PERKEMBANGAN NEGARA BERKEMBANG PENUTUP 4.1 Kesimpulan

sisi lain, aktivitas perdagangan terus membaik dimana ekspor mulai tumbuh positif dan kontraksi impor semakin menyempit. Di tengah konsumsi yang masih lemah, inflasi justru meningkat cukup signifikan. Inflasi merayap naik dari 0,1 yoy pada Juni 2016 menjadi 0,5 pada Oktober 2016. Sebagaimana di berbagai negara lain, peningkatan inflasi didorong oleh harga minyak yang cenderung meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Meski meningkat, level inflasi tersebut masih jauh di bawah target sehingga ECB tetap mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif. ECB bahkan memperpanjang periode implementasi program pembelian aset quantitative easing.

2.3 PERKEMBANGAN NEGARA BERKEMBANG

Kelompok negara berkembang kembali tumbuh meningkat pada TW3-16. Peningkatan pertumbuhan antara lain ditopang oleh Tiongkok yang tumbuh stabil serta India dan beberapa negara ASEAN Vietnam dan Malaysia yang tumbuh meningkat Grafik 1.9. Perbaikan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi dan net ekspor. Pertumbuhan PDB Tiongkok pada TW3-16 bertahan di level 6,7, sama dengan triwulan sebelumnya. Konsumsi relatif membaik dimana penjualan ritel cenderung tumbuh meningkat sepanjang TW3. Selain itu, kontribusi investasi relatif stabil, terutama berkat dukungan investasi Grafik 1.9 Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang publik yang masih cukup tinggi. Di sisi lain, ekspor dan impor masih menurun, namun ekspor menurun lebih tajam dibanding impor, sehingga diperkirakan berdampak menekan pertumbuhan PDB. Secara sektoral, sektor tersier jasa terus tumbuh meningkat sementara sektor sekunder manufaktur tumbuh relatif stabil. Perkembangan tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa proses rebalancing ekonomi masih terus berlangsung. Sejalan dengan konsumsi yang membaik, tekanan inflasi juga kembali meningkat mencapai 2,1 pada Oktober 2016, dari sebesar 1,9 pada Juni 2016. Angka inflasi tersebut relatif masih rendah dan terkendali, sehingga PBOC tetap menerapkan kebijakan moneter yang cenderung akomodatif. Di sisi fiskal, pemerintah tetap memberikan stimulus melalui berbagai proyek konstruksi, serta pengeluaran untuk restrukturisasi NPL bank. Operasi tersebut menjadikan defisit fiskal meningkat. Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang stabil, perekonomian Tiongkok masih menghadapi beberapa tantangan yang cukup mengganggu kinerja ekonomi. Beberapa permasalahan dimaksud antara lain adalah pelemahan kinerja korporasi di tengah posisi utang yang sudah cukup tinggi sehingga mulai mendorong kenaikan NPL, munculnya kembali indikasi bubble di sektor properti dan berlanjutnya aliran modal keluar. Permasalahan tersebut selain mengganggu berjalannya aktivitas ekonomi, juga menyerap resources yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya restrukturisasi NPL yang menyerap sebagian anggaran pemerintah. Kinerja ekonomi India menunjukkan indikasi perbaikan sehingga PDB pada TW3-16 diperkirakan akan kembali meningkat mencapai 7,4, dari tumbuh 7,1 pada triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi yang didukung oleh kenaikan gaji pegawai negeri sipil. Selain itu, peningkatan konsumsi juga dipengaruhi faktor musiman perayaan hari besar keagamaan. Namun demikian, peningkatan konsumsi masih belum diikuti oleh aktivitas produksi yang meningkat. Hal ini diperkirakan karena inventory yang masih mencukupi untuk memenuhi permintaan konsumen. Sentimen bisnis juga masih membaik sebagaimana ditunjukkan oleh Purchasing Manager Index yang terus meningkat. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan adalah net ekspor yang diperkirakan juga membaik. Ekspor dan impor terus membaik, meskipun masih mengalami kontraksi dibanding tahun sebelumnya. Ekspor terus membaik dimana kontraksinya terus menurun dan bahkan mulai tumbuh positif pada akhir TW3-16. Sementara itu, impor juga menunjukkan kinerja yang terus membaik sehingga kontraksinya juga terus menyempit. DI tengah aktivitas ekonomi yang kembali meningkat, laju inflasi justru mengalami penurunan. Inflasi menurun cukup signifikan dari 5,8 di akhir TW2-16 menjadi 4,3 di akhir TW3. Perkembangan inflasi India tersebut berbeda dengan tren inflasi dunia yang cenderung meningkat sepanjang TW3. Hal ini disebabkan oleh berakhirnya musim kemarau sehingga produksi pertanian kembali normal dan harga produk makanan volatile food menurun cukup signifikan. Tekanan inflasi yang menurun memberikan ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini dimanfaatkan oleh RBI untuk menurunkan suku bunga kebijakan pada MPC meeting Oktober 2016. Di sisi keuangan pemerintah, defisit fiskal diperkirakan akan melebar dengan ditingkatkannya gaji PNS namun defisit diperkirakan tidak akan melebihi 3,5 dari PDB untuk tahun fiskal 20162017. Pada saat yang sama pemerintah melanjutkan berbagai reformasi yang ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi dalam rangka menarik lebih banyak investasi asing. Upaya ini sejalan dengan program jangka menengah-panjang yang dikenal dengan Make in India’. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN bervariasi namun dengan kecenderungan melambat di TW3-16. PDB Indonesia, Thailand, Filipina dan Singapura tumbuh melambat, yang pada umumnya disebabkan oleh melemahnya konsumsi Indonesia dan Thailand dan net ekspor Filipina dan Singapura. Meskipun tumbuh melambat, laju pertumbuhan PDB negara ASEAN tersebut pada umumnya masih berada pada level yang tinggi yang menunjukkan masih cukup kuatnya fundamental ekonomi negara-negara tersebut. Sementara itu, PDB Malaysia dan Vietnam mengalami peningkatan pertumbuhan yang didorong oleh peningkatan investasi dan net ekspor. Tekanan inflasi di negara ASEAN secara umum masih terkendali dan masih di bawah target inflasi masing-masing negara, meskipun menunjukkan tren yang meningkat. Tren inflasi yang meningkat menunjukkan kondisi ekonomi yang masih cukup baik, di samping juga didorong oleh kenaikan harga minyak dan komoditas global. Singapura masih mengalami deflasi yang menunjukkan masih lemahnya permintaan domestik. Singapura yang perekonomiannya bergantung pada sektor eksternal ekspor barang dan jasa sangat terpukul dengan terus melemahnya perekonomian dunia yang diikuti dengan turunnya volume perdagangan. Dengan kinerja ekonomi yang sedikit melambat dan laju inflasi yang relatif rendah, kebijakan moneter negara ASEAN cenderung tetap akomodatif. Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan 7 days reverse repo pada September dan Oktober 2016 masing-masing 25 bps menjadi 4,75. Sementara itu, negara ASEAN lain mempertahankan suku bunga kebijakan yang telah berada pada level yang rendah. Perkembangan ekonomi global yang sedikit membaik juga diwarnai oleh munculnya beberapa events yang menjadi tantangan dalam memulihkan dan mendorong kinerja ekonomi global. Events dimaksud adalah referendum2 di Inggris yang hasilnya dimenangkan oleh kubu Brexit sehingga Inggris akan keluar dari Uni Eropa, ketidakpastian timing kenaikan Fed Fund Rate berikutnya dan pemilihan presiden di AS yang dimenangkan oleh Donald Trump yang berpotensi memengaruhi perekonomian global. Events tersebut berdampak mengguncang pasar keuangan global, terutama di negara berkembang yang mengalami sudden capital reversal yang diikuti oleh jatuhnya harga aset dan nilai tukar. Investor global pada umumnya melepas investasinya, baik di saham, obligasi korporasi, maupun obligasi pemerintah. Selanjutnya investor menarik keluar investasinya dari negara berkembang dan dialihkan ke safe haven assets. Akibatnya, harga aset keuangan di negara berkembang jatuh dan disertai dengan melemahnya mata uang domestik. Terkait referendum di Inggris yang secara mengejutkan dimenangkan oleh kubu yang pro keluar dari Uni Eropa Brexit membuat pelaku pasar melakukan pengalihan asetnya ke aset yang lebih aman flight to safety, namun dampaknya lebih dirasakan di UK dan negara-negara Eropa. Sementara itu, terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS juga mengejutkan pasar sehingga berdampak sangat besar pada gejolak pasar keuangan serta imbasnya lebih luas dan merata, termasuk ke negara berkembang di kawasan Asia. Perkembangan di pasar komoditas relatif mixed dimana harga minyak relatif stabil, harga komoditas tambang cenderung meningkat dan komoditas pertanian cenderung menurun. Harga minyak cenderung bergerak stabil di sekitar USD48 per barrel minyak jenis Brent, setelah meningkat cukup signifikan di TW2-16. Ketidakberhasilan upaya pengendalian produksi oleh OPEC dan non-OPEC menjadikan tren kenaikan harga minyak tertahan. Berbeda dengan minyak, harga komoditas tambang cenderung masih terus meningkat. Beberapa komoditas tambang yang mengalami kenaikan harga adalah copper, aluminium dan zinc. Sementara itu, harga komoditas pertanian bergerak sangat bervariasi. Harga gandum dan beras cenderung menurun, sementara harga minyak sawit dan kopi meningkat.

2.4 OUTLOOK EKONOMI GLOBAL 2016-2017