakan penting. Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor- sektor penting yang masih belum dapat menarik minat swasta. Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan laba.

  Privatisasi yang dilakukan pemerintah ternyata merupakan program pemerintah dalam usaha menyehatkan BUMN. Hal ini disebabkan timbulnya masalah pendanaan bagi BUMN untuk pengembangan usahanya, sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah

  30 (PMP) bagi BUMN yang akan dikurangi bahkan ditiadakan sama sekali.

30 Heru Sutojo, et al. Alternatif Pendanaan Bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN , ed. Toto Pranoto, et al. (Jakarta: LM FEUI, 1994), hal. 89.

  Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyebab utama privatisasi BUMN adalah masalah pendanaan bagi BUMN dengan akan dikurangi bahkan ditiadakannya Penyertaan Modal Pemerintah. Tujuannya adalah agar BUMN lebih mandiri dalam Pendanaan. Oleh karena itu, privatisasi BUMN oleh pemerintah dimaksudkan agar BUMN lebih mandiri dan mampu berkembang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah terutama dalam hal dana. Hal ini dapat terjadi karena dana yang ada pada pemerintah lebih diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, privatisasi BUMN juga dimaksudkan untuk meningkatkan peningkatan penerimaan negara dan devisa, disebabkan keuangan negara yang semakin sulit dan kebutuhan devisa yang semakin besar dalam membayar kembali hutang luar negeri. Sehingga privatisasi merupakan alternatif yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan negara dari sektor

  31 luar negeri.

  Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam

  32

  tujuan privatisasi, yang meliputi: 1.

  Pengembangan pasar modal domestik; 2. Penyebarluasan kepemilikan saham; 3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan alokasi sumber daya;

4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula

  31 pengurangan beban administratif dan finansiil; 32 Hasan Zein Mahmud, Op. cit., hal. 100-101.

  Ibid., hal. 109.

  5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa; 6.

  Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi baru;

  7. Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu; 8.

  Pemerataan distribusi pendapatan; 9. Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;

  10. Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.

  Secara garis besar tujuan privatisasi BUMN dititik beratkan pada beberapa hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political

  efficiency . Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari privatisasi BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

C. Pengaturan Privatisasi BUMN dalam Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945

  Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa Pasal

  33

  33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar demokrasi ekonomi. Hal ini berarti produksi oleh rakyat, untuk rakyat dan diawasi oleh rakyat. Dengan demikian, yang menjadi fokus dalam ketentuan Pasal ini adalah kemakmuran masyarakat, bukan perorangan. Penguasaan yang dilakukan oleh negara tidak perlu secara fisik, tetapi dapat dilakukan dengan cara pembuatan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang semuanya bertujuan untuk menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 33 Ibid.

  Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dirumuskan oleh Mohammad Hatta, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dari Belanda. Dalam hal ini Hatta menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”dikuasai oleh negara” dalam ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut tidak berarti negara sendiri yang menjadi pengusaha, usahawan, atau ”ondernemer”. Lebih tepat apabila dikatakan, kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula ”penghisapan” orang yang lemah oleh orang yang bermodal.

  34 Pengertian ”dikuasai oleh negara” yang terdapat dalam Penjelasan Umum

  Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 Tentang Telekomunikasi, menyatakan bahwa penguasaan oleh Negara pada garis besarnya berarti kewenangan untuk: a.

  Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, penyediaan, dan pemeliharaannya; b.

  Menentukan dan mengatur hak; c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum berkenaan dengan telekomunikasi.

  Berkaitan dengan istilah ”dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945 tersebut, Mantan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Emil Salim memberikan pengertian, yaitu:

  Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalammelaksanakan ”hak menguasai” ini, perlu dijaga supaya sistem yangberkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena itu, ”hak menguasai oleh negara” harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai (1) pemilik; (2) pengatur; (3) perencana; (4) pelaksana; dan (5) pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan negara dalam kedudukannya untuk 34 Mohammad Hatta, Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, dalam Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 Jilid I , cet. II, (Jakarta: Mutiara, 1980), hal. 28. menguasai lingkungan alam; sehingga ”hak menguasai” bisa dilakukan (1) dengan memiliki sumber daya alam; (2) tanpa memiliki sumber daya alam, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. Dalam sistem ekonomi Pancasila, negara tidak perlu memiliki semua Sumber Daya Alam, tetapi tetap bisa

  35

  menguasainya melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan.” Dengan demikian maka makna mengenai “dikuasai oleh negara” berarti negara sebagai pemilik, negara sebagai regulator yang membuat peraturanperaturan untuk mengatur, merencanakan, dan mengawasi. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, negara berarti sebagai bezitter dan bukan sebagai

  eigenaar . Dengan kata lain, pemilik berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat adalah

  rakyat sendiri, dan negara yang dalam hal ini BUMN merupakan pelaksana dari hak negara untuk menguasai bukan untuk memiliki sumber ekonomi yang penting

  

36

dan menguasai hajat hidup orang banyak.

  Dengan demikian, maka privatisasi berdasarkan pengertian dikuasai oleh negara dapat dinyatakan menjadi sebuah regulator. Oleh sebab itu, privatisasi harus sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 sehingga harus juga disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dan diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi. Hal ini sejalan dengan prinsip ekonomi kerakyatan, di mana ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara umum. Berkaitan dengan asas kekeluargaan, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono menyebutkan bahwa perekonomian secara keseluruhan harus diatur dan tidak dibiarkan tumbuh

  35 Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN: Privatisasi atau Korporatisasi?” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1999), hal. 151. 36 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia , cet. I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal. 267.

  37

  sendiri. Dengan demikian, privatisasi harus diatur, dianalisa, dikaji, direncanakan, dan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak merugikan rakyat.

  Berkaitan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, penguasaan negara terhadap cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tersebut tidak sepenuhnya dikuasai. Berikut ini merupakan penjelasan

  38

  pernyataan tersebut: a.

  Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh pemerintah; b.

  Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh pemerintah; c.

  Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah; d.

  Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah.

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

  Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya disebut Undang-undang BUMN) diatur ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh BUMN. Dalam ketentuan Pasal 1 butir 12 Undang- undang BUMN disebutkan bahwa privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan

  37 A. Effendy Choiri, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, cet. I, (Jakarta: LP3ES, 2003), hal. 118. 38 Jimly Asshiddiqie, Op. cit, hal. 95. kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

  Dengan kata lain, privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha.

  Menurut I Putu Gede Ary Suta, Mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi persaingan di pasar global dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat guna turut serta

  39

  dalam pemilikan saham BUMN. Dengan kata lain, I Putu Gede Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut diprivatisasi maka diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di suatu BUMN.

  Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-undang BUMN, disebutkan bahwa maksud dari privatisasi, adalah: a.

  Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero; b. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan; c. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; d. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif; e. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; f. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

  Selain itu, Pasal 74 ayat (2) Undang-undang BUMN menegaskan bahwa privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah 39 I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, cet. II, (Jakarta: Yayasan SAD Satria Bakti, 2000), hal. 357. perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-undang BUMN tersebut, maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyaraka atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.

  Meskipun privatisasi bertujuan untuk melakukan efisiensi, sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan keresahan bagi karyawan. Oleh karena itu dalam melaksanakan privatisasi sejauh mungkin perlu diupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu setelah pelaksanaan privatisasi, kecuali karyawan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan hukum. Selanjutnya apabila PHK terjadi pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, dalam upaya agar karyawan dan serikat pekerja maupun masyarakat dapat memahami manfaat privatisasi perlu melakukan sosialisasi tentang manfaat privatisasi secara terarah dan konsisten.

  Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Dalam hal ini, Undang-undang BUMN menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada intervensi dari pihak lain di luar mekanisme korporasi serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Proses privatisasi juga dilakukan dengan berkonsultasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggung- jawabkan kepada masyarakat.

  Menurut Pasal 76 ayat (1) Undang-undang BUMN dinyatakan bahwa Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria: a.

  Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta.

  Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN; b. Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.

  Selain itu pada Pasal 76 ayat (2) disebutkan bahwa sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.

  Meninjau pernyataaan tersebut, tentu Undang-undang membuat batasanbatasan jenis perusahaan yang tidak dapat diprivatisasi. Menurut ketentuan Pasal 77, perusahaan yang dalam hal ini adalah Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: a.

  Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; b.

  Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; c.

  Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Agar suatu privatisasi dapat berjalan dengan baik dan tepat tujuan, tentu harus diatur ketentuan mengenai bentuk-bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN. Bentuk-bentuk privatisasi tersebut sesungguhnya beraneka ragam, sehingga Undang-undang BUMN memberikan batasan bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN (BUMN) yang hendak melakukan privatisasi. Dalam Pasal 78 Undang-undang BUMN privatisasi dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a.

  Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, hal ini berarti privatisasi dilakukan dengan penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering atau go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa; b.

  Penjualan saham langsung kepada investor, hal ini berarti suatu privatisasi dilakukan dengan penjualan saham kepada mitra strategis (direct

  placement ) atau kepada investor lainnya termasuk financial investor. Cara

  ini khusus berlaku bagi penjualan saham BUMN yang belum terdaftar di bursa. Hal ini berarti saham milik suatu BUMN tersebut dijual kepada pihak tertentu yang hendak menjadi mitra usaha dari BUMN tersebut sehingga mitra usaha tersebut kemudian bertindak sebagai pemilik.

  Dengan kata lain, mitra usaha dapat juga bertindak sebagai pemegang saham mayoritas yang kemudian juga sebagai pengendali perusahaan; c.

  Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan merupakan penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain, kepemilikan perusahaan beralih pada pihak yang terkait dengan perusahaan. Dalam Pasal 79 disebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Dalam hal ini Menteri Teknis bertindak sebagai regulator di sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota komite privatisasi dalam privatisasi BUMN di bidangnya. Dengan kata lain, Menteri Teknis ini menjadi pengendali dalam proses privatisasi BUMN dalam rangka perannya sebagai Komite privatisasi. Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Komite privatisasi bertugas untuk: a.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi; b.

  Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi; c.

  Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral pemerintah. Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu. Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.

  Dalam melaksanakan privatisasi, Menteri bertugas untuk: a. Menyusun program tahunan privatisasi; b.

  Mengajukan program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan; c.

  Melaksanakan privatisasi.

  Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Menteri mengambil langkah- langkah sebagai berikut: a.

  Menetapkan BUMN yang akan di privatisasi; b. Menetapkan metode privatisasi yang akan digunakan; c. Menetapkan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dilepas; d.

  Menyiapkan perkiraan nilai yang dapat diperoleh dari program privatisasi suatu BUMN.

  Dengan kata lain, Menteri harus menyusun suatu perencanaan dan juga memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi serta tujuan yang hendak dicapai dari suatu proses privatisasi BUMN. Artinya, langkah-langkah tersebut akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan privatisasi suatu BUMN.

  Tata cara privatisasi yang diatur dalam Undang-undang BUMN adalah sebagai berikut: a.

  Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaanperusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Persero. Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai : 1)

  Penentuan BUMN yang layak untuk dimasukkan dalam program privatisasi; 2)

  Penyampaian program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi; 3)

  Konsultasi dengan DPR dan Departemen/Lembaga Non Departemen terkait;

4) Pelaksanaan privatisasi.

  b.

  Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

  Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses privatisasi. Yang termasuk dalam pengertian orang dan/atau badan hukum yang mempunyai benturan kepentingan

  40

  adalah meliputi pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi sebagai berikut: a.

  Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun vertikal; b.

  Hubungan antara pihak dengan karyawan, Direktur, atau Komisaris dari pihak tersebut; c.

  Hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Komisaris yang sama; d.

  Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; e.

  Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama; atau f.

  Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

  Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka. Informasi yang dimaksud ini berkaitan dengan fakta material dan relevan mengenai peristiwa kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Atas informasi atau fakta dimaksud selama belum ditetapkan sebagai informasi atau fakta yang terbuka atau selama belum diumumkan oleh Menteri semua pihak yang terlibat wajib untuk merahasiakan 40 Penjelasan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. informasi tersebut. Pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan pidana secara umum. Namun, apabila pelanggaran terjadi pada privatisasi BUMN yang telah terdaftar di bursa, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

  Hasil dari privatisasi BUMN dialokasikan kepada berbagai bagian yang diatur menurut Undang-undang BUMN. Hasil privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas Negara. Hasil privatisasi yang dimaksud adalah hasil divestasi saham milik negara. Sedangkan bagi penjualan saham baru, hasilnya disetorkan ke kas perusahaan. Bagi hasil privatisasi anak perusahaan BUMN, hasil privatisasi nya dapat ditetapkan sebagai deviden

  41

  interim . Hasil privatisasi tersebut haruslah hasil bersih setelah dikurangi biaya- biaya pelaksanaan privatisasi. Biaya pelaksanaan privatisasi harus memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.

  Dengan demikian, secara umum dalam Undang-undang BUMN dijelaskan bahwa di dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga 41 Dividen Interim adalah dividen yang dibagikan dalam suatu tahun berjalan sebelum pembukuan ditutup. merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

  Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.

  Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena keterbatasan sumber daya, fungsi BUMN baik sebagai pelopor/perintis maupun sebagai penyeimbang kekuatan swasta besar, juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

  Di lain pihak, perkembangan ekonomi dunia berlangsung sangat dinamis, terutama berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi perdagangan yang telah disepakati oleh dunia internasional seperti kesepakatan mengenai World Trade

  

Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework

Agreement on Service , dan kerjasama ekonomi regional Asia Pacific (Asia Pacific Economic Cooperation /APEC).

  Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkahlangkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha,

  42 kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan.

  Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta

  43 pengembangan pasar modal domestik.

  Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan, telah diamanatkan pula oleh 42 43 Penjelasan Umum IV Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

  Ibid Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan Nomor

  IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004. Tap MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah kompetitif didorong untuk privatisasi.

  Di samping itu, Undang-undang ini mengatur pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya penyehatan BUMN. Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini menegaskan bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor kegiatan yang dilakukan Persero tersebut. BUMN Persero dapat diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005

  Privatisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) adalah negara tidak memiliki seluruh saham. Dalam hal ini, kepemilikan saham akan disesuaikan dengan pengaturan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, tetapi harus juga memperhatikan aspek-aspek perjanjian dan atau kesepakatan dengan pemegang saham lainnya. Hal ini berarti, pemerintah tidak dapat secara sepihak memutuskan jumlah saham yang menjadi haknya, sekali pun jumlah saham yang dimiliki pemerintah minimal 51%.

  Privatisasi BUMN dapat dilakukan apabila memperoleh persetujuan dari DPRI-RI yang didalam persetujuannya memuat target penerimaan negara dari hasil privatisasi. Rencana privatisasi harus dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksananannya dikonsultasikan kepada DPR-RI. Privatisasi tersebut dapat dilakukan terhadap saham milik negara pada Persero dan atausaham dalam simpanan. Dengan kata lain, terdapat beberapa macam pilihan untuk melakukan privatisasi. Privatisasi memuat beberapa prinsip yang harus ditaati oleh pemerintah, yaitu: a.

  Transparansi; b. Kemandirian; c. Akuntabilitas; d. Pertanggungjawaban; e. Kewajaran; dan f. Prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.

  Tata cara melakukan privatisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), yaitu: a.

  Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal; b. Penjualan saham secara langsung kepada investor; c.

  Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan.

  Penetapan cara privatisasi dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri. Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurangkurangnya memenuhi kriteria: a.

  Industri/sektor usahanya kompetitif; atau b. Industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

  Selain persyaratan bentuk industrinya, ada pun persyaratan yang harus dipenuhi Perusahaan Perseroan tersebut apabila termasuk dalam kedua kriteria tersebut, yaitu sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Aset atau kegiatan Persero adalah aset atau kegiatan yang bersifat komersial dan merupakan perusahaan yang sektor usahanya seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

  Suatu Perusahaan Perseroan (Persero) tidak dapat diprivatisasi apabila

  44

  memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: a.

  Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan\ perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; b.

  Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;

  44 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), Pasal 9. c.

  Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

  d.

  Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Prosedur awal yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Perseroan (Persero) apabila hendak melakukan privatisasi, adalah membentuk komite privatisasi.

  Komite privatisasi yang dimaksudkan wadah koordinasi untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral. komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Tugas dan kewenangan dari Komite privatisasi, ialah: a.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi; b.

  Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi Persero; c.

  Membahas dan memberikan jalan keluar atas pemasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah. Program tahunan privatisasi sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 Tentang, yaitu: a.

  Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual.

  b.

  Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam program tahunan Privatisasi.

  c.

  Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya.

  d.

  Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah diberikan selambat- lambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

  e.

  Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.

  f.

  Menteri mengkonsultasikan rencana Privatisasi Persero yang termuat dalam program tahunan Privatisasi kepada DPR-RI.

  g.

  Menteri melaksanakan Privatisasi Persero dengan memperhatikan arahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

  h.

  Dalam kondisi tertentu Menteri dapat melaksanakan Privatisasi di luar program tahunan Privatisasi setelah terlebih dahulu memperoleh arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi dari Menteri Keuangan serta dikonsultasikan dengan DPR-RI. i.

  Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diatur dengan Peraturan Menteri.

  Peraturan Menteri tersebut, dikeluarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 31 Januari 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor Kep-04/M.Ekon/01/2008 yang memuat berbagai ketentuan tentang tujuan dari privatisasi suatu Perusahaan Perseroan dan juga modal maksimal yang dapat dilepas. Salah satu perusahaan yang hendak diprivatisasi pada tahun 2008 adalah PT. Krakatau Steel (Persero) yang ditujukan bagi pengembangan perusahaan. Tata cara privatisasi yang hendak dilakukan adalah Initial Public Offering (IPO) atau Strategic Sales serta modal maksimal yang hendak dilepas sebanyak 60%.

  Agar privatisasi dapat dilaksanakan dengan seksama, maka harus melibatkan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya tersebut harus diseleksi

  45

  berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a.

  Menteri melakukan seleksi terhadap lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya; b.

  Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masing lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya; c.

  Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau\ profesi penunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), 45 maka Menteri dapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar

  Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Peruhsaan Perseroan (Persero), pasal 14 hanya 1 (satu) bakal calon dan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua) bakal calon; d. Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2); e.

  Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.

  Ada pun larangan dan hal-hal yang dilarang apabila seseorang hendak menjadi penasihat keuangan. Larangan tersebut berkaitan dengan keberadaan