semester atau ulangan akhir semester , akan tetapi sikap peserta didik juga menjadi acuan penilaian oleh guru. Hal ini seperti pernyataan Enny
Boedi Utami, S.Pd, bahwa : “untuk evaluasi hasil belajar siswa, saya menggunakan tiga
aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi tidak hanya nilai ulangan yang jadi pertimbangan nilai akhir, tapi sikap
siswa di dalam kelas juga dinilai.”wawancara 12 Juni 2013
Pernyataan ini juga dibenarkan oleh Elok Paikoh salah seorang siswa kelas X-1 bahwa :
“untuk penilaian guru tidak hanya menilai dari ulangan saja, tapi juga sikap siswa pak. Hal ini contohnya ketika salah seorang
teman saya ada yang ulangannya bagus-bagus tapi nilai di rapor jadi turun.”wawancara 13 Juni 2013
Seperti yang dilakukan oleh setiap guru, guru sejarah juga melakukan program remidial bagi siswa yang nilai ulangan maupun
nilai akhirnya tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. Remidial biasanya dilakukan oleh guru pada saat pulang sekolah atau
pada saat jam pelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan oleh siswa hingga siswa tersebut mencapai batas KKM.
3. Penguatan Nilai Karakter Melalui Kearifan Lokal
Internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran sejarah bertujuan untuk menguatkan nilai karakter terkait upaya sekolah
mengimplementasikan pendidikan karakter. Seperti kita tahu, tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah pada dasarnya sama
bahwa pendidikan karakter berfungsi: 1 mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2 memperkuat
dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; 3 meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia Samani dan Hariyanto, 2011: 52. Oleh karena itu, ada berbagai upaya untuk
memperkuat karakter nilai karakter peserta didik yaitu dari pihak sekolah dan dari guru mata pelajaran. Salah satu peran guru dalam menanamkan
karakter yaitu dengan model pendidikan sejarah berbasis nilai-nilai kearifan lokal.
Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang
mereka hadapi wagiran, 2012:5. Dengan demikian siswa lebih mudah menerima masukan yang diberikan oleh guru. Hal itu tentu saja bisa
dijadikan oleh guru sebagai bahan untuk menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik. Hal ini juga sesuai pernyataan Wagiran 2012:5 bahwa
Kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur. Karakter luhur adalah watak bangsa yang senantiasa bertindak dengan penuh
kesadaran, dan pengendalian diri. Pijaran kearifan lokal selalu berpusar pada upaya menanggalkan hawa nafsu, meminimalisir keinginan, dan
menyesuaikan dengan empan papan. Kearifan lokal adalah suatu wacana keagungan tata moral.
Nilai kearifan lokal akan menjadi tidak berguna tanpa wadah yang tepat untuk menyampaikannya. Oleh karena itu, pelajaran sejarah
sangat dibutuhkan guna menunjang penyampaian nilai-nilai kearifan lokal. Pelajaran sejarah sangat tepat digunakan sebagai wadah pendidikan
karakter karena sejarah adalah mata pelajaran yang tujuannya sebagai
pendidikan nilai dan moral pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta didik sesuai dengan nilai-nilai,
moral dan karakter Pancasila I Gede Widja, 1989 : 23 . Dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kendal, penguatan
nilai-nilai karakter melalui nilai-nilai kearifan lokal antara lain : a. Nilai Religius, Toleransi dan Cinta Damai
Pada penjelasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa nilai religius adalah Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru sejarah pada tanggal 22 Mei – 19 Juni 2013, guru sejarah melakukan penguatan
pada nilai religius dengan menceritakan kisah perjalanan hidup Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu sembilan wali yang menyebarkan
agama islam. Secara singkat guru menceritakan bagaimana cara Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam dengan damai yaitu menggunakan
wayang dan tembang jawa sebagai media dakwah. Seperti kita tahu bahwa tokoh wayang merupakan tokoh yang berasal dari agama
hindu. Hal ini tentunya mengajarkan bagaimana siswa agar hidup berdampingan antar pemeluk agama lain. Sesuai dengan pernyataan
Enny Boedi Utami, S.Pd, bahwa : “untuk memperkuat nilai karakter religius ya dengan
menceritakan kisah perjalanan wali misalnya sunan kalijaga, dari situ kan siswa bisa memperoleh satu karakter religius dan
toleransi antar umat beragama.”wawancara 12 Juni 2013
b. Nilai Jujur Selain melalui kantin kejujuran pembiasaan nilai karakter jujur
juga dapat ditanamkan melalui pembelajaran sejarah berbasis nilai- nilai kearifan lokal. Sikap jujur sering dimaknai sebagai Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Dalam menguatkan nilai karakter jujur Enny Boedi Utami menanamkannya dengan cerita mengambil pelajaran dari pribadi raja-
raja di jawa yang memiliki sifat mulat sarira hangrasa wani yang berarti mawas diri dan berani menyatakan apa yang dirasakan dengan
jujur dan terbuka. Hal ini mengajarkan siswa untuk berani berkata jujur tanpa menyembunyikan kebenaran. Pernyataan ini sesuai dengan
wawancara dengan Enny Boedi Utami, S.Pd, tanggal 12 Juni 2013 bahwa :
“untuk menguatkan nilai jujur, saya menggunakan biografi raja-raja di jawa yang memiliki sifat jujur dan mulat sarira
hangrasa wani. Selain itu saya juga menerapkannya saat ulangan, dimana yang ketahuan mencontek akan dikeluarkan
dari ruangan.”
c. Nilai Cinta Tanah Air dan Semangat Kebangsaan Cinta tanah air adalah nilai karakter yang paling banyak digali
dalam pembelajaran sejarah hal ini karena materi dalam pembelajaran sejarah berisi tentang uraian dari perjuangan para pahlawan sehingga
siswa memiliki rasa cinta tanah air setelah mempelajari sejarah. Nilai ini sendiri dimaknai sebagai Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa. Dalam upaya penguatan terhadap nilai karakter cinta tanah air,
guru sejarah Enny Boedi Utami, S.Pd dalam wawancara 12 Juni 2013 mengatakan bahwa Guru sejarah memanfaatkan kisah perjuangan
tokoh lokal sebagai cara mewariskan sikap cinta tanah air kepada peserta didik yaitu mengenai perjuangan Sultan Agung dan
Tumenggung Bahurekso yang melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia. Dari peristiwa tersebut siswa mengambil nilai dimana
tokoh tersebut menunjukkan kepedulian terhadap tanah air yang tengah dijajah oleh VOC. Berikut adalah pernyataannya :
“Nilai cinta tanah air saya tanamkan dengan memanfaatkan kisah perjuangan tokoh lokal mengenai perjuangan Sultan Agung dan
Tumenggung Bahurekso yang melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia. Dari peristiwa tersebut siswa mengambil nilai dimana
tokoh tersebut menunjukkan kepedulian terhadap tanah air yang tengah dijajah oleh VOC. selain itu juga dengan menceritakan
perjuangan para tokoh-tokoh pahlawan seperti jenderal sudirman, bung karno dll.”
d. Nilai Kerja keras Nilai kerja keras dimaknai sebagai sikap yang menunjukkan
upaya sungguh-sungguh dalam menghadapi segala hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dalam menguatkan nilai karakter kerja keras guru sejarah menggunakan petuah jawa yang
berbunyi ana dina, ana upa, ora obah ora mamah yang memiliki arti ada hari ada nasi, tidak bergerak tidak makan. Petuah ini dimaksudkan
agar siswa senantiasa bekerja keras setiap mengahadapi tugas apapun, karena tanpa kerja keras tidak akan ada hasil yang akan diperoleh. Hal
ini sesuai dengan wawancara dengan Enny Boedi Utami, S.Pd, tanggal 12 juni 2013 bahwa :
“nilai karakter kerja keras dikuatkan dengan petuah-petuah jawa, salah satunya ana dina ana upa, ora obah ora mamah
petuah ini mengajarkan siswa agar selalu berusaha dan bekerja keras dalam menggapai tujuan hidup.”
e. Bersahabat dan Komunikatif Untuk memperkuat nilai tersebut, guru sejarah selalu berujar
dengan petuah Aja dumeh , Aja dumeh merupakan salah satu nilai kearifan lokal dalam bentuk petuah yang mempunyai makna jangan
mentang-mentang atau jangan sombong, jangan suka memamerkan diri, jangan meremehkan orang lain, dan jangan menghina orang lain.
Nilai ini merupakan bentuk penguatan karakter yang ditanamkan oleh guru sejarah melalui pembelajaran sejarah berbasis nilai-nilai kearifan
lokal. Tujuannya agar siswa selalu menghargai teman dan gurunya dan bersikap bersahabat.
Berdasarkan wawancara dengan Enny Boedi Utami, S.Pd, tanggal 12 juni 2013 bahwa untuk menguatkan karakter bersahabat
dan komunikatif guru sejarah memberikan petuah sederhana yang berbunyi aja dumeh yang berarti jangan sombong. tujuannya agar
siswa mempunyai sifat bersahabat, tidak sombong dan menghargai
orang lain terutama guru. Guru memberikannya ketika selesai pelajaran dikelas dan siswa diminta untuk mengingatnya.
Dapat disimpulkan bahwa dalam menguatkan nilai karakter melalui internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran sejarah,
Enny Boedi Utami, S.Pd, melaksanakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai kearifan lokal pada saat pembelajaran di dalam kelas. Adapun
contohnya yaitu dengan memberikan contoh perilaku yang berkarakter kepda peserta didik, menasehati dengan petuah-petuah jawa, menceritakan
tokoh-tokoh yang bisa diambil karakter baiknya dan mengingatkan peserta didik untuk selalu berbuat baik, dan memotivasi peserta didik agar selalu
berbuat baik. Penguatan nilai karakter dengan nilai-nilai kearifan lokal ini
didukung oleh materi sejarah yang didalamnya 1 mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan
semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, 2 memuat khasanah mengenai peradaban
bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan
dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan, 3 menanamkan kesadaran dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi
perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa, 4 sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis
multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, 5 berguna
untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara
keseimbangan dan
kelestarian lingkungan
hidup Permendiknas, 2006:523.
B. Pembahasan 1. Nilai-Nilai Karakter yang Di Tanamkan Pada Pendidikan Karakter
Di SMA Negeri 1 Kendal
Konsep nilai-nilai karakter yang menjadi asumsi dalam penelitian ini adalah nilai-nilai yang dikembangkan oleh pusat kurikulum. Dimana
ada delapan belas nilai karakter yang menjadi acuan bagi pelaksanaan pendidikan karakter. Diantaranya yaitu 1 religius, 2 jujur, 3 toleransi,
4 disiplin, 5 kerja keras, 6 kreatif, 7 man anah air, 12 menghargai prestasi, 13 bersahabatkomunikatif, 14 cinta damai, 15 gemar
membaca, 16 peduli lingkungan, 17 peduli sosial, dan 18 tanggung jawab.
Nilai-nilai yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui pusat kurikulum
tersebut tidak menjadi satu-satunya acuan nilai yang
ditanamkan kepada peserta didik di dalam pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Kendal. Nilai-nilai karakter yang ada dapat ditambahkan sesuai
dengan kebutuhan dan konteks materi yang akan diajarkan. Nilai-nilai karakter tersebut ditanamkan melalui serangkaian kegiatan dan sarana
prasarana yang dimiliki oleh sekolah. Selain itu pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam perangkat pembelajaran yang dilakukan oleh guru sejarah
dan mata pelajaran lain sesuai aturan dari pemerintah. Pemilihan nilai-nilai
karakter yang akan ditanamkan kepada peserta didik juga dikaitkan dengan materi yang akan diajarakan kepada peserta didik. Hal ini
dilakukan agar ada keterkaitan antara nilai-nilai karakter dengan materi sehingga peserta didik mudah mamahami materi dan meneima nilai
karakter tersebut.
2. Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Pembelajaran Sejarah