Studi Penggunaan Amida Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengemulsi Lateks Pekat

(1)

STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

LATEKS PEKAT

TESIS

Oleh

ELFI SYAFRINI 087006010/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

LATEKS PEKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELFI SYAFRINI 087006010/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI LATEKS PEKAT

Nama Mahasiswa : Elfi Syafrini Nomor Pokok : 087006010 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Marpongahtun, MSc) (Dra. Yugia Muis, MSi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Prof. Dr. Eddy Marlianto,MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 17 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Marpongahtun, MSc Anggota : 1. Dra. Yugia Muis, MSi 2. Drs. Adil Ginting, MSc

3. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 4. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang


(5)

PERNYATAAN

STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

LATEKS PEKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kemagisteran di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya serta pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2010 Penulis


(6)

ABSTRAK

Metil ester asam lemak campuran dapat dibuat melalui reaksi interesterifikasi antara minyak kelapa dan metanol dengan katalis H2SO4(p) pada suhu 800C selama 5 jam.

Hasil ester asam lemak campuran ini direaksikan dengan urea selama 5 jam pada suhu 1400C menghasilkan amida asam lemak campuran. Amida tersebut ditambahkan pada lateks pekat dengan konsentrasi 0%; 0,03%; 0,05%; 0,07%; 0,09% dan waktu penyimpanan selama 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari. Hasil yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan GC, Spektroskopi FT – IR, HLB dan MST. Data analisa menunjukkan bahwa terbentuknya metil ester asam lemak campuran dan amida asam lemak campuran. Aplikasi penggunaan amida asam lemak campuran pada lateks pekat memberikan nilai MST pada konsentrasi 0,09% dengan waktu penyimpanan 10 – 25 hari dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kata kunci : Metil ester asam lemak campuran, Amida asam lemak campuran Lateks pekat dan Emulsifier


(7)

STUDY THE USE OF FATTY ACID AMIDE MIXTURE OF COCONUT OIL AS AN INGREDIENT EMULSIFIER CONCENTRATED LATEX

ABSTRACT

Fatty acid methyl ester mixture can be made through interesterification reaction between coconut oil and methanol with a catalyst H2SO4(p) at a temperature of 800C

for five hours. The result of this mixture of fatty acid ester is reacted with urea for 5 hours at a temperature of 1400C to produce a mixture of fatty acid amide. Amide was added to the concentrated latex with a concentration of 0%, 0.03%, 0.05%, 0.07%, 0.09% and time of storage for 0, 5, 10, 15, 20 and 25 days. The results obtained were analyzed by using GC, Spectroscopy FT - IR, HLB and MST. Data analysis showed that the formation of a mixture of fatty acid methyl esters and fatty acid amide mixture. Applications use a mixture of fatty acid amide in concentrated latex MST values at 0.09% concentration with storage time 10-25 days and meet the Indonesian National Standard (SNI).

Keyword : Methyl ester fatty acid mixture, Amide fatty acid mixture, Consentrated latex and Emulfisier


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis sampaikan Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkanNya sehingga tesis yang berjudul “Studi Penggunaan Amida Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengemulsi Lateks Pekat” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan selesainya tesis ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Gubernur Sumatera Utara c. q. Ketua Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. MSc (CTM). Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ilmu Kimia.

Direktur Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Eddy Marlianto, Msc dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Dr. Marpongahtun, MSc selaku pembimbing utama dan Ibu Dra. Yugia Muis, Msi selaku anggota komisi pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian selalu memberikan bimbingan, motivasi, kritk dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bapak Drs. Adil Ginting, Msi, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD, Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, MPhill dan Prof. Dr. Yunazar Manjang selaku

penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk membantu penulis menyelesaikan tesis ini


(9)

3. Bapak Drs. Adil Ginting, MSc selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik dan asisten (Aspriadi, Roby, Mery, Maria, Yemima) di Laboratorium Kimia Organik yang telah banyak membantu serta memberikan kemudahan selama penulis melakukan penelitian sehingga selesainya penelitian ini.

4. Orang tua saya Ayahanda Syafruddin, Amd dan Ibunda Hj. Elfida Hasibuan, SPd. Abangnda M. Fahran Faisal, SP serta adik-adik saya (Syafwan Elfi Sandra, Amd dan Syafrizal Elfi Sandri, Amd) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang dan motivasi baik dalam do’a, tenaga dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Ilmu Kimia Universitas Sumatera

Utara yang telah membimbing dan memberikan motivasi bagi penulis sampai selesainya tesis ini.

6. Bapak Kepala SMA Negeri 19 Medan Drs. H. Paimin yang memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Ilmu Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan Ilmu Pengetahuan demi kemajuan Nusa dan bangsa.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Syafruddin, Amd dan Hj. Elfida Hasibuan, SPd yang lahir pada tanggal 26 Juli 1985 di Medan.

Penulis menjalani masa pendidikan di SD Negeri 081234 Sibolga tamat tahun 1996, kemudian SMP Negeri 3 Sibolga tamat tahun 1999 dan melanjut ke SMA Negeri 16 Medan tamat tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri medan Jurusan Pendidikan Kimia dan lulus tahun 2007.

Penulis menjadi pengajar di SMA Negeri 19 Medan dan SMA Swasta PGRI 12 Medan setelah mendapat gelar sarjananya sampai saat ini. Bulan September 2008, penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Ilmu Kimia yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Melalui BAPPEDA Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. Perumusan Masalah ... 4

1. 3. Pembatasan Masalah ... 4

1. 4. Tujuan Masalah ... 4

1. 5. Manfaat Penelitian ... 4

1. 6. Lokasi Penelitian ... 5

1. 7. Metodologi Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2. 1. Minyak kelapa ... 7

2. 2. Asam Lemak ... 9

2. 3. Metil Ester Asam lemak ... 11

2. 4. Amida Asam Lemak ... 15

2. 5. Lateks ... 20

2. 6. Lateks Pekat ... 23

2. 7. Surfaktan ... 27


(12)

2. 9. Amida Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa Sebagai

Bahan Pemantap ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

3. 1. Peralatan ... 35

3. 2. Bahan ... 35

3. 3. Prosedur Penelitian ... 36

3. 3. 1. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran... 36

3. 3. 2. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran ... 36

3. 3. 3. Penentuan Tegangan Permukaan ... 37

3. 3. 4. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat... 37

3. 3. 5. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik (MST) ... 38

3. 3. 6. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) ... 39

3. 4. Bagan Penelitian ... 40

3. 4. 1. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran ... 40

3. 4. 2. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran ... 41

3. 4. 3. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat ... 42

3. 4. 4. Penentuan Waktu kemantapan Mekanik (MST) ... 43

3. 4. 5. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) ... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4. 1. Metil Ester Asam Lemak Campuran ... 45

4. 2. Amida Asam Lemak Campuran ... 50

4. 3. Hubungan Amida Asam Lemak Campuran dengan Harga Keseimbangan Hidrofilik Lipofilik (HLB) ... 54

4. 4. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat .... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5. 1. Kesimpulan... 61

5. 2. Saran ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2. 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa ... 8

2. 2. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa ... 9

2. 3. Komposisi Lateks Segar ... 23

2. 4. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ... 26

2. 5. Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi ... 29

4. 1. Hasil Perolehan Metil Ester Asam Lemak Campuran ... 45

4. 2. Komposisi Asam Lemak Campuran dari Minyak Kelapa ... 47

4. 3. Hasil Perolehan Amida Asam Lemak Campuran ... 50

4. 4. Nilai Tegangan Permukaan pada Berbagai Konsentrasi Surfaktan ... 55

4. 5. Harga MST Lateks Pekat dengan Amida Asam Lemak Campuran pada Berbagai Waktu Penyimanan... 58

4. 6. Harga MST Lateks Pekat dengan Amonium Laurat Pada Berbagai Waktu Penyimpanan ... 58


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2. 1. Reaksi Pembentukan Trigliserida ……….. 7

2. 2. Reaksi Pembentukan Asam Lemak ……… 11

2. 3. Reaksi Esterifikasi Metil Ester Asam Lemak …...………. 13

2. 4. Reaksi Interesterifikasi Metil Ester Asam Lemak ……….. 14

2. 5. Monomer dan Poliisoprena ………..…………... 21

2. 6. Skala yang Menunjukkan Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai-nilai HLB ………... 30

3. 4. 1. Flow Sheet Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran ……… 40

3. 4. 2. Flow Sheet Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran …………... 41

3. 4. 3. Flow Sheet Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat ……… 42

3. 4. 4. Flow Sheet Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik (MST)..……… 43

3. 4. 5. Flow Sheet Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) ……….. 44

4. 1. Kromatogram Metil Ester Asam Lemak Campuran ………... 46

4. 2. Mekanisme Reaksi Pembentukan Metil Ester Asam Lemak Campuran ………... 48

4. 3. Spektrum FT – IR Metil Ester Asam Lemak Campuran ……… 49

4. 4. Mekanisme Pembentukan Amida Asam Lemak Campuran ………... 52

4. 5. Spektrum FT – IR Amida Asam Lemak Campuran ………... 53

4. 6. Grafik antara Konsentrasi dengan Tegangan Permukaan ………….. 56

4. 7. Grafik antara MST dengan Waktu Peyimpanan Amida Asam Lemak Campuran………. 59

4. 8. Grafik antara MST dengan Waktu Penyimpanan Amonium Laurat ……….. 59


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Spektrum GC Metil Ester Asam Lemak Campuran….……….. 65

2. Spektum FT – IR Metil Ester Asam Lemak Campuran ………... 66

3. Spectrum FT – IR Amida Asam Lemak Campuran ………... 67

4. Data Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan Amida Asam Lemak Campuran ……… 68

5. Grafik antara Tegangan Permukaan vs Konsentrasi ……….. 69

6. Perhitungan Harga HLB Amida Asam Lemak Campuran …………. 70

7. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ………... 71

8. Proses Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran ………... 72

9. Amida Asam Lemak Campuran yang Dikeringkan ………... 73

10. Alat Pengujian CMC ……….. 74

11. Proses Pengambilan Lateks Pekat ……….. 75

12. Sampel lateks yang ditambahkan amida asam lemak pada Variasi konsentrasi ………. 76

13. Sampel lateks yang ditambahkan ammonium laurat pada Variasi konsentrasi ………. 77

14. Sampel Lateks yang akan Diuji ……….. 78

15. Alat saat Menguji Waktu kemantapan Mekanik (MST) ………….... 79


(16)

ABSTRAK

Metil ester asam lemak campuran dapat dibuat melalui reaksi interesterifikasi antara minyak kelapa dan metanol dengan katalis H2SO4(p) pada suhu 800C selama 5 jam.

Hasil ester asam lemak campuran ini direaksikan dengan urea selama 5 jam pada suhu 1400C menghasilkan amida asam lemak campuran. Amida tersebut ditambahkan pada lateks pekat dengan konsentrasi 0%; 0,03%; 0,05%; 0,07%; 0,09% dan waktu penyimpanan selama 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari. Hasil yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan GC, Spektroskopi FT – IR, HLB dan MST. Data analisa menunjukkan bahwa terbentuknya metil ester asam lemak campuran dan amida asam lemak campuran. Aplikasi penggunaan amida asam lemak campuran pada lateks pekat memberikan nilai MST pada konsentrasi 0,09% dengan waktu penyimpanan 10 – 25 hari dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kata kunci : Metil ester asam lemak campuran, Amida asam lemak campuran Lateks pekat dan Emulsifier


(17)

STUDY THE USE OF FATTY ACID AMIDE MIXTURE OF COCONUT OIL AS AN INGREDIENT EMULSIFIER CONCENTRATED LATEX

ABSTRACT

Fatty acid methyl ester mixture can be made through interesterification reaction between coconut oil and methanol with a catalyst H2SO4(p) at a temperature of 800C

for five hours. The result of this mixture of fatty acid ester is reacted with urea for 5 hours at a temperature of 1400C to produce a mixture of fatty acid amide. Amide was added to the concentrated latex with a concentration of 0%, 0.03%, 0.05%, 0.07%, 0.09% and time of storage for 0, 5, 10, 15, 20 and 25 days. The results obtained were analyzed by using GC, Spectroscopy FT - IR, HLB and MST. Data analysis showed that the formation of a mixture of fatty acid methyl esters and fatty acid amide mixture. Applications use a mixture of fatty acid amide in concentrated latex MST values at 0.09% concentration with storage time 10-25 days and meet the Indonesian National Standard (SNI).

Keyword : Methyl ester fatty acid mixture, Amide fatty acid mixture, Consentrated latex and Emulfisier


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Kelapa merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak yang cukup tinggi. Sebagai negara kepulauan dan berada didaerah tropis, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa di dunia. Menurut Asia dan Pasifik Coconut Community (APCC) (2008), pada tahun 2000 luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.76 juta Ha dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 miliar butir. Bahkan pada tahun 2005, produksi kelapa di Indonesia mencapai 849 miliar ton.

Produksi pengolahan minyak di Indonesia memiliki nilai ekonomis namun masih terbatas pada minyak goreng dan sebagai bahan baku industri (Suhardiman, 1999). Peningkatan produksi minyak kelapa akan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap pendapatan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat petani kelapa. Maka peningkatan nilai tambah tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan minyak kelapa untuk menghasilkan produk seperti surfaktan.

Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai bahan pengemulsi, deterjen, zat anti busa, zat pembasah dan penyebar. Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan surfaktan karena memiliki kandungan asam laurat yang cukup tinggi yaitu sekitar 44–52% (Ketaren, 1986). Asam laurat merupakan salah satu asam lemak jenuh yang dapat larut dalam pelarut polar seperti air maupun


(19)

karboksil di ujung lainnya. Surfaktan asam laurat banyak digunakan sebagai bahan pelembut, pengental, pelembab dan bahan pengemulsi (Wikipedia, 2010).

Bahan pengemulsi merupakan bahan yang apabila ditambahkan akan menghambat laju koagulan pada lateks pekat. Penggunaan bahan pengemulsi bertujuan untuk menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan ion-ion logam yang dikandung lateks, karena apabila ion-ion tersebut tidak terendapkan maka akan ikut mempercepat laju koagulasi yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan.

Lateks pekat merupakan getah yang disadap yang mengandung Kadar Karet Kering sekitar 60% (Cut, 2006). Lateks pekat berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Cairan ini belum mengalami penggumpalan baik dengan tambahan atau tanpa bahan pengemulsi (Hani, 2009).

Beberapa bahan pengemulsi yang banyak digunakan pada perusahaan atau tempat pengolahan lateks adalah natrium karbonat, amonium laurat, formaldehid, natrium sulfit, diamonium hidrofosfat dan kalium stearat. Dari beberapa bahan pemantap tersebut, amonium laurat yang paling banyak digunakan. Namun pada saat ini penggunaan amonium laurat sangat mahal, ini dikarenakan amonium laurat merupakan produk impor.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari pengganti amonium laurat sebagai bahan pengemulsi lateks dengan menggunakan hasil alam Indonesia, diantaranya Rusdan (1985) yang menggunakan sabun natrium dari minyak inti sawit sebagai bahan pemantap lateks pekat. Hasil penelitian menunjukkan pemberian sabun


(20)

memberikan nilai waktu kemantapan mekanik yang baik, namun penggunaan sabun kurang praktis. Ini dikarenakan pada proses pencucian dan penyaringan sabun memerlukan peralatan tambahan serta keterampilan kerja yang tinggi agar persentase sabun yang diperoleh tinggi.

Penelitian juga dilakukan oleh Darwin, dkk (1989) yang menggunakan derivat sulfonat dari asam lemak minyak kelapa dan inti sawit sebagai bahan pemantap. Namun hasil penelitian ini belum sebaik amonium laurat karena bahan pemantap yang dihasilkan mengandung natrium yang memberikan hasil akhir yang tidak disukai pihak industri pengolahan bahan cecair lateks.

Pudjosunaryo (2000) juga pernah melakukan penelitian dengan menggunakan sabun kalium dari fraksi stearin minyak sawit sebagai pemantap lateks dalam pembuatan karet alam cair namun hasilnya juga belum sebaik amonium laurat.

Selain itu ada juga penelitian tentang sintesa amida asam lemak dari minyak kelapa, inti sawit, stearin dan lemak lembu sebagai bahan pemantap lateks yang dilakukan Brahmana (1991). Dalam penelitian ini minyak kelapa, inti sawit dijadikan amida asam lemak dengan menggunakan amonia sebagai pembentuk amida namun proses ini agak rumit karena berlangsung pada suhu – 350C.

Berdasarkan alasan diatas dan merujuk dari penelitian sebelumnya, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai studi penggunaan amida asam lemak campuran minyak kelapa sebagai bahan pengemulsi lateks pekat dengan menggunakan urea sebagai pembentuk amida asam lemaknya.


(21)

1. 2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh amida asam lemak campuran berbahan baku minyak kelapa terhadap kestabilan lateks pekat.

1. 3. Pembatasan Masalah

Mengingat untuk menentukan kestabilan lateks pekat tersebut mempunyai banyak kriteria, maka peneliti hanya membatasi pada waktu kemantapan mekanik (MST) dan jumlah padatan total (TSC). Ini dikarenakan produksi lateks pekat yang terbatas dan secara teoritis kedua kriteria ini sudah memenuhi standar kestabilan lateks.

1. 4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan amida asam lemak campuran dari minyak kelapa 2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan amida asam lemak campuran

berbahan baku minyak kelapa tehadap kestabilan lateks pekat

1. 5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah Untuk mendapatkan bahan pengemulsi alternatif berupa amida asam lemak berbahan baku minyak kelapa untuk menstabilkan lateks pekat


(22)

1. 6. Lokasi Penelitian

Sintesa metil ester asam lemak campuran dan amida asam lemak campuran dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU, analisis pemeriksaan nilai Hidrofilk Lipofilik Balance (HLB) dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik Farmasi USU, analisis pemeriksaan GC dan spektroskopi FT – IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA – UGM Yogyakarta sedangkan lateks pekat serta analisis waktu kemantapan mekanik (MST) dan jumlah padatan total (TSC) dilakukan Laboratorium PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi.

1. 7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Bahan yang digunakan adalah minyak kelapa dimana minyak kelapa diperoleh secara tradisional dengan cara pemanasan. Minyak kelapa yang dihasilkan terlebih dahulu dijadikan metil ester asam lemak campuran dengan menggunakan metanol, benzene dan H2SO4(p) sebagai

katalisnya. Metil ester asam lemak campuran yang diperoleh dijadikan amida asam lemak dengan menggunakan urea dimana urea yang telah dilebur dipanaskan pada suhu 1400C. Amida asam lemak yang dihasilkan diaplikasikan pada lateks pekat berjenis amonia tinggi (HA) dengan variasi konsentrasi dan variasi waktu penyimpanan.

Variabel bebas : - Konsentrasi amida asam lemak (0%; 0,03%; 0,05%; 0,07% dan 0,09%)


(23)

Variabel terikat : - Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB) - Mechanical Stability Time (MST) - Jumlah Padatan Total (TSC) Variabel Tetap : - Suhu ruangan (270C)


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging kelapa yang dikeringkan. Kandungan minyak pada kopra umumnya 60 – 65%, sedangkan daging buah kelapa sekitar 43% (Suhardiman, 1999).

Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Pembentukan trigliserida secara umum menurut reaksi seperti pada gambar 2. 1.

H2C OH R1 COOH H2C O COR1

HC OH + R2 COOH HC O COR2 + 3 H2O

H2C OH R3 COOH H2C O COR3

Gliserol asam lemak trigliserida air Gambar 2. 1. Reaksi Pembentukan Trigliserida

Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan kedalam asam laurat karena kandung asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya, komposisi asam lemak minyak kelapa dipaparkan pada tabel 2. 1.


(25)

Tabel 2. 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa

Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)

Asam lemak jenuh :

Asam Kaproat Asam Kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Arachidat

Asam lemak tak jenuh :

Asam Palmitoleat Asam Oleat Asam Linoleat

C5H11COOH

C7H15COOH

C9H19COOH

C11H23COOH

C13H27COOH

C17H35COOH

C19H39COOH

C15H29COOH

C17H33COOH

C17H31COOH

0 – 0,8 5,5 – 9,5 4,5 – 9,5 44 – 52 7,5 – 10,5

1 – 3 0 – 0,4

0 – 1,3 5 – 8 1,5 – 2,5 Sumber : Ketaren (1986)

Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa

Pengujian sifat fisika dan kimia digunakan untuk mengidentifikasi mutu minyak kelapa. Sifat fisika dan kimia minyak kelapa meliputi kandungan air, asam lemak bebas, warna, bilangan iod, bilangan penyabunan dan bilangan peroksida (Erliza, 2007). Sifat fisika dan kimia dari minyak kelapa ditunjukkan pada tabel 2. 2.


(26)

Tabel 2. 2. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa

Sifat Crude Cochin RBD

Kandungan air dan kotoran Kadar asam lemak bebas Bilangan penyabunan Bilangan iod

Bilangan peroksida Titik didih (0C)

Indeks refraksi (400C) Berat jenis Titik beku 1 3 - - 2,0 - - - - 0,1 0,07 250 – 264

7 – 12 0,5 20 – 280C 1,488 – 1,450 0,907 – 0,913

22 – 230C

0,03 0,04 250 – 264

7 – 12 0,5 20 – 280C 1,488 – 1,450 0,907 – 0,913

22 – 230C Sumber : Hui (1996)

2. 2. Asam Lemak

Asam lemak senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Asam-asam ini banyak dijumpai dalam minyak goreng, margarin atau lemak hewan. Bersama-sama dengan gliserol asam lemak merupakan penyusun utama minyak nabati atau hewan dan salah satu bahan baku untuk semua lipida pada makhluh hidup. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas maupun terikat dengan gliserida.

Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisa suatu lemak atau minyak disebut asam lemak. Asam lemak merupakan bahan dasar pada industri oleo kimia. Dari asam lemak ini dapat diturunkan berbagai turunan asam lemak seperti : amida asam


(27)

lemak, alkohol asam lemak dan metil ester asam lemak yang kemudian dapat diubah kedalam berbagai turunan asam lemak melalui amidasi, klorinasi, hidrogenasi, sulfasi, sulfonasi dan reaksi lainnya (Fessenden, 1982).

Asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi dalam dua golongan yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang memiliki perbedaan pada jumlah dan posisi ikatan rangkapnya serta bentuk molekul keseluruhannya. Biasanya asam lemak tidak jenuh terdapat dalam bentuk cis dan trans karena molekulnya akan bengkok pada ikatan rangkap.

1. Asam lemak jenuh

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikaran tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil, misalnya asam laurat, asam palmitat, asam stearat dan asam-asam lemak lainnya.

2. Asam lemak tak jenuh

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Misalnya asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan asam-asam lemak lainnya.

Asam lemak dengan atom karbon lebih dari dua belas tidak dapat larut dalam air dingin maupun air panas sedangkan untuk asam lemak dari C4, C6, C8 dan C10 dapat

menguap. Ini disebabkan karena garam-garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul rendah dan tidak jenuh lebih mudah larut dalam alkohol daripada garam-garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul tingkat jenuh.


(28)

Minyak/lemak dihidrolisa dengan pemanasan dan direfluks dengan katalis larutan metanolat yang alkalis, kemudian metanol yang berlebih diuapkan sebelum dilakukan pemberian asam sulfat secara stoikiometris yang diikuti oleh pemisahan asam lemak bebas yang terbentuk, seperti pada gambar 2. 2.

H2C O COR1 H2C OH

HC O COR2 + 3 NaOH HC OH + 3RCOONa

H2C O COR3 H2C OH

trigliserida Gliserol garam asam lemak minyak/lemak

2RCOONa + H2SO4 RCOOH + Na2SO4

Garam asam lemak asam lemak Gambar 2. 2. Reaksi Pembentukan Asam Lemak

2. 3. Metil Ester Asam Lemak

Ester merupakan salah satu kelas dari golongan senyawa organik yang sangat berguna dan dapat diubah melalui berbagai proses menjadi aneka ragam senyawa lain yang umumnya banyak dijumpai di alam seperti lemak dan lilin (Fessenden, 1999). Ester mempunyai aroma yang harum seperti aroma buah-buahan dan bunga-bungaan yang diperoleh dari minyak buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan pewangi dan bahan perasa.


(29)

Produk olahan minyak yang merupakan non pangan diantaranya adalah oleokimia. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Metil ester asam lemak digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, α-sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya.

Permintaan metil ester dari tahun ke tahun meningkat karena metil ester merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri kimia. Diperkirakan pada periode 1991 – 1993 lebih dari senilai U$ 250 juta negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis dan Singapura membutuhkan metil ester. Salah satu diantaranya adalah perusahaan Lion of Japan yang telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.

Metil ester asam lemak mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak bebas (Trisakti, 1996), diantaranya yaitu :

1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak

2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat

3) Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat


(30)

gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak

4) Metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas

5) Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%

6) Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif.

Metil ester asam lemak dapat diperoleh dengan melakukan reaksi secara esterifikasi dan interesterifikasi. Pada reaksi esterifikasi, asam lemak bebas yang terbentuk dari proses penyabunan dan hidrolisa minyak/lemak yang direaksikan secara esterifikasi dengan metanol dan membentuk metil ester asam lemak, seperti pada gambar 2. 3.

H2SO4

RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O

Asam lemak metanol metil ester asam lemak air Gambar 2. 3. Reaksi Esterifikasi Metil Ester Asam Lemak

Proses terjadinya reaksi esterifikasi dengan katalis asam sangat lambat dimana asam dan alkohol selama beberapa jam dan kedalamnya telah ditambahkan sedikit


(31)

membentuk senyawa ester. Untuk lebih meningkatkan hasil reaksi esterifikasi maka digunakan asam karboksilat atau alkohol yang berlebihan (Solomon, 1994).

Selain itu metil ester asam lemak juga dapat dibuat secara reaksi interesterifikasi dari minyak dan lemak baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Reaksi interesterifikasi dapat berlangsung dengan katalis asam atau basa.

O O

R–C–O–R’ + R”–OH R–C–O–R” + R’–OH Ester 1 alkohol 1 ester 2 alkohol 2

Reaksi ini merupakan reaksi bolak-balik sehingga perlu dilakukan dalam kondisi anhidrous. Reaksi dapat dilihat pada gambar 2. 4.

O O–C–CH2R

O O OH

O–C–CH2R + 3CH3OH RCH2 – C – OCH3 + OH

OH O

O–C–CH2R

Trigeliserida alkohol metil ester asam lemak gliserol Gambar 2. 4. Reaksi Interesterifikasi Metil Ester Asam Lemak


(32)

Reaksi esterifikasi dapat juga dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1. Reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol

RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O

2. Reaksi antara halida asam dengan alkohol

RCOCl + R’OH RCOOR’ + HCl

3. Reaksi antara anhidrida dengan alkohol

(RCO)2O + R’OH RCOOR’ + RCOOH

4. Reaksi antara karboksilat dengan alkil halida reaktif

RCOOH + R’X RCOOR’ + HX

2. 4. Amida Asam Lemak

Amida merupakan suatu senyawa yang tersusun dari C, H, O, N terbentuk dari asam karboksilat dan NH3. Dipandang dari strukturnya, amida dapat dianggap

sebagai turunan asam karboksilat dimana gugus OH diganti oleh gugus NH2 atau

dapat dianggap sebagai turunan dari amoniak dimana satu atom H-nya diganti oleh gugus alkil. Ada tiga macam amida (Ismail, 2002) yaitu :

a. Amida primer O R – C

NH2


(33)

b. Amida sekunder O R – C

NH – R

Merupakan turunan dari amoniak dimana 1 atom H-nya digantikan dengan dua gugus alkil, misalnya diasetamida

c. Amida tersier O R – C

N – R R

Merupakan turunan dari amoniak dimana 2 atom H-nya digantikan dengan dua gugus alkil, misalnya triasetamida.

Senyawa amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron menyendiri dalam suatu orbital terisi sehingga diharapkan amida dapat bereaksi dengan asam seperti amina, namun amida tidak dapat bereaksi dengan asam karena amida merupakan basa sangat lemah dengan pKb bernilai 15 – 16 (Fessenden, 1999). Keelektronegatifan oksigen lebih besar daripada karbon sehingga elektron pada karbon ditarik oleh oksigen dan atom karbon akan menjadi lebih elektropositif. Keadaan ini akan distabilkan oleh atom nitrogen yang memiliki sepasang elektron bebas sehingga membentuk resonansi seperti berikut :


(34)

O O

R C NH2 R C N+H2

kurang basa dibandingkan nitrogen amina

Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik didih dan titik cair yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intermolekul selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk ikatan phi dengan karbonil (Bresnick, 1996). Pelepasan elektron ini menstabilkan hidrida resonansi.

R H

C N H H

O Oδ- O Oδ- H C Hδ+ C Hδ+

R N R N

H H

Ikatan hidrogen pada amida Ikatan hidrogen dengan air

Amida asam lemak merupakan suatu senyawa kimia organik yang khas, dimana merupakan bahan padat yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi. Senyawa ini pada umumnya memiliki titik lebur yang tinggi, kestabilan yang baik dan paling menarik adalah memiliki kelarutan yang rendah dalam berbagai jenis pelarut.


(35)

Amida asam lemak dapat dibuat secara sintesis pada industri oleo kimia, dimana berlangsung dalam proses Batch. Pada proses ini, amoniak dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 2000C dan tekanan 345 – 690 kPa selama 10 – 12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer lauramida, miristamida serta yang lainnya.

RCOOH + NH3 RCONH2 + H2O

Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksikan amonia dengan metil ester asam lemak.

C11H23COOCH3 + NH3 C11H23CONH2 + CH3OH

Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain : 1. Dehidrasi garam amonium melalui pemanasan atau destilasi

CH3CO2NH4 CH3CONH2 + H2O

Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi fraksionasi amonium asetat. Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk menekan hidrolisis amonium asetat. Asam asetat dan air dapat dihilangkan dengan cara destilasi lambat.

2. Pemanasan asam dan urea

CH3COOH + NH2CONH2 CH3CONH2 + CO2 + NH3

Reaksi ini terjadi pada suhu 1200C, asam karbonat yang terbentuk terdekomposisi menjadi karbondioksida dan amoniak. Garam amonium juga bereaksi dengan urea pada temperatur diatas 1200C yang akan menghasilkan amida.


(36)

3. Reaksi antara amoniak pekat dengan metil ester

Pada proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang terbentuk larut dalam air maka dapat diisolasi secara destilasi. Misalnya :

CH3COOCH3 + NH3 CH3CONH2 + CH3OH

Reaksi ini biasanya terjadi dengan cepat dalam suasana dingin terutama dengan metil ester yang berat molekul yang lebih kecil. Amida yang larut akan mengalami kristalisasi dalam campuran jika didinginkan.

4. Hidrolisis dari senyawa nitril

Senyawa nitril dilarutkan dalam konsentrasi asam klorida pada suhu 400C dan sedikit demi sedikit diteteskan kedalam air

NH2

OH‐

C = N + H2O2 C + O2 O

5. Reaksi asam karboksilat dengan amoniak encer

Asam karboksilat bereaksi dengan amoniak encer sehingga terbentuklah garam amonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk menghasilkan amida (Solomon, 1994).

O O O R C OH + NH3 R C ONH4 R C NH2 + H2O


(37)

Kegunaan Amida Asam Lemak

Senyawa amida asam lemak mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu misalnya sebagai slip agent dan pelumas pada bahan resin seperti PVC, polistirena, polivinil asetat dan lainnya. Amida asam lemak yang digunakan sebagai bahan pelumas pada pembuatan resin dipakai untuk pelumas internal dan ekternal. Sebagai pelumas eksternal, amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan logam wadah pengolah resin sedangkan sebagai pelumas internal, amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer serta meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan.

Amida asam lemak juga banyak digunakan dalam bidang pengobatan yaitu dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit infeksi antara lain disentri basiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik. Selain itu senyawa amida dapat digunakan sebagai surfaktan dan anti mikroba (Sebayang, 2005).

Pada pembuatan plastik pembungkus seperti polietilen maka peranan amida asam lemak dalam hal ini adalah sebagai pelumas agar plastik pembungkus itu tidak mudah bocor ataupun pecah akibat adanya renggangan ataupun pemanasan. Amida juga dapat dimanfaatkan pada pembuatan surfaktan.

2. 5. Karet

Lateks merupakan campuran karet alam yang dengan amonia. Lateks adalah getah seperti susu dari tanaman Hevea Braziliensis yang telah disadap. Penyadapan dilakukan dengan menorehkan kulit luar bagian tengah (pembuluh lates) batang


(38)

pohon Hevea Braziliensis yang telah berumur 5 tahun keatas. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh lateks terdapat dalam keadaan steril tetapi tercemar oleh kotoran dan mikro organisme dari lingkungan. Tanaman karet mempunyai morfologi tanaman sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea braziliensis (Wikipedia, 2010)

Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprena (C5H8) yang berat molekul

rata-ratanya tersebar antara 10.000 - 400.000 . Isoprena merupakan nama umum senyawa organik dengan rumus CH2=C(CH3)CH=CH2. Isoprena adalah monomer

dari karet alam. Ada pun struktur isoprena seperti gambar 2. 5.


(39)

Sebagai bahan baku berbagai hasil karet, lateks harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks diantaranya :

• Faktor dikebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dll)

• Iklim, musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil)

• Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium atau baja tahan karat)

• Kualitas air dalam pengolahan

• Bahan-bahan kimia yang digunakan

• Komposisi lateks

Lateks juga merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam air. Pada pH netral protein lateks yang menyelimuti partikel karet bermuatan negatif. Partikel karet diselaputi oleh lapisan protein dan lipida sehingga partikel lateks tersebut bermuatan listrik. Protein terdiri dari asam amino yang terikat satu dengan lainnya melalui ikatan peptida. Asam amino yang mengandung –NH2 dan –COOH jika dilarutkan dalam air akan

membentuk ion dipolar atau zwiter ion yang bersifat amfoter (dapat bersifat asam atau basa). Dengan sifat amfoter maka pH lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemantapan lateks.

Ion dipolar berarti dalam keadaan normal mempunyai dua muatan listrik yaitu positif (+) dan negatif (-) dimana pada suasana asam lateks bermuatan positif dan pada


(40)

suasana basa lateks bermuatan negatif. Pada pH netral, lateks memiliki titik isoelektrik yang berkisar antara 4,5 – 4,8. Pada titik ini, lateks akan kehilangan kemantapannya dan partikel karet akan menggumpal.

Secara garis besar, lateks mempunyai komposisi komponen-komponen yang dapat dilihat pada tabel 2. 3.

Tabel 2. 3. Komposisi Lateks Segar

Komponen Jumlah (%)

Hidrokarbon karet Air Protein Damar Karbohidrat Lipida

Senyawa logam (Ca, Mg, K, Fe)

25 – 45 50 – 70

2 1 1,5 0,9 0,5 (de Boer, 1952)

2. 6. Lateks Pekat

Getah yang baru disadap dinamakan lateks kebun dengan kandungan kadar karet kering (KKK) sekitar 30%. Lateks kebun umumnya sangat encer, jadi perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga mencapai KKK sekitar 60%. Lateks yang mengalami kepekatan disebut dengan lateks pekat. Lateks pekat yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :


(41)

• Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh

• Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu

• Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks

• Warna putih dan berbau karet segar

• Lateks pekat mutu 1 mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60 – 60,20%

Lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Untuk itu kedalam lateks pekat yang diperoleh perlu ditambahkan bahan pengawet primer dan sekunder serta penstabil agar dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat barang jadi karet.

Sistem Kestabilan Lateks

Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks didefinisikan sebagai tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang dipelajari (Muhammad Ali, 2008). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri.


(42)

Disamping kedua faktor diatas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989) yaitu :

1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut

2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut

3. Energi bebas antar permukaan yang rendah.

Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan penggumpal seperti asam, sari buah, tawas dan pupuk. Sedangkan faktor ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba pengurai.

Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks maka mutu lateks yang dihasilkan pun menjadi kurang baik. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat pun harus memenuhi persyaratan mutu yang diantaranya adalah :

• Komposisi lateks segar

• Pengawetan lateks

• KKK lateks pekat


(43)

• Pengendapan lateks pekat

Menurut ASTM D 1076-80 dan ISO 2004, lateks pekat memiliki spesifikasi mutu berdasarkan parameter yang terdapat pada tabel 2. 4 berikut :

Tabel 2. 4. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

ASTM D. 1076-80

ISO 2004

No. Parameter

HA LA HA LA

1. Kandungan padatan total (TSC) min % 61,5 61,5 61,5 61,5

2. Kandungan karet kering (DRC) min % 60 60 60 60

3. Kandungan bukan karet max 2,0 2,0 2,0 2,0

4. Kadar amonia Min

1,6 Min 1,0 Min 1,0 Min 0,8

5. Waktu ketetapan mekanik (MST) min detik

650 650 540 540

6. Koagulasi max % 0,08 0,08 0,08 0,08

7. Bilangan KOH max % 0,8 0,8 1,0 1,0

8. Asam lemak eateris (ALE=VFA) maks - - 0,2 0,2

9. Tembaga maks ppm 8 8 8 8

10. Mangan maks ppm 8 8 8 8


(44)

2. 7. Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air (hidrofilik) bersifat sangat polar dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air (hidrofobik) bersifat non polar. Kepala dapat berupa anion kation atau ion, sedangkan ekor adalah rantai hidrokarbon linier atau bercabang. Surfaktan memiliki aplikasi dalam industri seperti sebagai bahan dasar detergen, zat pembusa, pengemulsi dalam kosmetik dan farmasi dan pengemulsi untuk cat pengapung dalam industri pengapung, sebagai emulsi dan pembersih dalam industri makanan (Shahidi, F., 2005).

Sedangkan menurut Arthur W (1982) Surfaktan merupakan zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Molekul surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar (hidrofobik). Apabila ditambahkan ke dalam suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Permukaan yaitu antarmuka dimana satu fasa kontak dengan gas, biasanya udara

Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

1. Surfaktan yang larut dalam minyak


(45)

2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, pencegah korosi dan lain-lain.

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air.

Berdasarkan muatan kepalanya, surfaktan dibagi atas empat golongan (Anonim, 1995) yaitu :

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Merupakan kumpulan surfaktan yang terbesar digunakan sekitar 90 % produk berbusa pada perawatan tubuh, misalnya Linear Alkilbenzena sulfonat, Alkohol sulfat, Alkohol eter sulfat, Alfa olefin sulfat, sabun dan parafin.

2. Surfaktan Non ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan, misalnya Alkohol etoksilat, Alkilfenol etoksilat, sorbitol dan DEA.

3. Surfaktan Kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Umumnya digunakan pada produk kondisioner rambut sebagai zat anti kusut, misalnya surfaktan amonium kuartener, merupakan surfaktan kationik yang paling banyak digunakan untuk bahan formulasi bahan pelembut di Eropa.

4. Surfaktan Amfoterik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Umumnya merupakan surfaktan yang mahal harganya dan sedikit digunakan, misalnya Lauril amidopropil betain.


(46)

Ada tiga penggunaan surfaktan yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsing agent) dan sebagai pelarut (solubilizing agent) (Genaro, 1990). Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus fungsi hidrofil, lipofil dan derivatnya yang dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi

Gugus Hidrofil Harga HLB

-SO4Na+

-COO-Na+

N (amina tersier) Ester (cincin sorbitol) Ester (bebas)

Hidroksil (bebas)

Hidroksil (cincicn sorbitol)

38,7 19,1 9,4 6,8 2,4 1,9 0,5

Gugus Lipofil Harga HLB

-CH3

-CH2-

=CH-

0,475 0,475 0,475 (Belitz dan Grosch, 1986)

Berdasarkan harga yang terdapat pada tabel diatas dapat ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(47)

Harga HLB dapat ditentukan secara teoritis dan praktek. Harga HLB secara praktek dilakukan dengan menggunakan tensiometri cincin Du-Nouy dimana akan diperoleh harga tegangan permukaan yang telah diplotkan dengan logaritma konsentrasi dan diperoleh harga konsentrasi kritik misel (CMC). Dari harga CMC tersebut maka didapat harga HLB dengan rumus :

HLB = 7 – 0,36 ln (Co/Cw) Dimana : Co = harga CMC

Cw = 100 – Co

Hasil yang diperoleh dari rumus diatas, kemudian ditentukan dengan menggunakan skala penentuan fungsi surfaktan berdasarkan nilai-nilai HLB yang ditunjukkan pada gambar 2. 6.

(Swern, 1979) Gambar 2. 6. Skala yang Menunjukkan Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai-nilai HLB


(48)

Berdasarkan skala fungsi surfaktan diatas maka dapat ditentukan apakah suatu bahan tersebut dapat sebagai surfaktan atau tidak. Terbentuknya sistem emulsi o/w atau w/o tergantung pada keseimbangan hidrofilik – lipofilik balance (HLB). HLB dapat meramalkan bila suatu surfaktan sebagai bahan pemantap, wetting agent, deterjen ataupun bahan pelarut. Secara umum, HLB dari bahan pemantap adalah 9 – 12 pada sistem emulsi o/w dan sistem emulsi w/o memiliki HLB sebesar 3 – 6.

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam dengan cara titrasi yaitu dengan menggunakan rumus

HLB = 20 (1 – S/A) Dimana : S = bilangan penyabunan

A = bilangan asam (Martin, 1993)

2. 8. Bahan Pengemulsi Lateks Pekat

Bahan pengemulsi merupakan bahan yang apabila ditambahkan akan menghambat laju koagulan pada lateks pekat. Penggunaan bahan pengemulsi bertujuan untuk menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan ion-ion logam yang dikandung lateks. Karena apabila ion-ion tersebut tidak terendapkan maka akan ikut mempercepat laju koagulasi yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan.


(49)

Beberapa contoh bahan pengemulsi yang banyak digunakan di perusahaan atau tempat pengolahan karet adalah :

1. Natrium Karbonat

Natrium karbonat merupakan bahan pengemulsi yang lebih murah dibandingkan zat antikoagulan lainnya. Karena itu natrium karbonat ini banyak digunakan pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana.

2. Amonia

Amonia merupakan salah satu bahan pengemulsi yang paling banyak digunakan karena :

• Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

• Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks pekat

• Mengurangi konsentrasi logam

Namun amonia akan memberikan pengaruh terhadap warna crepe jika diberikan secara berlebihan.

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai bahan pengemulsi paling merepotkan karena :

• Kurang baik apabila digunakan di musim hujan

• Apabila disimpan zat ini akan menjadi asam semut atau asam format yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur pada lateks

• Apabila digunakan harus diperiksa terlebih dahulu apakah larutan ini bereaksi asam atau basa, karena apabila bereaksi asam maka harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa


(50)

4. Natrium Sulfit

Bahan pengemulsi ini juga merupakan bahan pengemulsi paling merepotkan karena :

• Bahan ini tidak tahan lama disimpan

• Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu

• Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat, bila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.

Namun bahan ini dapat digunakan untuk memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan.

2. 9. Amida Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengemulsi

Minyak kelapa mempunyai komposisi asam laurat yang tinggi. Pada umumnya minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Dalam pembuatan sabun, minyak kelapa merupakan salah satu komponen yang penting. Namun penggunaan minyak kelapa jarang digunakan karena harganya yang tinggi.

Selain sebagai bahan pembuatan sabun, sekarang ini minyak kelapa dapat juga digunakan sebagai bahan surfaktan. Bahan surfaktan yang berasal dari minyak kelapa merupakan senyawa amida asam lemak campuran. Senyawa amida asam lemak campuran merupakan gabungan antara rantai hidrokarbon berantai panjang yang bersifat nonpolar dengan gugus amida (–CONH2) yang bersifat polar.


(51)

O CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–CH2–CH2–CH2 – CH2 – CH2–CH2–C–NH2


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Peralatan

Peralatan untuk melakukan reaksi terbuat dari alat gelas yang dirancang sesuai kebutuhan antara lain : Labu leher dua (pyrex), corong pisah (pyrex), Termometer 2100C (fisher), Hotplate stirer (Hetsich), Rotarievaporator (heidolph), gelas ukur (Pyrex), mortar, gelas erlenmeyer 100 ml (pyrex), gelas erlenmeyer 250 ml (pyrex), piringan kaca, batang pengaduk, Stop watch (seiko), oven, statip, klem, Desikator, beaker glass 100 ml (pyrex), beaker gelas 250 ml (pyrex), Seperangkat alat spektofotometer GC (Shimadzu), Sepererangkat alat Spektofotometer FT – IR (Shimadzu), alat piston dryer, Neraca analitis (Mettler PM 480), alat MST (Klaxon Stirer) dan alat Tensiometer Du–Nouy.

3. 2. Bahan

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak kelapa, Metanol (p. a. merck), n – Heksana (p. a. merck), Aquadest, Na sulfat anhidrous, Asam sulfat pekat (p. a. merck), Urea (p. a. merck), Benzene (p. a. merck), Lateks pekat jenis amonia tinggi, Kertas saring whatman dan Amonia 1,6%.


(53)

3. 3. Prosedur Penelitian

3. 3. 1. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran

Sebanyak 100 ml minyak kelapa dimasukkan kedalam labu leher dua, kemudian ditambahkan 100 ml benzene dan 50 ml metanol. Selanjutnya labu dihubungkan dengan pendingin bola yang dilengkapi dengan tabung CaCl2. lalu

diteteskan 2 ml H2SO4 (p) dalam keadaan dingin, kemudian campuran direfluks

selama 5 jam pada suhu 800C. Pelarutnya diuapkan melalui rotarievaporator. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan n-heksana kemudian dicuci dengan akuades. Lapisan atas ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrous dan didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan melalui rotarievaporator dan metil ester asam lemak campuan (MEAL) yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan GC dan FT - IR.

3. 3. 2. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran

Kedalam labu leher dua dimasukkan 50 g urea dan dipanaskan sampai melebur pada suhu 1350C. Setelah urea melebur, dimasukkan 100 g metil ester asam lemak secara bertahap sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 1400C sehingga tercampur homogen selama 5 jam.

Hasil reaksi dituangkan kedalam cawan porselin, kemudian dibiarkan pada suhu kamar. Padatan tersebut digiling dengan mortar sampai halus, kemudian diaduk dengan air dan disaring. Residu yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator.


(54)

Padatan yang diperoleh kemudian dicuci dengan n-heksana dan dibiarkan sebentar lalu dikeringkan pada alat piston dryer selama 1 jam sehingga diperoleh amida asam lemak yang berupa kristal putih. Hasil yang diperoleh dilakukan analisis dengan FT – IR dan penentuan nilai HLBnya.

3. 3. 3. Penentuan Tegangan Permukaan

Alat tensiometer dikalibrasi dahulu, cincin digantung pada bagian atas torsi. Cairan yang akan ditentukan tegangan permukaan ditempatkan pada gelas kimia, diletakkan diatas penyangga cuplikan. Selanjutnya dinaikkan penjaga cuplikan sampai tercelup sedalam 0,5 cm dari permukaan

Lengan torsi dibebaskan dan di nolkan pembacaan pada kedudukan penunjuk dan bayangan berhimpit dengan garis pembanding pada cermin dan cincin harus tetap tercelup di dalam cairan selama pengerjaan. Penyangga cuplikan diturunkan perlahan-lahan sehingga cincin berada pada garis tengah cermin. Permukaan cairan akan tercentang tetapi petunjuk arus tetap dipertahankan pada garis tengah cermin

3. 3. 4. Pengujian Amida Asam Lemak pada Lateks Pekat

Lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pabrik pengolahan lateks pekat PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi. Lateks pekat ini belum mengandung bahan pemantap, kecuali amonia. Kadar maksimum amonia yang dikandung dalam lateks pekat sebesat 0,73%. Oleh karena itu kadar amonia dari lateks pekat ditentukan sebelum diberlakukan sebagai sampel pada penelitian


(55)

(TMTD) dan ZnO 25% sebanyak 2,75 ml dalam 1 liter lateks pekat. Setelah itu ditambahkan pengemulsi amida asam lemak campuran dengan variasi konsentrasi 0%; 0,03%; 0,05%; 0,07% dan 0,09% serta variasi waktu penyimpanan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari. Selanjutnya pada lateks tersebut dilakukan uji TSC dan MST.

3. 3. 5. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik

Sampel lateks yang telah diketahui jumlah padatan totalnya ditimbang kemudian sampel diencerkan dengan amonia 1,6%. Jumlah sampel yang akan digunakan dapat dihitung dengan persamaan:

Sedangkan jumlah amonia dihitung dengan persamaan :

Sampel lateks tadi dipanaskan hingga suhu 35 – 360C, kemudian sampel disaring dan hasil saringan ditimbang sebanyak 80 gram dalam wadah pengujian. Sampel diletakkan pada alat pemutar kecepatan tinggi (Klaxon) dengan batang pemutar berada ditengah botol uji. Alat pemutar dipasang pada kecepatan 14000 rpm dan waktunya pun diukur. Penentuan titik akhir dilakukan dengan cara mencelupkan batangan kaca kedalam latek pekat serta mencelupkannya kedalam wadah yang berisi air dan diamati pecahnya partikel karet.


(56)

Dalam hal ini bahan pengemulsi (surfaktan) yang digunakan adalah amida asam lemak campuran dari minyak kelapa dengan konsentrasi 0%; 0,03%; 0,05%; 0,07% dan 0,09% dan selanjutnya waktu penyimpanan selama 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari. Sebagai pembanding digunakan bahan pemantap amonium laurat dengan variasi konsentrasi dan waktu penyimpanan yang sama. Kedua bahan ini ditentukan harga waktu kemantapan mekaniknya (MST).

3. 3. 6. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)

Sampel ditimbang (3 gram) dalam beaker glass yang yang telah diketahui beratnya kemudian dikeringkan dalam oven selama kira-kira 1 jam pada suhu 700C. Setelah sampel kering, sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang pada bobot yang konstan.

               


(57)

3. 4. Bagan Penelitian

3. 4. 1. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran

- dimasukkan pada labu leher dua - ditambahkan 100 ml benzene - ditambahkan 50 ml CH3OH

- diteteskan 2 ml H2SO4 (p)

- direfluks selama + 5 jam pada suhu 800C - dirotarievaporator

Campuran 100 ml minyak kelapa

- diekstraksi dengan n – heksan - dicuci dengan akuades

Residu Pelarut

- ditambahkan Na2SO4 anhidrous

- didiamkan selama + 24 jam - disaring

Lapisan bawah Lapisan atas

- dirotarievaporator

Filtrat Residu

MEAL


(58)

3. 4. 2. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran

- dileburkan

50 g urea 100 g metil ester asam lemak

- diaduk

- dipanaskan pada suhu 1400C selama 5 jam

- didinginkan - dihaluskan

- dicuci dengan aquadest - disaring

Hasil reaksi

Filtrat

- dikeringkan 1000C selama 3 jam

- disimpan dalam desikator - dihaluskan

- dicuci dalam n-heksana - dikeringkan dengan alat piston dryer selama 1 jam Kristal putih

Residu


(59)

3. 4. 3. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat

Lateks pekat

- ditambah TMTD/ZnO 25% (2,75ml) - ditambah amida asam lemak campuran

(0%; 0,03%; 0,05%; 0,07% dan 0,09%)

disimpan (0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari)

MST

Lateks pekat + TMTD/ZnO + amida asam lemak


(60)

3. 4. 4. Penentuan Waktu kemantapan Mekanik (MST)

- ditimbang

- diencerkan dengan amonia 1,6%

- dipanaskan pada suhu 35 – 360C - disaring

- ditimbang sebanyak 80 gram

- diletakkan pada alat pemutar Klaxon stirer

Waktu Kemantapan Mekanik (MST)

Sampel lateks 80 gram Sampel lateks Sampel lateks yang telah


(61)

3. 4. 5. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)

- ditimbang 3 gram

- dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 700C

- didinginkan - ditimbang Jumlah Padatan Total

(TSC) Lateks yang telah

dipanaskan Sampel lateks

                 


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Metil Ester Asam Lemak Campuran

Pembentukan metil ester asam lemak campuran yang dibuat dengan mereaksikan minyak kelapa dengan metanol dalam katalis H2SO4(p) pada suhu 800C

memberikan hasil perolehan metil ester asam lemak campuran berkisar antara 96 – 98 ml. Ini dilihat dari tiga kali perlakuan yang memperoleh hasil seperti pada tabel 4. 1.

Tabel 4. 1. Hasil Perolehan Metil Ester Asam Lemak Campuran

No Minyak kelapa yang digunakan (ml) Metil ester asam lemak yang diperoleh (ml)

1 100 96,85

2 100 97,67

3 100 97,10

Perlakuan tiga kali untuk memperoleh metil ester asam lemak campuran adalah untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan untuk menghindari kesalahan pada saat pengukuran atau pengujian. Ini terlihat dari data pada tabel diatas yang menunjukkan perbedaan hasil yang didapat.


(63)

Metil ester asam lemak campuran tersebut kemudian ditentukan persentase komposisi masing-masing asam lemaknya dengan analisis kromatografi gas yang hasilnya ditunjukkan pada gambar 4. 1.


(64)

Berdasarkan kromatogram yang diperoleh, maka persentase komposisi asam lemak dapat dilihat pada tabel 4. 2.

Tabel 4. 2. Komposisi Asam Lemak Campuran dari Minyak Kelapa

No. Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)

1. Asam Kaproat C5H11COOH 0,01838

2. Asam Kaprilat C7H15COOH 4,00087

3. Asam Kaprat C9H19COOH 6,35956

4. Asam Laurat C11H23COOH 52,23144

5. Asam Palmitat C13H27COOH 18,93948

6. Asam Palmitoleat C15H29COOH 8,73969

7. Asam Stearat C17H35COOH 1,04665

8. Asam Oleat C17H33COOH 5,93652

9 Asam Linoleat C17H31COOH 2,72742

Dari tabel diatas terlihat bahwa komposisi asam lemak terbanyak adalah asam laurat yaitu sebesar 52%. Ini menunjukkan bahwa minyak kelapa yang digunakan sudah sesuai dengan literatur yang menunjukkan bahwa minyak kelapa memiliki asam laurat lebih tinggi (Ketaren, 1986). Secara mekanisme, reaksi pembentukan metil ester asam lemak campuran dapat dilihat seperti pada gambar 4. 2.


(65)

O OH

+

HO O

CH2–O–C–R CH2–O–+C–R

S HO O

O OH

HSO4

-CH–O–C–R CH–O–+C–R + 3 CH3Oδ-H

O OH

CH2–O–C–R CH2–O–+C–R metanol

Minyak kelapa

OHδ+

CH2––O–C–R

HOCH3 CH2–OH

OHδ+ O

CH––O–C–R CH–OH + 3 R–C–OCH3

HSO4–

HOCH3

OHδ+ CH2–OH Metil Ester Asam Lemak

CH2––O–C–R

HOCH3 gliserol (Hart, 2003)


(66)

Selain dianalisis secara GC, metil ester asam lemak campuran juga diidentifikasi melalui analisis FT – IR yang terlihat pada gambar 4. 3.

Gambar 4. 3. Spektrum FT – IR Metil Ester Asam Lemak Campuran

Hasil spektrum menunjukkan adanya puncak frekwensi vibrasi pada daerah bilangan gelombang (v) 3472,36 cm-1, 2925 – 2854 cm-1, 1744,15 cm-1, 1436 – 1464 cm-1, 1362 cm-1, 1169,91 cm-1, 722 – 900 cm-1 (lampiran 2). Puncak-puncak ini menentukan adanya gugus-gugus fungsi yang terdapat pada metil ester asam lemak campuran. Gugus fungsi yang terlihat adalah adanya gugus –OH pada pita 3472,36 cm-1 kemudian terdapat pita-pita kuat antara 2925,11 – 2854,53 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus-gugus alkil. Pada pita 1362 cm-1 adanya gugus metil. Gugus C=O (ester) ditunjukkan oleh pita 1744,15cm-1 dan gugus C–O (ester) juga terdapat pada pita 1169,91cm-1. Pada pita antara 1436,09 – 1464,35 cm-1 terdapat


(67)

–CH2– dan adanya pita yang berada antara 722,38 – 879,80 cm-1 menunjukkan

senyawa mengandung rantai alkil yang panjang.

Menurut Silverstein (1981) gugus fungsi yang terdapat pada spektrum diatas memang merupakan senyawa metil ester asam lemak campuran, namun pada dasarnya metil ester asam lemak campuran tidak mempunyai gugus –OH. Gugus –OH yang terlihat pada spektrum tersebut menunjukkan masih adanya pengotor yang tinggal pada saat pembuatan metil ester asam lemak, ini ditandai pita yang terlihat tidak terlalu curam.

4.2. Amida Asam Lemak Campuran

Amidasi metil ester asam lemak campuran dengan urea secara teoritis memberikan perbandingan mol rasio 2 : 1 ternyata setelah dilakukan penelitian sebanyak 4 kali perlakuan memberikan hasil amida asam lemak berkisar antara 22 – 24 gram. Perolehan hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4. 3.

Tabel 4. 3. Hasil Perolehan Amida Asam Lemak Campuran

No. Metil ester asam lemak campuran yang digunakan (g)

Urea yang digunakan (g)

Amida asam lemak yang diperoleh (g)

1 100 50 22,15

2 100 50 23,30

3 100 50 22,20

4 100 50 23,50


(68)

Perlakuan empat kali untuk memperoleh amida asam lemak campuran adalah untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan untuk menghindari kesalahan pada saat pengukuran atau pengujian. Ini terlihat dari data pada tabel diatas yang menunjukkan perbedaan hasil yang didapat, selain itu pada pembuatan amida asam lemak campuran suhu mempengaruhi banyaknya amida yang terbentuk semakin konstan suhu maka semakin banyak amida yang diperoleh.

Amida asam lemak campuran yang diperoleh dilakukan analisis penentuan titik leburnya dengan menggunakan melting point apparatus dan diperoleh titik lebur amida sebesar 1290C. Secara umum, reaksi pembentukan amida asam lemak campuran sebagai berikut :

2 R–COOCH3 + CO(NH2)2 R–CONH2 + (CH3O)2CO

Metil ester asam urea amida asam lemak


(69)

Secara mekanisme, reaksi pembentukan amida asam lemak tampak seperti pada gambar 4. 4.

O

R – C – OCH3 + : NH2

C=O O : NH2

R–C–OCH3

Metil ester asam lemak campuran urea

O O O O CH3O

R–C N+ C N+ C–R 2 R–C–NH2 + C = O

H H H H CH3O

CH3O- CH3O

-Garam amida asam lemak campuran


(70)

Hasil amida asam lemak campuran yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan spektra FT – IR seperti pada gambar 4. 5.

Gambar 4. 5. Spektrum FT- IR Amida Asam lemak Campuran

Dari spektrum diatas terlihat adanya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang (v) 3410,15 cm-1, 3224,98 cm-1, 2924 - 2854 cm-1, 1712,79 cm-1, 1658 – 1597 cm-1, 1489 – 1427 cm-1, 1357,89 cm-1, 1149,57 cm-1, 1095,57 cm-1, 763 – 709 cm-1, 609 – 532 cm-1 (lampiran 3). Puncak tersebut digunakan untuk menentukan gugus fungsi apa saja yang terdapat pada amida asam lemak campuran. Adapun gugus-gugus fungsi tersebut adalah gugus N–H stretching pada NH2 (amida primer) yang

ditunjukkan pada pita 3410,15 – 3224,98 cm-1 dan ini selanjutnya didukung oleh munculnya puncak pada daerah bilangan gelombang 1658,78 – 1597,06 cm-1 yaitu vibrasi dari gugus C=O (amida) dan sekaligus menunjukkan adanya vibrasi gugus N–H yang muncul pada 1489,05 – 1427,32 cm-1 yang merupakan karakteristik dari


(71)

bilangan gelombang 1712,79 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C=O (keton). Selain itu ada juga puncak pada pita 2924,09 – 2854,65 cm-1 yang menunjukkan vibrasi C–H pada gugus metil dan metilen dan ini didukung oleh munculnya puncak 1357,89 cm-1 menunjukkan adanya gugus –CH2. Adanya rantai alkil panjang pada

senyawa ini ditunjukkan pada puncak 763,81 – 709,80 cm-1 dan gugus –CH2 terdapat

pada puncak 609,51 – 532,35 cm-1.

Menurut Silverstein (1981) gugus fungsi yang terdapat pada spektrum diatas memang merupakan senyawa amida asam lemak campuran. Ini terlihat dengan jelas adanya gugus amida primer dan amida sekunder yang terdapat pada pita 3410,15 – 3224,98 cm-1 dan 1489,05 – 1427,32 cm-1 serta ditandai dengan adanya gugus C=O (amida) pada daerah bilangan gelombang 1658,78 – 1597,06 cm-1.

 

4.3. Hubungan Amida Asam Lemak Campuran dengan Harga Keseimbangan Hidrofilik Lipofilik (HLB)

Untuk mengetahui apakah amida asam lemak campuran dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi maka dilakukan pengukuran tegangan permukaan (γ) dengan menggunakan alat Tensiometer cincin Du-Nuoy. Pengukuran dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 4. 4.


(72)

Tabel 4. 4. Nilai Tegangan Permukaan (dyne / cm) pada Berbagai Konsentrasi Surfaktan

Tegangan permukaan (γ) (dyne / cm)

No. Konsentrasi surfaktan (%)

γ 1 γ 2 γ 3 γ rata-rata

γ rata-rata x Fk

1. 0.001 47.9 47.8 47.8 47.833 71.272

2. 0.003 46.3 46.5 46.6 46.467 69.881

3. 0.005 45.5 46.3 45.8 45.867 69.434

4. 0.0075 44.9 44.5 44.6 44.667 66.553

5. 0.01 42.8 43.2 43 43.000 64.070

6. 0.03 40 39.8 39.8 39.867 59.401

7. 0.05 38.8 38.9 38.8 38.833 57.862

8. 0.07 36.8 37 36.8 36.867 54.931

9. 0.09 36.9 36.8 36.7 36.800 54.832

10. 0.1 36.8 36.8 36.7 36.767 54.782

11. 0.15 36.7 36.8 36.7 36.733 54.733

12. 0.2 36.7 36.6 36.6 36.633 54.584


(73)

Dari tabel tersebut, maka diperoleh grafik antara konsentrasi dengan tegangan permukaan seperti pada gambar 4. 6 :

CMC

Gambar 4. 6. Grafik antara Konsentrasi dengan Tegangan Permukaan

Dari grafik diatas dapat ditentukan bahwa amida asam lemak campuran mengalami penurunan yang konstan pada konsentrasi 0,07% (CMC), maka dari konsentrasi tersebut dapat ditentukan nilai HLB amida asam lemak campuran dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

       

Dimana, Co = harga CMC = 0,07% Cw = 100 – Co = 99,93


(74)

= 9,61

Harga HLB amida asam lemak campuran yang didapat sebesar 9,61. Ini menunjukkan bahwa amida asam lemak campuran dapat dijadikan bahan pengemulsi karena bila dilihat pada skala fungsi surfaktan berdasarkan nilai HLB, nilai 9,61 merupakan bahan pengemulsi (o/w).

Amida asam lemak campuran dari minyak kelapa memiliki HLB teoritis sebesar 10,5 sedangkan HLB pengamatan pada konsentrasi amida asam lemak campuran yang digunakan sebesar 0,03% sebesar 9,9; 0,05% sebesar 9,7 dan 0,07% sebesar 9,61 maka bila dirata-ratakan harga HLB sebesar 9,8. Dari harga HLB yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa amida asam lemak campuran dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi lateks karena harganya berada pada rentang 9 – 12 yang menunjukkan nilai bahan pengemulsi (o/w) (Swern, 1979).  

4. 4. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran Pada Lateks Pekat

Lateks pekat yang digunakan pada penelitian ini adalah lateks pekat jenis Amonia tinggi (HA) yang merupakan hasil produksi dari pabrik lateks pekat Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Tebing Tinggi.

Jenis bahan pengemulsi yang digunakan adalah amida asam lemak campuran dan ammonium laurat sebagai pembanding. Kemudian konsentrasi bahan pengemulsi


(75)

Setiap perlakuan dilakukan pengukuran nilai MST pada waktu penyimpanan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari. Hasil pengujian MST pada amida asam lemak campuran yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 4. 5.

Tabel 4. 5. Harga MST Lateks Pekat dengan Amida Asam Lemak Campuran pada Berbagai Waktu Penyimpanan

MST (detik) pada waktu penyimpanan Bahan

pemantap

Dosis

(%) 0 hari 5 hari 10 hari 15 hari 20 hari 25 hari

0 28 66 73 85 93 110

0,03 30 173 594 822 1005 1120

0,05 45 198 635 856 1045 1189

0,07 52 212 643 923 1090 1255

Amida asam lemak

0,09 57 234 675 969 1145 1290

Sedangkan pengujian MST pada amonium laurat dapat dilihat pada tabel 4. 6.

Tabel 4. 6. Harga MST Lateks Pekat dengan Amonium Laurat pada berbagai Waktu Penyimpanan

MST (detik) pada waktu penyimpanan Bahan

pemantap

Dosis

(%) 0 hari 5 hari 10 hari 15 hari 20 hari 25 hari

0 28 66 73 85 93 110

0,03 33 785 975 1010 1120 1215

0,05 50 805 1015 1065 1180 1266

0,07 55 825 1045 1125 1225 1345

Amida asam lemak


(76)

Berdasarkan tabel diatas, maka didapatlah grafik antara waktu penyimpanan terhadap nilai MST yang tertera pada gambar 4. 7 dan 4. 8

Gambar 4.7. Grafik antara MST dengan Waktu Penyimpanan Amida Asam Lemak Campuran


(77)

Dari tabel 4. 5 dan tabel 4. 6 terlihat perbandingan antara amida asam lemak campuran dari minyak kelapa dengan ammonium laurat dimana amida asam lemak campuran memiliki harga MST yang sesuai SNI pada konsentrasi 0,09% dengan waktu penyimpanan 10 hari sampai 25 hari, sedangkan amonium laurat sebagai pembanding memiliki harga MST yang sesuai dengan SNI pada konsentrasi 0,03% dengan lama waktu penyimpanan 5 hari sampai 25 hari. Dengan demikian amida asam lemak campuran dari minyak kelapa dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan amonium laurat sebagai bahan pengemulsi lateks pekat.

       


(78)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Amida asam lemak campuran dari minyak kelapa dapat dihasilkan melalui reaksi amidasi antara metil ester asam lemak campuran yang berasal dari minyak kelapa dengan urea.

2. Amida asam lemak campuran dari minyak kelapa yang diaplikasikan pada lateks pekat melalui pengujian MST menunjukkan bahwa nilai MST pada konsentrasi 0,09% serta lama waktu penyimpanan 10 – 25 hari memberikan hasil mendekati nilai MST yang sesuai dengan SNI

5.2. Saran

Kepada peneliti selanjutnya disarankan agar :

1. Perlu dilakukan karakterisasi amida asam lemak campuran dengan menggunakan NMR dan GC – MS untuk menambah data keabsahannya.

2. Melihat harga MST dari amida asam lemak campuran dari minyak kelapa yang memiliki harga mendekati ammonium laurat maka amida asam lemak campuran tersebut diharapkan dapat dijadikan alternatif pengganti amonium laurat.


(79)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, I. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/coamide_MEA. diakses tanggal 23 November 2009

Asia dan Pasifik Coconut Community (APCC). 2008. Peluang Pasar Produk dari Kelapa Indonesia: Analisa Dampak dari Menipisnya Cadangan Minyak Bumi dan Perubahan Iklim. http://www.mmfaozi.com/peluang-pasar-produk-dari- kelapa-indonesia-analisa-dampak-dari-menipisnya-cadangan-minyak-bumi-dan-perubahan-iklim.html

Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry of Surface. A wiley-Interscience Publication, United State of America.

Belitz, H. D and Grosch, W. 1986. Food Chemistry. Springer-Verlag, Jerman.

Brahmana, H. R.1991. Sintesa Amida Asam Lemak dari Minyak Kelapa, Inti Sawit, Stearin dan Lemak Lembu Sebagai Bahan Pemantap Lateks. Laporan Penelitian, USU, Medan.

Brenick, S. M. D. 1996. Intisari Kimia Organik. Hipokratos, Jakarta Cut, F. Z. 2006. Karet. Karya Ilmiah. Departemen Kimia, FMIPA, USU.

Darwin, A; Brahmana, H. R; Sinaga, HSRP; Ginting, M dan Ginting A. 1989.

Penggunaan Derivat Sulfonat dari Asam lemak Minyak Kelapa dan Inti Sawit sebagai Pemantap lateks. Laporan Penelitian BKS-B – USAID, LP – USU, Medan.

De Boer. 1952. Pengetahuan Praktis Tentang karet. Balai Penyelidikan Karet Indonesia, Bogor


(80)

Fessenden, R. J and Fessenden J. S. A. 1999. Kimia Organik. Edisi ketiga, jilid kedua. Erlangga, Jakarta.

Hani. 2009. Komposisi Kimia Lateks Karet Alam. Balai Penelitian Tehnologi Karet Bogor, Bogor.

Hart, H. 2003. Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Erlangga, Jakarta.

Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Edible Oil and Fat

Product. Processing Technology. John Wiley and Sons, inc, New York.

Volume 2.

Ismail, B. 1982. Kimia Organik. Armico, bandung.

Ketaren. 1986. Minyak dan lemak Pangan. UI Press, jakarta.

Martin, A. N, J. Swarbrick and A. Cammarata. 1993. Physical Pharmacy. Fourty Edition. Lea and Febiger, Philadelphia.

Muhammad Ali. 2008. Pengaruh Elektrolit Terhadap Kestabilan Emulsi Lateks Karet Alam http://digilib.sunanampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read &id=jbptitbpp-gdl-muhammadal-29129&q=The

Ompusunggu, M dan A. Darussamid. 1989. Pengetahuan Umum lateks. Balai Penelitian Perkebunan Sei Putih.

Pudjosunaryo. 2001. Penggunaan sabun kalium dari fraksi stearin minyak sawit sebagai pemantap lateks dalam pembuatan karet alam cair. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Vol. 60.

Sebayang, A. S. 2005. Sintesis N – Benzoil Glutamida Melalui Reaksi Amidasi benzoil Klorida dengan Asam Glutamat. Jurusan Kimia, Program S1 FMIPA USU, Medan

Shahidi, F. 2005. Barley’s Industrial Oil and fats Products. Sixth Edition, Volume 1. Wiley Interscience, Canada.


(81)

Silverstein, R. M, Baisler, G. C, Terence, C. M. 1981. Spectrometric Identification of Organis Compounds. Fourth Edition. John Wiley and Sons, New York.

Solomon, T. W. G. 1994. Fundamental of Organic Chemistry. Fourth Edition. John Wiley and sons, New York.

Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hidrida. Swadaya, Jakarta.

Swern, D and Bailey. 1979. Bailey’s Industrial Oil and fat Products. Volume 2, Fourth Edition. John Wiley and sons, New York.

Trisakti, B. 1996. Esterifikasi Asam Lemak bebas yang Dikandung Minyak Inti Sawit dengan Metanol menggunakan Katalis Berbentuk Padat. Tesis Program pasca Sarjana Teknik Kimia. ITB, Bandung.

Wikipedia. 2010. Asam Laurat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_laurat. Diakses tanggal 9 April 2010

Wikipedia. 2010. Morfologi Tanaman Karet.


(82)

Lampiran 1


(83)

Lampiran 2.


(84)

Lampiran 3.


(85)

Lampiran 4.

Data Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Amida Asam Lemak Campuran

Tegangan permukaan (γ) (dyne / cm)

No. Konsentrasi surfaktan (%)

γ1 γ2 γ3 Rata-rata γ

γ rata-rata x Fk

1. 0.001 47.9 47.8 47.8 47.833 71.272

2. 0.003 46.3 46.5 46.6 46.467 69.881

3. 0.005 45.5 46.3 45.8 45.867 69.434

4. 0.0075 44.9 44.5 44.6 44.667 66.553

5. 0.01 42.8 43.2 43 43.000 64.070

6. 0.03 40 39.8 39.8 39.867 59.401

7. 0.05 38.8 38.9 38.8 38.833 57.862

8. 0.07 36.8 37 36.8 36.867 54.931

9. 0.09 36.9 36.8 36.7 36.800 54.832

10. 0.1 36.8 36.8 36.7 36.767 54.782

11. 0.15 36.7 36.8 36.7 36.733 54.733

12. 0.2 36.7 36.6 36.6 36.633 54.584


(86)

Lampiran 5.

Grafik Antara Tegangan Permukaan vs Konsentrasi


(87)

Lampiran 6.

Perhitungan Harga HLB Amida Asam Lemak Campuran

Penentuan factor koreksi hasil pengukuran tegangan permukaan (γ) dengan alat tensiometer Du-Nuoy

γ air Menurut litertur 200C = 72,75

γ air saat pengukuran 200C = 48,7

= 1,49

Dari grafik pada lampiran 5 dapat diketahui harga CMC adalah 0,07% Harga HLB dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana, Co = harga CMC = 0,07% Cw = 100 – Co = 99,93


(88)

Lampiran 7

Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

ASTM D. 1076-80

ISO 2004

No. Parameter

HA LA HA LA

1. Kandungan padatan total (TSC) min % 61,5 61,5 61,5 61,5

2. Kandungan karet kering (DRC) min % 60 60 60 60

3. Kandungan bukan karet max 2,0 2,0 2,0 2,0

4. Kadar amonia Min

1,6

Min 1,0 Min 1,0

Min 0,8

5. Waktu ketetapan mekanik (MST) min detik

650 650 540 540

6. Koagulasi max % 0,08 0,08 0,08 0,08

7. Bilangan KOH max % 0,8 0,8 1,0 1,0

8. Asam lemak eateris (ALE=VFA) maks - - 0,2 0,2

9. Tembaga maks ppm 8 8 8 8

10. Mangan maks ppm 8 8 8 8


(89)

Lampiran 8

Proses Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran


(90)

Lampiran 9


(91)

Lampiran 10

Alat Pengujian CMC


(92)

Lampiran 11


(93)

Lampiran 12


(94)

Lampiran 13

Sampel lateks yang ditambahkan amonium laurat pada Variasi Konsentrasi


(95)

Lampiran 14


(96)

Lampiran 15


(97)

 

Lampiran 16


(1)

Proses Pengambilan Lateks Pekat


(2)

Sampel lateks yang ditambahkan amida asam lemak pada Variasi Konsentrasi


(3)

Sampel lateks yang ditambahkan amonium laurat pada Variasi Konsentrasi


(4)

Sampel Lateks yang akan Diuji


(5)

Alat saat Menguji Waktu Kemantapan Mekanik (MST)


(6)

Lampiran 16

Peneliti Melakukan Pengujian MST