Epidemiologi beberapa Penyakit Penting pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

EPIDEMIOLOGI BEBERAPA PENYAKIT PENTING PADA
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI DESA CIPUTRI
KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR

MAENIWATI RACHMAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Epidemiologi
beberapa Penyakit Penting pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Desa
Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur” adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015
Maeniwati Rachmah
NIM A34080054

ABSTRAK
MAENIWATI RACHMAH. Epidemiologi beberapa Penyakit Penting pada
Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Desa Ciputri Kecamatan Pacet
Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh ABDUL MUIN ADNAN.
Penyakit penting yang menyebabkan kerusakan cukup serius khususnya fase
vegetatif pada tanaman cabai adalah layu bakteri, penyakit oleh infeksi virus, dan
bercak daun cercospora. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju
perkembangan ketiga penyakit tersebut dengan melihat intensitas penyakit yang
terjadi di lahan pertanaman cabai yang berada di Kebun Percobaan IPB Pasir
Sarongge. Metode penelitian yang dilakukan meliputi penentuan lahan dan
tanaman contoh, pengamatan penyakit, dan pengolahan data. Hasil pengamatan
selama lima minggu menunjukkan bahwa penyakit layu bakteri memiliki

intensitas tertinggi dibandingkan dengan penyakit oleh infeksi virus dan bercak
daun. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan ketiga penyakit tersebut
secara umum adalah kondisi lingkungan yang mendukung patogen, adanya
sumber inokulum, teknik budi daya, dan infeksi oleh serangga vektor. Varietas
Gelora dan SPH 77 tidak bersifat tahan terhadap ketiga penyakit tersebut.
Kata kunci: bercak daun, cabai, epidemiologi, layu bakteri, virus.

ABSTRACT
MAENIWATI RACHMAH. Epidemiology of Several Important Diseases on
Pepper (Capsicum annuum L.) in Ciputri village, Pacet Subdistrict, Cianjur
District. Supervised by ABDUL MUIN ADNAN.
Important disease that cause damage seriously, especially on phase of
vegetative are bacterial wilt, viral diseases, and leaf spot. The aim of this study
was to know the rate of progression of that diseases on the chilli crop field at
Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge. The method that used were choosing a
field and sample of plants, observation, and processing the data. The results
showed that disease of bacterial wilt had the highest rate of disease progression
followed by disease by viral infection and leaf spot. The factors that influence of
the three diseases generally are pathogen supportive environment conditions,
sources of inoculum, cultivation techniques, and infection by insect vectors.

Gelora and SPH 77 not resistant by the three of diseases.
Keywords: bacterial wilt, epidemiology, leaf spot, pepper, viral diseases.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

EPIDEMIOLOGI BEBERAPA PENYAKIT PENTING PADA
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI DESA CIPUTRI
KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR

MAENIWATI RACHMAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Epidemiologi beberapa Penyakit Penting pada Tanaman Cabai (Capsicum
annuum L.) di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur”. Penelitian dan
penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, kakak, dan adik-adik
tercinta yang telah memberikan do’a, motivasi, dan semangat dan kasih sayang
kepada penulis sehingga dapat menjalani dan menyelesaikan studi ke jenjang
sarjana.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul
Muin Adnan, MS. selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik yang telah
membimbing, memberikan masukan, mengarahkan serta kesabaran kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Bonjok Istiaji, SP. MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan arahan dan saran yang bermanfaat dalam seminar dan sidang tugas
akhir ini.
Terima kasih penulis juga ucapkan kepada teman-teman Departemen
Proteksi Tanaman Angkatan 45 dan rekan-rekan di Laboratorium Nematoda yang
selalu menemani, memberikan dukungan dan pertolongan penuh kepada penulis
dalam penyelesaian tugas akhir ini. Kepada semua pihak khususnya rekan kerja di
University Farm Pasir Sarongge yang telah membantu penulis dalam penelitian
tugas akhir serta Bank BNI yang telah memberikan bantuan dana penelitian
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2015
Maeniwati Rachmah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode
Penentuan Lahan yang Diamati
Penentuan Tanaman Sampel
Pengamatan Penyakit
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pengamatan
Budi Daya Tanaman Cabai
Penyiapan Lahan
Penyiapan Tanaman Cabai
Penanaman
Perawatan
Laju Perkembangan Penyakit
Layu Bakteri
Virus
Bercak Daun Cercospora
SIMPULAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
1
1

2
2
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
5
5
5
6
6
8
9
12

12
13
15
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Laju perkembangan penyakit layu bakteri berdasarkan lahan
Laju perkembangan penyakit layu bakteri berdasarkan varietas
Laju perkembangan penyakit oleh infeksi virus berdasarkan lahan
Laju perkembangan penyakit oleh infeksi virus berdasarkan varietas
Laju perkembangan penyakit bercak daun cercospora berdasarkan lahan
Laju perkembangan penyakit bercak daun cercospora berdasarkan
varietas


6
7
8
9
10
10

DAFTAR GAMBAR

1 Pola zig zag untuk pengambilan sampel di lapangan
2 Penyakit layu bakteri: gejala penyakit pada tanaman cabai (a) dan gejala
penyakit di lahan pengamatan (b)
3 Gejala penyakit oleh infeksi virus: daun menguning (a), mosaik (b),
pertumbuhan tunas daun yang berlebih (c), kerdil (d), dan klorosis (e)
4 Penyakit bercak daun: gejala dengan bercak ringan (a), gejala dengan
bercak berat (b), dan konidia C. capsici (c) (dengan perbesaran 400 x)

3
8

9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data Klimatologi pada bulan April sampai Juni 2013
Denah lahan di kebun percobaan IPB Pasir Sarongge
Lahan pertanaman cabai di lahan pengamatan
Aktivitas petani saat pemupukan (a) dan aplikasi pestisida (b)

17
18
19
20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai merupakan komoditas hortikultura yang buahnya banyak digemari
dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar dikonsumsi dalam
bentuk segar atau diawetkan terlebih dahulu dalam bentuk saus, bubuk cabai, dan
buah kering, serta dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional
(Djarwaningsih 2005). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2013),
produktivitas cabai Indonesia dalam lima tahun terakhir (2008-2012) mengalami
fluktuatif yaitu tahun 2008-2009 dan tahun 2010-2012 mengalami peningkatan
dari 6.37 ton ha-1 menjadi 6.72 ton ha-1 dan 6.58 ton ha-1 menjadi 7.94 ton ha-1.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas cabai adalah gangguan hama
dan penyakit (Bosland dan Votana 2012). Hama yang umum menyerang tanaman
cabai antara lain Scirtothrips dorsalis, Myzus persicae, Bemisia tabaci,
Tetranychus urticae, Liriomyza sativae, Helicoverpa armigera, dan Spodoptera
litura (Sarwar 2012), sedangkan penyakit yang banyak ditemukan pada
pertanaman cabai adalah antraknosa, bercak daun cercospora, busuk
phytophthora, penyakit layu dan penyakit oleh infeksi virus (Nsabiyera et al.
2012). Penyakit penting yang menyebabkan kerusakan cukup serius khususnya
pada fase vegetatif adalah layu bakteri, penyakit oleh infeksi virus dan bercak
daun cercospora.
Penyakit layu bakteri pada cabai disebabkan oleh Ralstonia solanacearum.
Patogen ini menyerang lebih dari 200 jenis tanaman dari 50 famili dan terbagi
menjadi 5 ras berdasarkan inangnya (Meng 2013). Ras yang menyerang cabai
merupakan ras 1. Selain cabai, ras ini juga menyerang tanaman lainnya yaitu
cabai, paprika, terong, kentang, tembakau, dan tomat (Alvarez et al. 2010). R.
solanacearum merupakan patogen tular tanah dan biasanya berinteraksi dengan
patogen tular tanah lainnya seperti nematoda puru akar yang menyebabkan luka
pada akar tanaman sehingga mendukung saat penetrasi berlangsung
(Champoiseau and Momol 2008). Di daerah beriklim tropis, layu bakteri
merupakan penyakit serius pada tanaman solanaceae dan menyebabkan kerusakan
lebih dari 60% bergantung pada kondisi lingkungan dan varietas tanaman (Singh
2012). Gejala yang diakibatkan oleh R. solanacearum adalah tanaman menjadi
layu mendadak secara menyeluruh tanpa didahului oleh menguningnya daun dan
bila bagian pangkal batang dipotong melintang dan dicelupkan ke dalam air maka
mengeluarkan cairan putih seperti susu (ooze bakteri) (Reddy 2010).
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagian besar ditularkan oleh
serangga vektor. Alfalfa mosaic virus (AMV), Curly top virus (CTV), Chilli
veinal mottle virus (ChiVMV), Cucumber mosaic virus (CMV), Geminivirus,
Pepper mottle virus (PepMoV), Pepper yellow mosaic virus (PepYMV), Potato
virus Y (PVY), Tobacco etch virus (TEV) dan Tomato spotted wilt virus (TSWV)
merupakan virus yang menginfeksi tanaman cabai dan ditularkan oleh vektor
kutudaun, kutukebul maupun thrips (Conn 2006). Virus yang telah dilaporkan
menginfeksi tanaman cabai di Indonesia adalah ChiVMV, CMV dan Geminivirus.
ChiVMV dan CMV menyebabkan penurunan produksi pada beberapa kultivar
cabai mencapai 98.60% (Taufik et al. 2007). Rusli et al. (1999) melaporkan
bahwa kerusakan tanaman cabai yang disebabkan oleh Geminivirus di daerah

2
Segunung, Cugenang dan Barangnangsiang dapat mencapai 100%, sedangkan di
daerah Sleman dan Kopeng kejadian penyakit yang disebabkan oleh Geminivirus
dapat mencapai 70-100% (Sulandari et al. 2006). Gejala umum yang ditimbulkan
oleh infeksi virus di antaranya klorosis, nekrosis, kerdil, mosaik, layu, dan
malformasi daun (Akin 2006).
Penyakit bercak daun cercospora merupakan salah satu penyakit tanaman
cabai di daerah tropis dan subtropis dan banyak terdapat di dataran tinggi maupun
dataran rendah. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici. C.
capsici dapat bertahan lama dari musim ke musim pada sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi atau terbawa benih (Piay et al. 2010). Cendawan ini menyerang daun,
tangkai buah, dan batang kecil. Bhat et al. (2008) melaporkan bahwa intensitas
penyakit yang disebabkan oleh C. capsici dapat mencapai 32-44% bergantung
pada kondisi lingkungan yang mendukung dan teknik budi daya. Gejala yang
muncul berupa bercak-bercak bundar dengan bagian tengah berwarna abu–abu
terang hingga putih dan bagian tepi bercak berwarna coklat gelap (Reddy 2010).
Upaya pengendalian terhadap penyakit tersebut yang sudah banyak
dilakukan yaitu dengan penggunaan varieatas tahan, penggunaan pestisida,
perbaikan drainase, pengaturan jarak tanam yang cukup, pemupukan yang
berimbang pergiliran tanaman, penggunaan mulsa plastik perak maupun jerami,
dan pemusnahan tanaman yang sakit (Duriat et al. 2007). Namun, tidak semua
upaya pengendalian tersebut efektif untuk mengendalikan penyakit tanaman.
Salah satu cara agar pengendalian tersebut efektif adalah dengan mempelajari
epidemi. Epidemi adalah sifat dan perkembangan patogen dan interaksinya
dengan tanaman inang dan lingkungan dalam jangka waktu tertentu. Ilmu yang
mempelajari tentang epidemi disebut epidemiologi. Epidemiologi dapat dijadikan
dasar dalam pengendalian penyakit tanaman sehingga dapat menentukan langkahlangkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat
serangan patogen (Nurhayati 2011). Langkah-langkah untuk mengetahui suatu
epidemik penyakit tanaman cabai dapat dilakukan di lahan percobaan. Kebun
percobaan di Pasir Sarongge Kabupaten Cianjur dapat menberikan gambaran
mengenai laju perkembangan penyakit karena sumber inokulum yang sudah
terinfestasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui laju perkembangan penyakit layu
bakteri, virus, dan bercak daun dengan melihat intensitas penyakit yang terjadi di
lahan pengamatan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang epidemi
penyakit pada tanaman cabai di lapangan khususnya pada fase vegetatif.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di lahan pertanaman cabai di Kebun Percobaan IPB
Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Identifikasi penyakit
dilakukan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April sampai Juni
2013.
Metode
Penentuan Lahan yang Diamati
Lahan pertanaman cabai di Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge yang
diamati sebanyak enam lahan. Tiap lahan diberi kode secara berurutan yaitu A, B,
C, D, E dan F. Lahan A adalah lahan yang diaplikasi dengan pupuk hayati PSG F
dengan luas lahan sebesar 400 m2. Varietas cabai yang ditanam adalah SPH 77
dengan umur tanaman saat pengamatan 8 minggu setelah tanam (MST). Lahan B
dan lahan C adalah lahan tanpa pupuk hayati tetapi diaplikasi dengan pestisida.
Luas lahan B sebesar 400 m2 sedangkan lahan C sebesar 200 m2. Varietas cabai
yang ditanam untuk kedua lahan tersebut adalah Gelora dengan umur tanaman
masing-masing 3 MST. Lahan D adalah lahan dengan aplikasi pupuk hayati PSG
H. Luas lahan D sebesar 400 m2, varietas yang ditanam adalah SPH 77 dan
tanaman berumur 7 MST saat pengamatan. Lahan E dan lahan F adalah lahan
yang masing-masing diaplikasi dengan pupuk hayati PSG I dan PSG G. Luas
kedua lahan tersebut sebesar 400 m2 dan umur tanaman saat pengamatan 5 MST.
Varietas yang ditanam untuk lahan E adalah SPH 77 dan lahan F adalah Gelora.
Penentuan Tanaman Contoh
Tanaman contoh ditentukan secara sistematis dengan metode zig zag
(Gambar 1). Jumlah tanaman contoh yang diamati sebanyak 10% dari populasi
tanaman. Tiap tanaman contoh yang terpilih lalu ditandai dengan label plastik
yang diikatkan dengan tali rafia untuk memudahkan pengamatan berikutnya.

Gambar 1 Pola zig zag untuk pengambilan sampel di lapangan
Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan setiap seminggu sekali sebanyak lima kali.
Pengamatan dilakukan secara langsung pada tanaman contoh yang menunjukkan
gejala penyakit virus, bercak daun, dan layu bakteri. Gejala penyakit yang
tergolong sistemik seperti penyakit virus dan bakteri, intensitas penyakit (I) dapat
dihitung dengan rumus:

4
I
n = jumlah tanaman contoh yang sakit
N = jumlah tanaman contoh yang diamati
Perhitungan intensitas penyakit untuk penyakit yang menunjukkan gejala
parsial (non sistemik) yaitu penyakit bercak daun cercospora dapat dihitung
dengan rumus:
I
n = jumlah daun tanaman contoh yang menunjukkan gejala
N = jumlah daun yang diamati pada tanaman contoh
Data yang sudah diperoleh dari hasil pengamatan diolah menggunakan
program Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pengamatan
Kebun percobaan IPB Pasir Sarongge terletak di desa Ciputri, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terletak di 06.46’ LS dan 106.35” BT
merupakan daerah dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 1100 m dari
permukan laut (dpl). Suhu udara saat pengamatan berkisar antara 15 sampai 25 °C
dengan suhu udara rata-rata 20 °C dan kelembaban nisbi rata-rata 83%. Curah
hujan pada bulan April, Mei dan Juni berturut-turut yaitu 680 mm, 800 mm, dan
197 mm. Data klimatologi tersebut diperoleh dari stasiun kebun percobaan Pasir
Sarongge, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (Lampiran 1).
Komoditas yang banyak ditanam adalah brokoli, wortel, tomat, kubis, terong,
kentang, bawang daun, selada, pakchoy, caisin dan cabai.
Lahan pengamatan sebelumnya merupakan lahan bera dengan rentang
waktu yang berbeda-beda. Lahan A, D, dan E diberakan selama empat minggu,
yang sebelum bera berturut-turut ditanami kubis, brokoli, dan wortel. Lahan B, C
dan F diberakan selama dua minggu yang sebelumnya ditanami terong dan
brokoli. Disekitar lahan pengamatan ditanami tanaman sayuran seperti tomat,
wortel, bawang daun, kentang, dan brokoli. Tanaman sayuran seperti tomat dan
kentang ditanam pada jarak satu dan dua petak lebih tinggi dari lahan pengamatan
dan satu petak lebih rendah dari lahan pengamatan (Lampiran 2).
Budi Daya Tanaman Cabai
Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan dengan cangkul untuk membersihkan lahan
bera dan gulma. Lahan yang sudah diolah kemudian dibentuk bedengan dengan
tinggi 30 cm, lebar 120 cm, dan panjang 450 cm dengan jarak antar bedengan 30
cm lalu dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 50x70 cm sehingga tiap
bedengan terdapat dua baris.
Penyiapan Tanaman Cabai
Penyemaian dilakukan di ruang persemaian yang terhindar dari paparan
sinar matahari langsung. Penyemaian menggunakan tray semai dan media tanam.
Waktu penyemaian selama 30 hari setelah benih tumbuh menjadi bibit dengan
empat helai daun sejati.
Penanaman
Bibit cabai yang berumur 30 hari setelah semai ditanam di lahan.
Sebelumnya bibit disiram air terlebih dahulu untuk mencegah bibit layu. Tanaman
yang sudah berumur 2-3 minggu setelah tanam (MST) dipasangi ajir yang dibuat
dari bambu agar tanaman tidak rebah dan terhindar dari kerusakan akar yang
sedang berkembang. Pengajiran dilakukan dengan mengikatkan batang di bawah
cabang utama dengan tali plastik pada ajir.
Perawatan
Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali selama masa tanam. Pupuk dasar
diberikan saat penyiapan lahan yaitu pupuk kandang ayam dengan dosis 20-25 gr
lubang tanam-1. Lalu lahan dibiarkan selama sebulan. Pupuk susulan pertama dan

6
kedua masing-masing diberikan sepertiga dosis saat awal berbunga pada umur 3-4
MST dan awal berbuah pada umur 8 MST. Dosis pupuk yang diberikan untuk tiap
lahan adalah 5 kg urea, 5.5 kg TSP, dan 5 kg KCl sedangkan dosis pupuk hayati
untuk tiap bedeng di lahan adalah 5 gr L-1.
Perawatan lainnya selain pemupukan adalah penyiangan gulma. Penyiangan
dilakukan 10 hari sekali secara manual selama masa tanam. Penyiangan biasanya
dilakukan secara bersamaan saat pemupukan dan pembuangan tunas tanaman
cabai yang tumbuh pada batang utama. Susila (2006) melaporkan bahwa
penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara bersamaan pada saat pengemburan
dan pemupukan agar unsur hara dapat termanfaatkan secara maksimal oleh
tanaman.
Pengendalian hama dan penyakit berperan penting pada bagian perawatan
tanaman. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanik maupun kimiawi.
Pengendalian secara mekanik dengan mematikan hama yang ditemukan
sedangkan pengendalian kimiawi dengan aplikasi pestisida. Aplikasi pestisida
dilakukan tiap 10 hari sekali, apabila terjadi serangan berat maka dilakukan 5 hari
sekali. Pestisida yang digunakan bergantung pada serangan hama dan
penyakitnya. Pestisida untuk serangan ringan yaitu Posban 200 EC, Prevaton 50
SC, Bazoka 80 WP, dan top sticker sebagai perekat. Pestisida untuk serangan
berat menggunakan BM Imida 200 SL, Equatior Pro 52 WG, dan Compidor.
Dosis yang digunakan petani saat aplikasi disesuaikan dengan anjuran pada
kemasan, akan tetapi jika dosis yang dianjurkan tidak berhasil maka dinaikkan 1.5
dosis anjuran.
Laju Perkembangan Penyakit
Layu Bakteri
Laju perkembangan penyakit layu bakteri berdasarkan lahan menunjukkan
bahwa intensitas penyakit makin meningkat dari pengamatan ke-1 sampai
pengamatan ke-5 (Tabel 1). Pada pengamatan ke-1, gejala layu tidak terjadi di
semua lahan, tetapi terjadi di lahan A, D, dan F dengan intensitas penyakit
berturut-turut sebesar 6.67%, 16.67%, dan 10%. Sementara itu, di lahan B, C, dan
D gejala layu baru tampak berturut-turut pada pengamatan ke-3, 3 dan 4. Laju
perkembangan penyakit dari pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-5 sangat
bervariasi, bergantung pada lahan. Laju paling tinggi terjadi pada lahan F yaitu
10% pada pengamatan ke-1 meningkat cepat menjadi 93.33% pada pengamatan
ke-5. Laju terendah terjadi pada lahan B, dari 0 pada pengamatan ke-1 menjadi
23.33% pengamatan ke-5.
Tabel 1 Laju perkembangan penyakit layu bakteri berdasarkan lahan
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Lahan
1
2
3
4
5
A
6.67
10.00
20.00
26.67
33.33
B
0.00
0.00
3.33
13.33
23.33
C
0.00
0.00
6.67
33.33
53.33
D
16.67
26.67
56.67
70.00
76.67
E
0.00
0.00
0.00
36.67
50.00
F
10.00
26.67
36.67
83.33
93.33

7
Peningkatan laju perkembangan penyakit layu bakteri disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan yang mendukung patogen, adanya
sumber inokulum, dan teknik budi daya. Kondisi lingkungan saat pengamatan
selalu berubah seperti cuaca pagi hari sangat cerah namun menjelang sore hingga
malam hari terjadi hujan. Hal ini menyebabkan suhu menjadi rendah, curah hujan
dan kelembaban menjadi tinggi di lahan pengamatan. Supriadi (2011) melaporkan
bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air serta faktor
kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen R.
solanacearum. Beberapa publikasi telah melaporkan bahwa kondisi lingkungan
pada suhu 21 sampai 25 °C (Singh 2012), curah hujan yang tinggi (Soetiarso dan
Setiawati 2010) dan kelembaban mencapai 71.59% (Begum et al. 2012) dapat
mendukung pertumbuhan patogen R. solanacearum sehingga mengakibatkan
tanaman cabai menjadi layu. Adanya sumber inokulum dan teknik budi daya juga
memengaruhi laju perkembangan penyakit layu bakteri menjadi tinggi. Lahan
yang berada di Kebun Percobaan IPB sudah banyak terinfestasi oleh patogen R.
solanacearum sehingga sangat sulit untuk dikendalikan. Hal ini dikarenakan
patogen tersebut adalah patogen tular tanah dan dapat bertahan dalam jangka
waktu yang lama di dalam tanah. Selain itu, teknik budi daya yang dilakukan oleh
pekerja terutama saat pemupukan dan penyiangan dengan menyimpan sisa-sisa
gulma sebagai pupuk hijau pada tiap bedeng sehingga menyebabkan penyebaran
patogen semakin luas. Champoiseau dan Momol (2008) melaporkan bahwa R.
solanacearum dapat bertahan selama berhari-hari sampai bertahun-tahun pada
tanaman yang terinfeksi di dalam tanah, permukaan air irigasi, dan gulma yang
terinfeksi.
Tabel 2 Laju perkembangan penyakit layu bakteri berdasarkan varietas
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Varietas
1
2
3
4
5
Gelora
3.33
8.89
15.56
43.33
56.66
SPH 77
7.78
12.22
25.56
44.45
53.33
Tabel 2 memperlihatkan laju perkembangan penyakit berdasarkan varietas
dari pengamatan ke-1 ke pengamatan ke-5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa laju
peningkatan penyakit layu pada dua varietas tersebut relatif tidak berbeda. Hasil
ini menunjukkan bahwa antara dua varietas, yaitu Gelora dan SPH 77, tidak
menunjukkan perbedaan ketahanan terhadap penyakit layu bakteri. Akan tetapi,
pada pengamatan ke-1, varietas SPH 77 lebih mudah terserang layu bakteri karena
intensitas penyakit lebih tinggi dibandingkan Gelora. Namun, laju perkembangan
penyakit dari pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-5 Gelora lebih cepat
daripada SPH 77.
Gejala penyakit layu bakteri di lahan pengamatan adalah layu yang
mendadak pada tanaman tanpa menguning. Penyakit ini menyerang tanaman
muda maupun tanaman dewasa (Gambar 2). McDougall et al. (2013) melaporkan
bahwa gejala layu bakteri ditandai dengan terjadinya layu pada tanaman dan mati
tanpa bercak serta daun menjadi kuning.

8

a

b

Gambar 2 Penyakit layu bakteri: gejala penyakit pada tanaman cabai (a) dan
gejala penyakit di lahan pengamatan (b)
Virus
Laju perkembangan penyakit oleh infeksi virus berdasarkan lahan
menunjukkan adanya peningkatan intensitas penyakit dari pengamatan ke-1
sampai pengamatan ke-5 (Tabel 3). Pada pengamatan ke-1, gejala oleh infeksi
virus sebagian terjadi di semua lahan kecuali lahan E yang masih belum terlihat
gejalanya karena saat pengamatan tidak ditemukan serangga jenis kutu-kutuan
yang dapat menyebarkan virus.
Laju perkembangan penyakit tertinggi dari pengamatan ke-1 sampai ke-5
terjadi pada lahan F yaitu dari 6.67% menjadi 60% dan terendah terjadi pada
lahan C dari 3.33% menjadi 30%. Peningkatan laju perkembangan penyakit oleh
infeksi virus disebabkan oleh gulma yang tumbuh disekitar lahan berpotensi
sebagai inang alternatif penyakit oleh infeksi virus. Gulma yang banyak tumbuh
di sekitar lahan yaitu Synedrella spp. Galinsoga parviflora, Portulaca oleracea,
dan Oxalis corniculata. Meliansyah (2010) melaporkan bahwa gulma tersebut
memiliki potensi sebagai inang alternatif penyakit virus terutama geminivirus.
Tabel 3 Laju perkembangan penyakit oleh infeksi virus berdasarkan lahan
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Lahan
1
2
3
4
5
A
3.33
13.33
26.67
33.33
36.67
B
6.67
10.00
16.67
23.33
40.00
C
3.33
6.67
10.00
13.33
30.00
D
6.67
13.33
36.67
43.33
46.67
E
0.00
6.67
16.67
26.67
50.00
F
6.67
10.00
46.67
53.33
60.00
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus memiliki intensitas yang sama
beratnya dengan layu bakteri dan cukup parah hingga mencapai 60%. Salah satu
faktor penyebabnya adalah adanya serangga vektor. Serangga yang ditemukan di
lahan pengamatan secara visual adalah kutudaun dan thrips. Kedua serangga ini
banyak dilaporkan sebagai vektor virus pada tanaman cabai. Smith et al. (2011)
melaporkan bahwa kutudaun sebagai vektor virus CMV, PeMoV, TEV, dan PVY.
Tabel 4 menunjukkan bahwa laju perkembangan penyakit berdasarkan
varietas dari pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-5 relatif tidak berbeda. Hal
ini disebabkan kedua varietas yang digunakan tidak tahan terhadap terhadap
infeksi virus.

9
Tabel 4 Laju perkembangan penyakit oleh infeksi virus berdasarkan varietas
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Varietas
1
2
3
4
5
Gelora
5.56
8.89
24.45
30.00
43.33
SPH 77
3.33
11.11
26.67
34.44
44.45
Pengamatan yang dilakukan hanya dengan mengamati gejala pada tiap
pengamatan. Gejala yang umum ditemukan di lapangan adalah daun mengalami
nekrosis, klorosis, tanaman kerdil, tanaman yang bertunas banyak, dan permukaan
daun yang kasar dan agak melengkung (Gambar 3). Lotrakul et al. (2000)
melaporkan bahwa gejala infeksi virus pada tanaman cabai dapat berupa daun
menggulung, penebalan tulang daun, bercak klorosis pada daun, klorosis diantara
tulang daun, malformasi daun, belang dan menguning.

a

c

b

d

e

Gambar 3 Gejala penyakit oleh infeksi virus: daun menguning (a), mosaik (b),
pertumbuhan tunas daun yang berlebih (c), kerdil (d), dan klorosis (e)
Bercak Daun Cercospora
Laju perkembangan penyakit bercak daun cercospora berdasarkan lahan
menunjukkan bahwa intensitas penyakit dari pengamatan ke-1 sampai
pengamatan ke-5 bersifat fluktuatif (Tabel 5). Pada pengamatan ke-1 dan ke-2,
laju perkembangan tertinggi terjadi pada lahan D yaitu sebesar 22.33% dan lahan
E sebesar 13.89%, laju perkembangan terendah terjadi pada lahan C masingmasing sebesar 5.78% dan 6.78%. Pengamatan ke-3 laju yang tertinggi pada lahan
D sebesar 11.44% dan terendah pada lahan E sebesar 7.22%. Pengamatan ke-4,
lahan A memiliki laju perkembangan tertinggi sebesar 11.89% sedangkan lahan C
memiliki laju perkembangan terendah sebesar 5.89%. Pengamatan ke-5 laju
perkembangan tertinggi terjadi pada lahan B sebesar 14.56% dan laju terendah
terjadi pada lahan F sebesar 3.11%.
Peningkatan laju perkembangan penyakit bercak daun tidak selalu stabil dan
terjadi pada waktu pengamatan dan lahan tertentu. Hal ini disebabkan kondisi

10
lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit tersebut. Bhat et al. (2009)
melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban
berkolerasi positif terhadap perkembangan penyakit bercak daun yang disebabkan
oleh C. capsici. Sedangkan penurunan laju perkembangan penyakit bercak daun
disebabkan oleh tanaman yang dominan terinfeksi oleh penyakit layu bakteri dan
aplikasi pestisida yang dilakukan secara rutin oleh pekerja di kebun. Pestida yang
digunakan untuk mengendalikan penyakit ini adalah Bazoka 80 WP dengan bahan
aktif mankozeb. Aplikasi dilakukan tiap 5-10 hari sekali. Penelitian yang
dilakukan oleh Ganeshan et al. (2011) melaporkan bahwa fungisida berbahan aktif
mankozeb 75 WP dapat mengendalikan penyakit bercak daun cercospora secara
efektif dengan waktu penyemprotan 10 hari sekali.
Tabel 5 Laju perkembangan penyakit bercak daun cercospora berdasarkan lahan
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Lahan
1
2
3
4
5
A
17.22 ±10.80 12.22±6.97 10.00±6.49 11.89±8.06 13.89±11.25
B
12.33 ± 9.31
9.33±9.07
9.78±9.05 10.44±7.77 14.56±13.57
C
5.78 ± 4.95
6.78±4.91
7.78±3.75
5.89±4.08
5.33± 4.60
D
22.33 ±16.36 12.33±7.64 11.44±6.65 11.89±6.23
7.67± 4.30
E
17.33 ±13.37 13.89±6.73
7.22±2.78
6.22±2.27
4.56± 2.05
F
8.78 ± 6.34
9.44±4.11
7.44±3.24
6.44±3.15
3.11± 2.30
Tabel 6 memperlihatkan laju perkembangan penyakit berdasarkan varietas
dari pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-5. Pada pengamatan ke-1 dan ke-2
varietas SPH 77 lebih rentan dibandingkan varietas Gelora, sedangkan untuk
pengamatan ke-3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda
ketahanannya terhadap penyakit bercak daun.
Tabel 6 Laju perkembangan penyakit bercak daun berdasarkan varietas
Intensitas penyakit (%) pada pengamatan ke-n
Varietas
1
2
3
4
5
Gelora
8.96±3.28 8.52±1.51 8.33±1.26
7.59±2.48 7.67±6.07
SPH 77
18.96±2.92 12.81±0.93 9.55±2.15 10.00±3.27 8.71±4.75
Gejala bercak daun cercospora yang diamati di lahan pengamatan adalah
bercak bundar berwarna coklat tua di bagian tepi dan putih keabu-abuan di bagian
tengah serta haloe berwarna kekuningan disekitar bercak (Gambar 4). McDougall
et al. (2013) melaporkan bahwa gejala awal muncul kecil lalu bercak membesar
berwarna coklat keputihan di bagian tengah dan coklat kegelapan di bagian tepi,
bercak berkembang dengan bundaran konsentris dan terdapat haloe kekuningan
disekitar bundaran yang tampak seperti mata katak.

11

a

b

c

Gambar 4 Penyakit bercak daun: gejala dengan bercak ringan (a), gejala dengan
bercak berat (b), dan konidia C. capsici (c) (dengan perbesaran 400 x)

SIMPULAN

Simpulan
Berdasarkan pengamatan di lahan, penyakit layu bakteri memiliki intensitas
penyakit tertinggi dibandingkan dengan penyakit oleh infeksi virus dan bercak
daun. Penyakit layu bakteri dan virus memiliki laju perkembangan yang
meningkat dari pengamatan ke-1 sampai ke-5. Sedangkan, intensitas penyakit
bercak daun fluktuatif. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit
antara lain layu bakteri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mendukung,
adanya sumber inokulum, dan teknik budi daya; penyakit oleh infeksi virus
ditularkan oleh serangga vektor; bercak daun dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Varietas Gelora dan SPH 77 tidak bersifat tahan terhadap ketiga
penyakit tersebut ditandai dengan intensitas penyakit yang tinggi.
.

DAFTAR PUSTAKA
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Alvarez B, Biosca EG, Lopez MM. 2010. On the life of Ralstonia solanacearum, a
destructive bacterial plant pathogen. Dalam: Vilas AM, editor. Current
Research, Technology and Education Topics in Applied Microbiology and
Microbial Biotechnology. Valencia [SP]: Formatex. hlm 267-279.
Begum N, Haque MI, Mukhtar T, Naqvi SM, Wang JF. 2012. Status of bacterial
wilt caused by Ralstonia solanacearum in Pakistan. Pakistan Journal of
Phytopathology 24(1):11-20.
Bhat FA, Dar GM, Tell MA, Akmad MF. 2008. Froreye leaf spot of bell pepper in
Kashmir: prevalence and cause. Karnataka J Agric Sci. 21(3):460-461.
Bhat FA, Tell AM, Ahmad NQ, Ahmed S. 2009. Host range an epidemiology of
Cercospora capsici. International Journal of Plant Sciences 4(1):44-48.
Bosland PW, Votan EJ. 2012. Peppers: Vegetable and Spice Capsicums. 2nd ed.
Wallingford (GB): CAB International.
Champoiseau PG, Momol TM. 2008. Bacterial wilt of tomato [internet]. Florida
(US): USDA-NRI Project; [diunduh pada 2014 Okt 24]. Tersedia pada:
http://plantpath.ifas.ufl.edu/rsol/RalstoniaPublications_pdf.
Conn K. 2006. Pepper and Eggplant Diseases Guide. California (US): Seminis.
[Ditjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2012b. Produktivitas cabai besar di
Indonesia 2008-2012 [internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada:
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/ATAP-Horti2012/ProdtvCb.Besar.pdf.
Djarwaningsih T. 2005. Capsicum spp. (cabai): asal, persebaran dan nilai ekonomi
Biodiversitas 6(4):292-296.
Duriat AS, Gunaeni N, Wulandari AW. 2007. Penyakit Penting pada Tanaman
Cabai dan Pengendaliannya. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman
Sayuran.
Ganeshan G, Chethana BS, Rao AS, Bellishree K. 2011. Comparative efficacy of
myclobutanil, triadimefon and mankozeb against major fungal diseases of
chilli. Pest Management in Horticultural Ecosystems 17(1):42-47.
Lotrakul P, Valverde RA, Torre RDL, Sim J. 2000. Occurance of a strain of Texas
pepper virus in Tabasco an habanero pepper in Costa Rica. Plant Diseases
84(2):168-172.
McDougall S, Watson A, Stodart B, Napier T, Kelly G, Troldahl D, Tesoriero L.
2013. Tomato, Capsicum, Chilli and Eggplant: A Field Guide for the
Identifiation of Insect Pests, Benefiials, Diseases and Disorders in Australia
and Cambodia. Canberra (AU): ACIAR.
Meliansyah R. 2010. Peranan gulma sebagai inang alternatif geminivirus di
pertanaman cabai di Jawa [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Meng F. 2013. Ralstonia solanacearum species complex and bacterial wilt
disease. Journal Bacteriol Parasitol 4(2):1-4.
Nsabiyera V, Ssemakula MO. Sseruwagi P. 2012. Hot pepper reaction to field
diseases. African Crop Science Journal 20(1):77-97.
Nurhayati. 2011. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan. Palembang (ID): Universitas
Brawijaya Press.

14
Piay SS, Tyasdjaja A, Ermawati Y, Hantoro FRP. 2010. Budidaya dan
Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Ungaran (ID): Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Reddy PP. 2010. Bacterial and Viral Diseases an Their Management in
Horticultural Crops. Jodhpur (IN): Scientific Publishers.
Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R, Tjahjono B. 1999. Virus gemini pada cabai:
variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit
Tumbuhan 11(1):26-31.
Sarwar M. 2012. Frequency of insect and mite fauna in chillies Capsicum annuum
L., onion Alliu cepa L. And garlic Allium sativum L. Cultivated areas, and
their integrated management. International Journal of Agronomy and Plant
Production 3(5):173-178.
Singh D. 2012. Diagnosis and Management of Bacterial wilt of Solanaceous
Crops caused by Ralstonia solanacearum. Di dalam: Dubey KS, Singh RP,
editor. Diseases and Management of Crops Under Protected Cultivation;
2012 September 04-24; Pantnagar, India. Pantnagar (IN): GB. Pant
University of Agriculture & Technology. hlm 43-55.
Smith R, Aguiar JL, Baameur A, Cahn M, Cantwell M, Fuente MD, Hartz T,
Koike S, Molinar R, Natwick E. 2011. Chilli pepper production in
California [internet]. California (US): Agriculture and Natural Resources;
[diunduh
pada
2014
Okt
24].
Tersedia
pada:
http://anrcatalog.ucdavis.edu/pdf/7244.pdf.
Soetiarso TA, Setiawati W. 2010. Kajian teknis dan ekonomis sistem tanam dua
varietas cabai merah di dataran tinggi. J Hort. 20(3):284-298.
Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2006.
Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting
kuning cabai. Hayati 13(1):1-6.
Supriadi. 2011. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum): dampak,
bioekologi, dan peranan teknologi pengendaliannya. Pengembangan Inovasi
Pertanian 4(4):279-293.
Susila AD. 2006. Panduan Budi daya Tanaman Sayuran. Bogor (ID):
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Taufik M, Hidayat SH, Sujiprihati S, Suastika IG, Sumaraw SM. 2007. Ketahanan
beberapa kultivar cabai terhadap cucumber mosaic virus dan chilli veinal
mottle virus. Jurnal HPT Tropika 7(2):130-139.

LAMPIRAN

16

17
Lampiran 1 Data Klimatologi pada bulan April sampai Juni 2013
April
Mei
Curah
Curah
Tgl
Suhu
LND Suhu
LND Suhu
Hujan
Hujan
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(°C)
(mm)
(mm)
1
18
64.6
90
21
78
20
2
19
51.4
88
21
76
19
3
18
36.5
92
21
21.6
80
18
4
19
44.7
90
21
78
19
5
19
39.6
89
21
75
19
6
18
46.4
93
21
18.4
84
20
7
19
38
87
21
36.8
80
20
8
20
85
20
85
19
9
19
26.4
88
21
24.6
89
20
10
19
17.6
86
21
80
21
11
18
21.7
91
21
39.7
80
20
12
19
41.7
87
20
41.4
85
20
13
19
11.7
84
20
20.6
83
21
14
20
80
20
36.7
80
21
15
20
80
20
17.8
87
20
16
20
21.8
83
20
47.5
88
20
17
20
32.5
83
20
68.6
90
22
18
20
41.4
84
20
42.7
83
22
19
19
33.6
89
19
7.6
90
22
20
19
21.4
85
20
29.8
86
21
21
20
17.8
83
19
38.4
83
21
22
20
82
20
48.7
91
21
23
20
21.4
82
20
53.4
88
22
24
21
80
19
48.6
92
21
25
20
32.6
82
20
54.3
88
21
26
20
82
20
11.8
89
21
27
20
17.4
80
19
6.3
92
21
28
20
80
20
21.8
90
21
29
21
78
19
18.5
88
22
30
21
78
18
24.6
93
22
31
18
19.9
95
Jumlah
585
680
2541
621
800
2640
617
Rata20
32
85
20
32
5
21
rata

Juni
Curah
LND
Hujan
(%)
(mm)
84
19.6
86
11.4
95
18.7
86
18.4
89
11.6
82
82
16.4
84
80
77
19.8
82
80
23.7
82
78
38.4
83
78
75
70
72
72
75
70
72
70
70
11.1
72
72
77
72
7.6
70
197

2337

18

78

18
Lampiran 2 Denah lahan di kebun percobaan IPB Pasir Sarongge

Kantor
Persemaian

BAWAH

BROKOLI
CABAI B

CABAI
A

CABAI C
WORTEL
TOMAT

TOMAT

BROKOLI
KENTANG
LAHAN
KOSONG

CABAI D
WORTEL
TOMAT

TOMAT
CABAI E

BROKOLI

U

WORTEL
DAN
BAWANG
DAUN

CABAI F
KENTANG
ATAS

19
Lampiran 3 Lahan pertanaman cabai di lahan pengamatan

a
A

b
B

c

d

e

f

20
Lampiran 4 Aktivitas petani saat pemupukan (a), aplikasi pestisida (b)

a

b

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakata pada tanggal 19 Mei 1990. Penulis merupakan
putri kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Suhada dan Ibu Toliah. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 110 Jakarta pada tahun 2008 dan
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mandiri IPB
(USMI) pada tahun yang sama sebagai mahasiswi Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian.
Selama kuliah, penulis aktif dalam oganisasi kemahasiswaan di Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai divisi Pengembangan
Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) pada periode 2009-2010 dan terlibat dalam
kepanitiaan beberapa kegiatan kampus serta aktif sebagai pengisi acara tari saman
dalam beberapa seminar yang tergabung dalam kelompok Tari Saman Bungong
Puteh dan Saman Proteksi Tanaman IPB. Penulis pernah magang di PT. Nusa
Palapa Gemilang Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 2010 dan Kuliah Kerja Profesi
di Desa Banjarsari Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah pada
tahun 2011. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum Hama dan Penyakit
Tanaman Tahunan tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Pengantar
Nematologi Tumbuhan tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Hama dan
Penyakit Benih program Diploma tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, dan
asisten praktikum Proteksi Tanaman program Diploma tahun ajaran 2012/2013.
Penulis juga merupakan penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa)
dari tahun 2010-2011 dan penerima beasiswa penelitian BNI pada tahun 2012.