C. Kondisi Tenaga-Tenaga Pekabar Injil evangelis Yang Ada di
Purbalingga Pada Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945
1. Tenaga Eropa
Sebelum Jepang masuk ke Purbalingga orang–orang Eropa termasuk para pelayan gereja dan Zending, menduga bahwa mereka akan
dibiarkan untuk meneruskan pekerjaannya. Sebaliknya orang-orang Jepang setibanya di Purbalingga bermaksud hendak melenyapkan
pengaruh Belanda dari masyarakat Indonesia termasuk juga Purbalingga. Segera setelah Jepang masuk ke Purbalingga militer Jepang
menawan orang-orang Eropa yang ada di Purbalingga. Bulan mei 1942 keluarga bangsa Belanda baik sipil maupun militer sudah mulai terkikis
ditangkap dan ditawan oleh militer Jepang. Ds. J. Verkuil, Dr. B.J. Esser, Ds. A.FJ. Pieron, Bomas dan guru-
guru dari sekolah H.C.S ditawan, hanya dokter Meedema yang baru ditangkap dan dimasukkan ke kam tawanan tahun 1943. Wawancara
dengan Bpk. Wiryatno pada tanggal 14 Mei 2005. Orang-orang Belanda yang ditawan oleh Jepang, pada waktu itu
juga terpengaruh oleh ramalan jayabaya. Ramalan yang menyatakan bahwa tanah jawa akan dikuasai bangsa berkulit kuning seumur jagung,
antara 3-4 bulan terdengar dari mulut ke mulut. Ramalan ini membuat orang-orang Belanda yang ada di penjara saat mulai masuk menanam
jagung di pinggir penjara. 2.
Tenaga Pribumi
Pekabaran Injil di Purbalingga selain dilakukan oleh tenaga dari Eropa juga dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Ditangkapnya para
Zendeling dan tenaga Pekabaran Injil Eropa, dengan sendirinya para guru Injil yang ada di Purbalingga menjadi terlantar. Guru-guru Injil yang ada
di Purbalingga pada jaman Jepang diantaranya adalah Bpk. Ngiran Asah dan Bpk. Marmoejoewono yang melayani di Bobotsari, Bpk.
Wahjoesoecipto, Bpk. Pilipus, Bpk. Markoen asah dan Bpk. Reksosoedarmo. Marmoejoewono,1966 :72.
Pada permulaan pendudukan Jepang ini keuangan gereja masih dipegang oleh orang Belanda dan masih mendapat subsidi dari pihak
Zending. Dengan ditangkapnya orang-orang Belanda oleh Jepang kondisi keuangan gereja menjadi berkurang. Sekitar bulan mei 1942 persediaan
uang untuk nafkah para Guru Injil habis, padahal mulai saat itu hubungan Gereja Kristen Jawa Purbalingga dengan gereja di Rotterdam terputus.
Penderitaan ekonomi makin lama makin bertambah berat, barang- barang yang dapat dijual semakin sedikit. Tekanan ekonomi ini menjadi
pergumulan yang sangat berat bagi guru–guru Injil yang ada di Purbalingga, apakah mereka dapat terus mengabdi menjadi Guru Injil
ataukah meninggalkan pelayanan mereka menjadi Guru Injil. Oleh karena beratnya kesulitan ekonomi ini tiada mengherankan apabila banyak Guru-
guru Injil yang meninggalkan pekerjaannya sebagai Guru Injil dan mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dan
keluarganya. Marmoejoewono,1966 : 71.
Selain tekanan ekonomi ini para Guru Injil juga harus berhadapan dengan militer Jepang yang selalu mengawasi kegiatan mereka dalam
kegiatan Pekabaran Injil. Dalam kegiatan Pekabaran Injil ini para Guru Injil arus berhati-hati, mau tak mau para Guru Injil harus mengikuti
kemauankebijakan pemerintah Jepang. Tidak sedikit Guru Injil yang terjebak dan masuk dalam perangkap dari reserse Jepang, hingga
mengalami kesusahan. Seperti yang dialami oleh Siswosuwarno Guru Injil dari Sokaraja yang dipukuli oleh militer Jepang dan juga pak Marthin
Dangin serta pak Siswo Guru Injil dari Purbalingga yang dipenjarakan oleh militer Jepang. Marmoejoewono, 1966 :71.
D. Kondisi Media Pekabaran Injil Yang Ada Di Purbalingga Pada Masa