III. Kebijakan Privatisasi BUMN
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Privatisasi Perusahaan Perseroan persero, pemerintah telah melakukan privatisasi berbagai BUMN. Akibatnya pelaksanaan privatisasi saat itu tidak didasarkan oleh
kebijakan publik public policy sebagaimana telah diatur oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah privatisasi tersebut. Sedangkan dalam rangka privatisasi itu
kebijakan publik sangat dibutuhkan, mengingat sebagaimana diuraikan Harold Laswel mendefinisikan kebijakan publik sebagai “suatu program yang diproyeksikan dengan
tujuan-tujuan tertentu nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.”
5
Dengan ini privatisasi BUMN itu harus memperhatikan tiga hal. Pertama, perumusan kebijakan.
Kedua, implementasi kebijakan. Ketiga, evaluasi kebijakan.
6
Sejalan dengan itu ketentuan yang mengatur tata cara privatisasi terdapat pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata cara Privatisasi
Perusahaan Perseroan PERSERO, telah menentukan bahwa Privatisasi harus dilakukan dengan cara :
1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal.
2. Penjualan saham secara langsung kepada investor.
3. Penjualan saham kepada manjemen danatau karyawan persero yang
bersangkutan. Adapun Persero yang dapat diprivatisasi sekurang-kurangnya memenuhi kriteria,
yaitu industrisektor usahanya kompetitif atau industrisektor unsur teknologinya cepat berubah. Sedangkan Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah persero yang bidang
5
Harold Laswel dalam Riant Nugroho D, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komptindo Kelompok Gramedia, 2003, hal. 4.
6
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN, perseroan yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan
keamanan negara, persero yang bergerak disektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat, dan persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk
diprivatisasi. Peraturan pemerintah ini hanya mengatur tentang privatisasi persero, sepanjang
dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor tempat persero yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya. Sedangkan Perusahaan Umum
PERUM, menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara tidak dimungkinkan untuk di privatisasi. Persero dapat di privatisasi
karena selain di mungkinkan oleh ketentuan di bidang Pasar Modal juga karena pada umumnya hanya persero yang telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif.
Pelaksanaan Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Peraturan Pemerintah ini juga menetapkan kreteria persero apa saja yang dapat di privatisasi dan persero apa saja yang tidak dapat diprivatisasi. Selain itu, diatur pula
mengenai cara Privatisasi dan prosedur privatisasi. Dalam rangkain kegiatan pelaksanaan privatisasi, Menteri menetap program tahunan Privatisasi yang memuat
hasil seleksi dan penetapan Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan dan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual. Menteri juga
menetapkan lembaga danatau profesi penunjang lainnya untuk membantu pelaksanaan Privatisasi. Namun demikian dalam penunjukan lembaga danatau profesi penunjang
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dituntut pula keterlibatan aktif manajemen Persero yang terwakili dalam keanggotaan tim Privatisasi.
Dengan demikian Peraturan Pemerintah tentang privatisasi BUMN itu menentukan kreteria persero yang dapat diprivatisasi, seperti ketentuan. Pasal 7
Peraturan Pemerintah Privatisasi yang menentukan bahwa persero yang dapat di privatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kreteria:
1. Industrisektor usahanya kompetitif; atau
2. Industri sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.
Sebaliknya dalam ketentuan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah tersebut ditentukan bahwa Persero yang tidak dapat di privatisasi, antara lain :
1. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan hanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara; 2.
Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
3. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas
khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
4. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Adapun prosedur privatisasi Persero dalam Peraturan Pemerintah ini diatur Pada BAB IV. Yang menjadi bagian dari prosedur privatisasi Persero tersebut adalah
dibentuknya komite privatisasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang
Universitas Sumatera Utara
Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuak Komite Privatisasi sebagai wadah koordinasi. Kemudian ayat 2 menyebutkan bahwa
Komite Privatisasi di pimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis
tempat Persero melakukann kegiatan usaha. Ketentuan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa Keanggotaan Komite Privatisasi tersebut ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Setelah terbentuknya Komite Privatisasi dimana keanggotaannya telah di tetapkan dengan Keputusan Presiden maka komite tersebut bertugas sesuai apa yang
diamanatkan dalam Pasal 11, bahwa Komite Privatisasi bertugas untuk : 1.
Merumuskan dan menetapkan kebijakan umumdan persyaratan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisai;
2. Menetapkan langkah-lang yang diperlukan untuk memperlancar proses
privatisasi persero; 3.
Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi persero termasuk yang berhubungan dengan
kebijakan sektoral pemerintah. Pelaksanaan Privatisasi melibatkan lembaga danatau profesi penunjang serta
profesi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13.
Adapun pembiayaan pelaksanaan privatisasi diatur dalam Pasal 18, dalam ayat 1 Peraturan Pemerintah itu disebutkan bahwa Biaya pelaksanaan Privatisasi
dibebankan pada hasil Privatisasi. Ayat 2 menyebutkan bahwa biaya pelaksana Privatisasi di pergunakan untuk :
1. Biaya lembaga danatau profesi penunjang serta profesi lainnya;
Universitas Sumatera Utara
2. Biaya operasional privatisasi.
Apabila privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan ditetapkan oleh RUPS. Ketentuan
tersebut diatur dalam ayat 3 Pasal 18. Ketentuan dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa :
1. Hasil Privatisasi saham milik negara pada persero disetorkan langsung ke Kas
Negara 2.
Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke Kas Persero yang bersangkutan.
3. Privatisasi anak perusahaan Persero sebagaiman di maksud Pasal 8 dapat
ditetapkan sebagai deviden interim Persero yang bersangkutan. Ketentuan atas Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil privatisasi
diatur dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini, dimana ditentukan bahwa : 1.
Penjamin pelaksanaan emisi atau penasehat keuangan membuka rekening penampungan escrow account untuk menampung hasil privatisasi.
2. setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan privatisasi , penjamin pelaksanaan
emisi atau penasehat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih privatisasi ke Kas Negara danatau Kas Persero yang bersangkutan
3. Penjamin pelaksana emisi atau penasehat keuangan wajib segera melaporkan
penyetorab privatisasi sebagaimana dimaksud dalam point 2 kepada menteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persro yang bersangkutan.
Bahwa pengasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil privatisasi diperhitungkan sebagai hasil privatisasi, dan verifikasi atas biaya dan hasil
privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh menteri.
Universitas Sumatera Utara
Pentingnya Kebijakan Privatisasi BUMN
Dengan disahkannya PP No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan PP Privatisasi maka pengaturan privatisasi di Indonesia kini
sudah mempunyai dasar hukum yang jelas. Namun demikian perlu kiranya kita telah lebih lanjut agar pelaksanaan privatisasi dapat berjalan lancar di tingkat pelaksanaannya.
Secara teoritis terdapat dua pertanyaan mendasar berkenaan dengan masalah kepemilikan perusahaan. Pertama, bentuk kepemilikan yang bagaimana yang secara
efektif dapat meningkatkan kesejahteraan sosial social welfare dan efisiensi. Kedua, mengapa pemerintah berkenan melepaskan kepemilikannya, padahal dengan
mempertahankan kepemilikannya pada perusahaan mereka akan mendapatkan dukungan politik.
7
Berdasarkan riset secara empiris
8
dapat digambarkan bahwa perusahaan swasta seringkali beroperasi lebih efisien dibandingkan dengan perusahaan negara. Pengalaman
dibanyak negara terbukti bahwa kepemilikan swasta merupakan pilihan terbaik. Di sektor perbankan kepemilikan pemerintah menunjukkan kaitan yang erat dengan
lambannya perkembangan sektor keuangan serta pertumbuhan produktivitas yang rendah.
9
7
George R.G. Clarke dan Robert Cull, Political and Economics Determinants of The Likelihood of Privatizing Argentina Public Bank, Jurnal of Law and economics, Vol. XLV, April 2002, The
University of Chicago, hal. 166
8
Data empiris tersebut diuraikan oleh Clarke dan Cull yang mengaitkannya dengan data “Lending to the Public Sector and Change in Employment Third Quarter, 1998”, “Independent
Variables Included in the Estimation”, “Correlations Between Independent Variables”, “Result from Discrete Hazard Model Estimation of Time to Pass Law Authorizing Privatization, Probit Model”,
“Result from Discrete Hazard Model Estimation of Time to Pass Law Authorizing Privatization with Endogenous Fiscal Variables, All Banks”, “Elasticities of Probability of Privatization with Respect to
Continuous Variables”, “ Results from Cross-Sectional Tobit Estimation of Time to Pass Law Authorizing Privatization, Tobit Model”, dan “Results from Two-Period Probit and Ordinary Least
Squares OLS Analysis.” George R.G. Clarke dan Robert Cull, Op.Cit., hal. 173-193
9
Ibid, hal 166
Universitas Sumatera Utara
Studi yang dilakukan George Clarke dan Robert Cull memberikan pemahaman bahwa setelah privatisasi itu tergambar pula terjadinya peningkatan dalam portfolio
pinjaman dan peningkatan efisiensi. Kenyataan yang sama juga terjadi pada privatisasi di negara berkembang, meski tidak di seluruh negara berkembang.
Pertanyaan kedua yang paling sulit dijawab, oleh karena sangat sedikit data empiris yang dapat digunakan untuk menjawabnya.
10
Jawaban praktis yang dapat diajukan adalah pemerintah akan menjual kepemilikannya pada suatu perusahaan
apabila biaya politik dengan tetap memelihara kepemilikan tersebut lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan swasta lebih mendorong terjadinya efisiensi. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah kebijakan agar
terjadi proses privatisasi. Secara konsep privatisasi dapat terjadi atas kemauan politik paksaan maupun secara sukarela. Untuk mendorong terjadinya privatisasi secara
sukarela dibutuhkan adanya serangkaian regulasi yang dapat meningkatkan biaya politik memiliki perusahaan.
Privatisasi di Indonesia haruslah diartikan sebagai upaya untuk menghilangkan konsentrasi kepemilikan. Baik konsentrasi kepemilikan oleh pemerintah maupun
konsentrasi kepemilikan oleh swasta.
11
Di sektor perbankan alasannya adalah untuk memperkuat sistem perbankan dengan cara membuat ketentuan pembatasan kepemilikan bank. Hal ini perlu mengingat
perbankan di Indonesia pernah mengalami kehancuran disebabkan ketidakpercayaan masyarakat, dimana ketidakpercayaan itu telah pula membuat kegagalan pasar. Oleh
karena industri perbankan pernah dijadikan sebagai bahan eksploitasi pemiliknya.
10
Ibid, hal. 167
11
Bandingkan, George R.G. Clarke dan Robert Cull, Op. Cit, hal. 167-168
Universitas Sumatera Utara
Pada masa lalu perubahan regulasi atas sistem dan struktur perbankan atas dorongan liberalisasi perbankan telah memfasilitasi pertumbuhan perbankan yang cepat,
sehingga memberi peluang untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan.
Sistem dan struktur perbankan yang demikian itu mengakibatkan dimungkinkan terjadinya kepemilikan silang interlocking ownership dan lending pattern serta
dimilikinya satu bank secara mayoritas.
12
Pemilikan demikian sangat rawan terhadap kegagalan pasar disebabkan moral hazard, adverse selection dan harga oligopolistic.
Sebab kondisi pemilikan mayoritas itu memudahkan pengambilan risiko berlebihan pada perbankan.
Konsentrasi kepemilikan dimungkinkan pula timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Hal ini antara lain menyebabkan fungsi
pengawasan internal sebagai first line of defense menjadi kurang berfungsi. Sebab pada umumnya pemilik itu sekaligus menjadi komisaris. Akibatnya komisaris sebagai
pengawas bisa tidak efektif. Padahal komisaris memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya bank tersebut.
Kondisi konsentrasi kepemilikan itu dapat pula menimbulkan terjadinya cross- ownership atau cross-management yang bisa menimbulkan benturan kepentingan,
dimana benturan kepentingan terjadi sebagai akibat adanya cross-ownership atau cross- management antara bank dengan usaha lain baik di sektor finansial maupun sektor riil.
Selanjutnya, keadaan tersebut membuka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bank untuk mendukung kepentingan usaha pribadi pemilik.
12
Lihat. Zulkarnain Sitompul, “Pembatasan Kepemilikan Bank : Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan,” Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, No. 6, Tahun 2003, hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
Setidak-tidaknya terdapat tiga kelompok permasalahan yang berkenaan dengan privatisasi.
Pertama, masalah politik, dimana suksesnya pelaksanaan privatisasi sangat bergantung kepada kualitas politik pengambilan keputusan. Pembentukan opini publik
vis a vis terhadap privatisasi merupakan masalah besar. Sangat sulit untuk menjelaskan pada masyarakat awam tentang keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan swasta.
Hal yang penting dilakukan adalah bagaimana meyakinkan mereka bahwa tindakan itu adalah tepat untuk dilakukan. Perencanaan, persyaratan dan keterbukaan diperlukan
untuk membentuk kembali sikap masyarakat berkenaan dengan masalah kepemilikan sehingga tetap aman. Sikap negatif sering terjadi berkenaan dengan pemasukan modal
asing dan pendirian joint venture. Kedua, masalah hukum dan ekonomi yang berada dibawah kekuasaan negara.
Kredit dan sistem perbankan menimbulkan permasalahan terhadap proses privatisasi. Mekanisme ekonomi pasar, merupakan hal yang menentukan suksesnya kebijakan
privatisasi. Hukum harus merupakan dasar dilakukannya privatisasi agar dapat menjamin dalam merumuskan proses privatisasi, dan penjualan saham perusahaan
kepada para karyawannya dengan potongan harga discount. Pemilihan perusahaan untuk diprivatisasi merupakan masalah lain yang lebih sulit. Secara umum privatisasi
sebaiknya dilakukan pada perusahaan yang secara operasional masih visible. Ketiga, masalah teknis. Masalah utama yang menjadi perhatian adalah
penilaianpenaksiran aset yang ditawarkan untuk dijual. Untuk itu harus ada suatu badan sebagai komisi independen yang antara lain bertugas mengatur saham, menaksir nilai
aset yang akan diprivatisasi. Hal ini diperhatikan, mengingat informasi yang sederhana tentang sebuah perusahaan tidaklah cukup untuk menaksir nilai asetnya. Untuk menilai
Universitas Sumatera Utara
prospek perusahaan sebaiknya dilakukan studi yang mendalam. Penetapan harga penjualan perusahaan negara kepada investor asing harus realistis sehingga perusahaan
asing dimaksud menyetujui penawaran tersebut tanpa menimbulkan polemik.
13
Dalam kerangka produktivitas ekonomi dan kesejahteraan konsumen terdapat dua kondisi sebagai faktor penting yang mempengaruhi suksesnya privatisasi. Pertama
adalah pasar yang berjalan secara alami, termasuk didalamnya perusahaan yang akan di divestasi pada sektor kompetitif ataupun non kompetitif. Sektor kompetitif adalah sektor
yang dapat diperdagangkan, misalnya industri, penerbangan airlines, budidaya pertanian agriculture, dan kegiatan pendistribusian.
14
Sektor ini sangat memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara cepat dan berarti,
sepanjang tidak terdapat distorsi ekonomi secara luas. Adanya distorsi mengakibatkan privatisasi kehilangan keuntungan terhadap beban subsidi pajak BUMN dan besarnya
biaya yang diakibatkan oleh distorsi itu sendiri. Kedua, kondisi negara yang bersangkutan, meliputi kerangka kebijakan seluruh sektor makro ekonomi dan
kewenangan untuk membuat regulasi.
15
Privatisasi yang dilakukan pada kedua sektor baik perusahaan kompetitif maupun perusahaan non kompetitif akan lebih mempercepat dan memperbesar
keuntungan. Dengan kebijakan yang peka terhadap terciptanya kondisi lingkungan dan pasar yang lebih mendukung. Hal ini merupakan argumentasi yang digunakan Bank
Dunia dalam memberikan dukungan terhadap privatisasi sebagai salah satu bagian dari program kebijakan pemerintah.
13
V.V Ramanadham, Privatization : A Global Perspective, London and New York : Routledge, 1993, hal. 78-80.
14
Pasal 7 PP No.33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Persero PP Privtisasi.
15
Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary Shirley, Op.Cit., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Apabila privatisasi yang dilakukan meliputi perusahaan pada pasar non kompetitif biasanya kegiatan BUMN memonopoli pada beberapa bidang seperti
kekuasaan power, penyediaan sumberdaya air water supply, dan telekomunikasi, maka sistem peraturan perundang-undangan harus dibuat untuk melindungi para
konsumen. Kebijakan dan kapasitas peraturan yang baik berhubungan erat dengan pendapatan. Oleh karena itu, pada negara yang pendapatannya pada level menengah
middle-income cenderung lebih baik posisinya dalam memprivatisasi perusahaan pada sektor non kompetitif ini.
16
Tabel berikut memberikan suatu kerangka kebijakan terhadap pembuat keputusan sebelum melakukan privatisasi dengan memperhatikan keadaan negara :
17
Keadaan Perusahaan Keadaan Negara
Sektor Kompetitif Sektor Non Kompetitif
Kapasitas yang tinggi untuk membuat regulasi;
Pasar yang mendukung Keputusan :
Dijual
Keputusan :
Menjamin atau membuat pengaturan
lingkungan secara tepat.
Kemudian
mempertimbangkan penjualan
Kapasitas yang
rendah Keputusan : Keputusan :
16
Ibid, hal. 5.
17
Ibid, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat regulasi; Pasar tidak mendukung
Dijual, dengan
memperhatikan keadaan kompetisi.
Mempertimbangkan
managemen privatisasi.
Mengusahakan pasar
yang mendukung kerangka kebijakan.
Membuat pengaturan
lingkungan secara tepat.
Kemudian
mempertimbangkan penjualan.
Agar jalannya privatisasi BUMN lebih fair, perlu dipikirkan apakah kita memerlukan satu Komisi Privatisasi yang bersifat independen yang anggota terdiri dari
orang-orang di luar pemerintah, yang bertugas menjual BUMN, sebagaimana pernah diterapkan Perancis dalam pelaksanaan privatisasi. Memang, Komite Privatisasi telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, tetapi terlihat Komite itu belum bersifat independen, karena anggotanya terdiri dari Menteri-Menteri.
Apabila Komisi yang bersifat independen itu kita butuhkan, seyogianya diatur dalam perubahan peraturan Privatisasi yang akan datang. Kita bisa mencontoh Peraturan
mengenai Komisi Privatisasi yang mensyaratkan bahwa anggota komisi privatisasi harus berasal dari kalangan profesional. Sehingga dalam pelaksanaanya dari 9 anggota
Universitas Sumatera Utara
Pakistan Privatisasion Commission, 8 diantaranya adalah profesional dari kalangan privat.
18
Penekanan pengaturan lainnya yang perlu diperhatikan dalam ketentuan Peraturan Menteri tentang cara privatisasi yang di amanatkan Pasal 5 ayat 2 PP
Privatisai. Pelaksanaan privatisasi itu lebih baik menitikberatkan penjualannya melalui pasar modal, dibandingkan dengan menjualnya kepada mitra strategis strategic sale.
19
Melalui pasar modal akan membuat penjualan saham BUMN terdistribusi dalam masyarakat. Dengan ini akan memperluas kepemilikan masyarakat atas BUMN.
IV. PENUTUP