Nilai Karakter 1. Paradigma Pendidikan Karakter

17

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai Karakter 1. Paradigma Pendidikan Karakter

Hidayatullah 2010:23 yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki kearifan lokal adalah sejarah. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdaarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak Samani dan Hariyanto, 2011:41. Scerenko 1997 dalam Samani dan Hariyanto menyebutkan bahwa pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar, serta praktik emulasi. Emulasi merupakan usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari Samani dan Hariyanto, 2011:45. Sementara itu, Hidayatullah 2010:23 menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki kearifan lokal adalah sejarah. Mengacu pada pendapat tersebut diatas, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membentuk kepribadian seseorang yang terbentuk dari interaksinya dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Karakter tersebut akan diwujudkan dalam sikap dan pola perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

2. Konsep Pendidikan Karakter

Masyarakat indonesia yang bersifat multi-pluralis tentu akan sedikit repot jika seluruh adat dan budaya di Indonesia dimasukkan. Oleh karena itu, disini akan menggunakan adat dan budaya jawa sebagai pokok pembahasannya pembahasannya. Banyak nilai karakter jawa yang sepatutnya dianut dan dikembangkan oleh masyarakat jawa. Salah satunya adalah seperti yang dikembangkan dalam Taman Siswa Samani dan Hariyanto, 2011:65. Ki Tasno Sudarto, ketua umum Majelis Hukum Taman Siswa 2007 seperti dikutip oleh Ekowarni dalam Samani dan Hariyanto 2011:65 yang menyatakan dasar filosofis karakter adalah Tri Rahayu tiga kesejahteraan yang merupakan nilai-nilai luhur supreme values dan merupakan pedoman hidup guiding principles meliputi: Mamayu hayuning salira bagaimana hidup untuk meningkatkan kualitas pribadi, Mamayu hayuning bangsa bagaimana hidup untuk negara dan bangsa. Sementara itu dalam pergaulan sehari-hari, orang jawa suka menggunakan perlambangan, perumpamaan atau simbol-simbol, seperti ungkapan: wong jawa nggone pasemon, orang jawa suka menggunakan perumpamaan, kata-kata yang terselubung. Perumpamaan yang sering dijumpai dalam masyarakat jawa antara lain adalah: