Evaluasi nilai biologis beras coklat (Oryza sativa L.) coklat Ciherang dan Cianjur
EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (Oryza sativa L.)
COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR
MUHAMMAD AS’AD
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Nilai Biologis Beras
(Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Muhammad As'ad
NIM F24100056
ABSTRAK
MUHAMMAD AS’AD. Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza sativa L.) Coklat
Ciherang dan Cianjur. Dibimbing oleh FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA.
Beras coklat adalah beras yang hanya mengalami proses pemecahan kulit
sekam, sedangkan beras sosoh adalah beras yang mengalami proses pemecahan
kulit sekam dan penyosohan hingga menghilangkan bagian bekatul beras.
Perlakuan proses tersebut menyebabkan penurunan kualitas gizi pada beras sosoh
bila dibandingkan dengan beras coklat. Teori tersebut terbukti dari tingginya nilai
biologis beras coklat daripada beras sosoh. Kadar abu tertinggi sebesar 1,57%
(beras coklat Cianjur); lalu kadar lemak sebesar 2,35% (beras coklat Ciherang);
kadar protein sebesar 10,18% (beras coklat Cianjur), kadar vitamin dan mineral
beras coklat Ciherang lebih besar dari beras sosoh Ciherang, kadar total fenol
sebesar 33,69 mg asam galat/ 100 g sampel (beras coklat Ciherang); kapasitas
antioksidan 11,25 mg AEAC/ 100 gram sampel (beras coklat Ciherang), serta nilai
kadar serat pangan total dan indeks glikemik beras coklat Ciherang, yaitu 1,43%
dan 37,03 (pangan dengan IG rendah). Sedangkan nilai gizi beras sosoh yang
lebih besar dari beras coklat adalah kadar air dan karbohidrat senilai 14,43%
(beras sosoh Ciherang) dan 76,39% (beras sosoh Cianjur). Hasil- hasil tersebut
membuktikan bahwa beras coklat aman untuk dikonsumsi oleh orang- orang yang
ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes karena kecepatan
penyerapan glukosa lebih lambat dibandingkan beras sosoh sehingga sistem
sekresi insulin tidak terganggu dan sel- sel beta pankreas tidak terbebani.
Kata kunci: beras coklat, AEAC, indeks glikemik, penderita diabetes, insulin
ABSTRACT
MUHAMMAD AS’AD. Ciherang and Cianjur Brown Rice (Oryza sativa L)
Biological Value Evaluation. Supervised by FRANSISCA RUNGKAT
ZAKARIA.
Unpolished or brown rice is rice which is only processed through dehulling,
while polished rice is rice which is dehulled and polished and already lost its bran.
Polishing causes the decrease of nutrient for polished rice, compared to brown
rice. The theory is proven through this study where brown rice is higher in almost
all biological value. The highest content for ash, fat, protein, total phenolic,
antioxidant capacity, total dieatary fiber, and the lowest for glycemic index, which
are as followed 1,57% (Cianjur brown rice); 2,35% (Ciherang brown rice);
10,18% (Cianjur brown rice); 33,69 mg galic acid/ 100 g sample (Ciherang brown
rice); 11,25 mg AEAC/ 100 gram sample (Ciherang brown rice); 1,43% (Ciherang
brown rice); and GI score is 37,03 (Ciherang brown rice). Though the higher
content in polished rice are water and carbohydrate, which are 14,43% (Ciherang
polished rice) and 76,39% (Cianjur polished rice). So it is concluded that brown
rice is safe to be consumed by prediabetic and diabetic patients because it has low
rate of glucose adsorption, moreover it won’t interfere the insulin secretion system
and beta cells in pancreas won’t be burdened.
Keywords: unpolished rice, AEAC, glycemic index, diabetic patients, insulin
EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (Oryza sativa L.)
COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR
MUHAMMAD AS’AD
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Berkat ridhoNya pulalah penentuan tema penelitian, Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza
sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur dan pelaksanaanya di Laboratorium
Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dapat diselesaikan pada tahun
2014. Tidak lupa, kepada sumber inspirasi dan suri tauladan penulis, Rasulullah
SAW , beserta para Khalifah dan sahabat- sahabatnya.
Penulis mengucapkan terima kasih, pertama, kepada ayahanda Karim
Atmadi, ibunda Badriatul Qomariyah, adik Raisa Permatasari, dan keluarga besar
penulis yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Fransisca Rungkat- Zakaria selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama
kuliah, penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan penulis kepada kedua dosen penguji, Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana
dan Ibu Dr. Elvira Syamsir, terima kasih atas pesan dan saran selama tugas akhir
penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Winiati P.
Rahayu atas pesan dan nasihatnya selama setahun terakhir. Terima kasih pula
kepada rekan dan adik sebimbingan, Devi Ardelia Purbonisari, Dewi Emilia
Bahry, Desi Meriyanti, M Abdi Manaf Zuhri, dan Mala Mareta yang selalu
mendukung dan membantu. Terima kasih untuk para teknisi, Bapak Rojak, Bapak
Gatot, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Bapak Junaedi, Bapak Wahid, Mas Edi,
Mbak Ririn, Mbak Irin, Mbak Nurul yang membantu dalam kegiatan analisis.
Terima kasih teman-teman ITP 47 yang saya sayangi dan banggakan, terutama
Rahmalia, Alfia, Nuy, Ijep, dan Funo, serta keluarga Warqobs, yaitu Wawan,
Andra, Rizki, Khalid, Dandy, Qabul, Arismanto, Blasius, Uje, Tommy, Harridil,
Abah, Arya, Norman, Dimas, Rifqi, dan Hamdani serta rekan-rekan lain. Terima
kasih kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(Himitepa) angkatan 47 sampai 50, terkhusus kepada keluarga Himitepa 20112013, dan tim futsal ITP 2008- 2013, serta keluarga Sarang, yaitu Abas, Soni,
Hafidzar, Nanda, Hafil, Daud, Wibi dan Nirwan. Terima kasih kepada staf UPT
dan Departemen ITP, serta Fakultas Teknologi Pertanian, Mbak Tika, Mbak May,
Ibu Novie, Ibu Ina, Ibu Shofi Bapak Samsu, dan Bapak Hendi, serta Ibu dan
Bapak staf lainnya untuk informasi dan pelayanan yang ramah. Tidak lupa pula
kepada teman- teman TPB penulis, Diah, Yuli, Sasa, Ines, Atri, Finka, serta
kawan- kawan Pondok Iona. Akhirnya, terima kasih kepada seluruh orang- orang
yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu, selama menjalani kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
sejak 2010 hingga waktu kelulusan penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 13 Maret 2015
Muhammad As’ad
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
6
Bahan
6
Alat
6
Prosedur Analisis
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Berdasarkan Analisis Proksimat
12
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral
13
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan
Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh
14
Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat dan
Beras Sosoh Ciherang
16
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta
Cianjur
2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras
Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cinajur
5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras
Coklat dan Sosoh
12
13
14
15
16
DAFTAR GAMBAR
1. Bagian- bagian Beras
2. Proses Persiapan Sampel Beras
4
7
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Analisis Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang
2. Hasil Analisis ANOVA Analisis Proksimat Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
3. Hasil Analisis ANOVA Kadar Total Fenol dan Kapasitas
Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
4. Hasil Analisis ANOVA Kadar Serat Pangan Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
26
28
33
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat ekonomi yang sedang
meningkat dan menuju status sebagai negara maju dari negara berkembang.
Berdasarkan peningkatan ekonomi tersebut, pola hidup masyarakat Indonesia
berubah sedikit demi sedikit. Perubahan tersebut termasuk perubahan dalam pola
makan dan pola hidup, di mana konsumsi makanan meningkat namun tingkat
aktivitas gerak tubuh menurun dan menyebabkan obesitas. Obesitas adalah
kondisi saat seseorang memiliki nilai body mass index melebihi 30 (CDC 2015).
Obesitas merupakan salah satu risk factor diabetes sehingga kondisi obesitas
seringkali dikaitkan dengan diabetes (CDC 2015). Pada akhirnya, perubahan
tersebut menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat
indonesia, termasuk diabetes. Berdasarkan studi- studi sebelumnya di tingkat
nasional dan internasional, angka penderita diabetes mellitus meningkat tidak
hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional di mana
peningkatannya mencapai dua kali lipat sejak tiga dekade lalu dengan obesitas
sebagai risk factor (Danaei et al 2011). Obesitas pada rakyat Indonesia yang
didominasi oleh rakyat lapisan menengah ke atas, dengan angka penderita sebesar
4,2 juta jiwa per tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat hampir tiga kali
lipat pada tahun 2030, menjadi sebesar 10,2 juta jiwa (Wild et al 2004). Kondisi
ini diperparah dengan besaran penderita diabetes mellitus yang mencapai 8,4 juta
jiwa per tahun 2000, dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada
tahun 2030 (Wild et al 2004). Angka- angka tersebut merupakan prediksi nyata
apabila pola makan dan pola hidup masyarakat Indonesia tidak berubah hingga
tahun 2020.
Diabetes bukan merupakan penyakit menular, melainkan penyakit
degeneratif yang disebabkan oleh faktor genetis, urbanisasi, dan pola hidup
(Efimov et al 2001). Penyakit degeneratif adalah penyakit yang disebabkan oleh
penurunan kinerja sel- sel tubuh sehingga berpengaruh terhadap fungsional
jaringan dan organ tubuh akibat faktor genetis dan pola hidup (NIH 2014).
Diabetes sering dikaitkan dengan ketidakmampuan tubuh dalam menghasilkan
insulin untuk memetabolisme glukosa, di mana kemampuan ini terpengaruhi
secara internal ataupun eksternal tubuh (NIH 2014). Pengaruh internal
dikarenakan secara genetis penderita tidak mampu menghasilkan insulin, kondisi
ini umum menyebabkan diabetes tipe 1. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan
pola makan yang tidak teratur dan pola hidup yang tidak sehat dan dapat
menyebabkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Pengaruh eksternal berhubungan
dengan berubahnya konsumsi pola makan penderita, di mana konsumsi makanan
sumber karbohidrat meningkat atau tetap sedangkan pola olah raga dan aktivitas
manusia berkurang sehingga menyebabkan penumpukan glukosa atau lemak pada
tubuh. Kondisi- kondisi tesebut menyebabkan pankreas tidak mampu merespon
untuk menghasilkan insulin sesuai kebutuhan agar glukosa dalam darah dapat
diserap sel- sel tubuh (Efimov et al 2001). Ketidakmampuan tubuh dalam
menghasilkan insulin adalah kondisi yang disebut prediabetes dan diabetes.
Selanjutnya, diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang berkaitan dan
2
menyebabkan penyakit degeneratif lainnya, terutama yang berhubungan dengan
kanker pankreas (Ben et al 2011), kantung empedu (Ren et al 2011), endometrium
(Lindemann et al 2008), ginjal (Joh et al 2011), prostat (Bansal et al 2012), kolon
(Kitahara et al 2012), dan thyroid (Yuhara et al 2011).
Kondisi kritis akibat diabetes mengharuskan masyarakat Indonesia
mengubah pola makan dengan konsumsi pangan sehat yang memiliki kadar serat
tinggi dan nilai indeks glikemik rendah. Berdasarkan alasan tersebut maka beras
coklat yang termasuk jenis penganan utama (beras) diharapkan dapat
menyubstitusi beras sosoh sebagai penganan utama. Hipotesis ini dikarenakan
beras coklat masih memiliki bagian aleuron. Aleuron merupakan bagian pada
beras yang memiliki kandungan lemak, serat pangan, vitamin, mineral, dan zat
bioaktif sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat
Indonesia dan menjaga kesehatan sel- sel tubuh manusia, terutama untuk penderita
diabetes yang mengalami kerusakan sistem sekresi insulin dan untuk orang- orang
yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka (Rosniyana et al 2006).
Perumusan Masalah
Masalah yang terjadi beberapa tahun belakangan dan berhubungan dengan
konsep ilmu Teknologi Pangan dan penyakit diabetes adalah bagaimana dapat
menyediakan makanan baru yang dapat menyubstitutsi beras sosoh sebagai
makanan utama masyarakat Indonesia.
Tujuan Penelitian
Mengetahui nilai biologis beras coklat dan beras sosoh agar dapat
dibandingkan secara biologis dan ditentukan kelayakannya sebagai makanan
substitusi beras sosoh untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh
mereka dan penderita diabetes.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dihasilkannya
persetujuan atas tingkat keamanan beras coklat untuk untuk orang- orang yang
ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes berdasarkan
evaluasi nilai biologis terhadap beras coklat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Beras adalah penganan utama yang dikonsumsi seluruh rakyat Indonesia,
terutama sejak Revolusi Hijau diberlakukan pada tahun 1969 (Hansen 1972).
Sejak saat itu konsumsi beras di Indonesia meningkat dengan diikuti peningkatan
perkembangan teknologi pengolahan beras agar dapat memenuhi preferensi
masyarakat Indonesia (Hansen 1972). Puncaknya, pada tahun 2012 konsumsi
beras di Indonesia mencapai 34.067.264 ton, dan konsumsi beras diperkirakan
akan tetap meningkat sebesar 3% hingga tahun 2019 (Bappenas 2013). Apabila
kondisi ini tetap terjadi hingga tahun 2019, maka angka probabilitas penderita
diabetes akan meningkat dengan tambahan 3% menjadi 10,2 juta jiwa penderita
diabetes berdasarkan perkiraan WHO, dengan faktor- faktor lain yang
berpengaruh dalam kondisi tetap (Wild et al 2004). Mengubah pola makan adalah
suatu usaha yang membutuhkan usaha kontinyu selama puluhan tahun (PinstrupAndersen dan Hazell 1985), kondisi ini diperparah dengan kemungkinan
mengorbankan sumber pendapatan para petani padi apabila pola konsumsi beras
diubah demi mengurangi populasi penderita diabetes (Bappenas 2013). Oleh
karena itu, dibutuhkan alternatif lain untuk mengurangi populasi penderita
diabetes di Indonesia tanpa menyulitkan sistem pertanian Indonesia.
Secara mendasar, serealia utuh memiliki kandungan gizi yang mencukupi
kebutuhan manusia dan mendukung sistem pencernaan tubuh manusia apabila
dikonsumsi dengan metode yang sesuai, termasuk beras (Ryan 2011). Sistem
pengolahan beras saat ini mengharuskan beras melalui tahap pemecahan kulit dan
penyosohan berkali- kali yang menyebabkan bagian- bagian beras, seperti aleuron
(10% dari berat beras keseluruhan) dan germ (5% dari berat beras keseluruhan)
(Hu et al 1996), tereduksi hingga hanya menyisakan endosperma (Bechtel dan
Juliano 1980). Proses pengolahan tersebut menyebabkan beras kehilangan aleuron
atau bekatul dan biji/ germ, yang mengandung zat- zat gizi penting bagi manusia.
Lemak, mineral, dan vitamin terdapat pada aleuron (Juliano 1972), sedangkan zatzat bioaktif dan serat tersebar pada bagian aleuron dan biji (Rosniyana et al 2006;
Juliano 1972; Bechtel dan Juliano 1980). Perkiraan kadar zat- zat tersebut pada
beras, yaitu kadar vitamin dan mineral hingga 8- 17%, serat pangan sebesar 614%, lemak mencapai 12- 22% (Saunders 1990), dan zat bioaktif hingga 4% (Xu
et al 2001). Beras coklat adalah beras yang hanya melalui pemecahan kulit dan
pemisahan dari sekam, tanpa melalui penyosohan (Ryan 2011). Beras coklat
memiliki kemungkinan terbesar untuk menjadi substitusi beras sosoh karena
memiliki kandungan gizi yang lebih baik berdasarkan keutuhan bagian- bagiannya.
Hipotesis ini didukung pula dengan tingkat perubahan yang harus dilakukan
selama proses pengolahan tidak signifikan sehingga mendukung optimasi biaya
produksi para petani (Rosniyana et al 2006), apabila dibandingkan dengan
alternatif mengubah pola konsumsi penganan utama ataupun mengganti pola
tanam petani dengan jenis beras lainnya, seperti beras merah dan beras hitam,
secara serta- merta.
4
Gambar 1. Bagian- bagian Beras (USA Rice Federation dalam
menurice.com)
Sekam
Aleuron/ bekatul
Endosperma
Biji/ germ
Diabetes adalah penyakit degeneratif yang disebabkan oleh kerusakan
sistem metabolisme glukosa dalam tubuh akibat kurangnya insulin yang
dihasilkan oleh pankreas untuk membantu penyerapan gula dalam darah menjadi
energi (Diabetes Prevention Program and Research Group 2009). Kondisi
kekurangan insulin dapat disebabkan karena faktor genetis yang menyebabkan
diabetes tipe 1 ataupun karena faktor pola hidup dan pola makan yang
mengakibatkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Apabila penderita diabetes mengalami
pelemahan kemampuan penyerapan glukosa dalam darah untuk waktu yang sangat
panjang dan tidak mendapatkan bantuan medis maka akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan pembuluh darah dan saraf (NIH 2014). Kondisi tersebut
akan menyebabkan komplikasi kerusakan sistem kerja tubuh, dan meningkatkan
kemungkinan menderita kanker bagi penderita diabetes (Talley et al 2001).
Diabetes dibagi ke dalam tiga jenis diabetes, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,
dan diabetes gestasional (hanya terjadi selama kehamilan). Diabetes dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal dan ciri- cirinya berbeda untuk tiap tipe
diabetes (NIH 2014).
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh rusaknya sel beta dalam pankreas sehingga
insulin tidak dapat dihasilkan atau dihasilkan dalam jumlah kecil (Grant et al
2009). Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor genetis di mana seseorang
memang tidak memiliki gen yang mengoordinasikan sintesis insulin oleh sel- sel
5
beta pankreas (Grant et al 2009). Penyebab lainnya adalah kesalahan koordinasi
dalam sistem imun sehinggan sistem imun merusak sel beta akibat adanya
identifikasi virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya dalam sel- sel beta di
pankreas (Bouguerra et al 2005). Kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup panjang namun kondisi ini dapat diidentifikasi dalam waktu cepat.
Diabetes tipe 1 dapat terjadi pada anak- anak, remaja, dan seluruh jenjang umur
sehingga tingkat bahaya yang dihasilkan sangat tinggi. Oleh karena itu pola
makan dan pola hidup harus diatur sejak kecil untuk meminimalisasi tingkat
kejadiannya pada tubuh manusia (Doolan et al 2005).
Diabetes tipe 2 terjadi karena kombinasi kerusakan akibat hyperglycemia,
kekurangan insulin, dan berkurangnya kemampuan sel- sel tubuh dalam menyerap
gula darah, ini adalah jenis diabetes yang paling umum diderita (NIH 2014).
Kondisi tersebut akan menyebabkan produksi insulin semakin lama berkurang dan
kemapuan sel- sel tubuh dalam menyerap gula darah semakin berkurang sehingga
kandungan gula dalam darah meningkat dan merusak jaringan- jaringan tubuh
(Czyzyk et al 2000). Diabetes tipe 2 atau diabetes mellitus (DM) seringkali
dikaitkan pada penderita berusia lanjut, dan seseorang dalam kondisi obesitas dan/
atau memiliki aktivitas tubuh rendah (NIH 2014). Studi- studi sebelumnya
menunjukan bahwa kedua jenis diabetes tersebut utamanya disebabkan oleh
tingkat aktivitas tubuh rendah dengan probabilitas sebesar 30%, pola makan tidak
sehat dengan probabilitas mencapai 55%, dan didukung oleh faktor genetis
dengan probabilitas sebesar 15% (Diabetes Prevention Program and Research
Group 2009).
Berdasarkan temuan- temuan tentang diabetes dapat disimpulkan bahwa
diabetes adalah penyakit degeneratif yang sangat berbahaya, namun dapat dengan
mudah dicegah melalui perubahan pola makan yang lebih seimbang dan aman,
serta peningkatan aktivitas tubuh sesuai dengan jumlah energi yang dikonsumsi.
Beras coklat dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penganan masyarakat
Indonesia karena diperkirakan memiliki nilai biologis yang lebih baik untuk
orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka ataupun penderita
diabetes tanpa perlu mengubah pola konsumsi penganan utama masyarakat
Indonesia.
6
METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beras coklat
asal Ciherang dan Cianjur, air suling, NaOH, Na2S2O3.5H2O, K2SO4, HgO,
H3BO3 (kristal), kertas lakmus, indikator metilen merah/ red dan biru/ blue,
larutan etanol 95%, larutan HCl 0,02 N; larutan HCl 25%, larutan H2SO4 0,255 N;
larutan NaOH 0,313 N; larutan alkohol 95%, K2SO4 kristal, asam sulfurit, asam
nitrit, H2SO4 0,1 M, CH3COONa 2 M, enzim papain 0,1%, kolom C18, pelarut FG
sebesar 80:20, HCl 0,1 N, kolom acquity UPLC BEH C18, pelarut FG dalam elusi
gradien, reagen Folin-Cioacalteau 50%, Na2CO3 5%, DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) kristal, NaOH 0,275 N, enzim protease, buffer fosfat 0,08 M pH 6,
HCl 0,325 N, enzim termamyl, enzim amiloglukosidase.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari cawan aluminium
(bertutup), desikator berisi bahan pengering, oven listrik, neraca analitik,
termometer, penjepit cawan (gegep), cawan porselen, tanur listrik, kertas saring,
alat ekstraksi Soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak 250 ml, kapas
bebas lemak, pemanas Kjeldhal lengkap, labu Kjeldhal 30 ml, alat destilasi
lengkap, buret, labu takar, pipet (ukuran 2 ml, 5 ml, 10 ml), erlenmeyer (ukuran
100 ml dan 250 ml), penyaring Whatman No. 42 dan membran 0,45 µm, belas
beaker, pengaduk magnetik, pipet tetes, botol semprot, tabung reaksi, gelas ukur,
setrifuse, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), spektrofotometer,
sentrifuse, tabung pyrex, vortex, alat penyaring dengan ukuran membran 22µm,
atomic absorption spectrophotometry, spektrofotomer, dan peralatan gelas.
Prosedur Analisis
Persiapan Sampel Beras
Sampel beras yang digunakan selama penelitian adalah beras jenis Ciherang
dan Cianjur. Beras Ciherang diambil dari petani- petani di daerah Cikarang, Jawa
Barat dan beras Cianjur diambil dari petani daerah Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan
sampel beras Ciherang dan Cianjur didasari ada beberapa hal, yaitu jumlah
konsumsi terhadap beras Ciherang adalah yang tertinggi di Indonesia (Bappenas
2013), sedangkan konsumsi terhadap beras Cianjur juga termasuk yang tertinggi
ditambah dengan sifat kepulenan beras Cianjur yang lebih baik dibandingkan
beras- beras jenis lainnya (Kepmen Pertanian 2004). Sampel- sampel beras yang
digunakan diperkirakan memiliki umur pasca-panen 1-2 hari dengan lama waktu
pengeringan mencapai 3 hari memanfaatkan panas matahari. Persiapan sampel
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan analisis yang akan dilakukan, gambar
dibawah ini menggambarkan proses persiapan analisis:
7
Padi
Pengeringan (23 hari)
Pemecahan Kulit
(Jarak antara
gerindra 2 cm)
Penyimpanan (maksimal 5 hari)
1700 ml air/ 800 g A
dan 1300 ml air/ 800 g
B
Pemasakan
dengan rice
cooker
Tepung
Beras
Penepungan dan
pengayakan (60
mesh)
Pemisahan
Beras
Coklat
(A)
Penyosohan (Jarak
gerindra dan dinding
2 cm, dilakukan 3
kali)
Beras Sosoh
(B)
Gambar 2. Proses Persiapan Sampel Beras
Proses persiapan sampel hingga tahapan penepungan sangat dibutuhkan
untuk analisis kadar protein, lemak, serat pangan, mineral, vitamin, total fenol,
dan kapasitas antioksidan. Analisis indeks glikemik membutuhkan beras yang
sudah menjadi nasi sehingga proses pemasakan perlu dilakukan.
Analisis Evaluasi Nilai Biologis
Kadar Air Metode Oven (AOAC 1999)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). Contoh (beras coklat
dan sosoh) sebanyak 2 gram (b) dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan.
Lakukan pengeringan contoh dalam oven hingga diperoleh berat konstan (c).
Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
b‐(c‐a)
x 100%
Kadar Air % bb =
b
Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1999)
Kadar abu diperoleh dengan cara mengabukan beras coklat dan sosoh
sebagai sampel di dalam tanur. Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama
15 menit pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang (a). Sampel sebanyak 2- 3 gram (w) ditimbang dalam cawan tersebut,
kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapat abu berwarna abuabu dan berbobot konstan. Pengabuan dilakukan pada suhu 550oC selama 6- 8 jam.
Cawan berisi sampel lalu didinginkan dalam desikator setelah pengabuan, dan
selanjutnya ditimbang di neraca analitik (x). Kadar abu didapatkan dari
persamaan berikut:
(x‐a)
Kadar Abu % bb =
x 100%
�
8
Kadar Protein Metode Micro Kjehldahl (AOAC 1995)
Sebanyak 0,25 gram beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan dan
ditimbang, dimasukan di dalam labu Kjehldahl, lalu ditambahkan 1,0 ± 0,1 gram
K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan
sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke
dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjehldahl dibilas dengan 1-2 ml air
destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan
dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5%
Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator
(campuran 2 bagian 0,2 % metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam
etanol 95%) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh
sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0,02
N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu - abu. Kadar protein
kasar dapat ditentukan dengan rumus :
(V HCl Contoh – V HCl Blanko) x N HCl x 14,007
x 100%
Kadar N % =
mg contoh
Analsis Kadar Lemak Soxhlet (SNI 01-2891-1992)
Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode
ekstraksi soxhlet. Untuk produk kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih
dahulu karena matriks bahan yang cukup rumit. Labu lemak yang akan digunakan
dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Sebanyak 1- 2 gram contoh (beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan) (a)
ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama
15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji. Kemudian larutan tersebut
disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH
netral bila diuji dengan kertas lakmus. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam
oven bersuhu 105 °C hingga kering.
Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong
dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak, lalu ukur
bobotnya (b). Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di
bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (c). Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Nilai kadar
lemak didapat melalui rumus:
(c‐b)
Kadar Lemak % bb =
x 100%
a
Analsis Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel
selain air, abu, lemak dan protein.
9
Kadar Serat Pangan (AOAC 2002)
Sebanyak 2 g beras coklat dan sosoh (sampel) ditimbang (W) kemudian
dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Kemudian ke dalam Erlenmeyer
tersebut ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,08 M pH 6 dan enzim termamyl
sebanyak 50 µl dan inkubasikan dalam penangas air mendidih selama 30 menit
dan aduk tiap 5 menit. Angkat Erlenmeyer tersebut setelah 30 menit dan
dinginkan selama 10 menit lalu tambahkan 5 ml NaOH 0,275 N dan 0,05 ml
enzim protease, dan inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30
menit. Setelah inkubasi kedua segera atur pH hingga pH 4,5 dengan 5 ml HCl
0,325 N dan tambahkan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,15 ml, lalu
inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30 menit. Selama inkubasi
ketiga tambahkan 140 ml etanol 95% bersuhu 60oC dan biarkan selama 60 menit.
Selanjutnya, saring dengan penyaring Whatman dan Buchaner yang sudah
ditimbang beratnya (b), lalu cuci residu dengan 20 ml etanol 78% tiga kali, lalu 10
ml etanol 95% dua kali, dan 10 ml aseton dua kali. Keringkan kertas saring yang
telah dicuci dalam oven bersuhu 105 oC semalam dan timbang kertas saring yang
sudah kering (c). Kadar serat pangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
(c‐b‐a)
x 100%
Kadar Serat Pangan % =
W
Catatan: (a) adalah kadar abu residu yang didapat dengan menghitung selisih
antara berat abu dari kertas saring kering terhadap berat abu kertas saring kosong
(awal).
Analisis Kadar Mineral
Timbang beras coklat dan sosoh (sudah ditepungkan) sebagai contoh
sebanyak 3 gram dan masukan dalam cawan porselin yang sudah dikeringkan lalu
abukan dalam oven bersuhu 550oC hingga sampel berwarna abu- abu dan berat
konstan. Apabila pengabuan telah selesai maka segera pindahkan abu dalam gelas
piala 250 ml dan campurkan dengan HCl 25% sebanyak 40 ml lalu tutup rapat
dengan alumunium foil dan gelas arloji dan panaskan di penangas air bersuhu
102oC selama 30 menit, dan bilas dengan 10 ml HCl 25% dan didihkan di
penangas 102oC selama 30 menit. Setelah pemanasan selesai tambahkan 10 ml
HCl 25%, lalu saring dengan corong dan kertas saring dan alirkan ke labu takar
100 ml. Bilas gelas piala 100 ml dgn 10 ml HCl 25% dan ulangi penyaringan,
setelah penyaringan selesai tepatkan larutan abu dalam labu takar 100 ml dengan
air destilata. Dinginkan labu takar selama 25 menit pada suhu 20oC.
Sebelum analisis terhadap sampel dilakukan maka buat larutan standar untuk
tiap mineral dengan konsentrasi 0; 0,5; 1,5; dan 2,5 mg/ 500 ml. Apabila larutan
standar untuk tiap mineral telah dibuat maka analisis lebih dahulu standar untuk
mendapatkan kurva standar tiap mineral. Larutan standar dianalisis dengan
memasukan larutan standar mineral pada tiap inlet mineral dengan jumlah sesuai
batasan inlet lalu tentukan lampu absorbansi untuk tiap inlet sesuai dengan
mineral yang akan dianalisis. Apabila seluruh larutan standar sudah tersimpan
dalam inlet maka tutup inlet dan mulai analisis. Setelah analisis larutan standar
tiap mineral telah selesai maka lakukan analisis untuk larutan sampel pada inlet
yang sama dan lampu yang sama untuk tiap jenis mineral, dan ulangi prosedur
penggunaan AAS sama seperti untuk larutan standar.
10
Analisis Kadar Vitamin (Moreno et al 2000)
Vitamin B1, B2, B3, dan B6
Timbang beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan (contoh) sebanyak
1 gram dan simpan dalam tabung ulir 25 ml. Tambahkan 5 ml H2SO4 0,1 M lalu
aduk. Selanjutnya panaskan dalam 100oC selama 30 menit dan aduk tiap 10 menit.
Dinginkan dan dilanjutkan dengan dimasukan dalam labu ukur 10 ml dan
dicampurkan dengan CH3COONa 2 M sebanyak 1,4 ml dan 2 ml papain 0,1%,
lalu aduk hingga rata dengan vortex. Larutan lalu dicampurkan dengan akuabides
dan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 lalu dengan membran 0,45 µm.
Kemudian suntikan ke HPLC dengan kolom C18, λ = 254 nm, laju alir 0,7 ml/
menit, dan perbandingan pelarut FG sebesar 80:20.
Analisis Kadar Total Fenol (Suwannalert et al 2011)
Larutan standar dibuat dengan melarutkan 250 mg kristal asam galat dalam
1 liter akuades lalu buat pengenceran dengan konsentrasi 50 mg/l, 100 mg/l, 200
mg/l, dan 250 mg/l. Siapkan larutan standar dan analisis larutan standar sebelum
analisis sampel dilakukan. Timbang 50 mg sampel beras coklat dan sosoh (sudah
ditepungkan) dan tambahkan 2,5 ml etanol 95% dan aduk rata selama 2 menit.
Ambil 0,5 ml supernatan dan alirkan dalam tabung reaksi lalu campurkan dengan
0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml akuades, 2,5 ml reagen Folin-Cioacalteau 50% dan
diamkan 5 menit. Setelah didiamkan lalu tambahkan dengan Na2CO3 5% dan
vortex hingga homogen. Simpan dalam ruang gelap selama 1 jam lalu ukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm, satuan kadar total
fenol dinyatakan dalam mg asam galat/ 100 g sampel.
Analisis Kadar Total Antioksidan (Suwannalert et al 2011)
Siapkan larutan blanko dan standar, lakukan analisis larutan blanko dan
standar sebelum analisis sampel. Siapkan larutan sampel dengan menimbang 0,5 g
beras sosoh dan coklat (sudah ditepungkan) sebagai sampel. Lalu campurkan
contoh dengan 50 ml akuades. Apabila sampel diperkirakan memiliki konsentrasi
zat antioksidan tinggi maka buat pengenceran 10, 20, 50, 100, dan 200. Larutan
sampel dianalisis dengan menyiapkan sebanyak 1 ml larutan sampel dan larutkan
dengan metanol 7 ml dalam tabung reaksi bertutup, lalu tambahkan 2 ml DPPH
dan aduk dengan vortex hingga homogen. Simpan sampel yang telah tercampul
dalam suhu ruang dan tertutup selama 30 menit lalu ukur absorbansi larutan
tersebut dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, satuan
kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg AEAC/ 100 gram sampel.
Analisis Kadar Glukosa dalam Darah (Indeks Glikemik) (Barros dan Valim
2006)
Pengujian Indeks Glikemik menggunakan subyek manusia. Jumlah subyek
yang digunakan adalah 10 orang yang terpilih sesuai kriteria penelitian. Kriteria
penelitian yang digunakan adalah subyek harus memiliki nilai body mass index
dalam kategori normal, berada pada umur 20- 23 tahun, jumlah subyek wanita dan
pria seimbang, dan dalam kondisi sehat secara fisik dan mental. Pengujian
pertama adalah pengujian indeks glikemik terhadap standar, yaitu glukosa, setelah
itu diujikan sampel beras sosoh dan coklat. Pengujian nilai indeks glikemik
11
sampel diberikan dalam waktu berbeda, dengan minimal selang uji satu hari.
Proses persiapan sampel hingga siap dijadikan produk yang akan diuji dalam uji
indeks glikemik dapat dilihat pada gambar 2. Secara terperinci beras coklat dan
beras sosoh yang sudah diproses dimasak dengan rice cooker dengan dicampurkan
air sebanyak 1700 ml/ 800 g sampel untuk beras coklat dan 1300 ml/ 800 g
sampel untuk beras sosoh.
Larutan glukosa sebagai standar diperoleh dengan melarutkan glukosa
bubuk sebesar 50 g dalam 200 ml air. Sampel produk diperoleh dengan
menimbang sejumlah sampel setara dengan konsumsi karbohidrat 50 gram (beras
sosoh dan coklat sektar 60 gram). Pengukuran glukosa darah subyek dilakukan
setelah subyek puasa selama 10- 12 jam, dan uji indeks glikemik melalui
pengambilan darah dilakukan selama 2 jam dengan selang waktu 0, 30, 60, 90,
120 menit setelah responden mengonsumsi sampel standar atau sampel produk.
Pengambilan darah dilakukan melalui ujung jari tangan dengan menggunakan alat
yang disebut lancet dan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat
glukometer.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Berdasarkan Analisis Proksimat
Analisis proksimat pada sampel beras coklat dan sosoh dikerjakan untuk
mengetahui dan mengevaluasi kandungan gizi pada sampel tersebut sehingga bisa
dibandingkan antara keduanya, atau sampel lainnya. Hasil analisis dapat dilhat
pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta
Cianjur
Jenis
Beras
Perlaku
an
Kadar Kadar
Air (% Abu (%
bb)
bb)
Kadar
Protein
(% bb)
Kadar
Lemak
(% bb)
Kadar
Karbohidrat
(% bb)
Coklat
13,41b
1,38b
6,75d
2,35a
76,11b
Sosoh
14,43a
0,52c
9,65b
0,70c
74,70c
Coklat
13,13b
1,57a
10,18a
2,26b
72,86d
Sosoh
12,69c
0,57c
9,02c
0,63c
76,39a
Ciherang
Cianjur
Berdasarkan hasil percobaan, nilai kadar air terbesar pada beras sosoh
Ciherang, selanjutnya adalah beras coklat Ciherang, beras coklat Cianjur, dan
beras sosoh Cianjur. Jumlah air dalam bahan pangan berpengaruh terhadap daya
tahan dimiliki oleh bahan pangan (Webb 1985). Faktor daya tahan pada keempat
sampel beras tertinggi terdapat pada sampel beras sosoh Cianjur > beras coklat
Cianjur > beras coklat Ciherang > beras sosoh Ciherang. Apabila beras memiliki
kadar air lebih besar dari 14% akan meningkatkan kemungkinan kerusakan akibat
oksidasi lemak, terutama pada beras coklat, dan akibat kontaminasi oleh kapang
(Belitz et al 2009). Komponen proksimat selanjutnya adalah kadar abu, kadar abu
berfungsi untuk memperkirakan kandungan mineral yang terdapat pada bahan
pangan (Bhat dan Sridhar 2008). Berdasarkan hasil analisis terlihat urutan nilai
kadar abu dari tertinggi ke terendah, yaitu beras coklat Cianjur, beras coklat
Ciherang, beras sosoh Cianjur, dan beras sosoh Ciherang (1,57; 1,38; 0,57, dan
0,52). Kadar abu terbesar terdapat pada beras coklat karena mineral pada beras
terdapat pada bagian aleuron sehingga bila beras disosoh maka kadar abu akan
berkurang (Rosniyana et al 2006; Resurreccion et al 1979).
Selanjutnya, kadar protein tertinggi ada pada beras coklat Cianjur diikuti
oleh beras sosoh Ciherang, beras sosoh Cianjur, terakhir adalah beras coklat
Ciherang. Hal ini dapat terjadi karena protein pada beras tersebar merata pada
13
seluruh bagian sehingga tidak terpengaruh oleh tingkat penyosohan sehingga
perbedaan protein lebih terpengaruh pada perlakuan selama aktivitas pra-panen
dan karakter tanah di sawah yang digunakan (Rosniyana et al 2006; Bechtel dan
Juliano 1980). Konsumsi 100 gram beras coklat memiliki kandungan protein
setara dengan konsumsi 60 gram gandum durum (USA Rice Federation).
Komponen selanjutnya adalah lemak, lemak tertinggi terdapat pada beras coklat
Ciherang lalu dilanjutkan oleh beras coklat Cianjur, beras sosoh Ciherang, dan
terakhir adalah beras sosoh Cianjur (2,35; 2,26; 0,70; 0,63). Komposisi lemak
tertinggi terdapat pada beras coklat hal ini dipengaruhi karena lemak pada beras
terpusat pada kulit bekatul beras, di mana kedua komponen tersebut hilang selama
penggilingan dan akan semakin hilang apabila tingkat polishing beras meningkat
(Fujino 1978; Houston dan Kohler 1970). Berdasarkan hasil analisis kadar lemak,
beras coklat perlu memiliki proses pengemasan vakum untuk menghindari
oksidasi lemak sehingga keawetan beras coklat dapat setara dengan beras sosoh
(Belitz et al 2009). Perlakuan lainnya yang dapat meminimalisasi oksidasi lemak
pada beras coklat adalah pengeringan sehingga kontak antara air dan lemak
berkurang sehingga oksidasi lemak dapat diminimalisasi (Belitz et al 2009).
Komponen makronutrien yang terakhir adalah karbohidrat, karbohidrat adalah
sumber energi utama bagi manusia dan umumnya pangan jenis serealia memiliki
kadar karbohidrat yang tinggi. Sampel yang memiliki kadar karbohidrat tertinggi
adalah beras sosoh Cianjur, dan selanjutnya beras coklat Ciherang, beras sosoh
Ciherang, serta beras coklat Cianjur. Karbohidrat pada beras banyak terdapat pada
bagian endosperma beras (Kent 1983) dan konsumsi 100 gram beras coklat
memiliki kandungan energi sebesar 296 kCal yang memenuhi 19,8% kebutuhan
energi per hari orang dewasa (USA Rice Federation).
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral
Analisis selanjutnya meliputi analisis vitamin yang terdapat pada sampel
beras coklat dan sosoh Ciherang. Hasil yang didapat dari analisis tersebut adalah :
Tabel 2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
Vitamin
Jenis
B2 (mg/ 100
B6 (mg/ 100
B1 (mg/ 100 g;
gram; batas
gram; batas
batas konsentrasi B3 (mg/ 100
konsentrasi
konsentrasi
g)
teramati : 0,05 mg/
teramati : 0,03 teramati : 0,06
100 g)
mg/ 100 g)
mg/ 100 g)
Beras
Coklat
0,54
0,54
-*
-*
Beras
Sosoh
-*
-*
-*
-*
* tidak teramati
Selanjutnya ditampilkan hasil analisis mineral pada tabel 3.
14
Tabel 3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
Mineral
P (mg/
K (mg/
100 g)
100 g)
Jenis
Cu (mg/
100 g)
Ca (mg/
100 g)
Beras Coklat
0,29
23,84
274,12
Beras Sosoh
-*
7,92
-*
Fe (mg/
100 g)
Zn (mg/
100 g)
123,50
1,13
2,16
-*
1,06
2,14
* tidak teramati
Berdasarkan hasil- hasil analisis kadar vitamin dan mineral terlihat bahwa nilai
kadar abu, lemak, karbohidrat, vitamin C, vitamin B kompleks, dan mineral (Cu,
Ca, P, K, Fe, dan Zn) pada sampel beras coklat Ciherang lebih tinggi
dibandingkan sampel beras sosoh Ciherang, namun nilai kadar protein dan kadar
air pada beras sosoh Ciherang lebih besar dibandingkan beras coklat Ciherang.
Berdasarkan hasil analisis terhadap vitamin dan mineral pada beras jenis
Ciherang terbukti bahwa kadar vitamin dan mineral beras coklat lebih besar
dibandingkan beras sosoh. Konsumsi sejumlah 80 gram beras coklat memiliki
kandungan kalsium setara 12 gram white beans dan kandungan zat besi setara 43
gram daging sapi (USA Rice Federation) sehingga terbukti bahwa beras coklat
dapat menjadi sumber makanan yang membantu tubuh dalam mengatur sistem
metabolisme dengan baik (Belitz et al 2009). Sedangkan bagi penderita diabetes
dan orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka kecukupuan akan
vitamin dan mineral akan membantu sel- sel tubuh mereka untuk meningkatkan
kemampuan imunitas terhadap mutasi genetik dan regulasi sistem sekresi insulin
(Ryan 2011; Fennema et al 1996, Saunders 1990). Hal ini kemungkinan juga akan
terjadi pada sampel beras Cianjur dikarenakan vitamin dan mineral pada beras
terdapat pada bagian aleuron sehingga secara teori, proses polishing akan
menyebabkan hilangnya kedua komponen tersebut (Rosniyana et al 2006; Juliano
1972). Kondisi ini juga menunjukan bahwa apabila diperlukan perkiraan terhadap
kadar mineral pada suatu bahan pangan maka kadar abu bisa dijadikan hipotesis
dalam memperkirakan kadar mineral pada bahan pangan tersebut (Bhat dan
Sridhar 2008). Berdasarkan kecukupan nilai makronutrien, beras coklat juga
terbukti memiliki kandungan yang lebih baik sehingga kecukupan energi dan
proses metabolisme dalam tubuh tidak terganggu apabila beras coklat dijadikan
konsumsi penganan harian.
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan
Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
Analisis selanjutnya yang dikerjakan terhadap sampel adalah analisis kadar
total fenol dan kapasitas antioksidan. Fenol adalah senyawa aromatik organik
dengan gugus hidroksi (C6H5OH) dan kadar total fenol dianalisis untuk
mengetahui jumlah senyawa fenol pada sampel (Ryan 2011). Kapasitas
antioksidan digunakan untuk menggambarkan kemampuan sampel sebagai
senyawa yang mampu menghentikan aktivitas senyawa radikal bebas (Ryan
15
2011). Hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan pada sampel dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
Jenis Beras
Ciherang
Cianjur
Perlakuan
Coklat
Sosoh
Coklat
Sosoh
Kadar Total
Fenol (mg
asam galat/
100 gram
sampel)
33,69a
6,07d
31,71b
23,94c
Kapasitas
Antioksidan
(mg AEAC/
100 g sampel)
11,25a
2,75c
6,47b
3,80c
Berdasarkan hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan
terlihat bahwa beras coklat memiliki konsentrasi total fenol yang lebih besar
dibandingkan beras sosoh, hal ini terjadi pada kedua jenis beras. Hal sama
terdapat pula dalam nilai kapasitas antioksidan. Tabel tersebut telah
menggambarkan bahwa kemungkinan beras coklat untuk memiliki zat- zat
bioaktif yang mampu membantu kinerja sistem imun dan sistem pencernaan lebih
besar dibandingkan beras sosoh.
Zat fenolik adalah komponen kimia yang banyak terkandung pada produkproduk pangan yang berasal dari tumbuhan, atau biasa disebut fitokimia (Ryan
2011). Fitokimia seringkali dimanfaatkan untuk produk- produk pangan khusus
yang termasuk kedalam pangan fungsional, dietary food- nutritional supplement,
dan nutraceutical food (Dinkoya-Kostova 2008). Penggunaan fitokimia dalam
produk- produk tersebut dapat melalui berbagai cara, seperti ekstraksi terhadap
fitokimia tertentu maupun penggunaan secara langsung sebagai bahan dasar dari
suatu produk tertentu (Heneman dan Zidenberg- Cherr 2008). Keaktifan zat- zat
fenolik sebagai antioksidan pada berbagai macam bahan atau produk pangan dapat
diukur melalui berbagai jenis percobaan, termasuk percobaan kapasitas
antioksidan. Kapasitas antioksidan dari seluruh komponen kimia dalam bahan
pangan dapat disetarakan dengan kinerja vitamin C sebagai zat antioksidan yang
umum dimanfaatkan oleh tubuh manusia secara fisiologi, atau biasa disebut
ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC) (Fu et al 2014).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar total fenol tertinggi terdapat pada
sampel beras coklat Ciherang, lalu beras coklat Cianjur, dilanjutkan beras sosoh
Cianjur, dan beras sosoh Ciherang dengan urutan nilai 33,69; 31,71; 23,94; dan
6,07 (dalam satuan mg/l), sedangkan hasil untuk kapasitas antioksidan juga
memiliki urutan yang sama dengan urutan nilai kapasitas (dalam satuan mg/ 100
gram AEAC) 11,25; 6,47; 3,80; dan 2,75. Berdasarkan teori kandungan zat
fitokimia, terutama fenol, pada beras terdapat di bagian aleuron (Ryan 2011) dan
apabila dibandingkan dengan konsumsi terhadap jambu biji maka 100 gram beras
coklat memiliki kapasitas antioksidan setara 0,06 gram jambu biji (USA Rice
Federation). Fungsi utama zat fenolik sebagai zat fitokimia adalah menonaktifkan
radikal- radikal bebas yang terdapat dalam tubuh manusia, mengubah bentuk
enzim yang termasuk dalam metabolisme radikal bebas, memengaruhi reaksi
16
biokimia selama proses radikalisasi sel- sel tubuh, dan mengganggu mekanisme
sistem perubahan ekspresi gen akibat radikalisasi sel- sel dalam tubuh (Ryan
2011; Mori et al 1999; Taniguchi et al 1999). Berdasarkan pada karakter
fungsional antioksidan dan kadar total fenol yang terkandung dalam beras coklat
maka beras coklat diperkirakan memiliki manfaat bagi penderita diabetes untuk
melindungi sel- sel tubuh dari mutasi genetik akibat kerusakan sel- sel beta
pankreas, meningkatkan aktivitas sistem pemulihan dan imunitas sel tubuh
sehingga sel- sel beta pankreas dapat menjaga kemampuan sekresi insulin, dan
meningkatkan kelancaran penyerapan gula dalam darah dengan menghambat
pembentukan kolestrol di jaringan arteri manusia akibat oksidasi lemak dalam
tubuh (Xu et al 2001).
Hasil Analisis Kadar Serat Pangan, Indeks Glikemik, dan Beban Glikemik
pada Beras Coklat dan Beras Sosoh Ciherang serta Cianjur
Analisis terakhir adalah analisis kadar serat pangan dalam beras coklat dan
sosoh jenis Ciherang, serta nilai indeks glikemik (IG) dan beban glikemik (GL)
kedua sampel apabila dibandingkan dengan konsumsi larutan glukosa sebesar 50
gram. Hasil dari kedua analisis tersebut terlihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat
dan Sosoh
Jenis
Nilai Indeks
Glikemik
Beras Coklat Ciherang
Beras Sosoh Ciherang
Beras Coklat Cianjur
Beras Sosoh Cianjur
37,03
73,27
-*
-*
Nilai
Beban
Glikemik
27,65
54,63
-*
-*
Kadar Serat Pangan
(% bb)
1,43a
0,15c
1,12b
0,13d
* tidak dilakukan
Hasil analisis serat menunujukan bahwa serat pangan pada beras coklat lebih
besar dari beras sosoh dan sejumlah 80 gram beras coklat memiliki kadar serat
pangan sejumlah 13 gram oat (USA Rice Federation). Hal ini diikuti dengan nilai
indeks glikemik beras coklat yang termasuk pada makanan berindeks glikemik
rendah sedangkan beras sosoh termasuk jenis makanan berindeks glikemik tinggi.
Kategori penganan berindeks glikemik rendah adalah bila nilai indeks glikemik
kurang dari 55, sedangkan berkategori sedang bila nilai IG antara 55- 70, dan
terkategori tinggi bila nilai IG lebih besar dari 70 (Berkeley Heart Lab 2008;
Brand- Miller et al 1996). Merunut pada data beban glikemik (GL) beras coklat
dan beras sosoh Ciherang termasuk penganan berkategori GL tinggi karena nilai
GL kedua penganan tersebut lebih besar dari 20 (University California San
Fransisco Diabetes Center 2007).
Serat pangan adalah salah satu jenis komponen bahan pangan yang saat ini
seringkali digunakan sebagai komponen utama dalam produk –produk pangan
khusus bersama dengan zat bioaktif (Ryan 2011). Serat pada bahan pangan terdiri
dari serat pangan larut air dan serat pangan tidak larut air, namun keduanya tetap
memiliki fungsi kesehatan pada tubuh manusia (Ausman et al 2005; Rong et al
17
1997). Apabila melihat hasil penelitian maka terlihat bahwa total serat pangan
pada sampel beras tertinggi terdapat pada beras coklat Ciherang sebesar 1,43%
dan pada beras sosoh Cianjur sebesar 0,13%. Hal ini dapat terjadi karena serat
pada beras terpusat di bekatul beras, sehingga perlakuan penyosohan sangat
berpengaruh terhadap jumlah total serat pangan yang tersedia (Ryan 2011; Fujino
1978; Houston dan Kohler 1970). Serat pangan mampu menghambat obesitas
(Murakami et al 2007), diabetes (Hannan et al 2007), penyakit jantung dan
penyakit yang berhubungan (Viuda-Martos et al 2010; Trinidad et al 2006), dan
kanker kolon (Wakai 2007).
Mekanime penghambatan terhadap obesitas dan diabetes oleh serat pangan
pada tubuh manusia dapat terjadi melaui pengaturan kecepatan penyerapan zatzat gizi pada usus. Mekanisme ini dapat terjadi karena serat pangan beras coklat
bersifat tidak larut air dan didominasi oleh selulosa, hemiselulosa, dan lignin
sehingga mampu menciptakan efek perlindungan pada substrat dan mencegah
kontak dengan enzim- enzim hidrolitik
COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR
MUHAMMAD AS’AD
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Nilai Biologis Beras
(Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Muhammad As'ad
NIM F24100056
ABSTRAK
MUHAMMAD AS’AD. Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza sativa L.) Coklat
Ciherang dan Cianjur. Dibimbing oleh FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA.
Beras coklat adalah beras yang hanya mengalami proses pemecahan kulit
sekam, sedangkan beras sosoh adalah beras yang mengalami proses pemecahan
kulit sekam dan penyosohan hingga menghilangkan bagian bekatul beras.
Perlakuan proses tersebut menyebabkan penurunan kualitas gizi pada beras sosoh
bila dibandingkan dengan beras coklat. Teori tersebut terbukti dari tingginya nilai
biologis beras coklat daripada beras sosoh. Kadar abu tertinggi sebesar 1,57%
(beras coklat Cianjur); lalu kadar lemak sebesar 2,35% (beras coklat Ciherang);
kadar protein sebesar 10,18% (beras coklat Cianjur), kadar vitamin dan mineral
beras coklat Ciherang lebih besar dari beras sosoh Ciherang, kadar total fenol
sebesar 33,69 mg asam galat/ 100 g sampel (beras coklat Ciherang); kapasitas
antioksidan 11,25 mg AEAC/ 100 gram sampel (beras coklat Ciherang), serta nilai
kadar serat pangan total dan indeks glikemik beras coklat Ciherang, yaitu 1,43%
dan 37,03 (pangan dengan IG rendah). Sedangkan nilai gizi beras sosoh yang
lebih besar dari beras coklat adalah kadar air dan karbohidrat senilai 14,43%
(beras sosoh Ciherang) dan 76,39% (beras sosoh Cianjur). Hasil- hasil tersebut
membuktikan bahwa beras coklat aman untuk dikonsumsi oleh orang- orang yang
ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes karena kecepatan
penyerapan glukosa lebih lambat dibandingkan beras sosoh sehingga sistem
sekresi insulin tidak terganggu dan sel- sel beta pankreas tidak terbebani.
Kata kunci: beras coklat, AEAC, indeks glikemik, penderita diabetes, insulin
ABSTRACT
MUHAMMAD AS’AD. Ciherang and Cianjur Brown Rice (Oryza sativa L)
Biological Value Evaluation. Supervised by FRANSISCA RUNGKAT
ZAKARIA.
Unpolished or brown rice is rice which is only processed through dehulling,
while polished rice is rice which is dehulled and polished and already lost its bran.
Polishing causes the decrease of nutrient for polished rice, compared to brown
rice. The theory is proven through this study where brown rice is higher in almost
all biological value. The highest content for ash, fat, protein, total phenolic,
antioxidant capacity, total dieatary fiber, and the lowest for glycemic index, which
are as followed 1,57% (Cianjur brown rice); 2,35% (Ciherang brown rice);
10,18% (Cianjur brown rice); 33,69 mg galic acid/ 100 g sample (Ciherang brown
rice); 11,25 mg AEAC/ 100 gram sample (Ciherang brown rice); 1,43% (Ciherang
brown rice); and GI score is 37,03 (Ciherang brown rice). Though the higher
content in polished rice are water and carbohydrate, which are 14,43% (Ciherang
polished rice) and 76,39% (Cianjur polished rice). So it is concluded that brown
rice is safe to be consumed by prediabetic and diabetic patients because it has low
rate of glucose adsorption, moreover it won’t interfere the insulin secretion system
and beta cells in pancreas won’t be burdened.
Keywords: unpolished rice, AEAC, glycemic index, diabetic patients, insulin
EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (Oryza sativa L.)
COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR
MUHAMMAD AS’AD
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Berkat ridhoNya pulalah penentuan tema penelitian, Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza
sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur dan pelaksanaanya di Laboratorium
Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dapat diselesaikan pada tahun
2014. Tidak lupa, kepada sumber inspirasi dan suri tauladan penulis, Rasulullah
SAW , beserta para Khalifah dan sahabat- sahabatnya.
Penulis mengucapkan terima kasih, pertama, kepada ayahanda Karim
Atmadi, ibunda Badriatul Qomariyah, adik Raisa Permatasari, dan keluarga besar
penulis yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Fransisca Rungkat- Zakaria selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama
kuliah, penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan penulis kepada kedua dosen penguji, Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana
dan Ibu Dr. Elvira Syamsir, terima kasih atas pesan dan saran selama tugas akhir
penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Winiati P.
Rahayu atas pesan dan nasihatnya selama setahun terakhir. Terima kasih pula
kepada rekan dan adik sebimbingan, Devi Ardelia Purbonisari, Dewi Emilia
Bahry, Desi Meriyanti, M Abdi Manaf Zuhri, dan Mala Mareta yang selalu
mendukung dan membantu. Terima kasih untuk para teknisi, Bapak Rojak, Bapak
Gatot, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Bapak Junaedi, Bapak Wahid, Mas Edi,
Mbak Ririn, Mbak Irin, Mbak Nurul yang membantu dalam kegiatan analisis.
Terima kasih teman-teman ITP 47 yang saya sayangi dan banggakan, terutama
Rahmalia, Alfia, Nuy, Ijep, dan Funo, serta keluarga Warqobs, yaitu Wawan,
Andra, Rizki, Khalid, Dandy, Qabul, Arismanto, Blasius, Uje, Tommy, Harridil,
Abah, Arya, Norman, Dimas, Rifqi, dan Hamdani serta rekan-rekan lain. Terima
kasih kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(Himitepa) angkatan 47 sampai 50, terkhusus kepada keluarga Himitepa 20112013, dan tim futsal ITP 2008- 2013, serta keluarga Sarang, yaitu Abas, Soni,
Hafidzar, Nanda, Hafil, Daud, Wibi dan Nirwan. Terima kasih kepada staf UPT
dan Departemen ITP, serta Fakultas Teknologi Pertanian, Mbak Tika, Mbak May,
Ibu Novie, Ibu Ina, Ibu Shofi Bapak Samsu, dan Bapak Hendi, serta Ibu dan
Bapak staf lainnya untuk informasi dan pelayanan yang ramah. Tidak lupa pula
kepada teman- teman TPB penulis, Diah, Yuli, Sasa, Ines, Atri, Finka, serta
kawan- kawan Pondok Iona. Akhirnya, terima kasih kepada seluruh orang- orang
yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu, selama menjalani kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
sejak 2010 hingga waktu kelulusan penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 13 Maret 2015
Muhammad As’ad
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
6
Bahan
6
Alat
6
Prosedur Analisis
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Berdasarkan Analisis Proksimat
12
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral
13
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan
Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh
14
Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat dan
Beras Sosoh Ciherang
16
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta
Cianjur
2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras
Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cinajur
5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras
Coklat dan Sosoh
12
13
14
15
16
DAFTAR GAMBAR
1. Bagian- bagian Beras
2. Proses Persiapan Sampel Beras
4
7
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Analisis Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang
2. Hasil Analisis ANOVA Analisis Proksimat Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
3. Hasil Analisis ANOVA Kadar Total Fenol dan Kapasitas
Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
4. Hasil Analisis ANOVA Kadar Serat Pangan Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
26
28
33
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat ekonomi yang sedang
meningkat dan menuju status sebagai negara maju dari negara berkembang.
Berdasarkan peningkatan ekonomi tersebut, pola hidup masyarakat Indonesia
berubah sedikit demi sedikit. Perubahan tersebut termasuk perubahan dalam pola
makan dan pola hidup, di mana konsumsi makanan meningkat namun tingkat
aktivitas gerak tubuh menurun dan menyebabkan obesitas. Obesitas adalah
kondisi saat seseorang memiliki nilai body mass index melebihi 30 (CDC 2015).
Obesitas merupakan salah satu risk factor diabetes sehingga kondisi obesitas
seringkali dikaitkan dengan diabetes (CDC 2015). Pada akhirnya, perubahan
tersebut menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat
indonesia, termasuk diabetes. Berdasarkan studi- studi sebelumnya di tingkat
nasional dan internasional, angka penderita diabetes mellitus meningkat tidak
hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional di mana
peningkatannya mencapai dua kali lipat sejak tiga dekade lalu dengan obesitas
sebagai risk factor (Danaei et al 2011). Obesitas pada rakyat Indonesia yang
didominasi oleh rakyat lapisan menengah ke atas, dengan angka penderita sebesar
4,2 juta jiwa per tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat hampir tiga kali
lipat pada tahun 2030, menjadi sebesar 10,2 juta jiwa (Wild et al 2004). Kondisi
ini diperparah dengan besaran penderita diabetes mellitus yang mencapai 8,4 juta
jiwa per tahun 2000, dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada
tahun 2030 (Wild et al 2004). Angka- angka tersebut merupakan prediksi nyata
apabila pola makan dan pola hidup masyarakat Indonesia tidak berubah hingga
tahun 2020.
Diabetes bukan merupakan penyakit menular, melainkan penyakit
degeneratif yang disebabkan oleh faktor genetis, urbanisasi, dan pola hidup
(Efimov et al 2001). Penyakit degeneratif adalah penyakit yang disebabkan oleh
penurunan kinerja sel- sel tubuh sehingga berpengaruh terhadap fungsional
jaringan dan organ tubuh akibat faktor genetis dan pola hidup (NIH 2014).
Diabetes sering dikaitkan dengan ketidakmampuan tubuh dalam menghasilkan
insulin untuk memetabolisme glukosa, di mana kemampuan ini terpengaruhi
secara internal ataupun eksternal tubuh (NIH 2014). Pengaruh internal
dikarenakan secara genetis penderita tidak mampu menghasilkan insulin, kondisi
ini umum menyebabkan diabetes tipe 1. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan
pola makan yang tidak teratur dan pola hidup yang tidak sehat dan dapat
menyebabkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Pengaruh eksternal berhubungan
dengan berubahnya konsumsi pola makan penderita, di mana konsumsi makanan
sumber karbohidrat meningkat atau tetap sedangkan pola olah raga dan aktivitas
manusia berkurang sehingga menyebabkan penumpukan glukosa atau lemak pada
tubuh. Kondisi- kondisi tesebut menyebabkan pankreas tidak mampu merespon
untuk menghasilkan insulin sesuai kebutuhan agar glukosa dalam darah dapat
diserap sel- sel tubuh (Efimov et al 2001). Ketidakmampuan tubuh dalam
menghasilkan insulin adalah kondisi yang disebut prediabetes dan diabetes.
Selanjutnya, diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang berkaitan dan
2
menyebabkan penyakit degeneratif lainnya, terutama yang berhubungan dengan
kanker pankreas (Ben et al 2011), kantung empedu (Ren et al 2011), endometrium
(Lindemann et al 2008), ginjal (Joh et al 2011), prostat (Bansal et al 2012), kolon
(Kitahara et al 2012), dan thyroid (Yuhara et al 2011).
Kondisi kritis akibat diabetes mengharuskan masyarakat Indonesia
mengubah pola makan dengan konsumsi pangan sehat yang memiliki kadar serat
tinggi dan nilai indeks glikemik rendah. Berdasarkan alasan tersebut maka beras
coklat yang termasuk jenis penganan utama (beras) diharapkan dapat
menyubstitusi beras sosoh sebagai penganan utama. Hipotesis ini dikarenakan
beras coklat masih memiliki bagian aleuron. Aleuron merupakan bagian pada
beras yang memiliki kandungan lemak, serat pangan, vitamin, mineral, dan zat
bioaktif sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat
Indonesia dan menjaga kesehatan sel- sel tubuh manusia, terutama untuk penderita
diabetes yang mengalami kerusakan sistem sekresi insulin dan untuk orang- orang
yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka (Rosniyana et al 2006).
Perumusan Masalah
Masalah yang terjadi beberapa tahun belakangan dan berhubungan dengan
konsep ilmu Teknologi Pangan dan penyakit diabetes adalah bagaimana dapat
menyediakan makanan baru yang dapat menyubstitutsi beras sosoh sebagai
makanan utama masyarakat Indonesia.
Tujuan Penelitian
Mengetahui nilai biologis beras coklat dan beras sosoh agar dapat
dibandingkan secara biologis dan ditentukan kelayakannya sebagai makanan
substitusi beras sosoh untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh
mereka dan penderita diabetes.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dihasilkannya
persetujuan atas tingkat keamanan beras coklat untuk untuk orang- orang yang
ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes berdasarkan
evaluasi nilai biologis terhadap beras coklat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Beras adalah penganan utama yang dikonsumsi seluruh rakyat Indonesia,
terutama sejak Revolusi Hijau diberlakukan pada tahun 1969 (Hansen 1972).
Sejak saat itu konsumsi beras di Indonesia meningkat dengan diikuti peningkatan
perkembangan teknologi pengolahan beras agar dapat memenuhi preferensi
masyarakat Indonesia (Hansen 1972). Puncaknya, pada tahun 2012 konsumsi
beras di Indonesia mencapai 34.067.264 ton, dan konsumsi beras diperkirakan
akan tetap meningkat sebesar 3% hingga tahun 2019 (Bappenas 2013). Apabila
kondisi ini tetap terjadi hingga tahun 2019, maka angka probabilitas penderita
diabetes akan meningkat dengan tambahan 3% menjadi 10,2 juta jiwa penderita
diabetes berdasarkan perkiraan WHO, dengan faktor- faktor lain yang
berpengaruh dalam kondisi tetap (Wild et al 2004). Mengubah pola makan adalah
suatu usaha yang membutuhkan usaha kontinyu selama puluhan tahun (PinstrupAndersen dan Hazell 1985), kondisi ini diperparah dengan kemungkinan
mengorbankan sumber pendapatan para petani padi apabila pola konsumsi beras
diubah demi mengurangi populasi penderita diabetes (Bappenas 2013). Oleh
karena itu, dibutuhkan alternatif lain untuk mengurangi populasi penderita
diabetes di Indonesia tanpa menyulitkan sistem pertanian Indonesia.
Secara mendasar, serealia utuh memiliki kandungan gizi yang mencukupi
kebutuhan manusia dan mendukung sistem pencernaan tubuh manusia apabila
dikonsumsi dengan metode yang sesuai, termasuk beras (Ryan 2011). Sistem
pengolahan beras saat ini mengharuskan beras melalui tahap pemecahan kulit dan
penyosohan berkali- kali yang menyebabkan bagian- bagian beras, seperti aleuron
(10% dari berat beras keseluruhan) dan germ (5% dari berat beras keseluruhan)
(Hu et al 1996), tereduksi hingga hanya menyisakan endosperma (Bechtel dan
Juliano 1980). Proses pengolahan tersebut menyebabkan beras kehilangan aleuron
atau bekatul dan biji/ germ, yang mengandung zat- zat gizi penting bagi manusia.
Lemak, mineral, dan vitamin terdapat pada aleuron (Juliano 1972), sedangkan zatzat bioaktif dan serat tersebar pada bagian aleuron dan biji (Rosniyana et al 2006;
Juliano 1972; Bechtel dan Juliano 1980). Perkiraan kadar zat- zat tersebut pada
beras, yaitu kadar vitamin dan mineral hingga 8- 17%, serat pangan sebesar 614%, lemak mencapai 12- 22% (Saunders 1990), dan zat bioaktif hingga 4% (Xu
et al 2001). Beras coklat adalah beras yang hanya melalui pemecahan kulit dan
pemisahan dari sekam, tanpa melalui penyosohan (Ryan 2011). Beras coklat
memiliki kemungkinan terbesar untuk menjadi substitusi beras sosoh karena
memiliki kandungan gizi yang lebih baik berdasarkan keutuhan bagian- bagiannya.
Hipotesis ini didukung pula dengan tingkat perubahan yang harus dilakukan
selama proses pengolahan tidak signifikan sehingga mendukung optimasi biaya
produksi para petani (Rosniyana et al 2006), apabila dibandingkan dengan
alternatif mengubah pola konsumsi penganan utama ataupun mengganti pola
tanam petani dengan jenis beras lainnya, seperti beras merah dan beras hitam,
secara serta- merta.
4
Gambar 1. Bagian- bagian Beras (USA Rice Federation dalam
menurice.com)
Sekam
Aleuron/ bekatul
Endosperma
Biji/ germ
Diabetes adalah penyakit degeneratif yang disebabkan oleh kerusakan
sistem metabolisme glukosa dalam tubuh akibat kurangnya insulin yang
dihasilkan oleh pankreas untuk membantu penyerapan gula dalam darah menjadi
energi (Diabetes Prevention Program and Research Group 2009). Kondisi
kekurangan insulin dapat disebabkan karena faktor genetis yang menyebabkan
diabetes tipe 1 ataupun karena faktor pola hidup dan pola makan yang
mengakibatkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Apabila penderita diabetes mengalami
pelemahan kemampuan penyerapan glukosa dalam darah untuk waktu yang sangat
panjang dan tidak mendapatkan bantuan medis maka akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan pembuluh darah dan saraf (NIH 2014). Kondisi tersebut
akan menyebabkan komplikasi kerusakan sistem kerja tubuh, dan meningkatkan
kemungkinan menderita kanker bagi penderita diabetes (Talley et al 2001).
Diabetes dibagi ke dalam tiga jenis diabetes, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,
dan diabetes gestasional (hanya terjadi selama kehamilan). Diabetes dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal dan ciri- cirinya berbeda untuk tiap tipe
diabetes (NIH 2014).
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh rusaknya sel beta dalam pankreas sehingga
insulin tidak dapat dihasilkan atau dihasilkan dalam jumlah kecil (Grant et al
2009). Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor genetis di mana seseorang
memang tidak memiliki gen yang mengoordinasikan sintesis insulin oleh sel- sel
5
beta pankreas (Grant et al 2009). Penyebab lainnya adalah kesalahan koordinasi
dalam sistem imun sehinggan sistem imun merusak sel beta akibat adanya
identifikasi virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya dalam sel- sel beta di
pankreas (Bouguerra et al 2005). Kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup panjang namun kondisi ini dapat diidentifikasi dalam waktu cepat.
Diabetes tipe 1 dapat terjadi pada anak- anak, remaja, dan seluruh jenjang umur
sehingga tingkat bahaya yang dihasilkan sangat tinggi. Oleh karena itu pola
makan dan pola hidup harus diatur sejak kecil untuk meminimalisasi tingkat
kejadiannya pada tubuh manusia (Doolan et al 2005).
Diabetes tipe 2 terjadi karena kombinasi kerusakan akibat hyperglycemia,
kekurangan insulin, dan berkurangnya kemampuan sel- sel tubuh dalam menyerap
gula darah, ini adalah jenis diabetes yang paling umum diderita (NIH 2014).
Kondisi tersebut akan menyebabkan produksi insulin semakin lama berkurang dan
kemapuan sel- sel tubuh dalam menyerap gula darah semakin berkurang sehingga
kandungan gula dalam darah meningkat dan merusak jaringan- jaringan tubuh
(Czyzyk et al 2000). Diabetes tipe 2 atau diabetes mellitus (DM) seringkali
dikaitkan pada penderita berusia lanjut, dan seseorang dalam kondisi obesitas dan/
atau memiliki aktivitas tubuh rendah (NIH 2014). Studi- studi sebelumnya
menunjukan bahwa kedua jenis diabetes tersebut utamanya disebabkan oleh
tingkat aktivitas tubuh rendah dengan probabilitas sebesar 30%, pola makan tidak
sehat dengan probabilitas mencapai 55%, dan didukung oleh faktor genetis
dengan probabilitas sebesar 15% (Diabetes Prevention Program and Research
Group 2009).
Berdasarkan temuan- temuan tentang diabetes dapat disimpulkan bahwa
diabetes adalah penyakit degeneratif yang sangat berbahaya, namun dapat dengan
mudah dicegah melalui perubahan pola makan yang lebih seimbang dan aman,
serta peningkatan aktivitas tubuh sesuai dengan jumlah energi yang dikonsumsi.
Beras coklat dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penganan masyarakat
Indonesia karena diperkirakan memiliki nilai biologis yang lebih baik untuk
orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka ataupun penderita
diabetes tanpa perlu mengubah pola konsumsi penganan utama masyarakat
Indonesia.
6
METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beras coklat
asal Ciherang dan Cianjur, air suling, NaOH, Na2S2O3.5H2O, K2SO4, HgO,
H3BO3 (kristal), kertas lakmus, indikator metilen merah/ red dan biru/ blue,
larutan etanol 95%, larutan HCl 0,02 N; larutan HCl 25%, larutan H2SO4 0,255 N;
larutan NaOH 0,313 N; larutan alkohol 95%, K2SO4 kristal, asam sulfurit, asam
nitrit, H2SO4 0,1 M, CH3COONa 2 M, enzim papain 0,1%, kolom C18, pelarut FG
sebesar 80:20, HCl 0,1 N, kolom acquity UPLC BEH C18, pelarut FG dalam elusi
gradien, reagen Folin-Cioacalteau 50%, Na2CO3 5%, DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) kristal, NaOH 0,275 N, enzim protease, buffer fosfat 0,08 M pH 6,
HCl 0,325 N, enzim termamyl, enzim amiloglukosidase.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari cawan aluminium
(bertutup), desikator berisi bahan pengering, oven listrik, neraca analitik,
termometer, penjepit cawan (gegep), cawan porselen, tanur listrik, kertas saring,
alat ekstraksi Soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak 250 ml, kapas
bebas lemak, pemanas Kjeldhal lengkap, labu Kjeldhal 30 ml, alat destilasi
lengkap, buret, labu takar, pipet (ukuran 2 ml, 5 ml, 10 ml), erlenmeyer (ukuran
100 ml dan 250 ml), penyaring Whatman No. 42 dan membran 0,45 µm, belas
beaker, pengaduk magnetik, pipet tetes, botol semprot, tabung reaksi, gelas ukur,
setrifuse, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), spektrofotometer,
sentrifuse, tabung pyrex, vortex, alat penyaring dengan ukuran membran 22µm,
atomic absorption spectrophotometry, spektrofotomer, dan peralatan gelas.
Prosedur Analisis
Persiapan Sampel Beras
Sampel beras yang digunakan selama penelitian adalah beras jenis Ciherang
dan Cianjur. Beras Ciherang diambil dari petani- petani di daerah Cikarang, Jawa
Barat dan beras Cianjur diambil dari petani daerah Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan
sampel beras Ciherang dan Cianjur didasari ada beberapa hal, yaitu jumlah
konsumsi terhadap beras Ciherang adalah yang tertinggi di Indonesia (Bappenas
2013), sedangkan konsumsi terhadap beras Cianjur juga termasuk yang tertinggi
ditambah dengan sifat kepulenan beras Cianjur yang lebih baik dibandingkan
beras- beras jenis lainnya (Kepmen Pertanian 2004). Sampel- sampel beras yang
digunakan diperkirakan memiliki umur pasca-panen 1-2 hari dengan lama waktu
pengeringan mencapai 3 hari memanfaatkan panas matahari. Persiapan sampel
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan analisis yang akan dilakukan, gambar
dibawah ini menggambarkan proses persiapan analisis:
7
Padi
Pengeringan (23 hari)
Pemecahan Kulit
(Jarak antara
gerindra 2 cm)
Penyimpanan (maksimal 5 hari)
1700 ml air/ 800 g A
dan 1300 ml air/ 800 g
B
Pemasakan
dengan rice
cooker
Tepung
Beras
Penepungan dan
pengayakan (60
mesh)
Pemisahan
Beras
Coklat
(A)
Penyosohan (Jarak
gerindra dan dinding
2 cm, dilakukan 3
kali)
Beras Sosoh
(B)
Gambar 2. Proses Persiapan Sampel Beras
Proses persiapan sampel hingga tahapan penepungan sangat dibutuhkan
untuk analisis kadar protein, lemak, serat pangan, mineral, vitamin, total fenol,
dan kapasitas antioksidan. Analisis indeks glikemik membutuhkan beras yang
sudah menjadi nasi sehingga proses pemasakan perlu dilakukan.
Analisis Evaluasi Nilai Biologis
Kadar Air Metode Oven (AOAC 1999)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). Contoh (beras coklat
dan sosoh) sebanyak 2 gram (b) dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan.
Lakukan pengeringan contoh dalam oven hingga diperoleh berat konstan (c).
Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
b‐(c‐a)
x 100%
Kadar Air % bb =
b
Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1999)
Kadar abu diperoleh dengan cara mengabukan beras coklat dan sosoh
sebagai sampel di dalam tanur. Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama
15 menit pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang (a). Sampel sebanyak 2- 3 gram (w) ditimbang dalam cawan tersebut,
kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapat abu berwarna abuabu dan berbobot konstan. Pengabuan dilakukan pada suhu 550oC selama 6- 8 jam.
Cawan berisi sampel lalu didinginkan dalam desikator setelah pengabuan, dan
selanjutnya ditimbang di neraca analitik (x). Kadar abu didapatkan dari
persamaan berikut:
(x‐a)
Kadar Abu % bb =
x 100%
�
8
Kadar Protein Metode Micro Kjehldahl (AOAC 1995)
Sebanyak 0,25 gram beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan dan
ditimbang, dimasukan di dalam labu Kjehldahl, lalu ditambahkan 1,0 ± 0,1 gram
K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan
sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke
dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjehldahl dibilas dengan 1-2 ml air
destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan
dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5%
Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator
(campuran 2 bagian 0,2 % metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam
etanol 95%) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh
sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0,02
N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu - abu. Kadar protein
kasar dapat ditentukan dengan rumus :
(V HCl Contoh – V HCl Blanko) x N HCl x 14,007
x 100%
Kadar N % =
mg contoh
Analsis Kadar Lemak Soxhlet (SNI 01-2891-1992)
Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode
ekstraksi soxhlet. Untuk produk kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih
dahulu karena matriks bahan yang cukup rumit. Labu lemak yang akan digunakan
dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Sebanyak 1- 2 gram contoh (beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan) (a)
ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama
15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji. Kemudian larutan tersebut
disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH
netral bila diuji dengan kertas lakmus. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam
oven bersuhu 105 °C hingga kering.
Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong
dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak, lalu ukur
bobotnya (b). Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di
bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (c). Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Nilai kadar
lemak didapat melalui rumus:
(c‐b)
Kadar Lemak % bb =
x 100%
a
Analsis Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel
selain air, abu, lemak dan protein.
9
Kadar Serat Pangan (AOAC 2002)
Sebanyak 2 g beras coklat dan sosoh (sampel) ditimbang (W) kemudian
dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Kemudian ke dalam Erlenmeyer
tersebut ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,08 M pH 6 dan enzim termamyl
sebanyak 50 µl dan inkubasikan dalam penangas air mendidih selama 30 menit
dan aduk tiap 5 menit. Angkat Erlenmeyer tersebut setelah 30 menit dan
dinginkan selama 10 menit lalu tambahkan 5 ml NaOH 0,275 N dan 0,05 ml
enzim protease, dan inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30
menit. Setelah inkubasi kedua segera atur pH hingga pH 4,5 dengan 5 ml HCl
0,325 N dan tambahkan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,15 ml, lalu
inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30 menit. Selama inkubasi
ketiga tambahkan 140 ml etanol 95% bersuhu 60oC dan biarkan selama 60 menit.
Selanjutnya, saring dengan penyaring Whatman dan Buchaner yang sudah
ditimbang beratnya (b), lalu cuci residu dengan 20 ml etanol 78% tiga kali, lalu 10
ml etanol 95% dua kali, dan 10 ml aseton dua kali. Keringkan kertas saring yang
telah dicuci dalam oven bersuhu 105 oC semalam dan timbang kertas saring yang
sudah kering (c). Kadar serat pangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
(c‐b‐a)
x 100%
Kadar Serat Pangan % =
W
Catatan: (a) adalah kadar abu residu yang didapat dengan menghitung selisih
antara berat abu dari kertas saring kering terhadap berat abu kertas saring kosong
(awal).
Analisis Kadar Mineral
Timbang beras coklat dan sosoh (sudah ditepungkan) sebagai contoh
sebanyak 3 gram dan masukan dalam cawan porselin yang sudah dikeringkan lalu
abukan dalam oven bersuhu 550oC hingga sampel berwarna abu- abu dan berat
konstan. Apabila pengabuan telah selesai maka segera pindahkan abu dalam gelas
piala 250 ml dan campurkan dengan HCl 25% sebanyak 40 ml lalu tutup rapat
dengan alumunium foil dan gelas arloji dan panaskan di penangas air bersuhu
102oC selama 30 menit, dan bilas dengan 10 ml HCl 25% dan didihkan di
penangas 102oC selama 30 menit. Setelah pemanasan selesai tambahkan 10 ml
HCl 25%, lalu saring dengan corong dan kertas saring dan alirkan ke labu takar
100 ml. Bilas gelas piala 100 ml dgn 10 ml HCl 25% dan ulangi penyaringan,
setelah penyaringan selesai tepatkan larutan abu dalam labu takar 100 ml dengan
air destilata. Dinginkan labu takar selama 25 menit pada suhu 20oC.
Sebelum analisis terhadap sampel dilakukan maka buat larutan standar untuk
tiap mineral dengan konsentrasi 0; 0,5; 1,5; dan 2,5 mg/ 500 ml. Apabila larutan
standar untuk tiap mineral telah dibuat maka analisis lebih dahulu standar untuk
mendapatkan kurva standar tiap mineral. Larutan standar dianalisis dengan
memasukan larutan standar mineral pada tiap inlet mineral dengan jumlah sesuai
batasan inlet lalu tentukan lampu absorbansi untuk tiap inlet sesuai dengan
mineral yang akan dianalisis. Apabila seluruh larutan standar sudah tersimpan
dalam inlet maka tutup inlet dan mulai analisis. Setelah analisis larutan standar
tiap mineral telah selesai maka lakukan analisis untuk larutan sampel pada inlet
yang sama dan lampu yang sama untuk tiap jenis mineral, dan ulangi prosedur
penggunaan AAS sama seperti untuk larutan standar.
10
Analisis Kadar Vitamin (Moreno et al 2000)
Vitamin B1, B2, B3, dan B6
Timbang beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan (contoh) sebanyak
1 gram dan simpan dalam tabung ulir 25 ml. Tambahkan 5 ml H2SO4 0,1 M lalu
aduk. Selanjutnya panaskan dalam 100oC selama 30 menit dan aduk tiap 10 menit.
Dinginkan dan dilanjutkan dengan dimasukan dalam labu ukur 10 ml dan
dicampurkan dengan CH3COONa 2 M sebanyak 1,4 ml dan 2 ml papain 0,1%,
lalu aduk hingga rata dengan vortex. Larutan lalu dicampurkan dengan akuabides
dan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 lalu dengan membran 0,45 µm.
Kemudian suntikan ke HPLC dengan kolom C18, λ = 254 nm, laju alir 0,7 ml/
menit, dan perbandingan pelarut FG sebesar 80:20.
Analisis Kadar Total Fenol (Suwannalert et al 2011)
Larutan standar dibuat dengan melarutkan 250 mg kristal asam galat dalam
1 liter akuades lalu buat pengenceran dengan konsentrasi 50 mg/l, 100 mg/l, 200
mg/l, dan 250 mg/l. Siapkan larutan standar dan analisis larutan standar sebelum
analisis sampel dilakukan. Timbang 50 mg sampel beras coklat dan sosoh (sudah
ditepungkan) dan tambahkan 2,5 ml etanol 95% dan aduk rata selama 2 menit.
Ambil 0,5 ml supernatan dan alirkan dalam tabung reaksi lalu campurkan dengan
0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml akuades, 2,5 ml reagen Folin-Cioacalteau 50% dan
diamkan 5 menit. Setelah didiamkan lalu tambahkan dengan Na2CO3 5% dan
vortex hingga homogen. Simpan dalam ruang gelap selama 1 jam lalu ukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm, satuan kadar total
fenol dinyatakan dalam mg asam galat/ 100 g sampel.
Analisis Kadar Total Antioksidan (Suwannalert et al 2011)
Siapkan larutan blanko dan standar, lakukan analisis larutan blanko dan
standar sebelum analisis sampel. Siapkan larutan sampel dengan menimbang 0,5 g
beras sosoh dan coklat (sudah ditepungkan) sebagai sampel. Lalu campurkan
contoh dengan 50 ml akuades. Apabila sampel diperkirakan memiliki konsentrasi
zat antioksidan tinggi maka buat pengenceran 10, 20, 50, 100, dan 200. Larutan
sampel dianalisis dengan menyiapkan sebanyak 1 ml larutan sampel dan larutkan
dengan metanol 7 ml dalam tabung reaksi bertutup, lalu tambahkan 2 ml DPPH
dan aduk dengan vortex hingga homogen. Simpan sampel yang telah tercampul
dalam suhu ruang dan tertutup selama 30 menit lalu ukur absorbansi larutan
tersebut dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, satuan
kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg AEAC/ 100 gram sampel.
Analisis Kadar Glukosa dalam Darah (Indeks Glikemik) (Barros dan Valim
2006)
Pengujian Indeks Glikemik menggunakan subyek manusia. Jumlah subyek
yang digunakan adalah 10 orang yang terpilih sesuai kriteria penelitian. Kriteria
penelitian yang digunakan adalah subyek harus memiliki nilai body mass index
dalam kategori normal, berada pada umur 20- 23 tahun, jumlah subyek wanita dan
pria seimbang, dan dalam kondisi sehat secara fisik dan mental. Pengujian
pertama adalah pengujian indeks glikemik terhadap standar, yaitu glukosa, setelah
itu diujikan sampel beras sosoh dan coklat. Pengujian nilai indeks glikemik
11
sampel diberikan dalam waktu berbeda, dengan minimal selang uji satu hari.
Proses persiapan sampel hingga siap dijadikan produk yang akan diuji dalam uji
indeks glikemik dapat dilihat pada gambar 2. Secara terperinci beras coklat dan
beras sosoh yang sudah diproses dimasak dengan rice cooker dengan dicampurkan
air sebanyak 1700 ml/ 800 g sampel untuk beras coklat dan 1300 ml/ 800 g
sampel untuk beras sosoh.
Larutan glukosa sebagai standar diperoleh dengan melarutkan glukosa
bubuk sebesar 50 g dalam 200 ml air. Sampel produk diperoleh dengan
menimbang sejumlah sampel setara dengan konsumsi karbohidrat 50 gram (beras
sosoh dan coklat sektar 60 gram). Pengukuran glukosa darah subyek dilakukan
setelah subyek puasa selama 10- 12 jam, dan uji indeks glikemik melalui
pengambilan darah dilakukan selama 2 jam dengan selang waktu 0, 30, 60, 90,
120 menit setelah responden mengonsumsi sampel standar atau sampel produk.
Pengambilan darah dilakukan melalui ujung jari tangan dengan menggunakan alat
yang disebut lancet dan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat
glukometer.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Berdasarkan Analisis Proksimat
Analisis proksimat pada sampel beras coklat dan sosoh dikerjakan untuk
mengetahui dan mengevaluasi kandungan gizi pada sampel tersebut sehingga bisa
dibandingkan antara keduanya, atau sampel lainnya. Hasil analisis dapat dilhat
pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta
Cianjur
Jenis
Beras
Perlaku
an
Kadar Kadar
Air (% Abu (%
bb)
bb)
Kadar
Protein
(% bb)
Kadar
Lemak
(% bb)
Kadar
Karbohidrat
(% bb)
Coklat
13,41b
1,38b
6,75d
2,35a
76,11b
Sosoh
14,43a
0,52c
9,65b
0,70c
74,70c
Coklat
13,13b
1,57a
10,18a
2,26b
72,86d
Sosoh
12,69c
0,57c
9,02c
0,63c
76,39a
Ciherang
Cianjur
Berdasarkan hasil percobaan, nilai kadar air terbesar pada beras sosoh
Ciherang, selanjutnya adalah beras coklat Ciherang, beras coklat Cianjur, dan
beras sosoh Cianjur. Jumlah air dalam bahan pangan berpengaruh terhadap daya
tahan dimiliki oleh bahan pangan (Webb 1985). Faktor daya tahan pada keempat
sampel beras tertinggi terdapat pada sampel beras sosoh Cianjur > beras coklat
Cianjur > beras coklat Ciherang > beras sosoh Ciherang. Apabila beras memiliki
kadar air lebih besar dari 14% akan meningkatkan kemungkinan kerusakan akibat
oksidasi lemak, terutama pada beras coklat, dan akibat kontaminasi oleh kapang
(Belitz et al 2009). Komponen proksimat selanjutnya adalah kadar abu, kadar abu
berfungsi untuk memperkirakan kandungan mineral yang terdapat pada bahan
pangan (Bhat dan Sridhar 2008). Berdasarkan hasil analisis terlihat urutan nilai
kadar abu dari tertinggi ke terendah, yaitu beras coklat Cianjur, beras coklat
Ciherang, beras sosoh Cianjur, dan beras sosoh Ciherang (1,57; 1,38; 0,57, dan
0,52). Kadar abu terbesar terdapat pada beras coklat karena mineral pada beras
terdapat pada bagian aleuron sehingga bila beras disosoh maka kadar abu akan
berkurang (Rosniyana et al 2006; Resurreccion et al 1979).
Selanjutnya, kadar protein tertinggi ada pada beras coklat Cianjur diikuti
oleh beras sosoh Ciherang, beras sosoh Cianjur, terakhir adalah beras coklat
Ciherang. Hal ini dapat terjadi karena protein pada beras tersebar merata pada
13
seluruh bagian sehingga tidak terpengaruh oleh tingkat penyosohan sehingga
perbedaan protein lebih terpengaruh pada perlakuan selama aktivitas pra-panen
dan karakter tanah di sawah yang digunakan (Rosniyana et al 2006; Bechtel dan
Juliano 1980). Konsumsi 100 gram beras coklat memiliki kandungan protein
setara dengan konsumsi 60 gram gandum durum (USA Rice Federation).
Komponen selanjutnya adalah lemak, lemak tertinggi terdapat pada beras coklat
Ciherang lalu dilanjutkan oleh beras coklat Cianjur, beras sosoh Ciherang, dan
terakhir adalah beras sosoh Cianjur (2,35; 2,26; 0,70; 0,63). Komposisi lemak
tertinggi terdapat pada beras coklat hal ini dipengaruhi karena lemak pada beras
terpusat pada kulit bekatul beras, di mana kedua komponen tersebut hilang selama
penggilingan dan akan semakin hilang apabila tingkat polishing beras meningkat
(Fujino 1978; Houston dan Kohler 1970). Berdasarkan hasil analisis kadar lemak,
beras coklat perlu memiliki proses pengemasan vakum untuk menghindari
oksidasi lemak sehingga keawetan beras coklat dapat setara dengan beras sosoh
(Belitz et al 2009). Perlakuan lainnya yang dapat meminimalisasi oksidasi lemak
pada beras coklat adalah pengeringan sehingga kontak antara air dan lemak
berkurang sehingga oksidasi lemak dapat diminimalisasi (Belitz et al 2009).
Komponen makronutrien yang terakhir adalah karbohidrat, karbohidrat adalah
sumber energi utama bagi manusia dan umumnya pangan jenis serealia memiliki
kadar karbohidrat yang tinggi. Sampel yang memiliki kadar karbohidrat tertinggi
adalah beras sosoh Cianjur, dan selanjutnya beras coklat Ciherang, beras sosoh
Ciherang, serta beras coklat Cianjur. Karbohidrat pada beras banyak terdapat pada
bagian endosperma beras (Kent 1983) dan konsumsi 100 gram beras coklat
memiliki kandungan energi sebesar 296 kCal yang memenuhi 19,8% kebutuhan
energi per hari orang dewasa (USA Rice Federation).
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh
Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral
Analisis selanjutnya meliputi analisis vitamin yang terdapat pada sampel
beras coklat dan sosoh Ciherang. Hasil yang didapat dari analisis tersebut adalah :
Tabel 2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
Vitamin
Jenis
B2 (mg/ 100
B6 (mg/ 100
B1 (mg/ 100 g;
gram; batas
gram; batas
batas konsentrasi B3 (mg/ 100
konsentrasi
konsentrasi
g)
teramati : 0,05 mg/
teramati : 0,03 teramati : 0,06
100 g)
mg/ 100 g)
mg/ 100 g)
Beras
Coklat
0,54
0,54
-*
-*
Beras
Sosoh
-*
-*
-*
-*
* tidak teramati
Selanjutnya ditampilkan hasil analisis mineral pada tabel 3.
14
Tabel 3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang
Mineral
P (mg/
K (mg/
100 g)
100 g)
Jenis
Cu (mg/
100 g)
Ca (mg/
100 g)
Beras Coklat
0,29
23,84
274,12
Beras Sosoh
-*
7,92
-*
Fe (mg/
100 g)
Zn (mg/
100 g)
123,50
1,13
2,16
-*
1,06
2,14
* tidak teramati
Berdasarkan hasil- hasil analisis kadar vitamin dan mineral terlihat bahwa nilai
kadar abu, lemak, karbohidrat, vitamin C, vitamin B kompleks, dan mineral (Cu,
Ca, P, K, Fe, dan Zn) pada sampel beras coklat Ciherang lebih tinggi
dibandingkan sampel beras sosoh Ciherang, namun nilai kadar protein dan kadar
air pada beras sosoh Ciherang lebih besar dibandingkan beras coklat Ciherang.
Berdasarkan hasil analisis terhadap vitamin dan mineral pada beras jenis
Ciherang terbukti bahwa kadar vitamin dan mineral beras coklat lebih besar
dibandingkan beras sosoh. Konsumsi sejumlah 80 gram beras coklat memiliki
kandungan kalsium setara 12 gram white beans dan kandungan zat besi setara 43
gram daging sapi (USA Rice Federation) sehingga terbukti bahwa beras coklat
dapat menjadi sumber makanan yang membantu tubuh dalam mengatur sistem
metabolisme dengan baik (Belitz et al 2009). Sedangkan bagi penderita diabetes
dan orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka kecukupuan akan
vitamin dan mineral akan membantu sel- sel tubuh mereka untuk meningkatkan
kemampuan imunitas terhadap mutasi genetik dan regulasi sistem sekresi insulin
(Ryan 2011; Fennema et al 1996, Saunders 1990). Hal ini kemungkinan juga akan
terjadi pada sampel beras Cianjur dikarenakan vitamin dan mineral pada beras
terdapat pada bagian aleuron sehingga secara teori, proses polishing akan
menyebabkan hilangnya kedua komponen tersebut (Rosniyana et al 2006; Juliano
1972). Kondisi ini juga menunjukan bahwa apabila diperlukan perkiraan terhadap
kadar mineral pada suatu bahan pangan maka kadar abu bisa dijadikan hipotesis
dalam memperkirakan kadar mineral pada bahan pangan tersebut (Bhat dan
Sridhar 2008). Berdasarkan kecukupan nilai makronutrien, beras coklat juga
terbukti memiliki kandungan yang lebih baik sehingga kecukupan energi dan
proses metabolisme dalam tubuh tidak terganggu apabila beras coklat dijadikan
konsumsi penganan harian.
Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan
Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
Analisis selanjutnya yang dikerjakan terhadap sampel adalah analisis kadar
total fenol dan kapasitas antioksidan. Fenol adalah senyawa aromatik organik
dengan gugus hidroksi (C6H5OH) dan kadar total fenol dianalisis untuk
mengetahui jumlah senyawa fenol pada sampel (Ryan 2011). Kapasitas
antioksidan digunakan untuk menggambarkan kemampuan sampel sebagai
senyawa yang mampu menghentikan aktivitas senyawa radikal bebas (Ryan
15
2011). Hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan pada sampel dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat
dan Sosoh Ciherang serta Cianjur
Jenis Beras
Ciherang
Cianjur
Perlakuan
Coklat
Sosoh
Coklat
Sosoh
Kadar Total
Fenol (mg
asam galat/
100 gram
sampel)
33,69a
6,07d
31,71b
23,94c
Kapasitas
Antioksidan
(mg AEAC/
100 g sampel)
11,25a
2,75c
6,47b
3,80c
Berdasarkan hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan
terlihat bahwa beras coklat memiliki konsentrasi total fenol yang lebih besar
dibandingkan beras sosoh, hal ini terjadi pada kedua jenis beras. Hal sama
terdapat pula dalam nilai kapasitas antioksidan. Tabel tersebut telah
menggambarkan bahwa kemungkinan beras coklat untuk memiliki zat- zat
bioaktif yang mampu membantu kinerja sistem imun dan sistem pencernaan lebih
besar dibandingkan beras sosoh.
Zat fenolik adalah komponen kimia yang banyak terkandung pada produkproduk pangan yang berasal dari tumbuhan, atau biasa disebut fitokimia (Ryan
2011). Fitokimia seringkali dimanfaatkan untuk produk- produk pangan khusus
yang termasuk kedalam pangan fungsional, dietary food- nutritional supplement,
dan nutraceutical food (Dinkoya-Kostova 2008). Penggunaan fitokimia dalam
produk- produk tersebut dapat melalui berbagai cara, seperti ekstraksi terhadap
fitokimia tertentu maupun penggunaan secara langsung sebagai bahan dasar dari
suatu produk tertentu (Heneman dan Zidenberg- Cherr 2008). Keaktifan zat- zat
fenolik sebagai antioksidan pada berbagai macam bahan atau produk pangan dapat
diukur melalui berbagai jenis percobaan, termasuk percobaan kapasitas
antioksidan. Kapasitas antioksidan dari seluruh komponen kimia dalam bahan
pangan dapat disetarakan dengan kinerja vitamin C sebagai zat antioksidan yang
umum dimanfaatkan oleh tubuh manusia secara fisiologi, atau biasa disebut
ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC) (Fu et al 2014).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar total fenol tertinggi terdapat pada
sampel beras coklat Ciherang, lalu beras coklat Cianjur, dilanjutkan beras sosoh
Cianjur, dan beras sosoh Ciherang dengan urutan nilai 33,69; 31,71; 23,94; dan
6,07 (dalam satuan mg/l), sedangkan hasil untuk kapasitas antioksidan juga
memiliki urutan yang sama dengan urutan nilai kapasitas (dalam satuan mg/ 100
gram AEAC) 11,25; 6,47; 3,80; dan 2,75. Berdasarkan teori kandungan zat
fitokimia, terutama fenol, pada beras terdapat di bagian aleuron (Ryan 2011) dan
apabila dibandingkan dengan konsumsi terhadap jambu biji maka 100 gram beras
coklat memiliki kapasitas antioksidan setara 0,06 gram jambu biji (USA Rice
Federation). Fungsi utama zat fenolik sebagai zat fitokimia adalah menonaktifkan
radikal- radikal bebas yang terdapat dalam tubuh manusia, mengubah bentuk
enzim yang termasuk dalam metabolisme radikal bebas, memengaruhi reaksi
16
biokimia selama proses radikalisasi sel- sel tubuh, dan mengganggu mekanisme
sistem perubahan ekspresi gen akibat radikalisasi sel- sel dalam tubuh (Ryan
2011; Mori et al 1999; Taniguchi et al 1999). Berdasarkan pada karakter
fungsional antioksidan dan kadar total fenol yang terkandung dalam beras coklat
maka beras coklat diperkirakan memiliki manfaat bagi penderita diabetes untuk
melindungi sel- sel tubuh dari mutasi genetik akibat kerusakan sel- sel beta
pankreas, meningkatkan aktivitas sistem pemulihan dan imunitas sel tubuh
sehingga sel- sel beta pankreas dapat menjaga kemampuan sekresi insulin, dan
meningkatkan kelancaran penyerapan gula dalam darah dengan menghambat
pembentukan kolestrol di jaringan arteri manusia akibat oksidasi lemak dalam
tubuh (Xu et al 2001).
Hasil Analisis Kadar Serat Pangan, Indeks Glikemik, dan Beban Glikemik
pada Beras Coklat dan Beras Sosoh Ciherang serta Cianjur
Analisis terakhir adalah analisis kadar serat pangan dalam beras coklat dan
sosoh jenis Ciherang, serta nilai indeks glikemik (IG) dan beban glikemik (GL)
kedua sampel apabila dibandingkan dengan konsumsi larutan glukosa sebesar 50
gram. Hasil dari kedua analisis tersebut terlihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat
dan Sosoh
Jenis
Nilai Indeks
Glikemik
Beras Coklat Ciherang
Beras Sosoh Ciherang
Beras Coklat Cianjur
Beras Sosoh Cianjur
37,03
73,27
-*
-*
Nilai
Beban
Glikemik
27,65
54,63
-*
-*
Kadar Serat Pangan
(% bb)
1,43a
0,15c
1,12b
0,13d
* tidak dilakukan
Hasil analisis serat menunujukan bahwa serat pangan pada beras coklat lebih
besar dari beras sosoh dan sejumlah 80 gram beras coklat memiliki kadar serat
pangan sejumlah 13 gram oat (USA Rice Federation). Hal ini diikuti dengan nilai
indeks glikemik beras coklat yang termasuk pada makanan berindeks glikemik
rendah sedangkan beras sosoh termasuk jenis makanan berindeks glikemik tinggi.
Kategori penganan berindeks glikemik rendah adalah bila nilai indeks glikemik
kurang dari 55, sedangkan berkategori sedang bila nilai IG antara 55- 70, dan
terkategori tinggi bila nilai IG lebih besar dari 70 (Berkeley Heart Lab 2008;
Brand- Miller et al 1996). Merunut pada data beban glikemik (GL) beras coklat
dan beras sosoh Ciherang termasuk penganan berkategori GL tinggi karena nilai
GL kedua penganan tersebut lebih besar dari 20 (University California San
Fransisco Diabetes Center 2007).
Serat pangan adalah salah satu jenis komponen bahan pangan yang saat ini
seringkali digunakan sebagai komponen utama dalam produk –produk pangan
khusus bersama dengan zat bioaktif (Ryan 2011). Serat pada bahan pangan terdiri
dari serat pangan larut air dan serat pangan tidak larut air, namun keduanya tetap
memiliki fungsi kesehatan pada tubuh manusia (Ausman et al 2005; Rong et al
17
1997). Apabila melihat hasil penelitian maka terlihat bahwa total serat pangan
pada sampel beras tertinggi terdapat pada beras coklat Ciherang sebesar 1,43%
dan pada beras sosoh Cianjur sebesar 0,13%. Hal ini dapat terjadi karena serat
pada beras terpusat di bekatul beras, sehingga perlakuan penyosohan sangat
berpengaruh terhadap jumlah total serat pangan yang tersedia (Ryan 2011; Fujino
1978; Houston dan Kohler 1970). Serat pangan mampu menghambat obesitas
(Murakami et al 2007), diabetes (Hannan et al 2007), penyakit jantung dan
penyakit yang berhubungan (Viuda-Martos et al 2010; Trinidad et al 2006), dan
kanker kolon (Wakai 2007).
Mekanime penghambatan terhadap obesitas dan diabetes oleh serat pangan
pada tubuh manusia dapat terjadi melaui pengaturan kecepatan penyerapan zatzat gizi pada usus. Mekanisme ini dapat terjadi karena serat pangan beras coklat
bersifat tidak larut air dan didominasi oleh selulosa, hemiselulosa, dan lignin
sehingga mampu menciptakan efek perlindungan pada substrat dan mencegah
kontak dengan enzim- enzim hidrolitik