termasuk pemalsuan. Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan
notifikasi kepada Dewan TRIPs. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPs untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang
mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI. Selain itu, negara anggota yang akan memanfaatkan
beberapa ketentuan yang tercakup dalam Perjanjian dan berhubungan dengan kewajiban harus memberikan notifikasi kepada Konsul. Konsul telah
menetapkan prosedur dan arahan mengenai notifikasi. Sebagai tambahan, negara anggota juga telah setuju untuk melakukan notifikasi atas hal-hal yang
belum diatur dalam Perjanjian.
G. Faktor-Faktor Yang menghambat Pelaksanaan perlindungan Hukum
Terhadap Produk Farmasi
Era masyarakat Informasi ditandai dengan semakin maju pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Globalisasi merupakan
konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Sebenarnya proses globalisasi itu berasal dari negara-negara barat Eropa dan
Amerika khususnya yang kemudian ditularkan ke negara-negara lain di seantero jagad raya ini melalui dunia perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sebagai negara berkembang developing country, Indonesia bersama
dengan negara-negara yang termasuk kedalam kelompok negara dunia ketiga tidak dapat menghindar dari globalisasi . Arus masuk berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi ke negara Indonesia bukanlah merupakan sesuatu hal untuk dihindari, melainkan telah menjadi kebutuhan suatu bangsa untuk
mencapai suatu kemajuan. Peran teknologi informasi dalam masyarakat komunikatif seakarang ini
semakin memainkan peran penting . Dalam banyak hal kehidupan manusia memperlihatkan ketergantungannya pada teknologi informasi ini, seperti
berbagai mesin dalam dunia usaha dan industri yang siap menggantikan tenaga manusia, internet yang memiliki banyak keunggulan dalam berusaha telah
menawarkan alternatif kepada pelaku usaha dan konsumen serta kemajuan lainnya. Semua kemajuan yang positif itu, tidak jarang pula memiliki dampak
yang negatif, sehingga hal ini cenderung melahirkan kekosongan hukum, seperti dalam bidang E-Commerce dan Cyber Crime.
Oleh karena itu, para law yer di jagad raya dewasa ini sangat ditantang kemampuannya dalam merumuskan berbagai aturan hukum yang dapat
memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual manusia dan ekses- ekses negatif dari perkembangannya. Hak kekayaan intelektual dewasa ini
telah merupakan alat yang ampuh untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa a powerful tool for economic development. Data
menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat dibanggakan lagi. “
prosentase ekspor tersebut mencapai 70 pada tahun 1900 turun hingga 20 pada akhir abad ke 20.”
46
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan Data tersebut menunjukkan bahwa, sumber
kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi, dengan
menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negara-negara menjadi Negara sejahtera welfare state. Karya intelektual manusia
merupakan potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Tidak dapat disangkal lagi, bahwa
hak kekayaan intelektual merupakan pintu gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi tidak lahir dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya. Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya
kreasi intelektual manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian menghasilkan invensi invention.
Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia
yang dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan
hukum terhadap hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.
46
Insan Budi Maula, Op. Cit, hal. 21.
peran penting dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik lokal, nasional maupun internasional. Apalagi di era
globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan saja,
tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk bidang
dan profesinya masing-masing. Adapun hambatan dalam pelaksanaan perlindungan produk farmasi
sebagai bagian hak kekayaan intelektual meliputi: 1.
Faktor Eksternal a. Diseminasi Yang Belum Tuntas
Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat merupakan rangkaian dari system hukum secara
keseluruhan. Artinya, suatu ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh pemerintah agar supaya ketentuan
hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut sudah
harus dimulai pada saat rancangan undang-undang tersebut dibicarakan di parlemen.
47
Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan
intelektual, seperti : hak cipta, paten, merek, perlindungan varietas
47
Wulandari Op, Cit
tanaman PVT, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu DTLST belum terdiseminasi terlindungi dengan baik
dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di
Indonesia. Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya pemahaman
pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya
alokasi dana untuk kegiatan diseminasi perlindungan hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka maupun untuk
masyarakat luas. Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di
Indonesia dirasakan sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah para akademisi baik pada tingkat sekolah menengah
umum maupun pendidikan tinggi masih banyak yang belum memahami hak kekayaan intelektual dengan baik. Padahal, kampus merupakan
salah satu sumber yang sangat potensial dalam mencetuskan ide-ide suatu penelitian sebagai cikal bakal lahirnya invensi. Ini merupakan
salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu teknologi baru yang termasuk dalam ruang lingkup paten.
b. Penegakkan Hukum Law Enforcement Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-
hentinya dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga atau developing countries. Penegakan hukum secara tepat dan
konsekwen merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Apalagi
potret intellectual property rights di negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan praktek penegakan
hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
48
Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa penegakan hukum dalam
bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia sangat lemah sekali. “Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia dimasukkan ke dalam daftar
“priority watchlist country negara yang masuk dalam pengawasan” oleh Amerika Serikat.”
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia,seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan
merek dan lain sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus-kasus
pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui
dengan mudah di hampir setiap sudut kota di Indonesia.
49
Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket
48
Ibid
49
Ibid
sebagai bangsa pembajak karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah
dalam penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan Malaysia saja, Indonesia
merupakan negara yang relatif kecil menerbitkan buku-buku dalam bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah penduduk Indonesia
memiliki penduduk hampir tujuh kali banyak dari jumlah penduduk Malaysia.
50
c. Jumlah Paten Masih Minim
Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara
tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka akan semakin miskin dan terkebelakang pula
negara tersebut. Indonesia semakin hari menghadapi situasi dimana
perkembangan hak keakayaan intelektual kurang bergairah. Dari jumlah paten yang dihasilkan selama tahun 2002 dapat dikatakan,
bahwa jumlah paten domestik yang dalam proses pemeriksaan substantif adalah sebanya 21, sedang paten sederhana sebanyak 51.
Sementara itu, paten asing yang dihasilkan pada tahun yang sama sebesar 2471 dan 14 untuk paten sederhana . Dari data tersebut dapat
disimpulkan, bahwa perolehan paten domestik secara keseluruhan di
50
Ibid
Indonesia pada tahun 2002 kurang dari tiga persen. Padahal salah satu konsekuensi yang harus dipikul oleh negara Indonesia setelah
meratifikasi Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement pada tahun 1995 TRIPS Agreement adalah meningkatkan
jumlah paten domestik minimal 10 persen dari jumlah keseluruhan paten di Indonesia.
2. Faktor Internal
a. “Kurangnya pengawasan dari pemilik hak paten farmasi. Hal ini
menjadi dasar sulitnya melakukan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap produk farmasi. Karena biasanya perusahaan farmasi secara
intern hanya terfokus pada pemasaran produk farmasi bukan pada perlindungan hak intelektualnya.”
52
b. Kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
“Kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki suatu perusahaan farmasi memberikan suatu keadaan bahwa secara intern perusahaan
kurang mampu mengklaim terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peniruan produk farmasi.”
53
52
Wulandari, Op, Cit
53
Ibid
H. Faktor Yang Mendukung Pelaksanaan Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Produk Farmasi
Ada beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan perlindungan hukum hak atas kekayaan intelektual terhadap produk farmasi seperti:
1. Undang-Undang yang berhubungan dengan perlindungan hak kekayaan
intelektual. Keberadaan suatu undang-undang adalah sangat mendukung suatu
pelaksanaan perlindungan hukum hak atas kekayaan intelektual produk farmasi. Dimana dengan adanya undang-undang maka dapat diketahui
mana suatu perbatasan yang diperbolehkan dan mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Dengan adanya undang-undang di bidang HKI maka
pihak pemilik sah HKI dapat melakukan penuntutan kepada pihak yang meniru suatu produk farmasi sehingga bproduk farmasi tiruan tersebut
dapat ditarik dari pasaran serta memberikan akibat ganti kerugian oleh pelaku terhadap produk farmasi yang ditirunya.
2. Mutu dari suatu produk farmasi.
Mutu suatu produk farmasi amat sangat penting bagi masyarakat. Dimana dengan adanya suatu mutu dari suatu produk farmasi maka akan
memberikan pelaksanaan perlindungan bagi pemilik hak kekayaan intelektual itu sendiri. Dimana masyarakat tentunya mencari suatu produk
farmasi yang benar-benar bermutu.
3. Kepercayaan masyarakat atas suatu produk farmasi
Suatu produk farmasi yang baik dan berkualitas tentunya memberikan akibat bagi upaya peningkatan kepercayaan masyarakat atas suatu produk
farmasi. Kepercayaan masyarakat terhadap suatu produk farmasi yang bermutu tentunya akan memberikan akibat kepada pelaksanaan
perlindungan hukum atas produk farmasi tersebut. Masyarakat tidak akan memilih produk farmasi lain yang tidak dipercayai oleh masyarakat.
4. Sanksi atas pelanggaran hak kekayaan atas suatu paten produk farmasi.
Perlindungan hukum lainnya dalam kaitannya dengan perlindungan hukum hak atas kekayaan interlektual terhadap produk farmasi adalah diberikan
sanksi atas pelanggaran hak kekayaan atas suatu paten priduk farmasi seperti sanksi keperdataan berupa tuntutan ganti rugi maupun sanksi
pidana seperti pidana penjara.
BAB V PENUTUP