PERILAKU SEKS BEBAS DI KALANGAN ANAK JALANAN (Studi pada Tempat-tempat Persinggahan Anak Jalanan di Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

THE PERFORMANCE OF GOVERNMENT OFFICIAL BADAN NARKOTIKA PROVINSI (BNP) LAMPUNG IN THE RESPONSE TO

DRUGABUSE

By

REZA PUTRA PERDANA

Problems of Narcotics abusement, Psychotropics and Addictive Substance or in a popular term is well-known as DRUGS. DRUGS is a very complex problem. From existing data, drug abusement is done at most between the ages of 15-24 years. It seems, young generation is a strategic target of drugs illicit traffics. Facts prove that the illicit traffic of drugs now has been expanded into areas of Lampung Province, according to the data up to September 2009 the case of carrying 641 men and 35 women arrested as drug traffickers, so the danger of drug abusement became a serious threat to the life of the young generation. In order to determine the performance government official Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung in the response to drug abuse, the author uses the theory proposed by Wibowo, to find out the performance can be seen from the standard achievement, purpose, competence, feedback, tools, means, motives and opportunities. The methods used in the process of this research using a qualitative descriptive approach. Materials and data that is used in this study derived from


(2)

Based on research results, showing the performance of official government of Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung in the response to drug abuse of narcotics is still less than the maximum, it could be seen through the achievement of the goals which there are few employees who do not understand the task division of each field, standard in work performances is already good enough, the feedback in suggestions and critics is not fully carried out in order to improve the performance, lack of equipment and facilities, competences that have not executed well, the low motive of employees in the performance of duties, opportunity in raising the performance has not been fully implemented.

Keywords: Performance Government Official in The Reduction of Narcotics Abuse


(3)

ABSTRAK

KINERJA APARAT BADAN NARKOTIKA PROVINSI (BNP) LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Oleh

REZA PUTRA PERDANA

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA merupakan masalah yang sangat kompleks. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA.

Fakta membuktikan bahwa peredaran gelap narkoba sekarang sudah merambah ke wilayah Provinsi Lampung, data ungkap kasus sampai dengan September 2009 tercatat 641 orang laki-laki dan 35 orang perempuan tertangkap sebagai pengedar narkoba, sehingga ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman serius bagi kehidupan generasi muda.

Untuk mengetahui kinerja aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Wibowo dalam mengukur kinerja dapat dilihat dari pencapaian standar, tujuan, kompetensi, umpan balik, alat dan sarana, kompetensi,


(4)

pergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Sedangkan metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan metode wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kinerja aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung masih kurang maksimal, masih terdapat beberapa pegawai yang tidak paham akan pembagian tugas masing-masing bidang, standar dalam melaksanakan pekerjaan sudah cukup baik, umpan balik berupa masukan, saran maupun kritik belum sepenuhnya dilakukan dalam rangka perbaikan kinerja, kurangnya alat dan sarana, kompetensi yang belum dilaksanakan dengan baik, rendahnya motif pegawai pada pelaksanaan tugas, peluang dalam peningkatkan kinerja belum sepenuhnya terlaksana.

Kata Kunci : Kinerja Aparat dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika


(5)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba saat ini menjadi ancaman maut yang dapat menjadi pembunuh bagi manusia yang menggunakannya.

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi


(6)

medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.

Pada umumnya, “generasi muda merupakan aset yang paling berharga bagi kelangsungan hidup bangsa”. Berbagai analisis akan memperkirakan lost generation atau akan adanya generasi yang hilang di Indonesia akibat Narkoba akan benar-benar terjadi dimasa mendatang. Narkoba merupakan racun yang bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa depannya secara fisik, semakin lama semakin ambruk sementara memtalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang menyakitkan yang dikenal dengan sakau (Abu Al-Chifauzi, 2002:9).

Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu, kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.

“Narkoba merupakan masalah yang sangat berbahaya bagi generaasi muda”. Narkoba telah membuat belasan ribu jiwa melayang setiap setiap tahunnya, berdasarkan Survey Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 6,79 persen atau sekitar 2 juta jiwa.


(7)

Selain itu jumlah penyalahgunaan narkoba secara keseluruhan diperkirakan akan terus melonjak. Jika pada 2008, jumlah penyalahgunaan narkoba mencapai 3,3 juta jiwa, maka pada tahun 2013 bakal melambung menjadi 4,3 juta jiwa. Demikian pula angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di tingkat populasi akan mengalami kenaikan sekitar 28 persen dalam lima tahun mendatang.(Jurnal BNN, edisi juli 2009).

Meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, menunjukan bahwa Indonesia rentan akan bahaya narkoba, lebih ironisnya, para pelaku didominasi oleh generasi muda. Para remaja pada khususnya dan generasi muda pada umumnya ialah aset bangsa yang harus dijaga demi kelangsungan hidup bangsa dan negara ini. Persoalan narkoba bukanlah masalah Pemerintah Pusat saja, melainkan sudah menjadi persoalan menyeluruh bangsa Indonesia. Semua elemen harus ikut berpartisipasi dalam persoalan memerangi narkoba.

Data Badan Narkotika Nasional menyatakan telah menangani sebanyak 28.382 kasus penyalahgunaan narkoba selama periode Januari sampai November 2009. Dari jumlah itu, sebanyak 32.299 orang telah ditangkap. Dalam hal ini, untuk persentasenya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Total jumlah penyalahgunaan narkoba, sebanyak 9.661 kasus adalah kasus narkotika, 8.698 kasus psikotropika, dan 10.023 kasus bahan berbahaya lainnya. Jumlah tersangka yang sudah ditangkap sebanyak 35.299 orang, dengan rincian 13.051 orang untuk kasus narkotika, 11.601 orang untuk kasus psikotropika, dan 10.647 kasus bahan berbahaya lainnya.(www.bnn.go.id, diakses pukul 14.30 WIB, 25 Januari 2010)


(8)

Provinsi Lampung sebagai pintu gerbang memasuki Pulau Sumatera dari Pulau Jawa, merupakan satu diantara beberapa provinsi di Indonesia yang rentan akan kejahatan narkoba. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Lampung melalui Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 membentuk satuan kerja yaitu Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dengan tugas melakukan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN).

Fakta membuktikan bahwa peredaran gelap narkoba sekarang sudah merambah ke wilayah Provinsi Lampung, data ungkap kasus sampai dengan September 2009 tercatat 641 orang laki-laki dan 35 orang perempuan tertangkap sebagai pengedar narkoba, sehingga ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman serius bagi kehidupan generasi muda. Bahkan pembuatan jenis extasi dan shabu sudah menjadi produksi Home Industri. Di sisi lain akibat penyalahgunaan narkoba adalah meningkatnya penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Di Provinsi Lampung sampai dengan tahun 2009 tercatat 188 orang positif AIDS, 82% diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba dengan jarum suntik, sedangkan 18% diakibatkan oleh hubungan seksual tidak aman (Heteroseksual dan Homoseksual) dan dari ibu hamil positif ke janin yang dikandung. (arsip Kantor Badan Narkotika Provinsi Lampung tahun 2009)


(9)

BNP menyebutkan ada lima kabupaten/kota yang dikategorikan sebagai daerah rawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Daerah tersebut terdiri dari kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tulangbawang dan Lampung Utara, serta Kota Bandar Lampung.

“Data pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung sepanjang bulan Desember 2009 menyebutkan, penyalahgunaan dan peredaaran gelap narkoba tahun 2009 di kabupaten/kota se-Lampung naik drastis sebanyak 26 kasus dibandingkan tahun 2008. Jumlah pengungkapan kasus narkotika di Polda dan Poltabes/Polres sepanjang tahun 2009 mencapai 313 kasus narkoba dan psikotropika hanya 221 kasus. Sedangkan jumlah kasus 2008, tercatat 223 kasus narkotika dan 285 kasus psikotropika. Pengungkapan kasus narkotika terbesar dilakukan oleh Poltabes Bandar Lampung, yaitu 114 kasus narkoba dan hanya 107 kasus psikotropika, lalu diikuti Polda lampung (26 kasus narkoba dan 112 kasus psikotropika) dan Polres Lampung Selatan (28 kasus narkoba dan 14 kasus psikotropika). Dan barang bukti tindak pidana keadaan sampai September 2009 ialah ganja berupa 318,294 kg, ektacy 1.172 butir, shabu-shabu 108,65 gram, obat daftar G 20,26 butir, 400 butir pil euro dan 1.000 lempeng pil erimin”. (arsip Kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dan Direktorat Narkoba Polda Lampung)

Berdasarkan uraian data di atas, terlihat bahwa terjadi kenaikan kasus narkoba dan psikotropika pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Menyikapi hal tersebut, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat untuk dapat bekerja sama dalam hal pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN), sehingga terwujudnya visi Provinsi Lampung yang merupakan semangat untuk mewujudkan Lampung yang bebas narkoba tahun 2015. Pada dasarnya, dalam mewujudkan hal tesebut dibutuhkan peran serta masyarakat dalam memerangi narkoba yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini tercantum pada pasal 37 ayat 1 Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang


(10)

narkotika, yaitu ”Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba”.

Selain yang dijelaskan di atas, pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan narkoba juga dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, yang merupakan salah satu tugasnya. Tugas Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Tugasnya adalah membantu Gubernur dalam :

1. Mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah didaerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN.

2. Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing.

Adapun beberapa upaya pencegahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung yang tertuang dalam misi sebagai upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yaitu: 1. Menentukan kebijakan daerah dalam membangun komitmen bersama

memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, termasuk penanggulangan HIV/AIDS, dengan tetap memperhatikan dan tidak bertentangan dengan kebijakan Nasional.

2. Melakukan pencegahan yang lebih efektif dan efisien.

3. Meningkatkan penegakan hukum di bidang narkoba secara tegas dan tuntas. 4. Meningkatkan metode terapi dan rehabilitasi dalam merehabilitasi

penyalahgunaan narkoba.

5. Melakukan penelitian dan pengembangan dalam penyusunan data base yang akurat.


(11)

6. Membangun sistem informatika sesuai perkembangan teknologi. 7. Meningkatkan peran dan fungsi Satuan Tugas Operasional.

8. Meningkatkan peran dan fungsi Kelembagaan Badan Narkotika Provinsi Kabupaten/Kota

9. Meningkatkan peran serta Badan Narkotika Provinsi melalui kerjasama regional dan sektoral yang efektif dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba, termasuk HIV/AIDS.

(Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2008 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung)

Sasaran penanggulangan narkotika yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada tahun 2009 ialah:

1. Peningkatan pemahaman pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) aparatur dengan target 100 persen.

2. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.

3. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.

4. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang HIV/AIDS dengan target 100 persen.

5. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor narkoba dengan target 100 persen.

6. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor HIV/AIDS dengan target 100 persen.

7. Kesamaan persepsi aspek hukum Narkoba dan HIV/AIDS di kalangan terpelajar dengan target 100 persen.

8. Tersampaikannya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) kepada tokoh masyarakat dan dunia usaha dengan target 100 persen.

9. Peningkatan pemahaman dan kesadaran tokoh masyarakat terhadap aspek hukum pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.

10. Peningkatan kesadaran masyarakat (unsur sekolah) terhadap bahaya Narkoba dan AIDS dengan target 100 persen.

11. Peningkatan kesadaran masyarakat umum terhadap pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dan kelembagaan BNP, KPA, dan sekretariat BNPHA demgan target 100 persen.


(12)

12. Peningkatan partisipasi dan dukungan dalam pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) demgan target 100 persen.

13. Peningkatan pemahaman dan koordinasi kelembagaan BNP dab BNK Se-Provinsi Lampung demgan target 100 persen.

14. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan kendaraan tes urin dengan target 100 persen.

15. Peningkatan ungkap kasus dan tangkapan Satgas Seaport Interdiction (SSI) demgan target 100 persen.

16. Peningkatan jumlah basis data perumusan Policy dengan target 100 persen.

17. Peningkatan aduan dan pelaporan masyarakat dengan target 100 persen. Sumber: Rencana Kerja dan Anggaran (RKT) BNP Tahun 2009

Namun, sasaran yang telah dijelaskan di atas belum semua terlaksana secara optimal, setelah peneliti melakukan pra-riset pada tanggal 9 Februari 2010 terungkap bahwa :

1. Minimnya anggaran dana yang diterima Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung menyebabkan terkendalanya beberapa program pencegahan yang telah disusun. Dimana kalkulasi dana yang dibutuhkan mencapai 2,2 milyar, namun dana yang didapat hanya 300 juta yang dipergunakan untuk 2 kali pelatihan dan 1 kali untuk biaya operasional penyuluhan.

2. Partisipasi masyarakat sangat rendah dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.

3. Minimnya sarana dan prasarana rehabilitasi kantor BNP. Sebagai contoh, tidak tersedianya panti rehabilitasi pemakai narkoba.

4. Terjadinya beberapa kali pergantian kepala sekertariat yang menyebabkan kinerja BNP tidak berjalan secara maksimal. Setidaknya pada tahun 2009 telah terjadi 4 kali pergantian kepala sekretariat.

5. Rendahnya disiplin kinerja aparat BNP. Hal ini terbukti pada saat apel mingguan, persentase kehadiran hanya mencapai kurang lebih 60%.

6. Minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan HIV/AIDS yang disebabkan sedikitnya SDM bidang penyuluh terkait.

7. Dari tahun 2005 sampai tahun 2009 angka penangkapan kasus narkoba mengalami fluktatif dimana secara umum kasus penangkapan kasus


(13)

narkoba dalam kurun waktu dari 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan.

(Sumber: Hasil wawancara dengan bapak Drs. Rusfian Effendi sebagai Kasubbag Promotif pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung)

Misi yang dijelaskan di atas belum terlaksana secara optimal, maka diperlukan suatu kinerja aparat pemerintah yang baik. Pegawai negeri sipil di dalam organisasi pemerintahan sebagai sumber daya manusia yang utama merupakan unsur aparatur negara yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan kesejahteraan umum, bahwa pegawai negeri sipil memegang peranan penting dan menentukan dalam mencapai tujuan negara.

Menurut S. Pamudji dalam Rahmayanti (2007:20) mengemukakan bahwa aparatur pemerintah dan aparatur daerah dapat diartikan sebagai alat atau sarana pemerintah atau daerah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, yang kemudian terkelompok ke dalam fungsi-fungsi diantaranya fungsi pelayanan publik.

Aparat pemerintahan memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, walaupun partisipasi dari masing-masing masyarakat serta faktor lainnya tidak dapat diabaikan. Hal ini karena pemerintah yang berperan menggali dan menggerakkan beberapa faktor yang turut menentukan bagi keberhasilan pemerintah, yaitu partisipasi masyarakat.

Berdasarkan pemaparan di atas, persoalan mengenai rendahnya disiplin kinerja aparat BNP serta minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan HIV/AIDS yang disebabkan sedikitnya SDM bidang penyuluh terkait, bahwa


(14)

meningkatnya penyalahgunaan NARKOBA diduga karena rendahnya kinerja aparat dan ini menjadi menarik untuk diteliti yang dituangkan dalam suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk melakukan penelitian lebih mendalam, mengenai Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.


(15)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahannya adalah bagaimana Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika ?

C. Tujuan Penelitian

Setelah melihat permasalahan dalam penelitian yang akan dikaji ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika ? D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi: 1. Secara teoritis

Penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah Provinsi Lampung. 2. Secara praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontrubusi pemikiran bagi aparat Badan Narotika Provinsi (BNP) Lampung dalam melakukan aktivitas penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsepsi Kinerja

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kinerja

Prawirosentono (1999: 2) berpendapat bahwa kinerja/performancs yaitu hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab dalam suatu organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

L. W Rue dan L. L Byars (dalam Yudoyono,2001 : 158 ) mendefinisan kinerja (performance) sebagai “ the degree of accomplishment” atau tingkat pencapaian hasil. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Sedangkan Mahsun (2006 : 25), mengartikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan


(17)

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan (strategic planning) suatu organisasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dirtarik suatu kesimpulan bahwa, yang dimaksud kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral serta etika, yang tertuang dalam perumusan strategi perencanaan (strategic planning) organisasi bersangkutan. Dalam hal ini, kinerja yang dimaksud adalah kinerja Badan Narkotika Provinsi Lampung Bidang Pencegahan dalam Penyalahgunaan Narkoba.

Selain itu, Zauhar (1996:9) mengemukakan bahwa kinerja mencakup: “kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja institusi”. Kinerja individu dapat dilihat dari keterampilan, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan informasinya, keluasan pengetahuaannya, sikap dan prilakunya, kebijakannya, kreatifitasannya, moralitas dll. Sementara kinerja kelompok dilihat dari aspek kerjasamanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dll. Sedangkan kinerja institusi dapat dilihat dari hubungannya dengan situasi lain, fleksibilitasnya, adaptabilitas, pemecahan konflik dll.

Menurut Pasolong (2007:175) Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai(perindividu) dan kinerja organisasi. Dapat kita ketahui bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam satu


(18)

organisasi, sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi mempunyai keterkaitan yang sangat erat karena tercapainya tujuan organisasi tidak bisaa lepas dari peran aktif individu sebagai pelaku dalam upaya menncapai tujuan organisasi tersebut.

Sedangkan diungkapkan oleh Swanson dan Holton III (dalam Keban, 2004:193) yang membagi kinerja atas tiga tingkatan, yaitu

1. Kinerja organisasi dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy tahun 2003 (lihat Callahan, 2003:911), kinerja menggambarkan sampai seberapa organisasi tersebut mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu (previous performance) dibandingkan dengan organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. Dan untuk dapat melakukan perbandingan ini atau pencapaian tujuan tersebut, dibutuhkan suatu definisi operasional yang jelas tentang tujuan dan sasaran, output dan outcome pelayanan, dan pendefinisian terhadap tingkat kualitas yang diharapkan dari output dan outcome tersebut, secara kuantitatif atau secara kualitatif.

2. Kinerja proses sebagaimana dikatakan (lihat Swanson dan Holton III, 1999:73) menggambarkan apakah satu proses yang dirancang dalam organisasi memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya dan tujuan para individu, di desain sebagai suatu sistem, kemampuan untuk menghasilkan baik secara kualitas, kualitas dan tepat waktu, memberikan informasi dan factor-faktor manusia yang dibutuhkan untuk memelihara system tersebut, dan apakah proses mengembangkan keahlian telah sesuai dengan tuntutan yang ada 3. Kinerja individu mempersoalkan apakah tujuan atau misi individu

sesuai dengan misi organisasi, apakah individu menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah paara individu memilikk kemampuan mental, fisik dan emosi dalam bekerja, apakah mereka memiliki motivasi tinggi, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bekerja.

Klasifikasi kinerja yang disampaikan diatas membawa suatu implikasi bahwa konsep tentang kinerja seharusnya diartikan secara luas baik dalam tataran organisasi, dalam proses dan dalam tingkatan individual,


(19)

dimana semuanya sama-sama penting. Ketiga tingkatan kinerja ini saling terkait dan sama-sama menentukan pencapaian tujuan.

2. Tujuan Kinerja

Menurut Kamus Manajemen (mutu) tujuan kinerja (performance goals) adalah , keluaran (output) terbesar individu atau organisasi yang dihasilkan dari kinerja, yang dapat diukur dan diinginkan.

Sedangkan menurut Wibowo (2007:42) tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi . Kesesuaian antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan kinerja yang baik.

Berdasarkan beberapa pemaparan tujuan kinerja diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, yang dimaksud dengan tujuan kinerja adalah harapan yang berupa hasil kesesuaian antara upaya pencapaian individual dengan tujuan organisasi dalam hal ini tujuan organisasi aparat pemerintah.

3. Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Menurut James B. Whittaker dalam Government and Result Act., A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement, sebagaimana dikutif oleh Joko Prihardono, et. al (2000 : 15) pengukuran kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan demikian, dalam penerapannya akan membutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai misi, tujuan, dan sasaran yang dapat diukur, dan


(20)

berhubungan dengan hasil atau outcome dari setiap program yang dilaksanakan.

Sedangkan menurut Larry D. Stout (dalam Joko Prihardono, et.al, 2005:15), pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melaliu hasil-hasil yang disampaikan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Sementara itu Chung dan Magginson (1988:369) lebih suka memakai istilah penilaian kinerja, dalam pendapatnya penilaian kinerja adalah “ a way to measuring the contribution of individuals to their organization”. (cara mengukur kontribusi yang diberikan setiap individu anggota organisasi terhadap organisasinya)

Penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja sangat diperlukan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan maupun kegagalan suatu organisasi dalam mencapai visi dan misi organisasi tersebut. Kegiatan ini membuat organisasi dapat mengoreksi pola dan tingkah laku pegawainya dalam melaksanakan tugas, di samping itu organisasi akan dapat mengetahui posisi yang telah diraih dalam kerangka perjalanan ke arah yang telah ditentukan dalam pernyataan perencanaan strategis yang sudah pasti berada dalam lingkup manajemen.


(21)

Pungukuran kinerja dalam pengertian transformasi dan reformasi dapat dilihat dari bawah sudut kontes, isi dan proses. Dilihat dari konteks, berarti fungsi pengukuran kinerja dalam memberikan umpan baik (feed back) baik melalui pemantauan, evaluasi, review maupun tehnik dan metode pengukuran kinerja. Dengan demikian pengukuran kinerja secara benar (efektif) harus memenuhi kedua persyaratan diatas (sejajar dan mendahului).

Menurut Joko Prihardono, et. al (2000 : 26), ruang lingkup pengukuran kinerja meliputi :

1. Kebijakan (Policy): Untuk membantu pembuatan maupun pengimplementasikan kebijakan.

2. Perencanaan dan penganggaran (Planning and Budgeting): Untuk membantu perencanaaan dan penganggaran atas jasa yang diberikan dan untuk memonitoring perubahan terhadap rencana.

3. Kualitas (Kuality): Untuk memejukan standirisasi atas jasa yang diberikan maupun keefektifan organisasi.

4. Kehematan (economy): Untuk mereview pendistribusian dan keefektifan pengguna sumberdaya.

5. Kesamaan (equity): Untuk meyakini adanya distribusi yang adil dan dilayani semua masyarakat.

6. Pertanggung Jawaban (Eccuntabilty): Untuk meningkatkan pengendalian dan mempengaruhi pembuatan keputusan.

Penilaian pelaksanaan pekerjaan kinerja adalah system yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan pedoman dalam hal karyawan yang diharapkan dapat menunjukkan kinerja karyawan secara rutin dan teratur sehingga bermanfaat bagi pengembangan karier karyawan yang dinilai maupun bagi organisasi secara keseluruhannya.


(22)

Attwood M dan Stuart D (dalam Sedarmayanti, 2007:260) penilaian kinerja berasal dari „to appraise’ (menilai) adalah menetapkan harga untuk atau menilai suatu benda. Jika menggunakan istilah penilaian kerja berarti kita terlibat dalam proses menentukan nilai karyawan bagi suatu organisasi, dengan maksus meningkatkannya.

Sedangkan menurut Mondi dan Noe (dalam Sedarmayanti, 2007:261) penilaian kinerja adalah system formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara berkala kinerja seseorang. Kinerja dapat pula dipandang sebagai perpaduan dari:

1. Hasil kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang) 2. Kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya)

Menurut Agus Dwiyanto, dkk (2006:47) penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Dengan melakukuan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara terarah dan sistematis. Informai mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.

Berdasarkan pendapat di atas, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang penting untuk mencapainya suatu tujuan organisasi yang telah diterapkan, dan informasi mengenai kinerja juga memiliki pengaruh yang besar dan dapat digunakan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi. Terbatasnya informaasi kinerja aparat terjadi karena kinerja belum dianggap


(23)

suatu hal yang penting oleh pemerintah. Kinerja aparat juga tidak pernah menjadi pertimbangan yang penting dalam mempromosikan para aparatur dalam menduduki suatu jabatan.

Kesulitan dalam penilaian kinerja aparat disebabkan tujuan dan misi organisasi sering kali bukan hanya kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan ini dapat dilihat dari stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan sutu dengan lainnya. Akibat ukuran kinerja menjadi berbeda-beda suatu dengan yang lainnya. Namun dalam beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi atau aparat pelayanan publik. Sedangkan menurut Wibowo (2007: 101-104) terdapat tujuh indikator kinerja yang sangat penting yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tujuan

Tujuan merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa akan datang. Dengan demikian tujuan menunjukan arah kemasa kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan kinerja individu, kelompok dan organisasi.

2. Standar

Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai.

3. Umpan Balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan kinerja, standar kinerja dan mencapai tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan debagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.


(24)

4. Alat dan Sarana

Alat dan saran merupakan sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat dan sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat dan sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Atas memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan intensif berupa uang, memberikan pengukuran, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan, termasukan waktu melakukan pekerjaan.

7. Peluang

Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunkukan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.

Sedangkan Kumorotomo dalam (Agus Dwiyonto, dkk: 2006:52) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik antara lain:


(25)

1. Efisiensi

Menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomi. Apabila ditetapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

2. Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

4. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektifitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

5. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintahan akan keburtuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu kriteria organisasi tersebut secara keseluruhaqn harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Tujuan kinerja menurut Sedermayanti (2007:264-265) adalah: 1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan

2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal

mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang, karier kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.

4. Mendorong terjadinya hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan.


(26)

5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaiaan, khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.

6. Secara pribadi karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahannya, sehingga dapat memotivasi bawahannya.

7. Hasil penilaiaan pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.

Lebih lanjut manfaat penilaian kinerja adalah untuk: 1. Perbaikan kinerja

2. Penyesuaian kompensasi 3. Keputusan penempatan

4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan 5. Perencanaa dan pengembangan karier

6. Kekurangan dalam proses penyusunan karyawan 7. Kesempatan kerja yang sama

8. Tantangan dari luar

9. Umpan balik terhadap sumberdaya manusia

Menurut para ahli tersebut, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sangat beragam, oleh sebab itu peneliti akan menggunakan indikator yang relevan guna mengukur kinerja pada pusat penelitian. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan indikator kinerja bersumber dari pandangan Wibowo yaitu (1) Tujuan, (2) Standar, (3) Umpan Balik, (4) Alat dan Sarana, (5) Kompetensi, (6) Motif, (7) Peluang. Yang dalam hal ini peneliti anggap cocok untuk menjadi pedoman. Alasan peneliti menggunakan pandangan Wibowo dalam mengukur Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Narkotika karena (1) Tujuan menunjukkan arah kemana kinerja yang harus dilakukan, (2) Standar menunjukkan suatu ukuran apakah suatu kinerja akan tercapai, (3) Umpan Balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan kinerja, (4) Alat dan


(27)

Sarana merupakan factor penunjang untuk pencapaian tujuan kinerja, (5) Kompetensi merupakan pesyaratan utama dalam kinerja, (6) Motif merupakan pendorong bagi aparat untuk melakukan sesuatu yang berguna untuk menunjang kinerja, (7) Peluang merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian kinerja.

B. Tinjauan Mengenai Aparat

Aparat pemerintah adalah orang atau kelompok yang mempunyai kekuasaan untuk memerintah atau berwenang untuk mengatur negara dan menjalankan fungsi kesejahteraan bersama. Aparat pemerintah adalah orang atau kelompok yang mempunyai kekuasaan untuk memerintah atau berwenang untuk mengatur negara dan menjalankan fungsi kesejahteraan bersama.

Bagaimanapun baiknya suatu aturan kerja tidak akan berarti apa-apa apabila tidak ditunjang dengan kesungguhan pelaksanaannya. Berkaitan dengan ini James A.F. Stoner (1996:6) mengatakan bahwa :

“Bagaimanapun keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya adalah tergantung pada kinerja para manajer dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik untuk mencapai sasaran atau tujuan dari organisasi tersebut. Kalau manajer berfungsi didalam organisasi, maka organisasi berfungsi didalam masyarakat yang lebih luas. Kinerja organisasi-organisasi sebagai sebuah kelompok adalah faktor kunci bagi kinerja masyarakat atau suatu bangsa”.


(28)

Soehidjo Notonegoro (1998:8) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aparatur pemerintah adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan pemerintahan. Dalam urusan administrasi pemerintahan diperlukan penyelenggraan pemerintahan/negara sebagai alat tujuan nasional yaitu aparat pemerintah.

Adapun yang dimaksud dengan kelembagaan dimulai dari kelembagaan, pemerintahan pusat, pemerintahan daerah sampai kelembagaan pemerintahan desa atau kelurahan. Sedangkan kepegawaian pemerintahan adalah orang-orang yang menduduki jabatan pada lembaga pemerintahan yang dimaksud seperti Lembaga Keamanan dan Ketertiban serta lembaga-lembaga lainnya.

Tentang aparatur Pemerintah Daerah S. Pamudji dalam Rahmayanti (2007:20) mengemukakan bahwa :

“Dalam kaitan dengan istilah aparatur pemerintah dan aparatur daerah, maka dapat diartikan sebagai alat atau sarana pemerintah atau daerah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, yang kemudian terkelompok ke dalam fungsi-fungsi diantaranya fungsi pelayanan publik. Di dalam pengertian aparatur tercakup aspek-aspek manusia (personil), kelembagaan (institusi), dan tata laksana tetapi dalam hubungannya dengan profesionalisme, aparatur di sini lebih mengkait aspek personil”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aparat pemerintah daerah merupakan semua pegawai yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan


(29)

pemerintahan pada unit organisasi pemerintah daerah mulai dari tingkat pemerintahan tertinggi di kabupaten atau kota hingga tingkat terendah di desa atau kelurahan. Dengan demikiani, kinerja aparat pemerintah adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh aparat yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan tugas tertentu yang mengacu pada aturan yang telah ditetapkan. Apabila dikaitkan dengan pemerintahan, maka kinerja dapat dirumuskan sebagai aktivitas atau kegiatan dalam melaksanakan tugas dibidang pemerintahan mengacu pada suatu aturan tugas yang telah ditetapkan yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

C. Tinjauan Mengenai Badan Narkotika (BNP) Provinsi Lampung 1. Pengertian mengenai Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV Pasal 13, Badan Narkotika Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 merupakan suatu Badan Non Struktural Daerah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

2. Kedudukan dan Tugas Badan Narkotika Provinsi Lampung

Pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung merupakan amanat yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN) pada BAB IV Pasal 11 dan 12. Berdasarkan


(30)

pasal tersebut, tampak dengan jelas bahwa Badan Narkotika Provinsi dibentuk dan disahkan oleh Gubernur, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

Dalam melaksanakan tugasnya Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV pasal 13, dijelaskan juga bahwa Badan Narkotika Provinsi merupakan Badan Non Struktural Daerah bertugas melaksanakan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Dengan demikian Badan Narkotika Provinsi (BNP) berkedudukan sebagai Badan Non-Struktural Daerah berbentuk Badan yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi Lampung dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Lampung.

Tugas pokok Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV pasal 15, di mana Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung mempunyai tugas membantu Gubernur dalam hal-hal sebagai berikut.

1. Mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah didaerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN);


(31)

2. Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;

Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung memiliki kedudukan dan tugas di dalam membentu Gubernur Lampung sebagai Kepala Daerah dalam pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) di lingkungan kerja Pemerintahan Provinsi Lampung. Dan dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada Bidang Pencegahan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, di mana sebagai tugas pokoknya adalah melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung.


(32)

D. Kerangka Pikir

Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba saat ini menjadi ancaman maut yang dapat menjadi pembunuh kemanusiaan, sebagai akibat penggunanya.

Masalah NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.

Adapun data jumlah kasus penangkapan narkoba di lingkungan Provinsi Lampung pada tahun 2008 ialah 508, sedangkan tahun 2009 yaitu 676. Dari data yang telah dijelaskan, maka tingkat penangkapan kasus narkotika dan psikotropika mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Lampung rentan akan bahaya narkoba.


(33)

Permasalahan di atas, jelas bahwa diperlukan suatu kinerja aparat Badan Narkotika Nasional dalam penanggulangan narkotika. Adapun kinerja menurut Mahsun (2006 : 25), mengartikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan (strategic planning) suatu organisasi, maka untuk mengukur kinerja terdapat 7 indikator antara lain : (1) Tujuan, (2) standar, (3) umpan balik, (4) Alat dan Sarana, (5) kompetensi, (6) motif, (7) peluang. Dalam hal ini peneliti anggap cocok untuk menjadi pedoman. Alasan peneliti menggunakan pandangan Wibowo dalam mengukur Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Narkotika karena (1) Tujuan menunjukkan arah kemana kinerja yang harus dilakukan, (2) Standar menunjukkan suatu ukuran apakah suatu kinerja akan tercapai, (3) Umpan Balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan kinerja, (4) Alat dan Sarana merupakan factor penunjang untuk pencapaian tujuan kinerja, (5) Kompetensi merupakan pesyaratan utama dalam kinerja, (6) Motif merupakan pendorong bagi aparat untuk melakukan sesuatu yang berguna untuk menunjang kinerja, (7) Peluang merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian kinerja.


(34)

E. Bagan Kerangka Pikir

Kinerja Badan Narkotika Provinsi

(BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

Narkotika

Pengukuran kinerja menggunakan indikator menurut Wibowo (2007: 101-104) :

1. Tujuan 2. Standar 3. Umpan Balik 4. Alat dan Sarana 5. Kompetensi 6. Motif 7. Peluang

Kurang Maksimal Tidak

Maksimal


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe penelitian deskriptif dengan menginterpretasikan data kualitatif. Menurut Ronny Kountur (2003:105), penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003:63-64).

Lexy. J. Moleong (2005:4) mengemukakan bahwa metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (versten). Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif sendiri.

Saifuddin Azwar (1997:5) penelitian dengan metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati,


(36)

dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa metode kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini sangat tepat karena sebatas menggambarkan dan menganalisis Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus penelitian ini memegang peranan yang sangat penting dalam memandu dan mengarahkan jalannya suatu penelitian. Fokus penelitian sangat membantu seorang peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya volume data yang masuk, termasuk juga yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian. Fokus memberikan batas dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga pembatasan peneliti akan fokus memahami masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Moleong (2005:92) penetapan fokus sebagai penelitian penting artinya dalam usaha menentukan batas penelitian.

Untuk mengetahui Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung Dalam Penanggulangan Narkotika maka yang menjadi fokus dalam penelitian


(37)

ini menggunakan indikator-indikator sebagai berikut tujuan, standar, umpan balik, alat dan sarana, kompetensi, motif, dan peluang.

C. Jenis Data

Adapun jenis data yang penulis peroleh dalam penelitian lapangan ini adalah : 1. Data Primer

Menurut Muhammad Idrus (2007:113) adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut. Data ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara secara mendalam, dalam penelitian ini peneliti memperoleh data primer dari Kepala Badan, pegawai-pegawai yang menduduki jabatan kepala Bagian (Kabag), kasubbag, dan staf kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, dan pengurus organisasi kepemudaan (OKP) dan organisasi masyarakat (Ormas) yang ada pada saat peneliti ada di lapangan.

2. Data Sekunder

Menurut Anselm Strauss dan Juliet (2007:43) data sekunder atau data penunjang adalah data yang akan dijadikan penguat atau data yang akan melengkapi atas segala informasi yang telah di dapat melalui data primer atau data pokok dalam penelitian. Data ini dapat berupa Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2009 dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2009 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat Badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung.


(38)

D. Subjek Penelitian

Aktifitas awal dalam pengumpulan data adalah penentuan siapa subjek penelitiannya. Hal ini penting agar tidak terjadi salah dalam menentukan informan, dan dari merekalah diharapkan informasi untuk menjawab pertanyaan peneliti yang diajukan. Dalam menentukan subjek penelitian memang perlu sebuah rasional yang jelas, mengapa subjek tersebut dipilih. Jadi, bukan asal menentukan saja, namun asumsi yang harus ada adalah subjek tersebut adalah subjek yang paling tepat dan paling sesuai dengan tema penelitian. Subjek penelitian menurut Amirin (dalam Muhammad Idrus : 2007 : 120-121) Merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan. Sedangkan Suharsimi Arikunto ( Dalam Muhammad Idrus : 2007 : 121 ) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahan. Jadi dalam subjek penelitian dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah informan, yaitu orang yang memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian.

Pada saat peneliti turun ke lapangan dalam mencari informasi, peneliti melakukan wawancara dengan :

1. Kepala Pelaksana Harian (KALAKHAR) Badan Narkotika Provinsi ( BNP ) Lampung;

2. Sekretaris;

3. Sub Bagian Perencanaan; 4. Kasubbag Keuangan;


(39)

5. Bidang Promotif dan Preventif; 6. Sub Bidang Promotif;

7. Bidang Penegakan Hukum; 8. Kasubbid Terapi

9. Staf BNP

10.Pengurus KNPI Provinsi Lampung; 11.Pengurus DPD Granat Provinsi Lampung;

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam atau In Depth- interview

Menurut Sugiono (2008 : 194) Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui pertanyaan yang peneliti buat, baik tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Kegunaan wawancara menurut Husaini Usman dan Purnomo (2006 : 58) adalah untuk mendapatkan data ditangan pertama, pelengkap teknik pengumpulan lainnya, menguji pengumpulan data lainnya. Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh keterangan, informasi, atau penjelasan-penjelasan dari narasumber/ subjek penelitian masalah yang harus diungkap peneliti dengan menggunakan panduan wawancara.


(40)

Tatang M. Amirin, 1999:94 menjelaskan bahwa In Depth- interview merupakan suatu percakapan yang diarahkan kepada satu masalah tertentu melalui proses Tanya jawab lisan yaitu dua orang atau lebih yang dapat berhadap-hadapan secara fisik, metode wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukanan, dengan metode ini diharapkan akan memperoleh data primer yang berkaitan dengan penelitian ini dan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas.

Peneliti melakukan wawancara dengan 11 narasumber baik itu dari aparat BNP Lampung, pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Lampung dan DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) Provinsi Lampung. Dengan mewawancarai Kepala Pelaksana Harian (KaLakhar) Bapak Sugiarto, pada hari Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Sekretaris Bapak Halik S. pada hari Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Kasubbag Perencanaan Bapak Alamsyah pada hari Kamis, 25 Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Kasubbag Keuangan Bapak Asep S pada hari Kamis, 1 April 2010 pukul 10.00 WIB, Kabid Promotif dan Preventif Ibu Bety Yulivida, AT pada hari Senin, 22 Maret 2010 pukul 14.00 WIB, Kasubbid Promotif Bapak Rusfian E. pada hari Senin, 22 Maret 2010 pukul 11.00 WIB, Kabid Penegakan Hukum Bapak Deddi A. pada hari Kamis, 25 Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Kasubbid Terapi Bapak Abadi Azra’i pada hari Rabu, 24 Maret Pukul 11.00 WIB, Staf BNP Bapak Yulianto pada hari Kamis, 1 April 2010 pukul 10.00 WIB, Pengurus KNPI Provinsi Lampung Bapak Teguh W. pada hari Kamis, 25 Maret 2010 pukul 14.00 WIB dan


(41)

Pengurus DPD Granat Provinsi Lampung Bapak R. Effendi pada hari Kamis, 25 Maret 2010 pukul 15.00 WIB.

b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokementasi menurut Hasaini Usman dan Purnomo (2006:73) adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Lebih lanjut dikatakan Lincoln dan Guba (Moleong, 2000:16) dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film.

Dalam penelitian ini digunakan dokumentasi oleh peneliti untuk mendapatkan data-data yang mendukung, hal ini sangat berkaitan dengan gambaran umum Kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, dan data-data lain seperti data keadaan pegawai, daftar infentaris barang, Peraturan Gubernur No. 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2008 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat Badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung, dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2009 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat Badan Narkotika dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung.


(42)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian yang peneliti lakukan di Kantor BNP dengan menggunmakan pendekatan kualitatif data-data yang diperoleh dilapangan pada saat peneliti di lapangan masih memerlukan pengolahan lebih lanjut yang kemudian dianalisa untuk dijadikan sebuah penjelasan mengenai penelitian yang diangkat dalam hal ini penulis melakukan analisis data data-data yang sudah diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi yang dilakukan di lapangan. Penyederhanaan data-data ke dalam bentuk yang lebih mudah dan sederhana.

1. Reduksi Data

Miles dan Hubberman (Muhammad Idrus, 2007:181-183) reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data bukanlah proses sekali jadi tetapi sebuah proses yang berulang selama penelitian dilakukan. Setelah peneliti mendapatkan data yang diinginkan, data-data tersebut peneliti seleksi untuk mendapatkan data-data yang benar-benar akurat yang akan digunakan untuk membantu memecahkan masalah. Dalam penelitian ini, reduksi data dilakukan pada data primer yaitu hasil wawancara. Data yang diperoleh diediting, dirangkum, dan difokuskan pada Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.


(43)

2. Penyajian Data

Yang dimaknai oleh Miles dan Hubberman adalah sukumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah data-data tersebut peneliti susun selanjutnya penyusun paparkan dihasil penelitian yang akan mendukung atau membantu penyelesaiaan masalah yang poeneliti kemukakan melalui analisa yang peneliti buat. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan mendeskripsikan serta dengan menggunakan tabel analisis terhadap Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.

3. Menarik Simpulan

Miles dan Huberman menyatakan menarik kesimpulan adalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diferifikasi selama penelitian berlangsung dengan menggunakan lintasan pikiran selama melakukan analisa dan menulis. Pada tahap ini, data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti diatas kemudian ditarik kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode induktif yang berangkat dari hal-hal yang khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang objektif. Simpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara melihat kembali pada hasil reduksi data dan penyajian data, sehingga simpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan penelitian. Penarikan simpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah data yang ada, dicari polanya dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan aturan normatif lain yang mendukung penelitian ini.


(44)

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

A.Sejarah dan Letak Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung berdiri pada tanggal 09 Desember 2009, yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung adalah merujuk pada landasan hukum terbentuknya Badan Narkotika Nasional serta untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan Provinsi Lampung.

Melalui peraturan di atas, ditetapkan bahwa Wakil Gubernur Provinsi Lampung Bapak Ir. Joko Umar Said sebagai Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, Bapak Sugiarto, S.H sebagai Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar), dan Bapak Drs. Halik Sahril, M.Si sebagai Sekretaris BNP Lampung dan Sekertariat


(45)

tetap Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung beralamatkan di Jln. Way Pisang No. 14 Pahoman Bandar Lampung.

B.Struktur Organisasi Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung, pada BAB IV Pasal 20, yaitu:

Pasal 20

1) Susunan Organisasi LAKHAR BNP, terdiri dari : a. Kepala Lakhar;

b. Sekretariat membawahi :

1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaiaan; 2) Sub Bagian Keuangan;

3) Sub Bagian Perencanaan;

c. Bidang Promotif dan Preventif, membawahi : 1) Sub Bidang Promotif;


(46)

d. Bidang Penegakan Hukum, membawahi : 1) Sub Bidang Penyuluhan Hukum; 2) Sub Bidang Advokasi;

e. Bidang Terapi dan Rehabilitasi, membawahi : 1) Sub Bidang Terapi ;

2) Sub Bidang Rehabilitasi ;

f. Bidang Penanggulangan HIV/AIDS, membawahi : 1) Sub Bidang Penanggulangan dan Pencegahan; 2) Sub Bidang Edukatif dan Informasi;

g. Satuan Tugas (SATGAS)

h. Kelompok Jabatan Fungsional, terdiri dari sejumlah jabatan fungsioanal yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilannya.

2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Harian;


(47)

3) Bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,c,d,e dan f, masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Harian;

4) Sub Bagian- Sub Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris;

5) Sub Bidang- Sub Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,d,e dan f masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang yang bersangkutan;

6) Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Tugas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Harian;

7) Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, dipimpin oleh seorang Pejabat Fungsional senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Harian

8) Bagan Struktur Organisasi Pelaksana Harian Badan Narkotika Provinsi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.


(48)

C.Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Tugas pokok Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang dalam BAB IV Pasal 15 Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung,dimana Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung mempunyai tugas membantu Gubernur dalam;

1) Mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah didaerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

2) Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung mempunyai fungsi;

1) Pengkoordinasian perangkat daerah dan instansi pemerintah di daearah dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pelaksanaan operasional di bidang ketersediaan P4GN;

2) Pengooperasian satuan tuigas yang terdiri atas unsure perangkat daerah dan instansi pemerintah di daerah di bidang P4GN; sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing;


(49)

3) Pelaksanaan pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika, psikotropika, precursor dan bahan adiktif lainnya melalui satuan tugas di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan kebijakan operasional Badan Narkotika Nasioanal;

4) Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai dengan kebijakan Badan Narkotika Nasioanal;

Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung memiliki kedudukkan dan tugas di dalam membantu Gubernur sebagai kepala daerah dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi Lampung dan dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada bidang pencegahan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung di mana sebagai tugas pokoknya adalah melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung.


(50)

D.Visi dan Misi Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Visi Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung adalah

“Terwujudnya Masyarakat Lampung Bebas Penyalahgunaan dan Peredaran

Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (Narkoba) Tahun

2015”

Visi tersebut merupakan semangat untuk mewujudkan Lampung yang Bebas Narkoba, bukan dalam artian Tidak ada Narkoba, namun sebagai upaya mewujudkan kondisi Drugs Zero Tolerance (Toleransi Nol Untuk Narkoba), baik penyalahgunaan maupun peredaran gelap narkoba.

Misi Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung adalah

1. Menentukan kebijakan daerah dalam membangun komitmen bersama memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, termasuk Penyalahgunaan HIV/AIDS, dengan tetap memperhatikan dan tidak bertentangan dengan kebijakan Nasional;

2. Melakukan upaya pencegahan yang lebih efektif dan efisien;

3. Meningkatkan penegakan hukum di bidang narkoba secaraq tegas adan tuntas;


(51)

4. Meningkatkan metode terapi dan rehabilitasi dalam merehabilitasi penyalahgunaan narkoba;

5. Melakukan penelitian dan pengembangan dalam penyusunan data base yang akurat;

6. Membangun system informatika sesuai perkembangan teknologi; 7. Memningkatkan peran dan fungsi Satuan Tugas Operasional;

8. Memningkatkan peran dan fungsi Kelembagaan Badan Narkotika Kabupaten/Kota;

9. Meningkatka peran serta Badan Narkotika Provinsi melalui kerjasama regional dan sektoral yang efektif dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba, termasuk HIV/AIDS;


(52)

E.Program Kerja Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2008-2009

NO Program/Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Target (%)

1 2 3 4 5

1. Program Pendidikan masyarakat

a. Operasional Tim penyuluh

(Penybarluasan P4GN dan KEI)

b. Training tenaga penyuluh P4GN untuk masyarakat peduli narkoba.

c. Sosialisasi program TR di 8 kab/kota

d. Peningkatan peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam upaya P4GN

- Terwujudnya pemahaman masyarakat tentang narkoba dan HIV/AIDS melalui pelatihan dan penyuluhan. - Kesadaran dan

pemahaman masyarakat meningkat.. - Angka

penyalahgunaan narkoba menurun sehingga dampak buruknya tidak meningkat

signifikan - Angka

penyalahgunaan narkoba menurun sehingga dampak buruknya tidak meningkat

signifikan darI tahun ke tahun

- Meningkatkan pemahaman masyarakat akan P4GN dan HIV/AIDS, Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga penyuluh

narkoba dan HIV/AIDS, Meningkatkan kesadaran akan pentingnya giat TR di kab/kota, Meningkatkan kesadaran akan pentingnya giat

P4GN di

sekolah-sekolah, Meningkatnya pengertian dan pemahaman pelajar di bidang P4GN 100 100 100 100 100


(53)

NO Program/Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Target (%)

1 2 3 4 5

e. Pembinaan/sosialisasi P4GN di sekolah-sekolah di 5 kab/kota

f. Sosialisasi dan pembentukan Satgas anti narkoba

g. Pembinaan/sosialisasi

P4GN bagi

mahasiswa

h. Sosialisasi P4GN untuk masyarakat peduli narkoba.

i. Iklan layanan masyarakat tentang

narkoba dan

HIV/AIDS di

TVRI/Lampung TV (Media elektronik)

j. Pembuatan bahan penyuluh (balihao, leflet, poster, dsb.) tentang pencegahan

narkoba dan

HAIV/AIDS di 14 kab/kota.

- Terlaksananya pencegahan bagi pelajar yang ingin menggunakan narkoba

- Pencegahan sejak dini akan bahaya narkoba di Lingkungan Prov. Lampng

- Pemahaman akan pentingnya

bahaya narkoba - Pencegahan sejak

dini akan bahaya narkoba di Lingkungan Prov. Lampng

- Pemahaman kepada

masyarakat akan bahaya narkoba

di skup

Lingkungan Prov, Lampung

- Pemahaman kepada

masyarakat akan bahaya narkoba

di skup

Lingkungan Prov, Lampung

- Menyamakan persepsi

program P4GN antara Provinsi Lampung dan Provinsi Bali - Tercapainya

koordinasi antara BNP dan BNK 100 100 100 100 100


(54)

NO Program/Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Target (%)

1 2 3 4 5

k. Pembentukan/pendidi kan satgas anti narkoba di sekolah-sekolah se-Provinsi Lampung

Program peningkatan penanggulangan

narkoba, PMS termauk HIV/AIDS

a. Temu koordinasi BNP dan BNK se-Provinsi Lampung

b. Hari Anti Narkoba Internasional (HANI)

c. Hari AIDS SeDUNIA (HAS)

- Pemantapan Keg. P4GN dalam rangka menekan

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

- Pemahaman kepada masyarakat akan bahaya narkoba

- Pemahaman kepada masyarakat akan bahaya narkoba

100

100

100

100


(55)

NO Program/Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Target (%)

1 2 3 4 5

2. Program Pendidikan Masyarakat

a.Penerbitan media informasi narkoba dan HIV/AIDS

b. Informasi

pembangunan bidang narkoba dan HIV/AIDS

c.Pelaporan/sosialisasi data perkembangan kasus narkoba dan HIV/AIDS dalam rangka pencegahan bagi pelajar dan mahasiswa

d. Rekonsiliasi program bagian informal narkoba dan HIV/AIDS 14 kab/kota se-Provinsi Lampung

- Penyediaan sistem informatika sesuai dengan perkembangan teknologi

- Tersedianya dan yang valid dan yang akurat untuk aparat dan masyarakat umum - Tersedianya website sekretariat BNPHA - Terlaksananya sistem

pendataan dan pelaporan narkoba dan HIV/AIDS yang sistematis dan akurat

- Sinkronisasi tentang narkoba dan HIV/AIDS di 14 kab/kota, Aparatur

pemerintah, msyarakat, pelajar dan mahasiswa, Meningkatnya pemahaman masyarakat akan P4GN melalui

Pameran Pembangunan, BNK dab KPA kab/kota Tokoh Masyarakat, Up-Dating di BNK dab KPA Kab/kota di Provinsi

Lampung, Membuat

jaingan website internet

100

100

100


(56)

NO Program/Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Target (%)

1 2 3 4 5

3. Program peningkatan penanggulangan

narkoba

a. Operasi tes urine

b. Operasional Satgas Seaport Interdiction (SSI)

- Dukungan terhadap upaya P4GN dalam giat pencekalan peredaran peredaran gelap narkoba

- Dukungan terhadap giat operasi/razia dalam rangka HANI

100

100


(57)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pembahasan mengenai hasil penelitian yang didasari data yang didapat peneliti melalui wawancara dan dokumentasi. Adapun uraian pembahasannya didasarkan pada fokus penelitian yang ada. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja aparat dalam penelitian ini meliputi tujuan, standar, alat dan sarana, umpan balik, kompetensi, motif dan peluang.

Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

1. Tujuan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung

Seperti diketahui, tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin di capai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk tercapainya tujuan dapat dilihat dari pelaksanaan tugas-tugas pokok masing-masing.


(58)

Menurut Bapak Sugiarto mengatakan pada saat wawancara :

“BNP dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Tujuannya untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan Provinsi Lampung. Untuk mencapai itu semua dalam hal pemenuhan tujuan organisasi, masing-masing pegawai harus memahami tupoksi yang sesuai dengan Peraturan Gubernur, kemudian menjabarkan rincian dari pada tugas masing-masing yang termasuk di dalamnya adalah memahami job deskripsionnya.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)

Untuk mencapai tujuan BNP pegawai harus memahami tugas pokok masing-masing dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya., Lebih lanjut Bapak Sugiarto mengatakan :

“Untuk tercapainya BNP terutama di bidang pemberantasan dan peredaran gelap narkoba, para pegawai harus benar-benar memahami tugas mereka masing-masing. Oleh sebab itu, paling lambat sebulan sekali saya mengadakan rapat rutin atau pertemuan terhadap seluruh pegawai disini, kegiatan ini guna mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan merupakan pertemuan ini merupakan pembinaan terhadap pegawai.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)

Lebih lanjut Bapak Sugiarto mengatakan :

“Walaupun sudah diadakan pertemuan sebulan sekali, masih ada para pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja dll” (Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)

Tercapainya suatu tujuan BNP dapat dilihat dari hasil aktivitas-aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai. Adapun hasil wawancara peneliti dengan Bapak Halik Sahril mengatakan :


(59)

“Saya melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepada saya dan berdasarkan struktur organisasi. Saya membawahi tiga (3) sub bagian, masing-masing Sub Bagian Umum dan Kepegawaiaan, Sub Bagian Keuangan, dan Sub Bagian Perencanaan. Seluruh Kepala Sub Bagian bertuganggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.30 WIB)

Dalam hal untuk tercapainya tujuan organisasi perlu adanya pembagian tugas yang dilaksanakan tiap-tiap bidang masing-masing. Hasil wawancara peneliti dengan salah satu Kepala Sub Bagian Perencanaan, Bapak A. Alamsyah, mengatakan :

“Saya sudah melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada. Memang saya akui ada beberapa pekerjaan yang belum saya selesaikan dan segera akan saya selesaikan. Masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.” (Kamis, 25 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)

Berdasarkan observasi penelitian di lapangan, para pegawai BNP telah melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing Para pegawai BNP telah melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Walaupun pada praktik di lapangan masih ada para pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja dan lain-lain.


(60)

Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dibentuk dalam hal ini bertujuan untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan Provinsi Lampung.

Tabel 1 : Interpretasi mengenai Tujuan Badan Narkotika Provinsi

Deskripsi Wawancara Bapak Sugiarto, wawancara, Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB

Walaupun sudah diadakan pertemuan sebulan sekali, masih ada para pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja dan lain-lain. (Halik Sahril, wawancara, Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)

Masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.

Observasi Berdasarkan observasi di lapangan pegawai BNP telah melaksanakan tugas dan pokoknya masing-masing. Dokumentasi Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang

Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung

Interpretasi Penelitian Untuk mencapai tujuan organisai masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas dibuatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.

Teori Konsep Menurut Wibowo, kinerja dapat dilihat dari tujuan yang dicapai melalui pembagian pekerjaan.

Hasil Untuk menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing, tetapi masih ada pegawai yang kurang disiplin. Sumber : Hasil wawancara (data diolah kembali)


(1)

Paduan wawancara

Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Informan : Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung A. Indikator Tujuan

1. Apakah yang bapak/ibu lakukan dalam mencapai tujuan organisasi?

2. Apakah jumlah alokasi dana untuk program pencegahan penyalahgunaan narkoba dinilai telah mencukupi untuk menunjang pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

3. Apakah tugas-tugas pokok yang menjadi tanggung jawab bapak/ibu sudah dijalankan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan?

4. Apakah menurut bapak/ibu dalam melaksanakan tugas, para pegawai memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya?

5. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam rangka pemenuhan target sosialisai/penyuluhan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

6. Apakah jumlah aparat yang bertugas dinilai telah mencukupi untuk menunjang pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

B. Indikator Standar

1. Apakah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya pegawai dikantor ini sudah berpedoman pada standar atau mekanisme yang telah ditentukan?

2. Apakah bapak/ibu member kesempatan kepada pegawai untuk memberikan masukan atau pendapat yang yang berhubungan dengan pekerjaan?

3. Apakah terdapat system pengawasan dalam pelaksanna kegiatan program pencegahan penyalahgunaan nakoba?

C. Indikator Umpan Balik

1. Apakah dalam rapat atau musyawarah, aparat sering bertukar pendapat guna menghasilkan alternative kebijakan?

2. Apa saja manfaat yang diterima masyarakat(objek/sasaran) dari program pencegahan penyalahgunaan naarkotika yang dilakukan?

3. Bagaimanakah persiapan kedepan dalam menangani penyalahgunaan narkoba?


(2)

D. Indikator Alat dan Sarana

1. Menurut bapak/ibu apakah alat dan sarana yang ada di kantor ini sufdah mencukupi atau memadai untuk menunjang pelaksanaan tugas pensegahan penyalahgunaan narkotika?

2. Apakah tersedia wadah atau sarana untuk menyampaikan keluhan-keluhan dari masyarakat yang keluarganya terkena narkoba?

3. Apakah ada kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk mencapai keluhan-keluhan atau saran guna meningkatkan tekanan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika?

4. Sarana-prasarana/fasilitas yang dimiliki dalam melaksanakan kegiatan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

E. Indikator Kompetensi

1. Apakah bapak/ibu memberikan imabalan atau penghargaan kepada pegawai yang menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh?

2. Menurut bapak/ibu bagaimana keadaan pegawai apabila pimpinan pegawai tidak berada di tempat?

3. Apakah pegawai Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung sudah sesuai dengan keahlian bidang masing-masing?

4. Bagaimanakah kualitas aparat Badan Narkotika Provinsi Lampung dalam melaksanakan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba?

F. Indikator Motif

1. Apakah menurut bapak/ibu dalam melaksanakan tugasnya pegawai yang ada disini benar-benar menjalankan berdasarkan tugas pokok dan fungsinya? 2. Apakah bapak/ibu selama menjalankan tugas pernah mendapatkan

penghargaan atas prestasi yang pernah dicapai?

3. Apakah ada sanksi yang mengikat apabila aparat tidak menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya?

G. Indikator Peluang

1. Apakah bapak/ibu pernah diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus yang berhubungan dengan bidang tugas masing-masing? 2. Apakah pegawai yang memiliki kemampuan dapat dipromosikan naik

jabatan?


(3)

Paduan wawancara

Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Informan : Pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Lampung A. Indikator Tujuan

1. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh aparat BNP Lampung dalam rangka pemenuhan target sosialisai/penyuluhan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

2. Apakah menurut anda jumlah anggota yang bertugas dinilai telah mencukupi untuk menunjang pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

B. Indikator Standar

1. Apa sajakah kegiatan pokok program pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh BNP Lampung?

2. Apakah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya aparat BNP Lampung sudah berpedoman pada standar atau mekanisme yang telah ditentukan? 3. Siapa saja aparat BNP yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba?

C. Indikator Umpan Balik

1. Apa saja manfaat yang diterima masyarakat (objek/sasaran) dari program pencegahan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan BNP Lampung?

D. Indikator Alat dan Sarana

1. Bagaimana alat, sarana-prasarana/fasilitas yang dimiliki oleh BNP pada saat melaksanakan program kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba?

E. Indikator Kompetensi

1. Bagaimanakah kualitas aparat BNP dalam melaksanakan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba?

F. Indikator Motif

1. Apakah menurut anda, aparat BNP dalam melaksanakan tugas pencegahan penyalahgunaan narkoba sudah benar-benar melaksanakan tuganya dengan baik?


(4)

G. Indikator Peluang

1. Apakah anda pernah diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus yang diselenggarakan oleh BNP di bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba?


(5)

Paduan wawancara

Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Informan : Pengurus DPD Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Provinsi Lampung A. Indikator Tujuan

1. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh aparat BNP Lampung dalam rangka pemenuhan target sosialisai/penyuluhan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

2. Apakah menurut anda jumlah anggota yang bertugas dinilai telah mencukupi untuk menunjang pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan narkoba?

B. Indikator Standar

1. Apa sajakah kegiatan pokok program pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh BNP Lampung?

2. Apakah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya aparat BNP Lampung sudah berpedoman pada standar atau mekanisme yang telah ditentukan? 3. Siapa saja aparat BNP yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba?

C. Indikator Umpan Balik

1. Apa saja manfaat yang diterima masyarakat (objek/sasaran) dari program pencegahan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan BNP Lampung?

D. Indikator Alat dan Sarana

1. Bagaimana alat, sarana-prasarana/fasilitas yang dimiliki oleh BNP pada saat melaksanakan program kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba?

E. Indikator Kompetensi

1. Bagaimanakah kualitas aparat BNP dalam melaksanakan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba?

F. Indikator Motif

1. Apakah menurut anda, aparat BNP dalam melaksanakan tugas pencegahan penyalahgunaan narkoba sudah benar-benar melaksanakan tuganya dengan baik?


(6)

G. Indikator Peluang

1. Apakah anda pernah diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus yang diselenggarakan oleh BNP di bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba?