1
I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padi merupakan komoditas utama dari subsektor tanaman pangan dan berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi memberikan
kontribusi besar terhadap produk domestik bruto PDB nasional Damardjati, 2006; Dirjen Tanaman Pangan, 2008; Sembiring dan Abdulrahman, 2008. Dalam
rangka mencapai swasembada beras yang berkelanjutan, pada tahun 2011 pemerintah telah menetapkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional
P2BN. I nstrumen yang digunakan dalam peningkatan produksi adalah: 1. Perluasan areal pencetakan sawah baru, optimalisasi lahan, dan peningkatan
I ndeks Pertanaman I P; 2. Peningkatan produktivitas penggunaan varietas unggul, pemupukan, jajar legowo, pengendalian OPT: pendekatan Pengelolaan
Tanaman dan sumberdaya Terpadu PTT; 3. Rekayasa teknologi dan sosial Demplot, Demfarm dan SL-PTT.
Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu baru mencapai 4,3 ton GKG ha BPS Provinsi Bengkulu, 2012. Ada senjang hasil yang cukup tinggi 21,82 antara
produktivitas padi di Provinsi Bengkulu dengan produktivitaspadi secara
nasional. Senjang hasil dapat diperkecil dengan penerapan PTT.Ada 11 komponen PTT yang dapat diterapkan dalam sistem budidaya padi yaitu: 1.
Varietas moderen VUB, PTB, PH; 2.Benih bermutu dan sehat; 3. Pengaturan cara tanam jajar legowo; 4. Pemupukan berimbang dan efisien menggunakan
BWD dan PUTS petak omisi Permentan No. 40 2007; 5. PHT sesuai OPT sasaran; 6. Bahan organik pupuk kandang amelioran; 7. Umur bibit muda;
8. Pengolahan tanah yang baik; 9. Pengelolaan air optimal pengairan berselang; 10. Pupuk cair PPC, ppk organik, pupuk bio-hayati, ZPT, pupuk
mikro; 11. Penanganan panen dan pasca panen Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013.
Hasil survey menunjukkan bahwa baru 3-4 komponen PTT padi yang diterapkan oleh petani di Provinsi Bengkulu.Ada korelasi positif antara jumlah
komponen PTT yang diterapkan dengan produktivitas tanaman. Hingga batas tertentu, semakin banyak jumlah komponen PTT diterapkan, semakin tinggi
produktivitas yang dapat dicapai Wibawa dkk., 2011. Di Provinsi Bengkulu, jumlah traktor sudah cukup memadai untuk
mengolah lahan sawah secara cepat, namun belum mampu menjamin terlaksananya tanam serentak dalam suatu hamparan. Hal ini berkaitan dengan
2
keterbatasan tenaga kerja tanam.Anjuran tanam serentak dalam satu hamparan juga menjadi permasalahan dalam penerapan Jajar Legowo di Provinsi Bengkulu,
karena sistem ini memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Jajar legowo, khususnya 2: 1, sudah diakui dapat
meningkatkan produktivitas hingga 18,12 Suhendra dan Kushartanti, 2013. Permasalahan
utama dalam penerapan Jarwo diantaranya adalah memerlukan tenaga kerja untuk tanam yang lebih banyak, biaya tinggi, dan kondisi lahan yang sulit
dikelola petakan kecil, air sulit dikendalikan, dan solum tanah yang terlalu dalam rawa.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan dalam penerapan Jarwo adalah melalui mekanisasi pertanian dalam bentuk mesin Jarwo transplanter.
Jarwo transplanter dengan 2-3 operator mempunyai kapasitas kerja 6-7 jam ha. Suhendrata 2013 melaporkan bahwa pada kondisi petakan sawah yang luas,
datar dengan kedalaman lumpur kurang dari 40 cm, mesin transplanter dapat membantu memecahkan permasalahan kekurangan tenaga tanam padi sawah.
Pembangunan pertanian dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi alat dan mesin pertanian Tambunan dan Sembiring, 2007.
Jajar legowo merupakan salah satu komponen PTT dasar compulsory pada
PTT padi sawah irigasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013.Penggunaan mesin jarwo transplanter, bersama dengan komponen PTT lainnya, diharapkan
mampu menjadi titik ungkit dalam peningkatan produktivitas dan produksi padi di Provinsi Bengkulu.
Di Provinsi Bengkulu, jumlah power thresher juga sudah cukup memadai untuk melakukan pemanenan secara cepat, namun belum mampu menjamin
terlaksananya panen secara tepat. Panen sering dilakukan pada umur yang masih muda dan sering juga pada umur tanaman yang sudah terlalu tua
sehingga terlalu lama di lapangan yang akan berdampak pada mutu gabah padi yang dihasilkan.Hal ini berkaitan dengan keterbatasan tenaga kerja panen yang
tersedia. Keterbatasan tenaga kerja tenaga
panen padi menyebabkan sulit
tercapainya panen secara tepat. Dampak dari pemanenan yang tidak tepat diantaranya adalah
terjadinya kehilangan hasil panen yang berdampak menurunnya produksi padi Ahmad dan Haryono, 2007.
3
Dalam upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja saat musim tanam dan panen padi tiba serta mempercepat introduksi tanam jajar legowo 2: 1 atau 4: 1,
mekanisasi merupakan solusi agar dapat mengejar I ndeks Produksi I P. Mekanisasi dalam usaha tani padi sawah dimulai dengan pengolahan tanah
menggunakan traktor hand traktor, penanaman menggunakan mesin tanam padi I ndojarwo Transplanter, penyiangan menggunakan power weeder dan panen
menggunakan I ndocombine Harvester.
Mesin panen padi I ndo Combine Harvester dirancang oleh Badan Litbang
Pertanian untuk mendukung pencapaian program swa-sembada beras nasional melalui usaha penurunan susut hasil panen. Kemampuan kerja mesin tersebut
mampu menggabungkan kegiatan potong-angkut-rontok-pembersihan-sortasi- pengantongan dalam satu proses kegiatan yang terkontrol. Adanya proses
kegiatan panen yang tergabung dan terkontrol menyebabkan susut hasil yang terjadi hanya sebesar 1,87 atau berada di bawah rata-rata susut hasil metode
“gropyokan” sekitar 10 . Sedangkan tingkat kebersihan gabah panen yang dihasilkan oleh mesin tersebut mencapai 99,5 . Mesin panen padi
I ndo Combine Harvester yang dioperasikan oleh 1 orang operator dan 2 pembantu mampu
menggantikan tenaga kerja panen sekitar 50 HOK ha. Kapasitas kerja mesin mencapai 5 jam per hektar.
Penggunaan paket teknologi mekanisasi padi pada lahan sawah irigasi perlu dikaji dari aspek kinerja teknis, finansial dan peluang adopsinya bagi
pengguna. Petani akan menerima dan mengadopsi inovasi teknologi dengan syarat teknologi yang diintroduksikan secara ekonomis menguntungkan dan
secara teknis dapat dilaksanakan serta tidak bertentangan dengan sosial budaya masyarakat setempat.
Keterbatasan tenaga kerja baik untuk tenaga tanam maupun panen di Provinsi Bengkulu dapat dipicu oleh kepadatan penduduk di Provinsi Bengkulu
yang masih rendah yaitu hanya 91 jiwa per Km
2
. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian pemanfaatan paket teknologi mekanisasi padi pada lahan sawah
irigasi dengan kepadatan penduduk rendah di Provinsi Bengkulu.
1.2. Tujuan