Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor
TOTAL MIKROBA DAN KOLIFORM DALAM DAGING ITIK
DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Total Mikroba dan
Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ninditya Anggie Wiyani Putri
NIM B04100125
ABSTRAK
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Mikroba dan Koliform dalam
Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERWIN
PISESTYANI.
Itik merupakan unggas selain ayam yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai penghasil daging di Indonesia. Konsumsi daging itik oleh masyarakat
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Informasi mengenai status mikrobiologi
dalam daging sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas daging, ketahanan
simpan, dan dampak terhadap kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan
mengetahui total mikroba dan koliform dalam daging itik yang diperoleh dari
peternakan di Kabupaten Bogor. Sebanyak 53 sampel diambil secara acak
sederhana dari Kecamatan Ciomas, Gunung Sindur, Jasinga, Klapanunggal, dan
Jonggol. Pengujian sampel menggunakan metode hitungan cawan. Rataan jumlah
total mikroba dan koliform dalam daging itik yaitu, 341 881.61 ± 642 960.80
cfu/g dan 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Daging itik yang berasal dari Kecamatan
Jasinga memiliki rataan jumlah mikroba dan koliform tertinggi, secara berurutan
adalah 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g dan 87 556.88 ± 103 850.73. Hasil yang
diperoleh menunjukkan tingginya jumlah total mikroba dan koliform dalam
daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.
Kata kunci : daging itik, koliform, total mikroba.
ABSTRACT
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Plate Count and Coliform in Duck
Meat from Bogor District. Supervised by HERWIN PISESTYANI.
Duck is one of poultry commodity beside chicken that have potential as a
meat producer in Indonesia. In Indonesia, duck meat consumption has increased
every year. Information about microbiological status in duck meat is needed to
determine the quality of meat, shelf life, and the impact on human health. This
study was aimed to determine the number of total plate count and coliform in
duck meat from several farm in Bogor District. There were 53 samples which
were taken randomly in Ciomas, Gunung Sindur, Klapanunggal, Jasinga, and
Jonggol. Total plate count and coliform analysis was determined using plate count
method. The mean of total plate count and coliform in duck meat were 341 881.61
± 642 960.80 cfu/g and 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Duck meat from Jasinga has
the highest number of total plate count and coliform which is 1 398 937.50 ± 2
550 989.37 cfu/g and 87 556.88 ± 103 850.73. This result indicated high
contamination of microbes and coliform in duck meat from Bogor District.
Keywords: coliform, duck meat, total plate count.
TOTAL MIKROBA DAN KOLIFORM DALAM DAGING ITIK
DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah
Kabupaten Bogor
Nama
: Ninditya Anggie Wiyani Putri
NIM
: B04100125
Disetujui oleh
Drh Herwin Pisestyani, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Total Mikroba dan Koliform dalam
Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Drh Herwin Pisestyani, MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan
bimbingan selama proses penulisan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Drh Supratikno, MSi PAVet
selaku dosen pembimbing akademik, Dr Drh Denny W Lukman, MSi selaku
ketua peneliti dari penelitian unggulan perguruan tinggi BOPTN tahun 2013.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Yuhendra yang
telah banyak membantu penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman
satu penelitian (Susan Fasella, Kak Loisa dan Kak Melani) atas kerjasama dan
bantuannya selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, kakek, nenek,
paman dan bibi, serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah
diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada keluarga
Acromion 47 dan sahabat-sahabat terbaik Fitri Susana, Etri Mardaningsih, Puti
Puspitasari, Rizka Septarina Budianti, dan Sabrina Thevy yang sama-sama
berjuang dalam menempuh pendidikan di IPB, khususnya kepada Riska
Febriyanti, Saras Nindya Murti dan Muhammad Irfan Fadillah yang telah banyak
membantu dalam proses mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari penulisan
skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterimakasih
atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Ninditya Anggie Wiyani Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daging Itik
Jumlah Total Mikroba
Koliform
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metodologi
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik
Jumlah Koliform dalam Daging Itik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
2
3
4
4
4
4
6
6
6
7
8
8
9
9
11
16
DAFTAR TABEL
1
2
3
Syarat maksimum mikroba dalam daging
Jumlah total mikroba dalam daging itik
Jumlah koliform dalam daging itik
4
7
8
DAFTAR GAMBAR
Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1)
2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)
1
5
6
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan
2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan
12
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pangan asal hewan merupakan sumber energi dan penunjang
kebutuhan pokok manusia. Salah satu produk pangan asal hewan yang sering
dikonsumsi dan dapat mencukupi kebutuhan gizi manusia adalah daging.
Pemanfaatan daging untuk konsumsi dapat berasal dari ruminansia, ikan, dan
unggas. Unggas merupakan salah satu hewan ternak yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein hewani, karena ternak tersebut mampu menghasilkan
pangan dalam waktu singkat dan harga yang relatif murah. Unggas yang saat ini
populer di masyarakat adalah ayam, tetapi masih ada jenis unggas lain yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, yaitu itik (Nurohim et
al. 2013).
Data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)
menunjukkan bahwa populasi itik di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
2009 sebesar 40 676 menjadi 46 313 pada tahun 2013, sedangkan produksi daging
itik pada tahun 2009 sebesar 26 ribu ton dan meningkat hingga mencapai 31 ribu
ton pada tahun 2013. Hal ini menandakan meningkatnya produksi daging itik
seiring dengan meningkatnya permintaan atau kebutuhan masyarakat.
Peningkatan konsumsi daging itik lokal diharapkan dapat menjadi sumber
alternatif untuk mengurangi ketergantungan daging impor dari luar negeri
(Matitaputty dan Suryana 2010).
Kandungan gizi daging itik memiliki kadar protein yang tidak berbeda jauh
dengan daging ayam, yaitu pada daging itik berkisar antara 18.6–20.8%,
sedangkan pada daging ayam sebesar 21.4–22.6%. Kandungan lemak daging itik
dua kali lebih besar dari daging ayam, yaitu daging itik memiliki kandungan
lemak sebesar 8.2%, sedangkan daging ayam 4.8% (Matitaputty dan Suryana
2010).
Bahan pangan harus melewati beberapa proses sebelum dapat dikonsumsi,
yaitu penyiapan dan pengolahan. Daging harus memenuhi persyaratan aman dan
layak dikonsumsi karena daging dapat berpotensi membawa penyakit hewan ke
manusia (foodborne zoonosis). Daging juga merupakan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan bakteri serta dapat pula mengandung residu antibiotik,
hormon dan cemaran logam berat yang dapat membahayakan kesehatan
konsumen.
Keamanan pangan merupakan salah satu usaha dalam menciptakan makanan
yang aman dan berkualitas. Makanan yang terkontaminasi oleh mikroba patogen
menjadi masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan penyakit atau disebut
juga foodborne disease. Kasus foodborne disease terbanyak di dunia diakibatkan
oleh bakteri Salmonella, Campylobacter jejuni, dan Enterohaemorrhagic
Escherichia coli (Motarjemi et al. 2006). Prinsip penanganan foodborne disease
dilakukan dengan penerapan higiene dan sanitasi pangan, dimulai dari peternakan
hingga dihidangkan (safe from farm to table).
Kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan yang semakin tinggi
mendorong perlunya informasi/data tentang status mikroba dalam daging itik.
Data mengenai jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di Indonesia
2
belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
total mikroba dan koliform dalam daging itik.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status
mikrobiologi dalam daging itik berdasarkan jumlah total mikroba dan koliform.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daging Itik
Daging itik dan angsa memiliki warna daging yang lebih gelap
dibandingkan dengan daging ayam yang memiliki warna daging lebih terang dan
lebih putih. Menurut Soeparno (2005) daging yang sebagian besar terdiri atas
serabut merah mempunyai kadar protein lebih rendah dan kadar lemak lebih tinggi
dibandingkan dengan daging yang tersusun serabut putih. Perbedaan warna
daging pada spesies unggas karena perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin),
pigmen darah (hemoglobin), dan komponen lain seperti protein, lemak, vitamin
B12, dan flavin. Kandungan lemak yang tinggi pada daging itik dapat
mempercepat laju oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan. Oksidasi
lipida merupakan reaksi utama perusak bahan pangan yang menyebabkan
penurunan kualitas pangan secara nyata (Matitaputty dan Suryana 2010).
Kandungan lemak yang relatif tinggi menyebabkan daging itik memiliki bau
yang lebih amis. Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lipida.
Selain itu, pada daging itik, total asam lemak tidak jenuh lebih tinggi daripada
total asam lemak jenuh. Penyebab utama penurunan kualitas daging karena
perubahan komponen lemak melalui proses oksidasi lemak secara enzimatik dari
pangan, mikroba atau melalui kontaminasi dengan bahan lain (Hustianty 2001
dalam Riskawati 2006).
Jumlah Total Mikroba
Indonesia mempunyai standar nasional yang berkaitan dengan keamanan
pangan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini memuat tentang
memproduksi bahan pangan yang benar, mengukur cemaran, dan menyajikan
batas maksimum cemaran yang diperkenankan. Standar ini diharapkan dapat
memberikan jaminan keamanan produk pangan Indonesia. Pengujian mutu suatu
bahan pangan memerlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji
3
mikroba, dan uji organoleptik. Uji mikroba adalah salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan, juga dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan pangan. Pengujian mikroba
pada suatu pangan akan selalu mengacu pada persyaratan pangan yang sudah
ditetapkan.
Pengujian jumlah total mikroba umumnya dilakukan pada bahan pangan
untuk mengetahui gambaran jumlah mikroba yang terkandung dalam pangan.
Pengujian jumlah mikroba dilakukan untuk mengetahui kualitas mikrobiologik
bahan baku dan produk akhir, kondisi higiene selama proses produksi,
penanganan dan penyimpanan, penentuan masa simpan produk, dan penentuan
tingkat kontaminasi lingkungan produksi (Lukman et al. 2009). Pengujian dengan
metode hitungan cawan merupakan salah satu cara dalam menghitung jumlah total
cemaran mikroba.
Koliform
Koliform merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat
aerobik atau anaerobik fakultatif. Koliform dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti Enterobacter
aerogenes, Klebsiella, dan Serratia (Kornacki dan Johnson 2001). Habitat alami
koliform adalah di dalam saluran pencernaan dan di lingkungan (tanah dan air).
Bakteri ini sering mengontaminasi bahan makanan dan keberadaannya juga dapat
mencerminkan indikator dari proses pengolahan atau sanitasi yang kurang baik.
Keberadaannya dalam jumlah tinggi pada makanan olahan menunjukkan adanya
kemungkinan pertumbuhan bakteri patogen. Koliform biasanya digunakan sebagai
indikator kebersihan, karena keberadaannya berbanding lurus dengan tingkat
kontaminasi air. Keberadaan koliform pada bahan pangan menunjukkan bahwa
bahan pangan tersebut tercemar kotoran akibat pengolahan yang kurang baik.
Oleh karena itu, persyaratan higiene sangat penting agar tidak menjadi sumber
kontaminasi pada daging (Dewantoro et al. 2009).
Menurut BSN (2009) syarat mutu mikroba dalam daging segar/beku
mengandung angka lempeng total maksimum 1 x 106 cfu/g dan koliform
maksimal 1 x 102 cfu/g. Untuk mendapatkan suatu daging dan produk olahannya
yang berkualitas maka harus memenuhi persyaratan kualitas produk unggas yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Salah satu persyaratan kualitas
produk unggas adalah bebas mikroba patogen seperti Salmonella sp dan
Campylobacter sp, sedangkan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak
boleh melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging seperti pada Tabel
1.
4
Tabel 1 Syarat maksimum mikroba dalam daging
No
Jenis
Satuan
Persyaratan
1
Total Plate Count
cfu/g
maksimum 1 x 106
2
Koliform
cfu/g
maksimum 1 x 102
3
Staphylococcus aureus
cfu/g
maksimum 1 x 102
4
Salmonella sp
per 25 g
0
5
Escherichia coli
cfu/g
maksimum 1 x 101
6
Campylobacter sp
per 25 g
0
Sumber: SNI 01-3924-2009
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai dengan Februari 2014.
Itik berasal dari beberapa peternakan di wilayah Kabupaten Bogor. Pemotongan
itik dilakukan di tempat pemotongan unggas Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik, buffer pepton
water (BPW) 0,1% (Pronadisa 1402.00) 225 ml dan 9 ml, plate count agar (PCA)
(Acumedia 7157A), violet red bile agar (VRB) (Himedia M049S), dan Alkohol
70%.
Alat yang digunakan pada penelitian adalah inkubator 37 oC, plastik steril,
coolbox, label, spidol, tabung reaksi steril dan penutup, tabung erlenmeyer steril,
pipet steril, cawan petri steril, gunting steril, pinset steril, api bunsen, vortex, dan
stomacher.
Metodologi
Besaran Sampel
Besaran sampel dihitung menggunakan software WinEpiscope 2.0, dengan
menggunakan asumsi sebagai berikut: tingkat kepercayaan 95%, prevalensi
dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang didapatkan sebesar
53 sampel dengan rincian Kecamatan Ciomas sebanyak 8 sampel, Gunung Sindur
5 sampel, Klapanunggal 7 sampel, Jasinga 17 sampel, dan Jonggol sebanyak 16
sampel.
5
Desain Penelitian
Unit sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah itik pedaging yang
berasal dari Kabupaten Bogor. Variabel yag diamati adalah penghitungan total
mikroba dan koliform dalam daging itik pada media agar.
Pengujian Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode Hitungan
Cawan
Penelitian ini menggunakan metode hitungan cawan. Media yang digunakan
adalah PCA untuk menghitung jumlah total mikroba dan VRB untuk menghitung
jumlah koliform. Pengujian dilakukan dengan mengambil daging itik sebanyak 25
gram dan dimasukkan ke dalam plastik steril. Larutan BPW 0.1% (dari 225 ml)
pada tabung erlenmeyer dituang ke dalam plastik steril yang berisi daging
sebanyak 100 ml, kemudian dihancurkan selama 1 menit menggunakan stomacher.
Daging yang telah dihancurkan kemudian dicampur ke dalam sisa larutan BPW
0.1% (menjadi pengenceran 10-1). Pengenceran dilanjutkan sampai dengan 10-5.
Pengenceran yang ditanam untuk penghitungan jumlah total mikroba adalah 10-2,
10-3, 10-4, dan 10-5, sedangkan pengenceran yang ditanam untuk penghitungan
jumlah koliform adalah 10-1, 10-2, dan 10-3. Pengenceran dilakukan dengan cara
memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 pada tabung erlenmeyer ke tabung
reaksi 9 ml larutan BPW 0.1% pertama dan seterusnya. Sebanyak 1 ml larutan
dari pengenceran yang telah ditentukan, dimasukkan ke dalam cawan petri steril
yang telah diberi label sebelumnya sesuai dengan angka pengenceran. Sebanyak
10-15 ml media agar dituang ke masing-masing cawan petri yang telah berisi
biakan. Kemudian media dihomogenkan secara perlahan dan dibiarkan memadat
pada suhu ruang. Biakan diinkubasi selama 24- 48 jam pada suhu 37 oC.
Penghitungan Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode
Hitungan Cawan
Penghitungan koloni dilakukan setelah biakan diinkubasi selama 24-48 jam.
Semua koloni yang tumbuh pada media PCA dihitung tanpa terkecuali. Gambar 1
menunjukkan koloni yang tumbuh pada PCA. Penghitungan koliform dilakukan
pada koloni yang berbentuk bulat dan berwarna merah muda dalam media VRB
(Gambar 2).
Gambar 1 Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1)
6
Gambar 2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)
Pedoman Penghitungan Jumlah Mikroba (menurut APHA 2002)
Penghitungan dilakukan pada semua koloni yang tumbuh dalam cawan petri,
baik yang mempunyai ukuran koloni besar maupun kecil. Cawan petri yang
memiliki jumlah koloni 25-250 dicatat jumlahnya beserta pengenceran yang
digunakan. Apabila dari tiga atau empat pengenceran, hanya satu yang memiliki
nilai 25-250 koloni, maka hasil tersebut diambil sebagai nilai dari jumlah koloni.
Apabila terdapat dua pengenceran yang menunjukkan nilai 25-250 koloni, maka
jumlah koloni dihitung dari setiap tingkat pengenceran. Hasil penghitungan
tingkat pengenceran tertinggi lebih besar atau sama dengan dua kali nilai tingkat
pengenceran terendah, maka nilai koloni diambil dari pengenceran terendah. Hasil
penghitungan tingkat pengenceran tertinggi lebih kecil dari dua kali nilai tingkat
pengenceran terendah, maka nilai rataan keduanya diambil sebagai nilai dari
jumlah koloni. Apabila tidak ada cawan petri yang memiliki nilai 25-250 koloni,
dan satu atau lebih cawan petri memiliki nilai lebih dari 250 koloni, maka jumlah
koloni yang mendekati 250 diambil sebagai nilai estimasi jumlah koloni. Apabila
seluruh cawan petri memiliki jumlah koloni kurang dari 25 koloni, maka jumlah
koloni dari tingkat pengenceran terendah diambil sebagai nilai estimasi jumlah
koloni. Hasilnya dilaporkan dalam jumlah koloni:
jumlah mikroba (cfu/ml atau cfu/gram): jumlah koloni x faktor pengenceran
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan
dianalisa secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik
Jumlah mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung
atau tidak langsung dengan sumber–sumber kontaminasi mikroba, seperti tanah,
udara, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia maupun hewan.
Sebanyak 53 sampel daging itik berasal dari 5 kecamatan di Kabupaten Bogor,
yaitu Ciomas, Gunung Sindur, Klapanunggal, Jasinga, dan Jonggol. Rataan
jumlah mikroba dalam daging itik yaitu 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g, berada di
bawah ambang batas maksimum cemaran mikroba sesuai dengan SNI 01-3924
7
tahun 2009 yaitu 1 x 106 cfu/g. Hasil penghitungan jumlah mikroba dalam daging
itik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah total mikroba dalam daging itik
Jumlah total mikroba (cfu/g)
Kecamatan
N
Batas bawah
Batas atas
Rataan ± SD
Ciomas
8
2 800
102 000
18 125 ± 33 991.21
Gn. Sindur
5
4 300
770 000
173 080 ± 334 332.09
Klapanunggal
7
300
36 000
6 771.43 ± 12 970.70
Jasinga
16
14 700
8 800 000
1 398 937.50 ± 2 550 989.37
Jonggol
17
2 400
1 180 000
112 494.12 ± 282 520.62
Rataan
341 881.61 ± 642 960.80
Kontaminasi mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari hewan (kulit, kuku, isi jeroan), pekerja
atau manusia yang mengontaminasi produk ternak, peralatan (pisau, alat potong,
box), bangunan (lantai), lingkungan (udara, air, tanah), dan kemasan. Faktor
internal lainnya yang mempengaruhi kolonisasi mikroba, yaitu suhu tubuh, pH,
dan stres pada saat pemeliharaan maupun transportasi (Abun 2008).
Berdasarkan hasil penghitungan mikroba dalam daging itik, jumlah tertinggi
dari keseluruhan Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor didapatkan dari
Kecamatan Jasinga yaitu sebesar 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g yang
melebihi ambang batas cemaran mikroba sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009.
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya total mikroba dalam daging itik
yang berasal dari Kecamatan Jasinga kemungkinan disebabkan oleh suhu yang
panas saat pengambilan sampel itik dan jarak tempuh perjalanan yang sangat jauh.
Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres pada ternak.
Stres pada ternak akan mengakibatkan penurunan pH yang cepat saat suhu
tubuh masih tinggi, sehingga akan mendenaturasi protein sel otot dan air akan
banyak dilepas. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas daging yang
disebut dengan pale, soft, and exudative (PSE). PSE ditandai dengan warna
daging yang pucat, lembek, dan permukaan daging yang basah (Lukman et al.
2009). Daging yang lembek dan basah sangat disukai oleh mikroba. Sehingga
dapat terjadi kontaminasi mikroba lebih tinggi dibandingkan daging normal.
Jumlah Koliform dalam Daging Itik
Sampel daging itik di wilayah Kabupaten Bogor memiliki rataan jumlah
koliform sebesar 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Hasil penghitungan jumlah
koliform dalam daging itik disajikan pada Tabel 3.
8
Tabel 3 Jumlah koliform dalam daging itik
Jumlah koliform (cfu/g)
Kecamatan
N
Batas bawah
Batas atas
Rataan ± SD
Ciomas
8
50
61 000
7 933.75 ± 21 445.13
Gn. Sindur
5
30
12 900
2 648 ± 5 731.31
Klapanunggal
7
0
6 700
1 277.14 ± 2 417.51
Jasinga
16
1 390
349 000
87 556.88 ± 103 850.73
Jonggol
17
110
147 000
23 094.41 ± 43 039.41
Rataan
24 502.04 ± 35 296.82
Berdasarkan Tabel 3, rataan jumlah koliform dalam daging itik yang berasal
dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor berada di atas ambang batas
maksimum cemaran koliform sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009 yaitu lebih
besar dari 1 x 102 cfu/gr. Tingginya jumlah koliform pada penelitian ini karena
kondisi sanitasi air yang buruk pada saat pemotongan dan pencucian daging itik.
Terjadinya kontaminasi mikroba patogen pada daging unggas disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti sanitasi yang buruk di peternakan, rumah potong unggas
atau tempat pengolahan daging (Bontong et al. 2012). Jenis Enterobacter
Escherichia coli dan Klebsiella disebut kelompok bakteri koliform yang
merupakan indikator dalam sanitasi. Menurut Harijani et al. (2013) bakteri
koliform dapat menjadi indikator suatu kondisi yang berbahaya dan berhubungan
erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan dan sanitasi dalam proses
penanganan daging.
Kontaminasi daging oleh mikroba patogen sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan penyakit jika terjadi
kesalahan dalam penanganan seperti, alat–alat yang tidak bersih, petugas yang
tidak menjaga kebersihan sekitar, dan penggunaan air yang tidak bersih pada saat
pencucian daging (Destriyana et al. 2013). Penanganan secara higienis dan
sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi kontaminasi dalam daging.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rataan jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah
Kabupaten Bogor secara berurutan adalah 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g, dan 24
502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik
tertinggi berasal dari Kecamatan Jasinga yaitu sebesar 1 398 937.50 ± 2 550
989.37 cfu/g dan 87 556.88 ± 103 850.73 cfu/g.
9
Saran
Perlu adanya perhatian terhadap pemeliharaan ternak dimulai dari
lingkungan kandang, suhu, kelembaban, transportasi yang dapat mempengaruhi
kontaminasi pada daging, pengawasan terhadap kualitas sumber air yang
disediakan pada tempat pemotongan daging. Selain itu, adanya perbaikan dalam
pencucian peralatan sebelum dan sesudah pemotongan untuk mengurangi adanya
kontaminasi koliform dalam daging. Pelatihan dan penyuluhan praktik higiene
dan sanitasi juga perlu dilakukan kepada pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2008. Hubungan mikroflora dengan metabolism saluran pencernaan unggas
dan monogastrik [makalah ilmiah]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Bontong RA, Mahatmi H, Suada IK. 2012. Kontaminasi bakteri Escherichia coli
pada daging se’i sapi yang dipasarkan di kota Kupang. Indones Med Vet. 1
(5): 699-711.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-3924-2009 tentang Mutu dan
Karkas Daging Ayam. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Destriyana LM, Swacita IBN, Besung INK. 2013. Pemberian perasan bahan
antimikroba alami dan lama penyimpanan pada suhu kulkas (5 oC) terhadap
jumlah bakteri koliform pada daging babi. Bul Vet Udayana. 5 (2): 122-131.
Dewantoro GI, Adiningsih MW, Punawarman T, Sunartati T, Afiff U. 2009.
Tingkat prevalensi Escherichia coli dalam daging beku yang dilalulintaskan
melalui pelabuhan penyeberangan Merak. JIPI. 14(3): 211-216.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Harijani N, Rahadi USE, Nazar DS. 2013. Isolasi Escherichia coli pada daging
yang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Surabaya Selatan. Vet Med.
6 (1): 39-44.
Kornacki JL, Johnson JL. 2001. Enterobacteriaceae, Coliforms, and Escherichia
coli as quality and safety indicators. Di dalam Downess FP, Ito K, editor.
Microbiological Examination of Foods. USA (US): American Public Health
Association.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.
Matitaputty PR, Suryana. 2010. Karakteristik daging itik dan permasalahan serta
upaya pencegahan off- flavor akibat oksidasi lipida. Wartazoa. 20 (3): 130138.
Motarjemi Y, Moarefi A, Jacob M. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus
Pendidikan Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.
Nurohim, Nurwantoro, Sunarti D. 2013. Pengaruh metode marinasi dengan
bawang putih pada daging itik terhadap pH, daya ikat air, dan total koliform.
Animal Agric J. 2(1): 77-85.
10
Riskawati E. 2006. Komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang
diberi pakan mengandung tepung daun Beluntas (Plucea indica. L) pada
taraf berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
11
LAMPIRAN
12
Lampiran 1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan
Pengenceran
PCA
-2
-3
Total (cfu/g)
-4
-5
Kecamatan Ciomas
1
50
6
0
0
5000
2
354
102
29
0
102000
3
83
25
0
0
8300
4
32
8
3
0
3200
5
86
16
0
0
8600
6
100
31
0
0
10000
7
28
8
0
0
2800
51
13
2
0
5100
43
13
0
0
4300
8
Kecamatan Gn. Sindur
9
10
58
0
0
0
5800
11
1128
258
77
0
770000
12
351
55
4
0
55000
236
37
2
0
30300
14
3
1
2
2
300
15
35
3
3
1
3500
16
41
3
0
0
4100
17
361
36
2
0
36000
18
5
1
0
0
500
19
10
3
0
0
1000
20
4
0
0
2000
21
270
27
9
0
27000
22
163
39
8
0
16300
13
Kecamatan Klapanunggal
20
Kecamatan Jasinga
23
147
43
11
6
14700
24
TBUD
644
162
20
1620000
25
TBUD
398
94
38
940000
26
131
49
13
1
13100
27
TBUD
754
152
31
1520000
28
517
342
77
12
770000
29
TBUD
TBUD
680
66
6600000
30
TBUD
408
368
88
8800000
31
417
46
6
1
46000
32
TBUD
254
26
3
260000
33
TBUD
412
72
4
720000
34
TBUD
302
96
4
960000
35
36
249
320
23
51
3
1
1
0
24900
51000
13
Pengenceran
PCA
-2
-3
Total (cfu/g)
-4
-5
Kecamatan Jonggol
37
149
10
0
0
14900
38
639
222
73
7
222000
39
94
4
0
0
9400
40
24
5
3
0
2400
41
57
2
1
0
5700
42
610
529
118
3
1180000
43
48
1
0
0
4800
44
89
3
1
0
8900
45
368
142
1
0
142000
46
74
2
0
0
7400
47
187
3
0
1
18700
48
630
112
6
13
112000
49
106
3
1
0
10600
50
139
90
2
0
13900
51
177
14
0
0
17700
52
691
127
7
22
127000
53
150
17
0
1
15000
14
Lampiran 2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan
VRB
Pengenceran
Total (cfu/g)
-1
-2
-3
1
26
3
1
260
2
381
254
61
61000
3
113
35
1
1130
4
8
2
0
80
5
23
11
2
230
6
63
1
1
630
7
9
1
0
90
8
5
0
0
50
9
13
0
0
130
10
15
3
0
150
11
561
129
42
12900
12
3
1
0
30
13
3
0
0
30
3
0
0
30
15
0
0
0
0
16
48
0
0
480
17
46
26
0
460
18
308
67
9
6700
Kecamatan Ciomas
Kecamatan Gn. Sindur
Kecamatan Klapanunggal
14
22
3
0
220
105
6
0
1050
21
139
38
2
1390
22
223
58
4
2230
19
20
Kecamatan Jasinga
23
151
52
2
1510
24
TBUD
TBUD
349
349000
25
TBUD
381
111
111000
26
206
29
3
2480
27
TBUD
377
97
97000
28
TBUD
TBUD
98
98000
29
TBUD
TBUD
257
257000
30
TBUD
TBUD
212
212000
31
TBUD
74
12
7400
32
TBUD
650
107
107000
33
TBUD
350
66
66000
15
Pengenceran
VRB
Total (cfu/g)
-1
-2
-3
34
TBUD
366
63
63000
35
TBUD
209
49
20900
36
254
50
6
5000
37
55
12
1
550
38
TBUD
TBUD
147
147000
39
38
24
0
380
40
14
1
1
140
41
11
4
2
110
42
TBUD
563
85
85000
43
38
5
0
380
44
35
5
0
350
45
73
8
0
730
46
396
36
9
3600
47
TBUD
48
3
4800
48
TBUD
305
72
72000
49
96
12
0
960
50
248
36
9
3040
51
245
39
12
3175
52
TBUD
514
68
68000
53
208
27
13
2390
Kecamatan Jonggol
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 1992 dari keluarga Bapak Anang
Sugiharto dan Ibu Rosnaini, sebagai anak tunggal. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat
dasar di SDN 312 Plaju Palembang tahun 2004, pendidikan sekolah menengah pertama di
SMPN 15 Palembang pada tahun 2007 dan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 4
Palembang pada tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama masa
perkuliahan, penulis bergabung dalam anggota Himpunan Profesi Satwa Liar dan mengikuti
seluruh kegiatan wajib sebagai mahasiswa FKH IPB.
DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Total Mikroba dan
Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ninditya Anggie Wiyani Putri
NIM B04100125
ABSTRAK
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Mikroba dan Koliform dalam
Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERWIN
PISESTYANI.
Itik merupakan unggas selain ayam yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai penghasil daging di Indonesia. Konsumsi daging itik oleh masyarakat
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Informasi mengenai status mikrobiologi
dalam daging sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas daging, ketahanan
simpan, dan dampak terhadap kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan
mengetahui total mikroba dan koliform dalam daging itik yang diperoleh dari
peternakan di Kabupaten Bogor. Sebanyak 53 sampel diambil secara acak
sederhana dari Kecamatan Ciomas, Gunung Sindur, Jasinga, Klapanunggal, dan
Jonggol. Pengujian sampel menggunakan metode hitungan cawan. Rataan jumlah
total mikroba dan koliform dalam daging itik yaitu, 341 881.61 ± 642 960.80
cfu/g dan 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Daging itik yang berasal dari Kecamatan
Jasinga memiliki rataan jumlah mikroba dan koliform tertinggi, secara berurutan
adalah 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g dan 87 556.88 ± 103 850.73. Hasil yang
diperoleh menunjukkan tingginya jumlah total mikroba dan koliform dalam
daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.
Kata kunci : daging itik, koliform, total mikroba.
ABSTRACT
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Plate Count and Coliform in Duck
Meat from Bogor District. Supervised by HERWIN PISESTYANI.
Duck is one of poultry commodity beside chicken that have potential as a
meat producer in Indonesia. In Indonesia, duck meat consumption has increased
every year. Information about microbiological status in duck meat is needed to
determine the quality of meat, shelf life, and the impact on human health. This
study was aimed to determine the number of total plate count and coliform in
duck meat from several farm in Bogor District. There were 53 samples which
were taken randomly in Ciomas, Gunung Sindur, Klapanunggal, Jasinga, and
Jonggol. Total plate count and coliform analysis was determined using plate count
method. The mean of total plate count and coliform in duck meat were 341 881.61
± 642 960.80 cfu/g and 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Duck meat from Jasinga has
the highest number of total plate count and coliform which is 1 398 937.50 ± 2
550 989.37 cfu/g and 87 556.88 ± 103 850.73. This result indicated high
contamination of microbes and coliform in duck meat from Bogor District.
Keywords: coliform, duck meat, total plate count.
TOTAL MIKROBA DAN KOLIFORM DALAM DAGING ITIK
DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah
Kabupaten Bogor
Nama
: Ninditya Anggie Wiyani Putri
NIM
: B04100125
Disetujui oleh
Drh Herwin Pisestyani, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Total Mikroba dan Koliform dalam
Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Drh Herwin Pisestyani, MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan
bimbingan selama proses penulisan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Drh Supratikno, MSi PAVet
selaku dosen pembimbing akademik, Dr Drh Denny W Lukman, MSi selaku
ketua peneliti dari penelitian unggulan perguruan tinggi BOPTN tahun 2013.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Yuhendra yang
telah banyak membantu penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman
satu penelitian (Susan Fasella, Kak Loisa dan Kak Melani) atas kerjasama dan
bantuannya selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, kakek, nenek,
paman dan bibi, serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah
diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada keluarga
Acromion 47 dan sahabat-sahabat terbaik Fitri Susana, Etri Mardaningsih, Puti
Puspitasari, Rizka Septarina Budianti, dan Sabrina Thevy yang sama-sama
berjuang dalam menempuh pendidikan di IPB, khususnya kepada Riska
Febriyanti, Saras Nindya Murti dan Muhammad Irfan Fadillah yang telah banyak
membantu dalam proses mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari penulisan
skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterimakasih
atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Ninditya Anggie Wiyani Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daging Itik
Jumlah Total Mikroba
Koliform
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metodologi
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik
Jumlah Koliform dalam Daging Itik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
2
3
4
4
4
4
6
6
6
7
8
8
9
9
11
16
DAFTAR TABEL
1
2
3
Syarat maksimum mikroba dalam daging
Jumlah total mikroba dalam daging itik
Jumlah koliform dalam daging itik
4
7
8
DAFTAR GAMBAR
Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1)
2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)
1
5
6
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan
2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan
12
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pangan asal hewan merupakan sumber energi dan penunjang
kebutuhan pokok manusia. Salah satu produk pangan asal hewan yang sering
dikonsumsi dan dapat mencukupi kebutuhan gizi manusia adalah daging.
Pemanfaatan daging untuk konsumsi dapat berasal dari ruminansia, ikan, dan
unggas. Unggas merupakan salah satu hewan ternak yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein hewani, karena ternak tersebut mampu menghasilkan
pangan dalam waktu singkat dan harga yang relatif murah. Unggas yang saat ini
populer di masyarakat adalah ayam, tetapi masih ada jenis unggas lain yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, yaitu itik (Nurohim et
al. 2013).
Data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)
menunjukkan bahwa populasi itik di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
2009 sebesar 40 676 menjadi 46 313 pada tahun 2013, sedangkan produksi daging
itik pada tahun 2009 sebesar 26 ribu ton dan meningkat hingga mencapai 31 ribu
ton pada tahun 2013. Hal ini menandakan meningkatnya produksi daging itik
seiring dengan meningkatnya permintaan atau kebutuhan masyarakat.
Peningkatan konsumsi daging itik lokal diharapkan dapat menjadi sumber
alternatif untuk mengurangi ketergantungan daging impor dari luar negeri
(Matitaputty dan Suryana 2010).
Kandungan gizi daging itik memiliki kadar protein yang tidak berbeda jauh
dengan daging ayam, yaitu pada daging itik berkisar antara 18.6–20.8%,
sedangkan pada daging ayam sebesar 21.4–22.6%. Kandungan lemak daging itik
dua kali lebih besar dari daging ayam, yaitu daging itik memiliki kandungan
lemak sebesar 8.2%, sedangkan daging ayam 4.8% (Matitaputty dan Suryana
2010).
Bahan pangan harus melewati beberapa proses sebelum dapat dikonsumsi,
yaitu penyiapan dan pengolahan. Daging harus memenuhi persyaratan aman dan
layak dikonsumsi karena daging dapat berpotensi membawa penyakit hewan ke
manusia (foodborne zoonosis). Daging juga merupakan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan bakteri serta dapat pula mengandung residu antibiotik,
hormon dan cemaran logam berat yang dapat membahayakan kesehatan
konsumen.
Keamanan pangan merupakan salah satu usaha dalam menciptakan makanan
yang aman dan berkualitas. Makanan yang terkontaminasi oleh mikroba patogen
menjadi masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan penyakit atau disebut
juga foodborne disease. Kasus foodborne disease terbanyak di dunia diakibatkan
oleh bakteri Salmonella, Campylobacter jejuni, dan Enterohaemorrhagic
Escherichia coli (Motarjemi et al. 2006). Prinsip penanganan foodborne disease
dilakukan dengan penerapan higiene dan sanitasi pangan, dimulai dari peternakan
hingga dihidangkan (safe from farm to table).
Kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan yang semakin tinggi
mendorong perlunya informasi/data tentang status mikroba dalam daging itik.
Data mengenai jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di Indonesia
2
belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
total mikroba dan koliform dalam daging itik.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status
mikrobiologi dalam daging itik berdasarkan jumlah total mikroba dan koliform.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daging Itik
Daging itik dan angsa memiliki warna daging yang lebih gelap
dibandingkan dengan daging ayam yang memiliki warna daging lebih terang dan
lebih putih. Menurut Soeparno (2005) daging yang sebagian besar terdiri atas
serabut merah mempunyai kadar protein lebih rendah dan kadar lemak lebih tinggi
dibandingkan dengan daging yang tersusun serabut putih. Perbedaan warna
daging pada spesies unggas karena perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin),
pigmen darah (hemoglobin), dan komponen lain seperti protein, lemak, vitamin
B12, dan flavin. Kandungan lemak yang tinggi pada daging itik dapat
mempercepat laju oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan. Oksidasi
lipida merupakan reaksi utama perusak bahan pangan yang menyebabkan
penurunan kualitas pangan secara nyata (Matitaputty dan Suryana 2010).
Kandungan lemak yang relatif tinggi menyebabkan daging itik memiliki bau
yang lebih amis. Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lipida.
Selain itu, pada daging itik, total asam lemak tidak jenuh lebih tinggi daripada
total asam lemak jenuh. Penyebab utama penurunan kualitas daging karena
perubahan komponen lemak melalui proses oksidasi lemak secara enzimatik dari
pangan, mikroba atau melalui kontaminasi dengan bahan lain (Hustianty 2001
dalam Riskawati 2006).
Jumlah Total Mikroba
Indonesia mempunyai standar nasional yang berkaitan dengan keamanan
pangan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini memuat tentang
memproduksi bahan pangan yang benar, mengukur cemaran, dan menyajikan
batas maksimum cemaran yang diperkenankan. Standar ini diharapkan dapat
memberikan jaminan keamanan produk pangan Indonesia. Pengujian mutu suatu
bahan pangan memerlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji
3
mikroba, dan uji organoleptik. Uji mikroba adalah salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan, juga dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan pangan. Pengujian mikroba
pada suatu pangan akan selalu mengacu pada persyaratan pangan yang sudah
ditetapkan.
Pengujian jumlah total mikroba umumnya dilakukan pada bahan pangan
untuk mengetahui gambaran jumlah mikroba yang terkandung dalam pangan.
Pengujian jumlah mikroba dilakukan untuk mengetahui kualitas mikrobiologik
bahan baku dan produk akhir, kondisi higiene selama proses produksi,
penanganan dan penyimpanan, penentuan masa simpan produk, dan penentuan
tingkat kontaminasi lingkungan produksi (Lukman et al. 2009). Pengujian dengan
metode hitungan cawan merupakan salah satu cara dalam menghitung jumlah total
cemaran mikroba.
Koliform
Koliform merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat
aerobik atau anaerobik fakultatif. Koliform dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti Enterobacter
aerogenes, Klebsiella, dan Serratia (Kornacki dan Johnson 2001). Habitat alami
koliform adalah di dalam saluran pencernaan dan di lingkungan (tanah dan air).
Bakteri ini sering mengontaminasi bahan makanan dan keberadaannya juga dapat
mencerminkan indikator dari proses pengolahan atau sanitasi yang kurang baik.
Keberadaannya dalam jumlah tinggi pada makanan olahan menunjukkan adanya
kemungkinan pertumbuhan bakteri patogen. Koliform biasanya digunakan sebagai
indikator kebersihan, karena keberadaannya berbanding lurus dengan tingkat
kontaminasi air. Keberadaan koliform pada bahan pangan menunjukkan bahwa
bahan pangan tersebut tercemar kotoran akibat pengolahan yang kurang baik.
Oleh karena itu, persyaratan higiene sangat penting agar tidak menjadi sumber
kontaminasi pada daging (Dewantoro et al. 2009).
Menurut BSN (2009) syarat mutu mikroba dalam daging segar/beku
mengandung angka lempeng total maksimum 1 x 106 cfu/g dan koliform
maksimal 1 x 102 cfu/g. Untuk mendapatkan suatu daging dan produk olahannya
yang berkualitas maka harus memenuhi persyaratan kualitas produk unggas yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Salah satu persyaratan kualitas
produk unggas adalah bebas mikroba patogen seperti Salmonella sp dan
Campylobacter sp, sedangkan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak
boleh melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging seperti pada Tabel
1.
4
Tabel 1 Syarat maksimum mikroba dalam daging
No
Jenis
Satuan
Persyaratan
1
Total Plate Count
cfu/g
maksimum 1 x 106
2
Koliform
cfu/g
maksimum 1 x 102
3
Staphylococcus aureus
cfu/g
maksimum 1 x 102
4
Salmonella sp
per 25 g
0
5
Escherichia coli
cfu/g
maksimum 1 x 101
6
Campylobacter sp
per 25 g
0
Sumber: SNI 01-3924-2009
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai dengan Februari 2014.
Itik berasal dari beberapa peternakan di wilayah Kabupaten Bogor. Pemotongan
itik dilakukan di tempat pemotongan unggas Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik, buffer pepton
water (BPW) 0,1% (Pronadisa 1402.00) 225 ml dan 9 ml, plate count agar (PCA)
(Acumedia 7157A), violet red bile agar (VRB) (Himedia M049S), dan Alkohol
70%.
Alat yang digunakan pada penelitian adalah inkubator 37 oC, plastik steril,
coolbox, label, spidol, tabung reaksi steril dan penutup, tabung erlenmeyer steril,
pipet steril, cawan petri steril, gunting steril, pinset steril, api bunsen, vortex, dan
stomacher.
Metodologi
Besaran Sampel
Besaran sampel dihitung menggunakan software WinEpiscope 2.0, dengan
menggunakan asumsi sebagai berikut: tingkat kepercayaan 95%, prevalensi
dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang didapatkan sebesar
53 sampel dengan rincian Kecamatan Ciomas sebanyak 8 sampel, Gunung Sindur
5 sampel, Klapanunggal 7 sampel, Jasinga 17 sampel, dan Jonggol sebanyak 16
sampel.
5
Desain Penelitian
Unit sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah itik pedaging yang
berasal dari Kabupaten Bogor. Variabel yag diamati adalah penghitungan total
mikroba dan koliform dalam daging itik pada media agar.
Pengujian Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode Hitungan
Cawan
Penelitian ini menggunakan metode hitungan cawan. Media yang digunakan
adalah PCA untuk menghitung jumlah total mikroba dan VRB untuk menghitung
jumlah koliform. Pengujian dilakukan dengan mengambil daging itik sebanyak 25
gram dan dimasukkan ke dalam plastik steril. Larutan BPW 0.1% (dari 225 ml)
pada tabung erlenmeyer dituang ke dalam plastik steril yang berisi daging
sebanyak 100 ml, kemudian dihancurkan selama 1 menit menggunakan stomacher.
Daging yang telah dihancurkan kemudian dicampur ke dalam sisa larutan BPW
0.1% (menjadi pengenceran 10-1). Pengenceran dilanjutkan sampai dengan 10-5.
Pengenceran yang ditanam untuk penghitungan jumlah total mikroba adalah 10-2,
10-3, 10-4, dan 10-5, sedangkan pengenceran yang ditanam untuk penghitungan
jumlah koliform adalah 10-1, 10-2, dan 10-3. Pengenceran dilakukan dengan cara
memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 pada tabung erlenmeyer ke tabung
reaksi 9 ml larutan BPW 0.1% pertama dan seterusnya. Sebanyak 1 ml larutan
dari pengenceran yang telah ditentukan, dimasukkan ke dalam cawan petri steril
yang telah diberi label sebelumnya sesuai dengan angka pengenceran. Sebanyak
10-15 ml media agar dituang ke masing-masing cawan petri yang telah berisi
biakan. Kemudian media dihomogenkan secara perlahan dan dibiarkan memadat
pada suhu ruang. Biakan diinkubasi selama 24- 48 jam pada suhu 37 oC.
Penghitungan Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode
Hitungan Cawan
Penghitungan koloni dilakukan setelah biakan diinkubasi selama 24-48 jam.
Semua koloni yang tumbuh pada media PCA dihitung tanpa terkecuali. Gambar 1
menunjukkan koloni yang tumbuh pada PCA. Penghitungan koliform dilakukan
pada koloni yang berbentuk bulat dan berwarna merah muda dalam media VRB
(Gambar 2).
Gambar 1 Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1)
6
Gambar 2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)
Pedoman Penghitungan Jumlah Mikroba (menurut APHA 2002)
Penghitungan dilakukan pada semua koloni yang tumbuh dalam cawan petri,
baik yang mempunyai ukuran koloni besar maupun kecil. Cawan petri yang
memiliki jumlah koloni 25-250 dicatat jumlahnya beserta pengenceran yang
digunakan. Apabila dari tiga atau empat pengenceran, hanya satu yang memiliki
nilai 25-250 koloni, maka hasil tersebut diambil sebagai nilai dari jumlah koloni.
Apabila terdapat dua pengenceran yang menunjukkan nilai 25-250 koloni, maka
jumlah koloni dihitung dari setiap tingkat pengenceran. Hasil penghitungan
tingkat pengenceran tertinggi lebih besar atau sama dengan dua kali nilai tingkat
pengenceran terendah, maka nilai koloni diambil dari pengenceran terendah. Hasil
penghitungan tingkat pengenceran tertinggi lebih kecil dari dua kali nilai tingkat
pengenceran terendah, maka nilai rataan keduanya diambil sebagai nilai dari
jumlah koloni. Apabila tidak ada cawan petri yang memiliki nilai 25-250 koloni,
dan satu atau lebih cawan petri memiliki nilai lebih dari 250 koloni, maka jumlah
koloni yang mendekati 250 diambil sebagai nilai estimasi jumlah koloni. Apabila
seluruh cawan petri memiliki jumlah koloni kurang dari 25 koloni, maka jumlah
koloni dari tingkat pengenceran terendah diambil sebagai nilai estimasi jumlah
koloni. Hasilnya dilaporkan dalam jumlah koloni:
jumlah mikroba (cfu/ml atau cfu/gram): jumlah koloni x faktor pengenceran
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan
dianalisa secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik
Jumlah mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung
atau tidak langsung dengan sumber–sumber kontaminasi mikroba, seperti tanah,
udara, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia maupun hewan.
Sebanyak 53 sampel daging itik berasal dari 5 kecamatan di Kabupaten Bogor,
yaitu Ciomas, Gunung Sindur, Klapanunggal, Jasinga, dan Jonggol. Rataan
jumlah mikroba dalam daging itik yaitu 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g, berada di
bawah ambang batas maksimum cemaran mikroba sesuai dengan SNI 01-3924
7
tahun 2009 yaitu 1 x 106 cfu/g. Hasil penghitungan jumlah mikroba dalam daging
itik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah total mikroba dalam daging itik
Jumlah total mikroba (cfu/g)
Kecamatan
N
Batas bawah
Batas atas
Rataan ± SD
Ciomas
8
2 800
102 000
18 125 ± 33 991.21
Gn. Sindur
5
4 300
770 000
173 080 ± 334 332.09
Klapanunggal
7
300
36 000
6 771.43 ± 12 970.70
Jasinga
16
14 700
8 800 000
1 398 937.50 ± 2 550 989.37
Jonggol
17
2 400
1 180 000
112 494.12 ± 282 520.62
Rataan
341 881.61 ± 642 960.80
Kontaminasi mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari hewan (kulit, kuku, isi jeroan), pekerja
atau manusia yang mengontaminasi produk ternak, peralatan (pisau, alat potong,
box), bangunan (lantai), lingkungan (udara, air, tanah), dan kemasan. Faktor
internal lainnya yang mempengaruhi kolonisasi mikroba, yaitu suhu tubuh, pH,
dan stres pada saat pemeliharaan maupun transportasi (Abun 2008).
Berdasarkan hasil penghitungan mikroba dalam daging itik, jumlah tertinggi
dari keseluruhan Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor didapatkan dari
Kecamatan Jasinga yaitu sebesar 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g yang
melebihi ambang batas cemaran mikroba sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009.
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya total mikroba dalam daging itik
yang berasal dari Kecamatan Jasinga kemungkinan disebabkan oleh suhu yang
panas saat pengambilan sampel itik dan jarak tempuh perjalanan yang sangat jauh.
Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres pada ternak.
Stres pada ternak akan mengakibatkan penurunan pH yang cepat saat suhu
tubuh masih tinggi, sehingga akan mendenaturasi protein sel otot dan air akan
banyak dilepas. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas daging yang
disebut dengan pale, soft, and exudative (PSE). PSE ditandai dengan warna
daging yang pucat, lembek, dan permukaan daging yang basah (Lukman et al.
2009). Daging yang lembek dan basah sangat disukai oleh mikroba. Sehingga
dapat terjadi kontaminasi mikroba lebih tinggi dibandingkan daging normal.
Jumlah Koliform dalam Daging Itik
Sampel daging itik di wilayah Kabupaten Bogor memiliki rataan jumlah
koliform sebesar 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Hasil penghitungan jumlah
koliform dalam daging itik disajikan pada Tabel 3.
8
Tabel 3 Jumlah koliform dalam daging itik
Jumlah koliform (cfu/g)
Kecamatan
N
Batas bawah
Batas atas
Rataan ± SD
Ciomas
8
50
61 000
7 933.75 ± 21 445.13
Gn. Sindur
5
30
12 900
2 648 ± 5 731.31
Klapanunggal
7
0
6 700
1 277.14 ± 2 417.51
Jasinga
16
1 390
349 000
87 556.88 ± 103 850.73
Jonggol
17
110
147 000
23 094.41 ± 43 039.41
Rataan
24 502.04 ± 35 296.82
Berdasarkan Tabel 3, rataan jumlah koliform dalam daging itik yang berasal
dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor berada di atas ambang batas
maksimum cemaran koliform sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009 yaitu lebih
besar dari 1 x 102 cfu/gr. Tingginya jumlah koliform pada penelitian ini karena
kondisi sanitasi air yang buruk pada saat pemotongan dan pencucian daging itik.
Terjadinya kontaminasi mikroba patogen pada daging unggas disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti sanitasi yang buruk di peternakan, rumah potong unggas
atau tempat pengolahan daging (Bontong et al. 2012). Jenis Enterobacter
Escherichia coli dan Klebsiella disebut kelompok bakteri koliform yang
merupakan indikator dalam sanitasi. Menurut Harijani et al. (2013) bakteri
koliform dapat menjadi indikator suatu kondisi yang berbahaya dan berhubungan
erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan dan sanitasi dalam proses
penanganan daging.
Kontaminasi daging oleh mikroba patogen sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan penyakit jika terjadi
kesalahan dalam penanganan seperti, alat–alat yang tidak bersih, petugas yang
tidak menjaga kebersihan sekitar, dan penggunaan air yang tidak bersih pada saat
pencucian daging (Destriyana et al. 2013). Penanganan secara higienis dan
sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi kontaminasi dalam daging.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rataan jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah
Kabupaten Bogor secara berurutan adalah 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g, dan 24
502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik
tertinggi berasal dari Kecamatan Jasinga yaitu sebesar 1 398 937.50 ± 2 550
989.37 cfu/g dan 87 556.88 ± 103 850.73 cfu/g.
9
Saran
Perlu adanya perhatian terhadap pemeliharaan ternak dimulai dari
lingkungan kandang, suhu, kelembaban, transportasi yang dapat mempengaruhi
kontaminasi pada daging, pengawasan terhadap kualitas sumber air yang
disediakan pada tempat pemotongan daging. Selain itu, adanya perbaikan dalam
pencucian peralatan sebelum dan sesudah pemotongan untuk mengurangi adanya
kontaminasi koliform dalam daging. Pelatihan dan penyuluhan praktik higiene
dan sanitasi juga perlu dilakukan kepada pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2008. Hubungan mikroflora dengan metabolism saluran pencernaan unggas
dan monogastrik [makalah ilmiah]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Bontong RA, Mahatmi H, Suada IK. 2012. Kontaminasi bakteri Escherichia coli
pada daging se’i sapi yang dipasarkan di kota Kupang. Indones Med Vet. 1
(5): 699-711.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-3924-2009 tentang Mutu dan
Karkas Daging Ayam. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Destriyana LM, Swacita IBN, Besung INK. 2013. Pemberian perasan bahan
antimikroba alami dan lama penyimpanan pada suhu kulkas (5 oC) terhadap
jumlah bakteri koliform pada daging babi. Bul Vet Udayana. 5 (2): 122-131.
Dewantoro GI, Adiningsih MW, Punawarman T, Sunartati T, Afiff U. 2009.
Tingkat prevalensi Escherichia coli dalam daging beku yang dilalulintaskan
melalui pelabuhan penyeberangan Merak. JIPI. 14(3): 211-216.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Harijani N, Rahadi USE, Nazar DS. 2013. Isolasi Escherichia coli pada daging
yang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Surabaya Selatan. Vet Med.
6 (1): 39-44.
Kornacki JL, Johnson JL. 2001. Enterobacteriaceae, Coliforms, and Escherichia
coli as quality and safety indicators. Di dalam Downess FP, Ito K, editor.
Microbiological Examination of Foods. USA (US): American Public Health
Association.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.
Matitaputty PR, Suryana. 2010. Karakteristik daging itik dan permasalahan serta
upaya pencegahan off- flavor akibat oksidasi lipida. Wartazoa. 20 (3): 130138.
Motarjemi Y, Moarefi A, Jacob M. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus
Pendidikan Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.
Nurohim, Nurwantoro, Sunarti D. 2013. Pengaruh metode marinasi dengan
bawang putih pada daging itik terhadap pH, daya ikat air, dan total koliform.
Animal Agric J. 2(1): 77-85.
10
Riskawati E. 2006. Komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang
diberi pakan mengandung tepung daun Beluntas (Plucea indica. L) pada
taraf berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
11
LAMPIRAN
12
Lampiran 1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan
Pengenceran
PCA
-2
-3
Total (cfu/g)
-4
-5
Kecamatan Ciomas
1
50
6
0
0
5000
2
354
102
29
0
102000
3
83
25
0
0
8300
4
32
8
3
0
3200
5
86
16
0
0
8600
6
100
31
0
0
10000
7
28
8
0
0
2800
51
13
2
0
5100
43
13
0
0
4300
8
Kecamatan Gn. Sindur
9
10
58
0
0
0
5800
11
1128
258
77
0
770000
12
351
55
4
0
55000
236
37
2
0
30300
14
3
1
2
2
300
15
35
3
3
1
3500
16
41
3
0
0
4100
17
361
36
2
0
36000
18
5
1
0
0
500
19
10
3
0
0
1000
20
4
0
0
2000
21
270
27
9
0
27000
22
163
39
8
0
16300
13
Kecamatan Klapanunggal
20
Kecamatan Jasinga
23
147
43
11
6
14700
24
TBUD
644
162
20
1620000
25
TBUD
398
94
38
940000
26
131
49
13
1
13100
27
TBUD
754
152
31
1520000
28
517
342
77
12
770000
29
TBUD
TBUD
680
66
6600000
30
TBUD
408
368
88
8800000
31
417
46
6
1
46000
32
TBUD
254
26
3
260000
33
TBUD
412
72
4
720000
34
TBUD
302
96
4
960000
35
36
249
320
23
51
3
1
1
0
24900
51000
13
Pengenceran
PCA
-2
-3
Total (cfu/g)
-4
-5
Kecamatan Jonggol
37
149
10
0
0
14900
38
639
222
73
7
222000
39
94
4
0
0
9400
40
24
5
3
0
2400
41
57
2
1
0
5700
42
610
529
118
3
1180000
43
48
1
0
0
4800
44
89
3
1
0
8900
45
368
142
1
0
142000
46
74
2
0
0
7400
47
187
3
0
1
18700
48
630
112
6
13
112000
49
106
3
1
0
10600
50
139
90
2
0
13900
51
177
14
0
0
17700
52
691
127
7
22
127000
53
150
17
0
1
15000
14
Lampiran 2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan
VRB
Pengenceran
Total (cfu/g)
-1
-2
-3
1
26
3
1
260
2
381
254
61
61000
3
113
35
1
1130
4
8
2
0
80
5
23
11
2
230
6
63
1
1
630
7
9
1
0
90
8
5
0
0
50
9
13
0
0
130
10
15
3
0
150
11
561
129
42
12900
12
3
1
0
30
13
3
0
0
30
3
0
0
30
15
0
0
0
0
16
48
0
0
480
17
46
26
0
460
18
308
67
9
6700
Kecamatan Ciomas
Kecamatan Gn. Sindur
Kecamatan Klapanunggal
14
22
3
0
220
105
6
0
1050
21
139
38
2
1390
22
223
58
4
2230
19
20
Kecamatan Jasinga
23
151
52
2
1510
24
TBUD
TBUD
349
349000
25
TBUD
381
111
111000
26
206
29
3
2480
27
TBUD
377
97
97000
28
TBUD
TBUD
98
98000
29
TBUD
TBUD
257
257000
30
TBUD
TBUD
212
212000
31
TBUD
74
12
7400
32
TBUD
650
107
107000
33
TBUD
350
66
66000
15
Pengenceran
VRB
Total (cfu/g)
-1
-2
-3
34
TBUD
366
63
63000
35
TBUD
209
49
20900
36
254
50
6
5000
37
55
12
1
550
38
TBUD
TBUD
147
147000
39
38
24
0
380
40
14
1
1
140
41
11
4
2
110
42
TBUD
563
85
85000
43
38
5
0
380
44
35
5
0
350
45
73
8
0
730
46
396
36
9
3600
47
TBUD
48
3
4800
48
TBUD
305
72
72000
49
96
12
0
960
50
248
36
9
3040
51
245
39
12
3175
52
TBUD
514
68
68000
53
208
27
13
2390
Kecamatan Jonggol
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 1992 dari keluarga Bapak Anang
Sugiharto dan Ibu Rosnaini, sebagai anak tunggal. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat
dasar di SDN 312 Plaju Palembang tahun 2004, pendidikan sekolah menengah pertama di
SMPN 15 Palembang pada tahun 2007 dan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 4
Palembang pada tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama masa
perkuliahan, penulis bergabung dalam anggota Himpunan Profesi Satwa Liar dan mengikuti
seluruh kegiatan wajib sebagai mahasiswa FKH IPB.