waktu itu dilakukan melalui bidang pendidikan, kesehatan dan kolportase. Menyikapi pertambahan jumlah jemaat Gereja Kristen Jawa Purbalingga,
Majelis dengan dukungan Zending dan jemaat Gereja Kristen Jawa Purbalingga membangun gedung gereja baru. Gedung gereja baru ini dapat
menampung 600 orang dengan biaya f 8888. Gedung gereja ini diresmikan tanggal 23 November 1926. Marmoejoewono, 1966 : 56.
Kedewasaan Gereja Kristen Jawa Purbalingga juga ditunjukkan dengan lengkapnya sifat-sifat gereja yang sesungguhnya yaitu memiliki pendeta
sendiri. Majelis Gereja Kristen Jawa Purbalingga pada tanggal 3 September 1929 memanggil Ds. Samah Soedarmadi menjadi pendeta Gereja Kristen
Jawa Purbalingga. Ds. Samah Soedarmadi merupakan pendeta jawa pertama di Klasis Banyumas.
Gereja Kristen Jawa Purbalingga juga mengalami perubahan dalam hal kotbah atau pelayanan firman. Di mulai zaman Dr. A. Vermeer sampai Ds.
G.J. Ruyssenaars, karena pengkotbah dianggap sebagai wakil Allah maka dalam berkotbah harus menggunakan bahasa jawa “ ngoko”. Pada tahun 1925
seiring dengan berubahnya pendapat gereja kotbah diselenggarakan dengan bahasa jawa “ krama”.
B. Media Pekabaran Injil Gereja Kristen Jawa Purbalingga
Agama Kristen tidak begitu saja dapat diterima oleh masyarakat Purbalingga. Dengan melihat keadaan yang sedang terjadi pada saat Injil
pertama kali disebarkan di Purbalingga kita dapat mengetahui media
Pekabaran Injil yang efektif yang di pakai oleh para Zendeling dalam meyebarkan agama Kristen di Purbalingga.
a. Pendidikan
Rendahnya Pendidikan penduduk pribumi pada waktu Injil pertama kali disebarkan di Indonesia merupakan dampak dari
kebijaksanaan pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda tidak memperhatikan Pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan pada
waktu itu hanya dikhususkan untuk orang-orang Belanda dan para Bangsawan. Hal ini membuat tingkat buta huruf di Indonesia pada waktu
itu sangat tinggi. Ditiap desa hanya tiga atau empat orang yang dapat menulis dan membaca. Mereka ini yang bertugas sebagai Lurah, Carik,
Tukang Uang dan Bau. Keadaan ini membuat Pekabaran Injil di Purbalingga tidak dapat
berjalan dengan cepat. Orang-orang Purbalingga tidak begitu paham tentang agama Kristen. Mereka masih memiliki pandangan bahwa agama
Kristen merupakan agama Belanda, sehingga sebagai orang Jawa sebaiknya memeluk agamanya sendiri yang bukan agama Kristen
umumnya berarti agama Islam. Menyikapi keadaan ini para Zendeling dalam melakukan
Pekabaran Injil harus benar-benar berhati-hati. Hal ini dikarenakan apabila masyarakat merasa dipengaruhi akan timbul pemberontakan. Pekabaran
Injil dilakukan oleh Zending melalui Pendidikan.
Mr. F. L. Anthing merupakan tokoh Pekabaran Injil yang melakukan Pekabaran Injil melalui bidang pendidikan. Mr. F. L. Anthing
suka memelihara anak-anak dan pemuda-pemuda dari Jawa maupun Sunda. Anak-anak ini dididik menjadi tenaga Pekabaran Injil. Apabila
anak-anak sudah dewasa dan menjadi cakap mereka dikirim kedaerah yang memerlukan tenaga Pekabaran Injil.
Dari Mr. F. L. Anthing inilah tersebar para Pekabar Injil pribumi yang menyebarkan Injil kependuduk pribumi. Mr. F. L. Anthing
mengirimkan Johanes Vrede dan Laban ke Tegal serta Leonard yang ditugaskan di Banyumas dan Purbalingga. Marmoejoewono. 1993: 29 .
Apabila memulai karya Pekabaran Injil disalah satu daerah, para Zendeling membuka sekolah. Zending merintis sekolah rakyat sekolah
desa yang tidak merupakan tiruan Sekolah Dasar di Belanda, tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
Pada tahun 1938 Zending menyelenggarakan 1786 sekolah rakyat bersubsidi dan 798 yang tidak bersubsidi, dengan 193,293 murid, 223
sekolah lanjutan, 9 sekolah teknik pertama, 74 sekolah dasar berbahasa belanda dengan 16.238 murid, 12 MULO dengan 2.656 murid. Ragi
Carita : 300 . Pekabaran Injil melalui Bidang Pendidikan ini diharapkan dapat
memikat hati orang yang masih bersikap menolak terhadap Pekabaran Injil secara langsung. Para Zendeling juga menyakini bahwa sekolah perlu
untuk menuntun orang masuk ke dalam lingkungan peradaban
BaratKristen, sehingga mereka dapat memahami pemberitaan agama Kristen.
Pekabaran Injil yang dikerjakan lembaga Zending melalui bidang Pendidikan membuahkan hasil yang cukup besar. Kurangnya perhatian
pemerintah Belanda terhadap Pendidikan rakyat pribumi sangat menguntungkan Pekabaran Injil melalui bidang Pendidikan. Rakyat yang
semula takut untuk mempelajari agama Kristen, melalui pelayanan dibidang Pendidikan ini rakyat pribumi mulai mengenal agama Kristen.
Dan banyak dari penduduk pribumi yang kemudian menjadi orang Kristen. Sekolah-sekolah yang didirikan masing-masing lembaga Zending
memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Namun demikian tujuan dari pelayanan dibidang Pendidikan ini adalah untuk menyebarkan berita
kesukaan kepada penduduk pribumi. b.
Kesehatan Selain bidang Pendidikan para Zendeling juga menggunakan media
di bidang Kesehatan. Pada waktu Pekabaran Injil masuk ke Purbalingga, masyarakat umumnya menganut animisme dan dinamisme.
Ketahayulan masih sangat tebal dalam segala bidang kehidupan. Di dalam adat, pernikahan, dan pertanian masih berdasarkan perhitungan
naptu dan pasaran seperti manis, pon, wage dan kliwon, serta dengan membeda-bedakan hari yang baik dan tidak baik.
Pengetahuan dalam bidang Kesehatan juga masih sangat kurang. Apabila seseorang terkena penyakit masyarakat selalu menghubungkannya
dengan kegaiban. Muncul dan hilangnya penyakit pada seseorang berhubungan dengan kekuatan gaib atau jin yang mengganggunya.
Masyarakat memiliki kebiasaan bahwa apabila ada penyakit untuk menghilangkannya mereka datang kedukun-dukun. Melakukan pemujaan
terhadap makam-makam, kayu-kayu besar dan sungai. Tempat pemujaan yang terkenal di Purbalingga ialah pemujaan Ardilawet di Bobotsari.
Hampir ditiap desa terdapat tempat yang dipuji-puji dan dianggap keramat. Pelayanan dibidang Kesehatan ini juga membuahkan hasil yang
menggembirakan dalam pekerjaan Pekabaran Injil. Dibukanya poliklinik dan rumah sakit oleh Zendeling diharapkan dapat menarik hati penduduk
pribumi. Pelayanan dibidang kesehatan ini selain sebagai sarana pekabaran injil juga sebagai wujud pelayanan kepada Tuhan Yesus Kristus.
Melalui rumah sakit dan poliklinik yang ada para Zendeling memperkenalkan agama Kristen kepada penduduk pribumi. Dirumah sakit
inilah untuk pertama kali orang-orang yang sakit berkenalan dengan dokter-dokter dan pelayan-pelayan yang merupakan utusan Zending.
Dokter-dokter dan pelayan-pelayan Tuhan yang melayani dirumah sakit ini dengan leluasa dapat memberitakan berita kesukaan Injil kepada
penduduk pribumi yang berkunjung dirumah sakit. Penduduk pribumi yang menaruh curiga terhadap rumah sakit dan
beranggapan bahwa rumah-rumah sakit ini hanya dipergunakan untuk alat propaganda menjadi berkurang. Orang-orang yang mendengar berita
kesukaan dan kesaksian dari dokter dan juru rawat banyak yang menjadi percaya pada Kristus dan menjadi Kristen.
c. Kolportase
Penjualan buku-buku Kristen Kolportase juga merupakan Media Pekabaran Injil yang dipakai oleh para Zendeling dan Pekabar Injil
awam. Hampir ditiap-tiap daerah mempunyai kolportir sendiri-sendiri. Para kolportir ini bertugas menyampaikan dan menjual buku-buku Kristen
seperti; Kitab Suci, bacaan- bacaan Kristen dan renungan-renungan yang dipetik dari Kitab Suci.
Para kolportir ini merupakan orang-orang Kristen awam yang berpendidikan rendah dan ingin menyebarkan injil kepada sesamanya.
Dengan sangat giat para penjual buku-buku ini pergi kepelosok-pelosok desa untuk menjual buku-buku Kristen. Para penjual buku ini tidak
memikirkan keuntungan mereka menjual buku-buku Kristen ke pelosok- pelosok desa demi pelayanannya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kolportir
ini menjual buku-buku untuk memberitakan berita kesukaan. Para kolportir ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
gereja. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kegiatan mereka ini orang- orang desa pertama kali mengenal Injil. Para kolportir ini juga sering
disebut sebagai pembantu guru-guru Injil.
C. Politik Penjajahan Jepang Terhadap Zendeling Belanda