yang terjadi di pengadilan Australia, di sana dikenal aturan cross-vesting
jurisdiction . Cross-vesting adalah
aturan yang memungkinkan satu pengadilan mengadili secara utuh
satu perkara meskipun salah satu dari bagian perkara itu sebenarnya
merupakan kewenangan pengadilan yang lain Etihne Mills dan Marlene
Ejeber,
: .
Mekanisme cross-vesting yang digunakan untuk mengatasi konflik
kewenangan ini sangat membantu masyarakat pencari keadilan karena
dapat mengurangi biaya berperkara, mereduksi ketidaknyamanan para
pihak serta memenuhi asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
Belinda Fehlberg dan Juliet Behrens, :
. Kedepan mungkin juga perlu dikaji apakah memungkinkan
jika peradilan agama juga berwenang memeriksa perkara pidana KDRT dan
cerai secara bersamaan.
Solusi kedua, menurutnya dengan menggunakan pendekatan restorative
justice yakni dengan memberikan
kompensasi ganti rugi kepada si korban KDRT atau dalam hukum
slam dikenal istilah diyat. Diyat atau ganti rugi tersebut dilakukan
bersamaan dalam perkara perceraian.
Bagaimanapun penyelesaian seng- keta KDRT perlu dilakukan secara
lebih humanis ketimbang pendeka- tan legal fomal. Terlebih jika di antara
keduanya telah memperoleh anak keturunan. Proses komulasi penyele-
saian sengketa perceraian dan KDRT seperti di atas lebih bisa memenuhi
rasa keadilan dan kemanfaatan hukum dan sesuai dengan asas ber-
perkara secara cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta berperspektif
pene gakan AM dan gender.
2. Perbuatan Melawan Hukum PMH
Pemahaman yang berkembang selama ini dalam perkara sengketa
ekonomi syariah pengadilan agama hanya berwenang ketika sengketa
tersebut didasarkan pada alasan wanprestasi dan jika didasarkan PM
pengadilan agama tidak berwenang. Pemahaman yang demikian itu
tentu perlu dikritisi karena sengketa perdata mencakup wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum. Untuk menjamin keberlangsungan
perbankan syariah, secara khusus, dan industri keuangan syariah secara
umum, diperlukan pranata hukum yang jelas dan lengkap, termasuk
dalam hal penyelesaian sengketa di pengadilan agama.
Berdasarkan Penjelasan Pasal ayat Undang-Undang No. Tahun
, Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk sekaligus memu-
tuskan sengketa milik atau keper- dataan lain yang terkait dengan obyek
sengketa yang diatur dalam Pasal
apabila subyek sengketa antara orang-orang yang beragama slam.
al demikian untuk menghindari upaya memperlambat atau mengulur
waktu penyelesaian sengketa karena alasan ada sengketa milik atau keper-
dataan lain.
Dari penjelasan pasal di atas, dapat dipahami bahwa alasan hukum
‘illat Pasal ayat UU No. Tahun
adalah untuk menghindari upaya memperlambat penyelesaian
sengketa dan hal ini sesuai dengan asas sederhana, cepat, dan biaya
ringan. Bagaimana dengan perbuatan melawan hukum dalam sengketa
ekonomi syariah?
Jika dikaji dari segi illat hukum, apakah ketentuan Pasal
ayat UU No. Tahun
dapat dijadi- kan dasar hukum melalui metode
analogi bagi kewenangan Pengadilan Agama dalam memutus perkara per-
buatan melawan hukum dalam seng- keta ekonomi syariah? Apakah ada
illat hukum yang sama, yaitu meng-
hindari upaya memperlambat penye- lesaian sengketa?
Jika hanya dilihat dari segi spesies illat
, yaitu menghindari upaya mem- perlambat penyelesaian sengketa,
maka illat tersebut tidak dapat dite-
MAJALAH PERADILAN AGAMA
Edisi 5 | Des 2014
21
rapkan dalam penyelesaian gugatan perbuatan melawan hukum terkait
ekonomi syariah oleh Pengadilan Agama, karena penyelesaian kasus
serupa di Peradilan Umum pun tidak mengandung unsur upaya memper-
lambat penyelesaian sengketa, ter- lebih terdapat yusrisprudensi MA
R, yaitu Putusan Nomor
K Pdt
tanggal April yang
intinya antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi tidak dapat
digabung dan harus diperiksa secara terpisah.
Namun demikian, jika ditin- jau dari asas sederhana, cepat, dan
biaya ringan sebagai genus illat, karena sistem peradilan yang berlaku
me nem patkan Pengadilan Agama sebagai satu-satunya pengadilan
yang berwenang menangani sengketa ekonomi syariah, dan agar prosedur
berperkara sesuai dengan asas seder- hana, cepat, dan biaya ringan, maka
penyelesaian gugatan perbuatan mel- awan hukum terkait ekonomi syariah
perlu dipadukan di bawah kewenan- gan Pengadilan Agama.
Kemudian bagaimana dengan masalah hukum materiil tentang per-
buatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal
KU Perdata dan seterusnya yang belum diatur dalam
KES. Yang menjadi persoalan adalah dapatkah KU Perdata yang menga-
tur perbuatan melawan hukum dija- dikan sebagai sumber hukum mate-
riil di lingkungan Peradilan Agama. Dalam masalah ini, selama belum ada
lex specialis dalam masalah tersebut,
maka ketentuan dalam KU Perdata tentang perbuatan melawan hukum
tetap berlaku selama tidak bertenta- ngan dengan syariah.
Apakah perbuatan melawan hukum dalam KU Perdata sesuai
dengan syariah dapat dikaji dengan menggunakan teori penjenjangan
norma-norma hukum slam, yang secara hierarki mencakup tiga
tingkatan, pertama, norma-norma dasar atau nilai-nilai filosofis
al-qiyam al-asasiyyah yaitu norma-
norma abstrak yang merupakan nilai- nilai dasar dalam hukum slam seperti
kemaslahatan, keadilan, kebebasan,
persamaan, persaudaraan, akidah, dan ajaran-ajaran pokok dalam
etika slam akhlak . Kedua, norma- norma tengah, yang terletak antara
dan sekaligus menjembatani nilai- nilai dasar dengan peraturan hukum
konkret. Norma-norma tengah ini dalam ilmu hukum slam merupakan
doktrin-doktrin asas-asas umum hukum slam, dan secara konkret
dibedakan menjadi dua macam, yaitu asas-asas hukum slam dan
kaidah-kaidah hukum slam. Ketiga, peraturan-peraturan hukum konkret
Syamsul Anwar, :
- .
Berdasarkan teori di atas, norma dasarnilai filosofis keadilan
diejawantahkan dalam norma tengah yang berupa kaidah fikih kerugian
dihilangkan
ad-dararu yuzalu ,
dan norma tengah atau doktrin umum ini dikonkretisasi lagi dalam
bentuk peraturan hukum konkret yaitu perbuatan melawan hukum,
yang menghukum orang karena perbuatannya yang merugikan orang
lain untuk mengganti kerugian orang lain akibat perbuatannya tersebut
sebagai mana diatur Pasal
KU Perdata. Ketentuan itu juga sesuai
dengan maqasid syariah yaitu hifd al-mal
menjaga harta dari kerugian akibat perbuatan orang lain . Dengan
demikian, maka aturan tentang perbuatan melawan hukum dalam
KU Perdata dapat dijadikan sumber hukum materiil bagi hakim-hakim
Pengadilan Agama, karena secara substantif tidak bertentangan dengan
syariah.
Senada dengan PM dalam eko- nomi syariah, yang tidak kurang pen-
ting adalah menyangkut kewenangan pengadilan agama terhadap PM
dalam proses pengelolaan zakat seba- gaimana diatur dalam UU Nomor
Tahun tentang pengelolaan
zakat. Dalam UU tersebut tidak dia- tur secara jelas pengadilan mana
yang berwenang mengadili sehingga dalam praktek perkara PM itu dipa-
hami sebagai kewenangan pengadilan nege ri bukan pengadilan agama.
3. Sengketa Labelisasi Halal Produk Makanan