Eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Salah Satu Bagian

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK FARMASI

E. Eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Salah Satu Bagian

Utama Perlindungan Terhadap Produk Farmasi Philipus M. Hadjon dalam Ridwan H. R menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukum meliputi dua hal. Yakni perlindungan hukum pereventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan. 36 HKI sebagai satu sistem perlindungan hukum juga mempunyai kedua jenis perlindungan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hadjon. “HKI mengenal adanya sistem pendaftaran yang cenderung kepada perlindungan hukum secara preventif dan sistem pidana untuk perlindungan secara represif, mengingat memang pidana pada asasnya adalah satu tindakan terakhir untuk menegakkan hukum.” 37 Kasus yang sering terjadi adalah harga produk HKI khususnya obat yang memiliki hak paten cenderung sangat mahal. Hal ini dikarenakan terkadang pemegang hak paten tidak hanya mengambil hak ekonominya akan tetapi melipat gandakan apa yang menjadi haknya. Padahal bisa saja untuk menjadikan barang tersebut murah pencipta atau penemu melepas hak ekonominya tersebut sehingga bisa jadi harga dari produk HKI menjadi lebih 36 Ridwan H.R Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta 2002, hal. 74-76. 37 Suyud Margono, Op. Cit. 81. 55 terjangkau. Akan tetapi melepaskan hak ekonomi dikalangan pencipta atau penemu tampaknya masih sangat jarang. Industri farmasi yang melahirkan produk farmasi di Indonesia pada era globalisasi terdiri dari sebagian besar merupakan industri manufaktur farmasi yang berorientasi pada formula obat jadi, dan untuk kebutuhan tersebut masih tergantung pada bahan baku impor. Lemahnya industri pengembangan farmasi di Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya untuk melakukan penelitian. Adapun peluang untuk bersaing dengan pihak luar yang memang padat modal adalah pada pengembangan obat tradisional yang bahan bakunya tersedia di Indonesia. Dilihat dari sisi perspektif perlindungan hukum HKI tampaknya masih berjalan kurang baik dikarenakan situasi industri farmasi Indonesia saja yang masih menggantungkan obat obatan dari luar negeri. Lebih jauh lagi tampaknya, perlindungan HKI terhadap obat-obatan luar negeri masih lemah dengan banyaknya obat obatan palsu yang beredar di masyarakat. “Contoh kasusnya adalah, Tempe yang secara tradisional adalah produk asli Indonesia, namun paten tempe telah dilakukan di Jepang Masuki Tokuda, Kyoso Hiroya, Nishi dan Inoue untuk kepentingan obat dan kosmetik.” 38 Harus diingat bahwa dasar filosofi tentang perlindungan HKI adalah doktrin hukum alam yang bersumber pada ajaran moral: “jangan mengambil apa yang bukan milikmu”. Doktrin itu dapat dikembangkan menjadi berbagai http:www.dncpatent.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=74Itemid= 74, Diakses tanggal 2 Nopember 2012. ajaran moral, antara lain: “jika engkau akan mengambil atau menggunakan apa yang bukan milikmu, mintalah ijin terlebih dahulu kepada pemiliknya”. Doktrin ini merupakan prinsip dasar dari perjanjian lisensi. Bahkan dalam konteks perjanjian itu sendiri terdapat prinsip yang juga bersumber pada ajaran etika, yaitu prinsip itikad baik good faith. 39 Prinsip ini juga telah diterapkan dalam hukum paten. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor pada hakekatnya adalah bentuk perlindungan hukum, agar inventor dapat menikmati intellectual property kekayaan intelektual yang bersumber pada daya kreasinya di bidang teknologi. Perlindungan yang diberikan negara kepada inventor adalah dalam rangka pemberian imbalan reward atas kesediaan inventor untuk berbagi informasi disclosure tentang invensi yang ditemukannya. Ketika seorang inventor membuka informasi tentang teknologi temuannya kepada publik, sudah selayaknya publik juga memberikan penghargaan kepadanya. Penghargaan itu berupa hak eksklusif tersebut. Dan bagi masyarakat yang berkeinginan untuk mengambil manfaat dari teknologi yang bersangkutan, sudah sepatutnya pula untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada sang inventor. Itulah basis utama dari prinsip dasar paten dan lisensi paten. 40 Dengan prinsip dasar tersebut, kiranya cukup adil jika inventor sendiri juga dituntut untuk bersikap etis. Perlu dipahami bahwa pada umumnya invensi atau penemuan dihasilkan dari proses penelitian. Penelitian biasanya 39 Ibid. 40 Ibid. melibatkan data. Apalagi penelitian di bidang farmasi yang tidak jarang menghasilkan invensi di bidang obat-obatan. Seorang inventor bidang farmasi tidak jarang menggunakan berbagai sumber tentang teknologi pengobatan maupun sumber atau bahan baku obat-obatan. Pencarian sumber itu dapat dilakukan sendiri melalui eksplorasi atas pengetahuan atau teknologi yang terkait, atau dapat dilakukan pula dengan cara mengembangkan lebih lanjut teknologi yang sudah ada sebelumnya. Termasuk di dalamnya menggunakan pengetahuan obat-obatan tradisional sebagai basis data awal. 41 Jawaban atas pertanyaan tersebut mencerminkan sikap sang inventor. Jika ia menjawab bahwa tidak ada keharusan hukum baginya untuk Misalnya: seorang peneliti mengetahui bahwa satu jenis tanaman tertentu digunakan oleh traditional healers penyembuh adat untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Dari pengamatannya, si peneliti menemukan bahwa efektivitas penyembuhan dengan jenis tanaman tersebut frekuensinya cukup tinggi. Ia tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kandungan dari jenis tanaman tersebut. Dari penelitiannya itu ia sampai pada kesimpulan bahwa ada zat tertentu yang terkandung di dalam jenis tanaman tersebut yang jika diolah akan menghasilkan suatu jenis obat yang efektif untuk penyakit tertentu. Pada akhirnya, ia menghasilkan invensi penemuan di bidang obat-obatan yang patentable. Haruskah ia menyembunyikan sumber datanya berupa pengetahuan tradisional atas penggunaan jenis tanaman tersebut sebagai obat, ataukah ia harus mengungkapkan sumber tersebut. 41 Ibid. mengungkapkan sumbernya, pada saat itu ia telah mengungkapkan jati dirinya. Jawaban itu secara hukum adalah benar, karena undang-undang paten sendiri saat ini tidak mengatakan apapun tentang model keterbukaan disclosure menyangkut sumber invensinya. Yang dipersyaratkan oleh undang-undang paten hanya keterbukaan mengenai teknologi itu sendiri berupa deskripsi atas invensi yang bersangkutan. Namun ketika pertanyaan dilanjutkan, apakah ia telah meminta ijin untuk menggunakan pengetahuan obat-obatan tradisional itu untuk diolah lebih lanjut? Jawaban itu dapat dikembalikan pada ajaran etika yang telah disebutkan di atas bahwa kalau engkau hendak menggunakan karya intelektual orang lain, lakukanlah dengan meminta ijin terlebih dahulu dari pemilik karya intelektual tersebut. Atau sekurang-kurangnya, kemukakan bahwa invensi tersebut dihasilkan atau dikembangkan dari pengetahuan tradisional milik masyarakat tertentu. Walaupun penyebutan semacam itu tidak diharuskan oleh undang-undang, namun berdasarkan ajaran moral yang baik, penyebutan itu merupakan perwujudan dari kejujuran dari sang inventor penemu. F. Jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual Yang Memiliki Hubungan Dengan Perlindungan Hukum Produk Farmasi Adapun jenis hak kekayaan intelektual yang memiliki hubungan dengan perlindungan hukum produk farmasi meliputi: 1. Paten sebagaimna diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 “Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.” 42 Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasanya 20 tahun. “Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.” 43 2. Merek Perlindungan merek terkenal diberikan mengingat dua kepentingan yang harus dilindungi, yaitu kepentingan pemilik merek dan kepentingan konsumen sebagai bagian perlindungan hukum terhadap persaingan curang. Tidak ada definisi pasti dari merek terkenal, namun di dunia ada beberapa kriteria merek terkenal yang telah disepakati, antara lain: derajat pengenalan atau pengakuan atas merek; luas dan lamanya penggunaan merek; luas dan lamanya pengiklanan dan promosi; sejauhmana merek tersebut dikenal, digunakan, diiklankan, didaftarkan dan dipertahankan dalam wilayah tertentu baik secara lokal, regional atau internasional; derajat daya beda merek; derajat eklusifitas merek; sifat dari barang atau 42 Suyud Margono, Op. Cit. Hal. 65. 43 Ibid. jasa dan jalur perdagangannya; derajat reputasi merek sebagai lambang mutu; dan nilai komerial dari merek. Melihat beratnya kriteria agar sebuah merek dapat dianggap sebagai merek terkenal, maka wajar rasanya apabila tidak semua merek, sepopuler apapun merek tersebut di mata konsumennya, dapat dikatakan sebagai merek terkenal, karena belum tentu merek ini juga dikenal di belahan dunia yang lain, merek yang bersangkutan tidak perlu mencapai tingkatan merek terkenal, cukup bahwa merek ini memiliki konsumen yang sudah mengenalinya saja. Menurut Pasal 3 UU Merek No. 15 Tahun 2001, Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Konsekuensi yuridis dari pasal a quo cukup jelas, bahwa seorang pengguna merek hanya terlindungi mereknya, apabila yang bersangkutan telah mendapatkan hak atas merek tersebut dari negara dengan cara mendaftarkan mereknya ke Ditjen HKI. Di Indonesia tidak ada merek yang terlindungi apabila belum terdaftar di Ditjen. HKI. Hal ini terbukti dengan tidak ada satu pun putusan pengadilan di Indonesia yang pernah mengabulkan gugatan dari pengguna merek yang belum terdaftar. “Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu barang atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.” 44 Dalam hal penciptaan atas produk-produk tersebut, pencipta dapat diberikan hak untuk mencegah pihak lain memakai penemuan mereka, desain atau karya lainnya dan pencipta dapat menggunakan hak tersebut untuk menegosiasikan pembayaran sebagai ganti atas penggunaan hasil ciptaannya Pemikiran dan pengetahuan merupakan bagian penting dari perdagangan sebab buah pemikiran dan pengetahuan tersebut dapat menghasilkan suatu ciptaan yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, hak kekayaan intelektual menyentuh juga aspek industri dan perdagangan. Sebagian besar dari nilai yang dikandung oleh jenis obat-obatan baru dan produk-produk berteknologi tinggi berada pada banyaknya penemuan, inovasi, riset, desain dan pengetesan yang dilakukan. Film-film, rekaman musik, buku- buku dan piranti lunak komputer serta jasa online dibeli dan dijual karena informasi dan kreativitas yang terkandung, biasanya bukan karena plastik, metal atau kertas yang digunakan untuk membuatnya. Produk-produk yang semula diperdagangkan sebagai barang-barang berteknologi rendah kini mengandung nilai penemuan dan desain yang lebih tinggi sehingga meningkatkan nilai jual produk-produk tersebut. 44 Ibid., hal. 33. itu oleh pihak lain. Inilah yang dimaksud dengan ”hak kekayaan intelektual”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kekayaan intelektual ini bentuknya bisa beragam, seperti buku-buku, lukisan dan film-film di bawah hak cipta; penemuan dapat dipatenkan; merek dan logo produk dapat didaftarkan sebagai merek; dan sebagainya. Dalam perkembangannya, perlindungan serta penerapan atas hak kekayaan intelektual ini bervariasi di seluruh dunia. Sebagaimana kesadaran akan pentingnya HKI dalam perdagangan semakin tinggi, maka perbedaan- perbedaan antar berbagai pihak di dunia menjadi sumber perdebatan dalam hubungan ekonomi internasional. Adanya suatu peraturan perdagangan internasional yang disepakati atas HKI dipandang sebagai cara untuk menertibkan dan menjaga konsistensi serta mengupayakan agar perselisihan dapat diselesaikan secara lebih sistematis. Menyadari HKI sebagai faktor penting dalam perdagangan interna- sional, maka dalam kerangka sistem perdagangan multilateral, kesepakatan mengenai HKI Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property RightsTRIPS dinegosiasikan untuk pertama kalinya dalam perundingan WTO, yaitu Uruguay Round pada tahun 1986-1994. Uruguay Round berhasil membuahkan kesepakatan TRIPs Agreement sebagai suatu jalan untuk mempersempit perbedaan yang ada atas perlindungan HKI di dunia dan menaunginya dalam sebuah peraturan internasional. TRIPs Agreement menetapkan tingkat minimum atas perlindungan HKI yang dapat dijaminkan terhadap seluruh anggota WTO. Hal yang penting adalah ketika terjadi perselisihan perdagangan yang terkait dengan HKI, maka sistem penyelesaian persengketaan WTO kini tersedia. Kesepakatan TRIPS ini meliputi 5 lima hal, yaitu: 1. Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan intelektual 2. Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual 3. Bagaimana negara-negara harus menegakkan hak kekayaan inte-lektual sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri 4. Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara- negara anggota WTO 5. Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru diperkenalkan. 45 Perjanjian TRIPs yang berlaku sejak 1 Januari 1995 ini merupakan perjanjian multilateral yang paling komprehensif mengenai HKI. TRIPS ini sebetulnya merupakan perjanjian dengan standar minimum yang memungkinkan negara anggota WTO untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terhadap HKI. Negara-negara anggota dibebaskan un-tuk menentukan metode yang paling memungkinkan untuk menjalankan ketetapan TRIPs ke dalam suatu sistem legal di negaranya. Salah satu isu dalam HKI yang menarik untuk dibahas adalah pemalsuan. Pemalsuan merupakan masalah yang sedang berkembang yang men-ciptakan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Oleh karena itu, perjanjian TRIPs juga mencakup penerapan prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian internasional yang relevan dengan masalah HKI, 45 Wulandari, Op. Cit. termasuk pemalsuan. Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan notifikasi kepada Dewan TRIPs. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPs untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI. Selain itu, negara anggota yang akan memanfaatkan beberapa ketentuan yang tercakup dalam Perjanjian dan berhubungan dengan kewajiban harus memberikan notifikasi kepada Konsul. Konsul telah menetapkan prosedur dan arahan mengenai notifikasi. Sebagai tambahan, negara anggota juga telah setuju untuk melakukan notifikasi atas hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian.

G. Faktor-Faktor Yang menghambat Pelaksanaan perlindungan Hukum

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PRODUK BATIK DI PERUSAHAAN BATIK Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Produk Batik di perusahaan Batik Brotoseno Sragen.

0 4 19

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PRODUK BATIK DI PERUSAHAAN BATIK Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Produk Batik di perusahaan Batik Brotoseno Sragen.

0 3 12

PENDAHULUAN Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Produk Batik di perusahaan Batik Brotoseno Sragen.

0 3 15

PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PERJANJIAN WARALABA Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perjanjian Waralaba Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Franchisee dan Franchisor Pada Produk Bebek Goreng Haji Slamet.

0 3 12

PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PERJANJIAN WARALABA Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perjanjian Waralaba Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Franchisee dan Franchisor Pada Produk Bebek Goreng Haji Slamet.

4 9 17

PENGRAJIN BATIK DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Pengrajin Batik Dan Hak Kekayaan Intelektual: Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Batik Di Kampung Laweyan Surakarta.

0 2 19

PENGRAJIN BATIK DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Pengrajin Batik Dan Hak Kekayaan Intelektual: Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Batik Di Kampung Laweyan Surakarta.

0 2 11

PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA BATIK SOLO SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA BATIK SOLO SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL DI INDONESIA.

0 3 11

Aspek Hukum Perlindungan Kekayaan Intelektual.

0 2 13

Hukum Kekayaan Intelektual Perlindungan. docx

0 1 20