Cecropia Peltata L Di Karst Gunung Cibodas, Bogor Derajat Invasi, Asosiasi Spesies Diagnostik, Dan Manfaatnya Bagi Manusia Serta Lingkungan

OPTIMASI PRODUKSI BENIH PADI (Oryza sativa L.)
HIBRIDA MELALUI APLIKASI GA3

MELA WAHYUNI
A251130211

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Optimasi Produksi Benih
Padi (Oryza sativa L.) Hibrida Melalui Aplikasi GA3” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Mela Wahyuni
NIM A251130211

RINGKASAN
MELA WAHYUNI. Optimasi Produksi Benih Padi (Oryza sativa L.) Hibrida
Melalui Aplikasi GA3. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN, ABDUL QADIR,
dan SATOTO.
Giberelin mampu memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman. Aplikasi
giberelin pada tanaman padi dapat meningkatkan tinggi tanaman, meningkatkan
jumlah gabah, menambah eksersi malai, esksersi stigma, jumlah anakan dan
keserempakan berbunga untuk masing-masing galur tetua. Aplikasi giberelin dalam
memproduksi benih padi hibrida diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil
produksi benih padi hibrida. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
konsentrasi GA3 yang tepat untuk meningkatkan produksi benih padi hibrida dan
mampu mempertahankan viabilitas benih selama di penyimpanan.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu: (1) Aplikasi konsentrasi
giberelin pada saat produksi benih di lapang dan (2) Penyimpanan benih padi
hibrida pada kondisi penyimpanan suhu ruang. Kedua percobaan disusun dengan
Rancangan Petak Terbagi dalam Rancangan Acak Kelompok menggunakan tiga

ulangan. Faktor pertama adalah tiga varietas padi hibrida (V), yaitu Hipa-8 (A1 dan
PK91), Hipa-14 (A7 dan PK92) dan Jatim-3 (A6 dan PK88) berasal dari Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) sebagai petak utama dan faktor kedua adalah
empat taraf konsentrasi giberelin (GA3), yaitu G0 (tanpa GA3), G1 (GA3 150 ppm)
G2 (GA3 200 ppm) dan G3 (GA3 250 ppm) sebagai anak petak. Percobaan pertama
dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara-Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Percobaan kedua dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi GA3 berpengaruh nyata
meningkatkan tinggi tanaman restorer dan CMS, jumlah anakan total, Jumlah
anakan produktif, eksersi malai, sudut membuka bunga, jumlah gabah total per
malai, dan menurunkan gabah hampa. Terdapat interaksi antara perlakuan
konsentrasi GA3 dan varietas untuk peubah tinggi tanaman jantan, persen gabah isi
per malai dan hasil benih (produktivitas). Hasil benih tertinggi yaitu sebesar 1000
kg ha-1 dicapai oleh varietas Hipa-14 dengan aplikasi GA3 pada konsentrasi 200
ppm.
Perlakuan konsentrasi giberelin yang diaplikasikan di lapangan tidak
berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih tiga varietas padi hibrida yang
diuji. Masing-masing varietas memiliki viabilitas dan vigor yang berbeda. Varietas
Hipa-14 dan Jatim-3 memiliki viabilitas dan vigor yang lebih baik dibandingkan

Hipa-8, namun tiga varietas ini masih dapat digunakan sebagai bahan tanam setelah
disimpan selama 6 bulan pada suhu ruang.
Kata kunci: CMS, giberelin, pembungaan, restorer

SUMMARY
MELA WAHYUNI. Optimization of Hybrid Rice Seed Production (Oryza sativa
L.) Through GA3 Application. Supervised by MEMEN SURAHMAN, ABDUL
QADIR and SATOTO.
Gibberellin (GA3) able to spur and flowering the plants. GA3 aplication on
rice can increase plant height, number of grains, exertion of stigma, number of tiller,
and flowering synchrony for each of the parental lines. GA3 aplication for hybrid
rice seed production expected to increase the production. The objective of this
research was to obtain the optimal concentration of GA3 to support the increase
hibryd rice seed production and able to maintain the seed viability in storage.
This study consisted of two experiments i.e. GA3 concentration at the time of
seed production in the field and hybrid rice seed storage at room temperature
storage conditions. Both experiments was arranged in a split plot design based on
randomized complete block design with three replication. The first factor was three
hybrid rice varieties (V) i.e. V1 Hipa-8 (A1 and PK91), V2 Hipa-14 (A7 and PK92)
and V3 Jatim-3 (A6 and PK88) belong to the Center for Rice Research (BB Padi)

as the main plot and the second factor was four level concentrations of gibberellins
(GA3) i.e. G0 (without GA3), G1 (GA3 150 ppm) G2 (GA3 200 ppm) and G3 (GA3
250 ppm) as a subplot. The first experiment conducted at Kebun Percobaan MuaraBalai Besar Penelitian Tanaman Padi. The second experimient he second
experiment was conducted in the Laboratory of Seed Science and Technology,
Department of Agronomy and Horticulture, IPB.
The results of experiment showed that concentrations of GA3 treatment
significantly increased resorter plant height and CMS, total number of tillers,
number of productive tillers, penicle exertion, angle of floret opening, total number
of grains per panicle, and decreased number of empty spikelets. The treatment
interaction of GA3 concentration and variety significantly effected on increased
male plant height percent of filled grain per panicle, and productivity. The highest
productivity was rice hibryd of A7 (Hipa-14) of 1,000 kg ha-1 with application of
200 ppm GA3.
GA3 concentration treatments were applied in the field had no effect on
viability and vigor of three hybrid rice varieties. Each of these varieties have
different viability and vigor. Varieties Hipa-14 and Java-3 has viability and vigor
better than Hipa-8, but three of these varieties can still be used as planting material
after being stored for 6 months at room temperature.
Keywords: CMS, flowering, gibberellin, restorer


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

OPTIMASI PRODUKSI BENIH PADI (Oryza sativa L.)
HIBRIDA MELALUI APLIKASI GA3

MELA WAHYUNI
A251130211

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Asep Setiawan, MS

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena
dengan segala rahmat dan ridho-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul
tesis ini adalah Optimasi Produksi Benih Padi (Oryza sativa L.) Hibrida Melalui
Aplikasi GA3. Penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr sebagai ketua komisi pembimbing, Dr Ir
Abdul Qadir, MSi dan Dr Ir Satoto, MS selaku anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan motivasi.
2. Dr Ir Asep Setiawan, MS selaku penguji luar komisi atas semua kritik dan
sarannya.
3. Dr Ir M. Rahmad suhartanto, MSi selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu
dan Teknologi Benih yang telah memberikan saran dan koreksi untuk perbaikan

tesis ini.
4. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB serta DIKTI atas
bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian ini dalam skema hibah penelitian
STRANAS (Strategis Nasional) tahun 2015.
5. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi atas ijin menggunakan dan
memberikan benih tetua tiga varietas padi hibrida untuk penelitian ini serta
menggunakan fasilitas Kebun Percobaan Muara
6. Keluarga Benih 2013 dan sahabat-sahabat terbaik atas doa, persahabatan dan
bantuannya kepada penulis.
7. Ayah dan ibu atas semua pengorbanan, usaha dan doanya dalam membesarkan
dan mendidik penulis.
8. Suami tercinta Ade Zumarlin yang luar biasa bersedia bersabar menjadi teman,
pembimbing, pelindung, dan pendukung yang tiada lelahnya. Anakku tercinta
Fadlin Melayu Ramadhon atas doa dan pengertiannya, serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2016
Mela Wahyuni


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vii
vii
viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi

Produksi Benih Padi Hibrida
Zat Pengatur Tumbuh
Giberelin

3
3
3
4
4

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Percobaan

6
6
6
7


4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1. Aplikasi Konsentrasi Giberelin Pada Saat Benih
Diproduksi
Percobaan 2. Pengaruh Aplikasi Giberelin Pada Saat Benih Diproduksi
di Lahan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida Selama di
Penyimpanan

10

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

28
28
29

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


30
33
39

10

18

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil analisis variansi (ANOVA) pengaruh aplikasi
kosentrasi GA3 dan varietas
2 Tinggi tanaman restorer dan CMS pada perbedaan aplikasi konsentrasi
GA3
3 Selisih tinggi tanaman restorer dengan tanaman CMS pada perbedaan
aplikasi konsentrasi GA3
4 Jumlah anakan total dan anakan produktif tiga galur mandul jantan
(CMS) pada perbedaan aplikasi konsentrasi GA3
5 Sudut membuka bunga, eksersi malai dan eksersi stigma pada perbedaan
aplikasi konsentrasi GA3 yang berbeda
6 Panjang malai (cm), gabah isi per malai, gabah hampa per malai, %
gabah isi per malai, dan gabah total per malai pada perbedaan aplikasi
konsentrasi GA3
7 Hasil benih (Kg ha-1) pada perbedaan aplikasi konsentrasi GA3
8 Pengaruh varietas dan Konsentrasi GA3 terhadap potensi tumbuh
maksimum
9 Pengaruh varietas dan Konsentrasi GA3 terhadap daya
berkecambah (%)
10 Pengaruh varietas dan Konsentrasi GA3 terhadap kecepatan tumbuh
(% etmal-1)
11 Pengaruh varietas dan Konsentrasi GA3 terhadap indeks vigor (%)
12 Hasil analisis regresi peubah potensi tumbuh maksimum tiga varietas
padi selama enam bulan penyimpanan
13 Hasil analisis regresi peubah daya berkecambah tiga varietas padi selama
enam bulan penyimpanan
14 Hasil analisis regresi peubah kecepatan tumbuh tiga varietas padi selama
enam bulan penyimpanan
15 Hasil analisis regresi peubah indeks vigor tiga varietas padi selama enam
bulan penyimpanan

10
11
12
13
15

16
17
19
19
20
20
22
23
25
26

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir penelitian
2 Skema penyerbukan menggunakan umur 50 % berbunga tetua betina (A)
dan tetua jantan (R1,R2, dan R3)
3 Perilaku peubah potensi tumbuh maksimum dengan perlakuan
konsentrasi GA3 selama penyimpanan (A) konsentrasi 0 ppm, (B) 150
ppm, (C)200 ppm, dan (d) 250 ppm
4 Perilaku peubah daya berkecambah dengan perlakuan konsentrasi GA3
selama penyimpanan (A) konsentrasi 0 ppm, (B) 150 ppm, (C)200 ppm,
dan (d) 250 ppm

7
14

22

24

5 Perilaku peubah kecepatan tumbuh dengan perlakuan konsentrasi GA3
selama penyimpanan (A) konsentrasi 0 ppm, (B) 150 ppm, (C)200 ppm,
dan (d) 250 ppm
6 Perilaku peubah indeks vigor dengan perlakuan konsentrasi GA3 selama
penyimpanan (A) konsentrasi 0 ppm, (B) 150 ppm, (C) 200 ppm, dan (d)
250 ppm
7 Penampakan fisik bulir benih padi

25

27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Deskripsi Padi Varietas Hipa-8
Deskripsi Padi Varietas Hipa-14
Deskripsi Padi Varietas Jatim-3
Layout percobaan
Penanaman dan penyemaian padi hibrida Jatim-3, Hipa-8 dan Hipa-14

34
35
36
37
38

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) memegang peranan penting dalam mendukung
ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya, kebutuhan beras
juga akan meningkat. Peningkatan jumlah penduduk ini harus diimbangi dengan
peningkatan produktivitas padi agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Diperlukan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, harga murah dan mudah
didapat oleh para petani.
Padi hibrida memiliki keunggulan heterosis karakter agronomis yang
biasanya muncul pada karakter batang yang kokoh batang kokoh, malai panjang
dan lebat, umur pendek 110–145 hari, jumlah anakan yang banyak, daun lebar
berwarna hijau tua, hasil tinggi 6-12 ton ha-1. Keunggulan heterosis untuk karakter
fisiologi seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang luas,
intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi
(Berkelar 2001). Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (2014) melaporkan, ratarata hasil varietas padi inbrida berkisar antara 5-8 ton ha-1 sedangkan varietas padi
hibrida antara 9-11 ton ha-1.
Padi hibrida merupakan hasil persilangan dari dua tetua (genetically-fixed
varieties) yang mampu menunjukkan sifat superior (efek heterosis), terutama dalam
meningkatkan hasilnya. Efek heterosis ini akan hilang pada generasi berikutnya
sehingga benih dari padi hibrida tidak dapat digunakan sebagai benih untuk musim
tanam selanjutnya. Produksi benih padi hibrida di Indonesia pada saat ini masih
rendah sehingga harga benih padi hibrida mahal. Suwarno (2004) melaporkan,
produksi yang diperoleh dalam memproduksi benih padi hibrida, yaitu 1.3 ton ha-1,
sedangkan di Cina Peijin et al. (1994) melaporkan, produksi benih padi hibrida pada
tahun 1991 telah mencapai 2.3 ton ha-1. Hal ini sangat berpengaruh dalam
penyediaan dan pengunaan benih padi hibrida oleh petani.
Benih padi hibrida di Indonesia dirakit dengan menggunakan sistem tiga galur,
yaitu galur mandul jantan/cytoplasmic male steril (CMS)/A, galur pelestari/
Maintainer/B, dan galur pemulih kesuburan/Restorer/R. Mandul jantan merupakan
suatu kondisi dimana tanaman tidak mampu memproduksi polen fungsional (Satoto
& Rumanti 2011). Benih padi hibrida diproduksi dari persilangan galur CMS
dengan galur R.
Benih padi hibrida yang dirakit dengan menggunakan sistem tiga galur
sampai saat ini masih tergolong rendah karena terkendala oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang utama adalah karakter pembungaan pada galur-galur
tetua antara lain eksersi malai, eksersi stigma, sudut membukanya bunga, dan
lamanya bunga membuka yang tidak mendukung persilangan secara alami, dan juga
faktor eksternal yaitu ketepatan (sinkronisasi) waktu berbunga antara galur A
dengan galur R (Widyastuti et al. 2007). Virmani dan Sharma (1993) menyebutkan
bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih padi hibrida sistem tiga
galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan betina yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan seperti lokasi,
musim dan teknis budidaya. Keberhasilan persilangan yang tinggi pada padi hibrida

2
juga didukung oleh faktor durasi pembukaan bunga yang panjang, permukaan
stigma yang besar dan sudut membuka bunga (Gavino et al. 2008).
Permasalahan lain dalam memproduksi padi hibrida adalah daya simpan
benih yang relatif lebih singkat. Hal ini dikarenakan benih padi hibrida memiliki
lema dan palea yang terbuka sehingga mendukung pertumbuhan jamur di
penyimpanan serta mempercepat laju kemunduran mutu benih (Srivastava et al.
2008). Struktur benih seperti ini juga mengakibatkan butiran padi rawan terhadap
perubahan kondisi lingkungan serta serangan hama dan penyakit.
Giberelin merupakan hormon tanaman yang terlibat dalam proses fisiologi
tanaman. Budiarto dan Wuryaningsih (2007) menyatakan, GA3 bersifat stabil dan
mampu memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman (meningkatkan
pembungaan dan memperkecil kerontokan bunga), selain itu GA3 mampu
meningkatkan aktivitas pertumbuhan tanaman dalam hal pemanjangan batang, dan
jumlah biji. Pada konsentrasi optimum, aplikasi GA3 diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan menyerbuk silang galur A (Tiwari et al. 2011). GA3
juga dapat meningkatkan pemanjangan pangkal malai dan keluar penuh dari
pelepah daun bendera (Yin et al. 2007).
GA3 dapat meningkatkan aktivitas pertumbuhan tanaman dalam hal
pemanjangan batang, peningkatan berat kering dan jumlah biji (Akter et al. 2007).
Hopkin (1995) melaporkan giberelin berperan dalam pembentangan dan
pembelahan sel, pemecahan dormansi biji, mobilisasi cadangan selama awal
pertumbuhan embrio, pemecahan dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan
batang, perkembangan bunga dan buah.
Berdasarkan latar belakang perlu dilakukan serangkaian penelitian pada
optimasi teknik produksi benih padi hibrida serta melihat pengaruh aplikasi GA3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang perkembangan padi hibrida di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan meliputi beberapa aspek, yaitu: Optimasi
produksi benih padi hibrida dengan aplikasi GA3 dan melihat pengaruh aplikasi
GA3 pada saat benih diproduksi di lahan tanam terhadap viabilitas benih padi
hibrida selama disimpan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan konsentrasi GA3 yang tepat untuk meningkatkan hasil benih padi
hibrida.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi GA3 dalam mempertahankan viabilitas
benih selama di penyimpanan.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim. Sistem
budidaya padi secara garis besar dibedakan tiga, yaitu padi kering (gogo) padi
sawah, dan padi rawa. Padi gogo ditanam di lahan kering (tidak digenangi),
sedangkan padi sawah dan padi rawa ditanam di lahan yang selalu tergenang air.
Teknologi budidaya padi sawah di Indonesia relatif lebih maju dibanding budidaya
padi gogo maupun padi rawa. Tanaman padi pada budidaya padi sawah maupun
budidaya padi gogo dapat dikembangkan secara langsung, baik dengan benih
maupun benih yang disemai menjadi bibit.
Produksi padi nasional 95% dihasilkan dari lahan sawah. Hanya 5% yang
berasal dari lahan kering. Data statistik tahun 2011 menunjukkan luas panen padi
di Indonesia sekitar 13.20 juta ha. Produksi panen per tahun 65.75 juta ton dengan
produktivitas 49.80 juta ton ha-1. Area padi sawah lebih luas dari pada padi gogo
dan padi rawa, produktivitas padi sawah juga lebih besar, yaitu 5.2 ton ha-1, lebih
tinggi dibandingkan dengan produktivitas padi rawa dan gogo ( 4.50 ton ha-1 dan
2.57 ton ha-1) (BPS 2012).
Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan
banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan
atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun
sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23°C.
Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan
fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air
dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7 (Purwono &
Purnamawati 2009).
Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan
persemaian sampai tanaman dipanen. Proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah
ini harus dipelihara dengan baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar
dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi.

Produksi Benih Padi Hibrida
Padi hibrida merupakan keturunan pertama dari persilangan antara dua galur
atau varietas homozigot yang berbeda. Persilangan dilakukan untuk
menggabungkan: (a) dua atau lebih galur-galur murni, (b) satu galur murni dan satu
silang tunggal dengan varietas bersari bebas dan (c) dua varietas atau spesies
(Mugnisjah & setiawan 1990). Varietas padi hibrida yang dilepas di Indonesia pada
umumnya dikembangkan dengan menggunakan sistem tiga galur yaitu galur
mandul jantan/Cytoplasmic Male Sterile (CMS)/A, galur pelestari/Maintainer/B,
dan galur pemulih kesuburan/Restorer /R.

4
Benih padi hibrida diproduksi dari persilangan galur CMS dengan galur R.
Galur CMS dihasilkan dari persilangan galur CMS dengan B. Produksi benih
hibrida lebih rumit dari pada produksi benih inbrida, karena tanaman padi memiliki
sifat menyerbuk sendiri dan sulit menyerbuk silang. Di samping itu faktor yang
sangat mempengaruhi dalam memproduksi benih padi hibrida adalah waktu
pembungaan tetua jantan denan tetua betina yang tidak sama. Sinkronisasi
pembungaan ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan teknik budidaya
(Virmani & Sharma 1993).
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah istilah yang digunakan untuk senyawa
organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesis pada bagian
tertentu, pada umumnya ditranslokasi ke bagian lain tanaman. Senyawa tersebut
menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologi, morfologi serta dapat
mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Wattimena 1988; Kusumo 1990). Zat pengatur tumbuh di
dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberellin, sitokinin, etilen,
dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses
fisiologis (Abidin 1983; Slisbury & Ross 1995).
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa setiap hormon mempengaruhi
respon pada banyak bagian tumbuhan dan respon tersebut bergantung pada spesies,
bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon
yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan. ZPT mempengaruhi proses-proses
fisiologis tanaman, diantaranya adalah proses pertumbuhan, differensiasi dan
perkembangan tanaman, proses pengenalan, penutupan, dan pembukaan stomata,
translokasi dan serapan hara.
Zat pengatur tumbuh terbagi menjadi dua, yaitu zat pengatur tumbuh endogen
dan eksogen yang dapat mengubah pertumbuhan tanaman. ZPT endogen disebut
fitohormon yang dihasilkan sendiri oleh tanaman, kurang optimum mempengaruhi
proses pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman karena jumlahnya tidak
mencukupi. ZPT eksogen disebut ZPT sintetik yang diproduksi secara buatan
(kimia). Penambahan ZPT eksogen ini dapat mengoptimalkan pertumbuhan
vegetatif dan reproduktif tanaman. Penambahan ZPT secara eksogen sering
dilakukan.
Giberelin
Penggunaan zat pengatur tumbuh eksogen sudah banyak dilakukan. Zat
pengatur tumbuh diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk mengontrol dan
memodifikasikan pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil yang secara ekonomis
menguntungkan. Keuntungan tersebut meliputi: peningkatan hasil dan
memperbaiki kualitas produksi (Wattimena 1988). Giberelin (GA3) merupakan
ZPT yang dapat mengatur antara lain pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
pemanjangan batang, pembungaan dan terlibat pada proses perkecambahan biji.
GA3 adalah senyawa tetrasiklik diterpenoid dengan sistem cincin entgiberelan yang ditemukan pada tahun 1926 olek E. Kurosawa, ilmuan Jepang yang
menemukan cendawan penyebab elongasi pada batang padi. Kemudian cendawan
tersebut diberi nama Gibberella fujikuroi. Giberelin (GA3) merupakan salah satu

5
zat pengatur tumbuh yang berperan tidak hanya memacu pemanjangan batang,
tetapi juga dalam proses pengaturan perkembangan tanaman salah satunya, yaitu
dapat mendorong terjadinya pembungaan.
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh tanaman yang berperan dalam
pengaturan berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan tananaman, secara
khusus berperan penting dalam perpanjangan batang tanaman (Sun 2004; Tiwari et
al. 2011). Giberelin meningkatkan pembelahan dan pemanjangan sel yang
selanjutnya meningkatkan jumlah sel dan panjang sel (Taiz & Zeiger 1991).
Pemanjangan sel dapat terjadi karena hidrolisis pati yang dikatalisis enzim αamilase yang didorong giberelin. Akibatnya terjadi peningkatan gula yang akan
meningkatkan tekanan osmotik cairan sel dan mengakibatkan air masuk serta
cenderung menyebabkan pembesaran sel (Weaver 1972). Pembesaran sel yang
disebabkan oleh GA3 dapat mencapai 15 kali lebih besar dari sel yang tidak diberi
perlakuan GA3 (Davies 1995). Menurut Yin et al. (2007) GA3 dapat meningkatkan
pemanjangan pangkal malai pada galur mandul jantan padi, sehingga malai dapat
keluar penuh dari pelepah daun bendera.
Budiarto dan Wuryaningsih (2007) menyatakan bahwa GA3 bersifat stabil
dan mampu memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman (meningkatkan
pembungaan dan memperkecil kerontokan bunga). Selain itu GA3 mampu
meningkatkan aktivitas pertumbuhan tanaman dalam hal pemanjangan batang dan
jumlah biji. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuhriyah (2004), GA3 pada
konsentrasi 200 ppm mampu meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah
daun, dan luas daun) dan perkembangan (masa primordia bunga, masa panen,
diameter bunga, dan panjang tangkai bunga) tanaman krisan.
Giberelin dapat menggantikan kondisi lingkungan spesifik guna
mengendalikan pembentukan bunga. Induksi pembungaan yang disebabkan oleh
giberelin merupakan peran pengganti hari panjang dan menginduksi pembungaan
pada tanaman hari pendek (Sponsel 1995). Giberelin terdapat pada berbagai organ
dan jaringan tanaman seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar, buah
dan jaringan halus. Giberelin berpengaruh terhadap pertambahan panjang batang,
memperbesar luas daun dari berbagai jenis tanaman serta bunga dan buah.
Masing-masing tanaman menghasilkan GA3 yang berbeda. Pada kondisi
tertentu tanaman menghasilkan GA3 endogen yang berlebih. Sementara pada
kondisi lainnya tanaman menghasilkan GA3 dalam jumlah yang rendah. Tidak
semua GA3 yang terdapat pada tanaman aktif. Oleh karena itu, pemberian GA3 pada
tanaman harus disesuaikan dengan waktu yang diinginkan oleh tanaman.
Pemberian GA3 pada saat kandungan GA3 eksogen rendah akan memberikan
pengaruh yang signifikan pada tanaman, namun kadang tidak cukup untuk
merangsang (Wattimena 1988).
Pemberian GA3 sebanyak 75 g ha-1 dapat meningkatkan produksi benih padi
hibrida dari 20.4% ( kontrol) menjadi 32.1% (Biradarpatil & Shekhargouda 2006).
Menurut Annis et al. (1992), pada tanaman Craspedia globosa pemberian GA3
dengan penyemprotan pada konsentrasi 0 dan 500 mg l-1 merangsang pembungaan.
Menurut Chaari-Rkhis et al. (2006) pemberian GA3 10 mg l-1 dapat menginduksi
pembungaan tanaman zaitun (Olive).
Pertumbuhan dan pembungaan philodendron dapat meningkat dengan
pemberian konsentrasi GA3 125 mg l-1 hingga 1 000 mg l-1 (Chen et al. 2003).
Yursak (2003) dalam penelitiannya menyatakan hal yang sama bahwa pemberian

6
GA3 selain meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah ruas batang juga
merangsang pembungaan lily. Selain itu, Wuryaningsih dan Sutater (1993)
melaporkan bahwa pemberian 230 ppm GA3 sebanyak tiga kali pada tanaman
krisan meningkatkan tinggi tanaman sampai dengan minggu ke 12 dan produksi
bunga dan panjang tangkai lebih dari 60 cm serta kesegaran bunga 5 hari.

3 METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan I dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara-Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Percobaan II dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Percobaan ini dilaksanakan
pada bulan April 2015 sampai April 2016.
Bahan dan Alat
Benih yang digunakan adalah benih tetua betina dan tetua jantan dari tiga
varietas padi hibrida yaitu benih galur A1 dan PK91 untuk varietas Hipa-8, benih
galur A7 dan PK92 untuk varietas Hipa-14, serta benih galur A6 dan PK88 untuk
varietas Hipa Jatim-3, benih galur-galur tersebut berasal dari Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (BB Padi). Zat pengatur tumbuh giberelin (GA3) dengan konsentrasi
0, 150, 200, dan 250 ppm. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang umum digunakan pada
budidaya padi sawah, kertas, pinset, alat pengepres kertas IPB75, germinator IPB
73-2B, label, timbangan, plastik PP dan alat tulis.

7
Prosedur Percobaan

Percobaan I
Penanaman benih tetua padi hibrida
dengan perlakuan kosentrasi ZPT
GA3
Percobaan II
Penyimpanan benih padi hibrida
pada kondisi penyimpanan suhu
ruang
Mutu fisiologis
- Indeks vigor
- Daya berkecambah
- Potensi tumbuh maksimum
- Kecepatan tumbuh

- Perkembangan vegetatif
- Perkembangan generatif
- Produksi benih

Output percobaan I:
Konsentrasi yang tepat
untuk meningkatkan
produksi benih padi hibrida

Output II:
Pengaruh konsentrasi GA3
terhadap viabilitas dan
vigor benih

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Percobaan 1. Aplikasi Konsentrasi Giberelin pada Saat Benih Diproduksi
Percobaan disusun menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design)
dua faktor. Faktor pertama adalah varietas padi hibrida (V) sebagai petak utama dan
faktor kedua adalah taraf konsentrasi giberelin (GA3) sebagai anak petak.
Petak utama: Varietas (V):
V1 = Hipa-8 (A1 dan PK91)
V2 = Hipa-14 (A7 dan PK92)
V3 = Jatim-3(A6 dan PK88)
Anak petak: Konsentrasi GA3 (ppm)
G0 = Tanpa GA3
G1 = GA3 150 ppm
G2 = GA3 200 ppm
G3 = GA3 250 ppm
Percobaan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Satu unit percobaan berupa satu petakan yang berukuran 5 m x 5 m, dengan jarak
antar petak 0.6 m dan jarak antar petak utama 1 m (Lampiran 4). Masing-masing
varietas pada petak utama dipasang plastik setinggi 1.5 m yang berguna sebagai
isolasi antar varietas. Penyemaian tetua jantan dan betina dilakukan pada waktu
berbeda, karena umur berbunga tetua jantan dan betina berbeda. Bibit tetua betina
dipindah ke lapang setelah berumur 21 hari, sedangkan bibit tetua jantan dipindah
tanam pada umur yang berbeda-beda (24, 21 dan 18 hari) (Lampiran 5). Rasio
tanam tanaman jantan dengan tanaman betina adalah 2R:10A, dengan jarak tanam

8
antar tanaman 20 cm x 20 cm. Jarak tanam antar baris tanaman A terluar dengan
baris tanaman R terluar adalah 30 cm (Badan Litbang 2007).
Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk SP-36 150 kg ha-1 dan KCl
100 kg ha-1 diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan urea 200 kg ha-1
diberikan 3 kali, yaitu pada waktu tanam dengan 66.7 kg ha-1, pada saat tanaman
berumur 28 hari setelah tanam (HST) dengan 66.7 kg ha-1 dan pada saat tanaman
berumur 49 HST dengan 66.7 kg ha-1. Penyiangan gulma dilakukan secara manual
yang dilakukan pada saat tanaman berumur 22 HST. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman dilakukan secara kimia sesuai kondisi dan kebutuhan dilapang.
Aplikasi GA3 dilakukan dua kali (5 – 10 % dari populasi telah mulai berbunga
dan 3 hari setelahnya) (Susilawati 2014). GA3 diaplikasikan dengan cara
disemprotkan. Volume semprot satu liter per petak percobaan (setara dengan 400 L
ha-1) dengan menggunakan konsentrasi GA3 sesuai dengan konsentrasi perlakuan
perpetak percobaan . Penyemprotan diberikan pada tetua betina dan tetua jantan dan
dilakukan dari bagian buku di bawah daun bendera sampai ujung daun, pada pagi
hari (09.00-11.00 WIB) saat cuaca cerah dan tidak ada hujan.
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap lima rumpun
tanaman contoh tetua betina, lima tanaman contoh tetua jantan dan pengamatan
hasil produksi. Peubah yang diamati pada tanaman betina (CMS), yaitu tinggi
tanaman vegetatif (6 MST), tinggi tanaman generatif (1 minggu sebelum panen),
jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur berbunga 50 %, eksersi malai
(%), eksersi stigma (%) sudut bunga membuka, panjang malai (cm), jumlah gabah
total per malai (butir), jumlah gabah isi dan hampa per malai (butir), persentase
gabah isi per malai (%) dan produktivitas (kg ha-1). Peubah yang diamati pada
tanaman jantan (restorer) yaitu umur berbunga 50 % dan tinggi tanaman generatif
(1 minggu sebelum panen).
Percobaan 2. Pengaruh Aplikasi Giberelin pada Saat Benih Diproduksi di
Lahan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida
Selama di Penyimpanan
Percobaan 2 dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh aplikasi GA3 pada saat benih diproduksi terhadap viabilitas
dan vigor benih selama proses penyimpanan. Percobaan disusun menggunakan
rancangan petak terbagi (Split Plot Design) dua faktor. Faktor pertama adalah
varietas padi hibrida (V) sebagai petak utama dan faktor kedua adalah taraf
konsentrasi giberelin (GA3) sebagai anak petak.
Faktor utama: Varietas (V)
V1 = Hipa-8 (A1 dan PK91)
V2 = Hipa-14 (A7 dan PK92)
V3 = Jatim-3(A6 dan PK88)
Faktor kedua: Konsentrasi GA3 (ppm)
G0 = Tanpa GA3
G1 = GA3 150 ppm
G2 = GA3 200 ppm
G3 = GA3 250 ppm

9
Benih yang digunakan dalam percobaan ini merupakan hasil dari percobaan
pertama. Benih disimpan dalam plastik polipropilen (PP) sebanyak satu kg tiap
kemasan. Kemasan ditutup rapat dan disimpan dalam boks plastik tertutup selama
enam bulan pada suhu kamar. Penyimpanan dilakukan setelah benih patah dormansi
(satu bulan setelah panen). Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan setiap bulan.
Pengujian pertama dilakukan pada saat 0 bulan penyimpanan. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dalam
plastik). Benih dikecambahkan menggunakan alat pengecambah benih IPB 73-2B.
Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 100 butir
benih. Peubah yang diamati, yaitu: potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah,
kecepatan tumbuh maksimum dan indeks vigor.
1. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum (PTM) mengindikasikan viabilitas total.
Penghitungan PTM didasarkan pada benih yang tumbuh (berkecambah) sampai
hari ke-7 setelah tanam. Rumus untuk menghitung PTM adalah:
PTM % =

� �� + � �
Σ
�ℎ � � ��

x 100%

ΣKN = jumlah kecambah normal sampai akhir pengamatan
ΣKAb = jumlah kecambah abnormal sampai akhir pengamatan

Dimana:

2. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah merupakan tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas
potensial (Vp). Penghitungan DB diperoleh dari persentase kecambah normal
(KN) pada pengamatan 1 (hari ke-5) dan pengamatan 2 (hari ke-14). Rumus yang
digunakan:
DB % =

∑ KN hitungan I + ∑ KN hitungan II
x 100%
∑ Benih yang ditanam

3. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan vigor
kekuatan tumbuh. Perhitungan kecepatan tumbuh didasarkan pada akumulasi
kecepatan tumbuh harian dalam unit tolok ukur persentase per hari dengan
rumus:
K CT =

% KN e−1

Dimana:

et a

+ …+

% KN e−
et a

1 et mal = 24 jam
% KN = persentase kecambah normal

4. Indeks Vigor (IV)
Perhitungan didasari pada persentase kecambah normal (KN) di hitungan
pertama pada uji daya berkecambah, yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan
rumus:

10
IV % =

∑ KN hitungan I
x 100%
∑ benih yang ditanam

Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Apabila
analisis ragam menunjukkan keragaman nyata dilanjutkan dengan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1. Aplikasi Konsentrasi Giberelin pada Saat Benih Diproduksi
Data hasil ANOVA untuk berbagai peubah disajikan pada Tabel 1. Interaksi
perlakuan konsentrasi GA3 dan varietas padi hibrida berpengaruh nyata terhadap
peubah tinggi tanaman restorer, persentase gabah isi per malai, dan hasil benih.
Faktor konsentrasi GA3 berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman
restorer, tinggi tanaman CMS, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, sudut
membuka bunga, eksersi malai, gabah hampa per malai, dan gabah total per malai
sedangkan faktor varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif,
eksersi stigma (%), panjang malai (cm), gabah isi per malai, gabah hampa per malai
dan, gabah total per malai.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis variansi (ANOVA) pengaruh aplikasi
konsentrasi GA3 dan varietas
F-hitung
Peubah
GA3
Varietas GA3*Varietas KK (%)
Tinggi tanaman restorer (cm)
*
tn
*
3.17
Tinggi tanaman CMS (cm)
*
tn
tn
3.75
Jumlah anakan total
*
tn
tn
9.06
Jumlah anakan produktif
*
*
tn
9.62
Sudut membuka bunga (o)
*
tn
tn
5.62
Eksersi malai (%)
*
tn
tn
4.76
Eksersi stigma (%)
tn
*
tn
3.74
Panjang malai (cm)
tn
*
tn
1.83
Gabah isi/malai
tn
*
tn
5.94
Gabah hampa/malai
*
*
tn
7.28
% gabah isi/malai
tn
tn
*
6.43
Gabah total /malai
*
*
tn
5.13
-1
Hasil benih (kg ha )
tn
tn
*
16.23

Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf α=0.05; tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf
α=0.05; KK = Koefisien keragaman

Hasil analisis ragam menunjukkan tinggi tanaman restorer dipengaruhi oleh
interaksi antara konsentrasi GA3 dengan galur restorer. Interaksi antara konsentrasi
GA3 250 ppm dengan galur PK92 menghasilkan rata-rata tinggi tanaman restorer
tertinggi, yaitu sebesar 106.03 cm namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150
ppm (101.69 cm) dan 200 ppm (104.24 cm). Hasil tersebut juga tidak berbeda nyata

11
dengan interaksi antara galur PK88 pada konsentrasi GA3 150 ppm, 200 ppm dan
250 ppm dan antara galur PK91 pada konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm (Tabel 2).
Faktor aplikasi konsentrasi GA3 secara tunggal berpengaruh terhadap tinggi
tanaman CMS, sedangkan varietas dan interaksi antara aplikasi konsentrasi GA3
dengan varietas tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Aplikasi konsentrasi
GA3 250 ppm menghasilkan rata-rata tinggi tanaman CMS tertinggi, yaitu sebesar
100.17 cm (Tabel 2). Giberelin sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang secara khusus berperan penting dalam hal
perpanjangan batang (Budiarto & Wuryaningsih 2007; Tiwari et al. 2011). Menurut
hasil penelitian yang dilakukan Toharudin dan Sutomo (2013), zat pengatur tumbuh
giberelin dengan konsentrasi 10 ppm dan 20 ppm telah dapat meningkatkan tinggi
tanaman.
Tabel 2 Tinggi tanaman restorer dan CMS pada perbedaan aplikasi konsentrasi
GA3
Konsentrasi GA3 (ppm)
Galur/Varietas
Rata-rata
0
150
200
250
Tinggi tanaman restorer (cm)
PK88 (Jatim-3)
84.60d
99.87ab
102.79ab 102.63ab
97.47
PK91 (Hipa-8)
91.17c
99.33ab
97.85b
101.94ab
97.57
PK92 (Hipa-14)

83.99d

Rata-rata

86.59

A6 (Jatim-3)
A1 (Hipa-8)
A7 (Hipa-14)
Rata-rata

74.47
77.69
79.73
77.30d

101.69ab

104.24ab

106.03a

100.29
101.63
103.53
Tinggi tanaman CMS (cm)
90.07
94.53
98.87
95.51
97.77
104.39
93.90
97.81
97.25
93.16c
96.70b
100.17a

98.99

89.48a
93.84a
92.18a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing variabel tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05

Tinggi tanaman merupakan faktor yang sangat mendukung dalam
memaksimalkan produksi benih padi hibrida (Andreani et al. 2012). Untuk
memudahkan sampainya serbuk sari pada kepala putik tanaman restorer harus lebih
tinggi dari tanaman CMS. Tanaman restorer sebaiknya memiliki tinggi tanaman >
10-20 cm lebih tinggi dibanding tanaman CMS (Virmani 1994). Hasil penelitian
menunjukkan semua tanaman restorer pada semua perlakuan konsentrasi GA3
memiliki postur tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman CMS
pasangannya kecuali pada tanaman Hipa-8 pada konsentrasi 250 ppm, tinggi
tanaman restorer lebih rendah dibandingkan CMS ( Tabel 3).
Tiga varietas yang diuji memiliki respon yang berbeda terhadap aplikasi GA3.
Varietas Hipa-14 memiliki restorer yang lebih sensitif terhadap aplikasi GA3 dari
pada CMS, sehingga semakin tinggi konsentrasi GA3 yang diaplikasikan semakin
tinggi tanaman restorer. Varietas Jatim-3 dan Hipa-8 memiliki CMS yang lebih
sensitif terhadap aplikasi GA3, sehingga semakin tinggi konsentrasi GA3 yang
diaplikasikan semakin tinggi tanaman CMS dari kedua varietas tersebut. Hal ini

12
menyebabkan tanaman CMS memiliki tinggi lebih tinggi dari pada tanaman
restorer.
Tabel 3 Selisih tinggi tanaman restorer dengan tanaman CMS pada perbedaan
aplikasi konsentrasi GA3
Varietas

Jatim-3

Hipa-8

Hipa-14

Konsentrasi
GA3 (ppm)
0
150
200
250
0
150
200
250
0
150
200
250

CMS

Restorer

74.47
90.07
94.53
98.87
77.69
95.51
97.77
104.39
79.73
93.90
97.81
97.25

84.60
99.87
102.80
102.63
91.17
99.33
97.85
101.94
83.99
101.69
104.24
106.03

Selisih tinggi
tanaman jantan
+10.13
+9.80
+8.27
+3.77
+13.48
+3.82
+0.09
-2.45
+4.25
+7.79
+6.43
+8.77

Keterangan: (-) Tinggi tanaman tetua jantan lebih pendek dari tinggi tetua betina, (+) tinggi tanaman
tetua jantan lebih tinggi dari tinggi tanaman tetua betina

Faktor aplikasi konsentrasi GA3 secara statistik berpengaruh terhadap jumlah
anakan total dan anakan produtif. Faktor varietas berpengaruh terhadap jumlah
anakan produktif tapi tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan total dan interaksi
antara faktor konsentrasi GA3 dengan varietas tidak memberikan pengaruh terhadap
anakan total dan anakan produktif. Aplikasi GA3 tidak dapat meningkatkan jumlah
anakan total dan produktif tanaman. Rata-rata jumlah anakan total dan anakan
produktif tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi 0 ppm (kontrol), yaitu 23
batang pada anakan total dan 15 batang pada anakan produktif. Tidak terdapatnya
pengaruh pada anakan tanaman dikarenakan aplikasi GA3 dilakukan pada saat
tanaman telah berbunga.
Anakan total terbanyak terdapat pada galur A1 (Hipa-8), yaitu 24 batang,
namun pada galur ini jumlah anakan produktifnya paling sedikit, yaitu 13 batang.
Jumlah anakan produktif terbanyak terdapat pada galur A6 (Jatim-3), yaitu 16
batang. Jumlah anakan produktif ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan
produktivitas (Tabel 4).

13
Tabel 4 Jumlah anakan total dan anakan produktif tiga galur mandul jantan (CMS)
pada perbedaan aplikasi konsentrasi GA3
Konsentrasi GA3 (ppm)
Galur/Varietas
Rata-rata
0
150
200
250
Jumlah anakan total
A1 (Hipa-8)
23.53
22.00
23.60
25.93
23.77a
A6 (Jatim-3)
22.33
19.07
19.80
20.13
20.33a
A7 (hipa 14)
24.60
19.33
22.20
21.00
21.78a
Rata-rata
23.49a
22.36a 21.87ab 20.13b
Jumlah anakan produktif
A1 (Hipa-8)
13.93
13.62
12.2
15.4
13.53b
A6 (Jatim-3)
17.2
15.53
16.87
14.60
16.05a
A7 (hipa 14)
15.47
13.47
15.13
14.47
14.63b
Rata-rata
15.53a
13.73b 14.86ab 14.82ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing variabel tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05

Waktu berbunga 50% merupakan variabel penting dalam keberhasilan
penyerbukan tanaman. Pada penelitian ini waktu berbunga 50% antara CMS dan
restorer berbeda pada semua varietas. Pada varietas Jatim-3 CMS lebih cepat
berbunga (76 HST) dari pada restorer (95, 92, dan 89 HST). Varietas Hipa-8
restorer lebih cepat berbunga (83, 80, dan 77 HST) dari pada CMS (85 HST).
Varietas Hipa-14 restorer penanaman pertama lebih lambat berbunga 1 hari (84
HST) dibandingkan CMS (83 HST), sedangkan pada restorer penanaman ke-2 dan
ke-3 lebih cepat berbunganya (81 dan 78 HST). Skema penyerbukan tetua betina
(A) dan tetua jantan dapat dilihat pada Gambar 2. Varietas Hipa-14 waktu berbunga
tanaman CMS dan tanaman restorer lebih sinkron dibandingkan pada varietas
Hipa-8 dan Jatim-3. Sinkronisasi pembungaan sangat menentukan keberhasilan
dalam memproduksi benih padi hibrida (Sukirman et al. 2006).
Periode pembungaan padi bervariasi antara 7-10 hari untuk padi budi daya
dan 7-20 hari untuk padi liar. Kemampuan kepala putik untuk dapat menerima
serbuk sari dapat mencapai 3-7 hari. Serbuk sari setelah keluar dari kepala sari
biasanya berumur pendek dan viabilitasnya akan hilang dalam waktu 5 menit
(Widyastuti et al. 2012). Periode reseptivitas putik lebih lama dibandingkan serbuk
sari. Jika tetua betina berbunga lebih cepat dari tetua jantan, kesempatan terjadinya
penyerbukan masih ada. Sebaliknya jika tetua jantan berbunga lebih cepat dari
betina maka penyerbukan tidak terjadi.
Keberhasilan persilangan yang tinggi pada padi hibrida dipengaruhi oleh
durasi pembukaan bunga yang panjang, permukaan stigma yang besar, dan sudut
membuka bunga (Gavino et al. 2008; Biradarpatil & Shekargouda 2006). Tipe galur
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe indica. Menurut Grist (1953) CMS
tipe indica berbunga lebih lama dibanding galur restorer (pelestarinya).

14

Gambar 2 Skema penyerbukan menggunakan umur 50 % berbunga tetua betina
(A) dan tetua jantan (R1,R2, dan R3)
Aplikasi GA3 memberikan pengaruh terhadap sudut membuka bunga. Sudut
membuka bunga pada perlakuan konsentrasi GA3 200 ppm rata-rata mencapai
22.71o (Tabel 5). Sudut membuka bunga berpengaruh terhadap keberhasilan
penyerbukan. Semakin besar sudut membuka bunga akan meningkatkan
kemungkinan diterimanya serbuk sari oleh kepala putik, sehingga keberhasilan
terbentuknya biji lebih tinggi. Hasil penelitian Sheeba et al. (2006) melaporkan,
sudut membuka bunga pada tetua betina padi berkisar antara 26o-36o. Penelitian
yang dilakukan oleh Susilawati et al. (2014b), dengan aplikasi GA3 300 ppm
didapatkan sudut membuka bunga 26.7-32.9o.
Faktor konsentrasi GA3 berpengaruh terhadap eksersi malai, namun faktor
varietas/galur tidak berpengaruh. Interaksi konsentrasi GA3 dengan varietas/galur
tidak berpengaruh terhadap eksersi malai. Hasil uji rata-rata nilai tengah
menunjukkan konsentrasi GA3 150, 200, dan 250 ppm memiliki eksersi malai lebih
baik dibandingkan kontrol. Aplikasi GA3 250 ppm menghasilkan eksersi malai
tertinggi (86.89%) namun tidak berbeda dengan perlakuan 200 ppm GA3 (85.58 %)
(Tabel 5). Peningkatan eksersi malai ini berpengaruh dalam peningkatan produksi
benih. Hasil penelitian Yin et al. (2007) menyatakan bahwa GA3 dapat
meningkatkan pemanjangan pangkal malai pada galur CMS sehingga malai dapat
keluar penuh dari pelepah daun bendera. Hal ini akan memberi peluang
terbentuknya benih menjadi lebih besar dan hasil gabah meningkat.
Aplikasi konsentrasi GA3 tidak memberikan pengaruh terhadap eksersi
stigma, namun faktor varietas/galur berpengaruh. Hasil rata-rata nilai tengah
aplikasi konsentrasi GA3 eksersi stigma tertinggi terdapat pada konsentrasi 200
ppm, yaitu 42.94% dan galur yang memiliki eksersi stigma tertinggi Hipa-8 yaitu
45.55% (Tabel 5). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Susilawati (2014), konsentrasi GA3 300 ppm menghasilkan ratarata eksersi stigma terbaik, yaitu sebesar 61.4% namun tidak berbeda dengan
konsentrasi 200 ppm (58.3%) dan 100 ppm (56.8%).

15
Eksersi stigma berpengaruh terhadap persentase keberhasilan terbentuk
gabah. Semakin tinggi persentase eksersi semakin besar kemungkinan terbentuknya
gabah. Stigma mampu menerima polen hingga 5 hari setelah bunga menutup,
sedangkan polen hanya bertahan hidup hingga 5 menit. Stigma yang tetap berada
di luar saat bunga padi telah menutup akan meningkatkan kesempatan polen untuk
jatuh di permukaan stigma dan berkecambah, sehingga terjadi pembuahan
(Rumanti et al. 2014).
Tabel 5 Sudut membuka bunga, eksersi malai dan eksersi stigma pada perbedaan
aplikasi konsentrasi GA3 yang berbeda
Konsentrasi GA3 (ppm)
Galur/Varietas
Rata-rata
0
150
200
250
Sudut membuka bunga (o)
A1 (Hipa-8)
21.93
22.47
23.00
22.13
22.38a
A6 (Jatim-3)
21.93
22.73
22.13
22.60
22.35a
A7 (hipa 14)
20.67
22.46
23.00
22.73
22.21a
Rata-rata
21.51b
22.55a
22.71a
22.48a
Eksersi malai (%)
A1 (Hipa-8)
82.18
84.72
88.22
89.61
86.16a
A6 (Jatim-3)
79.13
81.45
86.26
83.56
82.60a
A7 (hipa 14)
79.52
78.94
82.26
87.51
82.06a
Rata-rata
80.27b
81.70b
85.58a
86.89a
Eksersi stigma (%)
A1 (Hipa-8)
44.96
45.37
46.19
45.68
45.55a
A6 (Jatim-3)
39.27
39.65
40.90
39.67
39.87c
A7 (hipa 14)
42.10
42.17
41.73
42.97
42.24b
Rata-rata
42.11a
42.39a
42.94a
42.77a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing variabel tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05

Faktor konsentrasi GA3 tidak berpengaruh terhadap panjang malai, namun
faktor galur CMS memberikan pengaruh terhadap panjang malai. Interaksi
konsentrasi GA3 dengan galur CMS tidak memberikan pengaruh terhadap panjang
malai. Panjang malai rata-rata pada setiap galur adalah 25.68 cm (A7), 25.62 cm
(A1) dan 24.36 cm (A6 ) (Tabel 6).
Faktor konsentrasi GA3 memberikan pengaruh terhadap total gabah per malai
dan gabah hampa per malai, tetapi tidak berpengaruh terhadap gabah isi per malai.
Faktor varietas mamberikan pengaruh terhadap gabah isi per malai, gabah hampa
per malai dan gabah total per malai. Aplikasi konsentrasi GA3 tidak dapat
meningkatkan gabah total per malai (Tabel 6).
Aplikasi konsentrasi GA3 dapat menekan jumlah gabah hampa per malai,
semakin tinggi konsentrasi GA3, jumlah gabah hampanya semakin rendah. Ratarata jumlah gabah hampa per malai yang paling sedikit terdapat pada konsentrasi
250 ppm GA3, yaitu 121.67 butir (Tabel 6). Jumlah gabah hampa ini sangat
berpengaruh terhadap produksi benih yang akan dihasilkan. Semakin rendah gabah
hampa maka akan dapat meningkatkan produksi benih.

16
Interaksi antara galur CMS dengan konsentrasi GA3 berpengaruh terhadap
persen gabah isi per malai. Respon galur CMS berbeda terhadap perlakuan konsentrasi
GA3. Galur A7 menghasilkan persen gabah isi per malai tertinggi pada konsentrasi 150
ppm, 200 ppm dan 250 ppm GA3 dibandingkan dengan galur CMS lainnya. Galur A7
dengan konsentrasi GA3 200 ppm menghasilkan rataan persen gabah isi per malai
tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan galur Jatim-3 (Tabel 6).
Hasil uji nilai tengah gabah total per malai galur A1 (Hipa-8) dan A7 (Hipa14) lebih tinggi dari galur A6 (Jatim-3). Galur A1 (Hipa-8) dan A7 (Hipa-14)
memiliki total gabah per malai, yaitu 196.60 dan 195.82 butir, sedangkan untuk
galur A6 (Jatim-3) 168.65 butir. Rata-rata gabah isi per malai tertinggi terdapat pada
galur A7 (Hipa-14), yaitu 64.36 butir. Galur A1 (Hipa-8) memiliki rata-rata jumlah
gabah hampa tertinggi yaitu 135.97 butir permalainya (Tabel 6).

Tabel 6 Panjang malai (cm), gabah isi per malai, gabah hampa per malai, % gabah
isi per malai dan gabah total per malai, pada perbedaan aplikasi konsentrasi
GA3
Konsentrasi GA3 (ppm)
Galur/Varietas
Rata-rata
0
150
200
250
Panjang malai (cm)
A1 (Hipa-8)
25.51
25.59
25.80
25.59
25.62a
A6 (Jatim-3)
24.85
24.56
24.07
23.97
24.36b
A7 (hipa 14)
25.51
25.60
26.04
25.59
25.68a
Rata-rata
25.29a
25.25a
25.31a
25.05a
Gabah isi/malai
A1 (Hipa-8)
64.13
59.89
60.35
58.08
60.61ab
A6 (Jatim-3)
47.73
51.11
51.77
53.17
50.95b
A7 (hipa 14)
64.64
61.95
69.87
60.97
64.36a
Rata-rata
58.84a
57.65a
60.66a
57.41a
Gabah hampa/malai
A1 (Hipa-8)
126.59
140.44
142.04
134.88
135.97a
A6 (Jatim-3)
127.87
123.03
110