c. Sampai pada Tahap Replik-Duplik Kalibarang batas jangka waktu pengajuan perubahan yang dianggap layak dan
memadai menegakkan keseimbangan kepentingan para pihak adalah sampai tahap replik-duplik berlangsung. Praktik peradilan cenderung menerapkannya. Misalnya,
dalam Putusan MA No. 546 KSep1970, menggariskan perubahan gugatan tidak dapat dibenarkan apabila tahap pemeriksaan sudah selesai, konklusinya sudah
dikemukakan dan kedua belah pihak telah memohon putusan. Memperhatikan variabel batas jangka yang dikemukakan, terdapat dua
pembatasan yang saling bertolak belakang secara ekstrim : -
Batas jangka waktu yang ditentukan pada Pasal Rv, dianggap terlampau leluasa memberi hak kepada penggugat melakukan perubahan, mulai dari proses persidangan
sampai putusan belum dijatuhkan; -
Sebaliknya, pada batas waktu yang digariskan MA dalam Buku Pedoman, dianggap terlampau resriktif atau sempit, hanya memberi hak pada hari sidang pertama.
Sehubungan dengan sifat ekstrimitas yang melekat pada kedua penggarisan tersebut, dihubungkan dengan segala kelemahan yang terkandung di dalamnya,
kurang tepat untuk menerapkannya. Lebih baik menerapkan tenggang waktu yang bersifat moderat. Membolehkan mengajukan perubahan tidak hanya terbatas pada
sidang pertama, tidak juga dibenarkan selama proses pemeriksaan berlangsung, tetapi dibolehkan sampai proses pemeriksaan memasuki tahap replik dan duplik.
E. Penggabungan Gugatan
Secara teknis mengandung pengertian penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan. Disebut juga kumulasi gugatan atau samenvoeging van vordering, yaitu
penggabungan dari lebih satu tuntutan hukum ke dalam satu gugatan.
8
Pada prinsipnya, setiap gugatan harus berdiri sendiri. Masing-masing gugatan diajukan
dalam surat gugatan yang terpisah secara tersendiri, dan diperiksa dan diputus dalam proses pemeriksaan dan putusan yang terpisah dan berdiri sendiri. Akan tetapi dalam
hal dan batas-batas tertentu, dibolehkan melakukan penggabungan gugatan dalam satu
8 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta : Pradnya Paramita, 1993.,hlm 27.
8
surat gugatan, apabila antara satu gugatan dengan gugatan yang lain terdapat hubungan erat atau koneksitas.
9
Hukum positif tidak mengatur penggabungan gugatan. Baik HIR maupun RBG, tidak mengaturnya. Begitu juga Rv, tidak mengatur secara tegas, dan tidak pula
melarang. Yang dilarang Pasal 103 Rv, hanya terbatas pada penggabungan atau kumulasi gugatan antara tuntutan hak menguasai bezit dengan tuntutan hak milik.
Meskipun HIR dan RBG maupun Rv tidak mengatur, peradilan sudah lama menerapkannya. Supomo menunjukkan salah satu putusan Road Justisie Jakarta pada
tanggal 20 juni 1939 yang memperbolehkan penggabungan gugatan, dengan pertimbangan antara gugatan-gugatan itu, terdapat hubungan erat innerlijke
samenhang. Pendapat yang sama, ditegaskan dalam Putusan MA No. 575 KPdt1983
10
yang menjelaskan antara lain : Meskipun Pasal 393 ayat 1 HIR mengatakan hukun acara yang diperhatikan
hanya HIR, namun untuk mewujudkan tercapai process doelmatigheid, dimungkinkan menerapkan lembaga dan ketentuan acara di luar yang diatur dalam HIR, asal dalam
penerapannya berpedoman kepada ukuran: 1. Benar-benar untuk memudahkan atau menyederhanakan proses pemeriksaan.
2. Menghindari terjadinya putusan yang saling bertentangan. Berdasarkan alasan tersebut, boleh dilakukan penggabungan samenvoging
atau kumulasi objektif maupun subjektif, dengan syarat terdapat innerlijke samenhangen atau koneksitas erat diantaranya.
Kumulasi ialah gabungan beberapa gugatan hak atau gabungan beberapa pihak yang mempunyai akibat hukum yang sama, dalam satu proses perkara. Ada beberapa
macam kumulasi
11
:
9. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.,hlm 125 10 . Tgl 20-6-1984, jo. PT Tanjung Karang No. 361982 tgl. 31-8-1983, jo. PN Tanjung
Karang No. 351981, tgl. 24-3-1982. 11 . H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008.,hlm 44
9
1. Kumulasi subjektif, ialah jika dalam satu surat gugatan terdapat beberapa orang penggugat atau beberapa orang tergugat.
2. Kumulasi objektif, ialah jika penggugat mengajukan beberapa gugatan kepada seorang tergugat.
3. Intervensi, ialah ikut sertanya pihak ke tiga ke dalam suatu proses perkara. Ada tiga macam intervensi:
a. Voeging, masuknya pihak ke tiga ke dalam suatu untuk membantu salah satu pihak menghadapi pihak lawan. Dalam hal ini pihak ke tiga berkedudukan
sebagai penggugat dan tergugat. b. Vrijwaring, ialah pihak ke tiga ditarik oleh tergugat dengan maksud agar ia
menjadi penanggung bagi tergugat. c. Tussencomst, ialah pihak ke tiga masuk dalam satu proses perkara yang sedang
berjalan untuk membela kepentingannya sendiri. Dengan demikian intervensi di sini berhadapan dengan penggugat dan tergugat secara langsung, tetapi
dibolehkan sampai proses pemeriksaan memasuki tahap replik dan duplik.
F. Pencabutan Gugatan