Mayarakat negara Barat merupakan tipe ideal masyarakat modern yang kisah suksesnya perlu di-copy oleh negara-negara yang belum berkembang.
b. Teori Modern World System
Bakry 2015:52 mengatakan teori Modern World System MWS diilhami oleh aliran Marxis. Salah seorang tokoh penting dalam teori ini adalah Immanuel
Wallerstein. Teori sistem dunia lahir karena dua teori sebelumnya, yaitu teori modernisasi dan teori depedensi menuai banyak kritik. Fahmi 2013:25
mengatakan teori modernisasi dikritik sebagai rasionalisasi imperialisme. Oleh karena itu, lahirlah teori depedensi yang pertama kali di Amerika Latin. Teori ini
menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga.
Kaye dalam Bakry 2015:56 mengatakan, perspektif yang dirumuskan
Wallerstain ini lahir dengan cara mengambil intisari dan menyerap pola pikir dari dua tradisi pemikiran yang dahulu ada, yakni pola pikir pembangunan negara
Dunia Ketiga Neo-Marxis dan ajaran Annales Perancis. Bakry 2015:56 berasumsi bahwa teori MWS mengatakan bahwasanya dunia
adalah suatu keseluruhan struktural. Dunia modern harus dilihat sebagai suatu sistem dimana seluruh bagian yang bermacam-macam dari strukturnya
dihubungkan secara fungsional dan sistem itu beroperasi dengan hukum-hukum ekonomi tertentu. Para penganut teori MWS menyatakan bahwa tugas utama para
ahli atau orang yang mempelajari EPI adalah melakukan analisis terhadap asal usul, struktur dan fungsi dari sistem tersebut. Secara garis besar ada tiga pokok
pikiran dari teori MWS. Pertama, teori ini menerima supremasi arena politik dan perjuangan kelas atas konflik-konflik politik, namun juga menerima arena
ekonomi sebagai determinan perilaku manusia. Kedua, teori ini berasumsi bahwa sistem dunia tersusun dari suatu hierarki negara-negara yang terdominasi
tergantung dan negara-negara yang mendominasi atau menguasai. Ketiga, ekonomi dunia modern ditandai oleh krisis-krisis yang tak dapat dihindari sebagai
akibat dari benturan kepentingan antarnegara. Argumen dasar teori ini adalah perekonomian dunia terdiri dari daerah pusat core
area yang dominan dan daerah pinggiran periphery area yang tergantung.
Daerah semi pinggiran semi-peryphery area, sebagaimana yang diintrodusir oleh Wallerstain, muncul sebagai konsekuensi adanya transformasi dari status
pinggiran menuju daerah pusat atau sebaliknya dari status sebagai negara core karena kegagalan berubah menjadi pinggiran kembali.
Teori MWS menganggap perkembangan dan kemajuan daerah pusat justru
menciptakan keterbelakangan di daerah pinggiran. Menurut teoritisi MWS, daerah pinggiran semata-mata sebagai sumber kekayaan bagi daerah pusat. Menurut
Frank dalam Bakry 2015:57, pembangunan ekonomi dan keterbelakangan adalah sebagai sisi yang berbeda dari mata uang yang sama. Kemudian teori
MWS mengatakan ekonomi internasional adalah arena eksploitasi dari negara maju terhadap Dunia Ketiga. Pembagian kerja internasional telah menempatkan
negara-negara pinggiran selalu tergantung kepada negara maju dan terhalang untuk mencapai perkembangan ekonomi. Hubungan internasional justru membuat
negara-negara pinggiran menjadi lemah secara ekonomi bahkan juga politik.
Wallerstain memiliki pandangan sedikit lunak mengenai hal ini, karena menurut keyakinannya pembagian kerja tersebut tidak bersifat statis, sepanjang ada
kemauan untuk berubah dari negara-negara Dunia Ketiga.
c. Teori Stabilitas Hegemonis
Ahli politik Gramsci dalam Bakry 2015:58 mengembangkan makna awal yang merujuk pada dominasi suatu kelas sosial terhdap kelas sosial lain dalam
masyarakat melalui hegemoni budaya. Hegemoni merupakan suatu bentuk kekaisaran yang mengendalikan negara-negara bawahannya dengan kekuasaan
persepsi bahwa ia dapat memaksakan tujuan politiknya dan bukannya dengan kekuatan tindakan fisik langsung untuk memaksakan tujuan politiknya.
Mencangkup hubungan internasional, teori stabilitas hegemonis menunjukkan bahwa sistem internasional akan tetap stabil apabila hanya ada satu negara saja
yang memegang kekuasaan dominan di dunia. Negara tersebut lazim disebut sebagai negara hegemon. Dengan demikian jatuhnya negara hegemon tersebut,
atau ketiadaan negara hegemon, akan mengganggu stabilitas internasional. Ketika sebuah negara menjalankan kepemimpinannya, baik melalui diplomasi,
pemaksaan coercion, maupun persuasi, maka sebenarnya negara itu sedang melaksanakan kekuasaan dominannya yaitu kemampuan suatu negara-negara
secara sendirian mendominasi aturan-aturan dan pengaturan dalam hubungan- hubungan ekonomi dan politik internasional.