Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota Medan (Studi Kasus Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan)

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM

PEMBINAAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

(Studi kasus pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan) DISUSUN

OLEH

(060903028)

PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS

NIM : 060903028

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota

Medan (Studi Kasus Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan)

Medan, Juni 2010 Ketua Departemen

Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara

Drs. M. Alwi Hasyim Batubara, M.Si

NIP. 195608311986011001 NIP. 195908161986111001

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

a.n. Dekan FISIP USU Pembantu Dekan 1

NIP. 195908091986011002 (Drs. Humaizi, MA)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama : PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS

NIM : 060903028

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota

Medan (Studi kasus Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan)

Yang dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Panitia Penguji : Ketua Penguji :

Anggota I :


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim, Assalmu’alaikum Wr.Wb.

Puji sykur kehdirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan seoptimal mungkin. Dan tak lupa penulis mengucapkan shalawat briring salam kepada Nabi Muhammad SAW, beerta keluarga, sahabat dan shahabiah, yang telah menuntun umatnya dari alam yang gelap kepada alam yang terang benderang dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti. Amin.

Adapun skripsi ini berjudul “Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota Medan (Studi kasus kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan)”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial Kota Medan dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendal/hambatan implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Sajana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Khususnya di Departemen Administrasi Negara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis tidak


(5)

menutup diri dari kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada keluarga khususnya kedua orang tua penulis ( Ayahanda Partomuan S Lubis dan Ibunda Idawati S.Pd ) yang telah memberikan doa, motivasi, repaten dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga. Ayah makasih ya udah memenuhi segala kebutuhan kakak mulai dari kakak lahir sampai sekarang yang telah meranjak dewasa ini, mudah-mudahan kakak bisa selalu membuat ayah bangga, dan buat mamak aw, makasih yang sangat tak terhingga atas pengorbananmu telah melahirkan kakak dan merawat kakak singga sampai saat ini, mamak yang selalu ada buat kakak, yang membangunkan kakak, mengingatkan sholat n terus merepet tanpa henti unuk mengingatkan mengerjakan skripsi ini. Kakak Sayang kali sama mamak n ayah yang selalu mendoakan kakak,dan terus doin kakak ya mak, Semoga kakak bisa menjadi anak yang bisa di andalkan dan di harapkan. Amin. Skripsi ini kupersembahkan sebagai wujud sembah ananda kapada kalian ( ayahanda dan ibunda ku tercinta) yang telah meberikanku segalanya penuh dengan cinta. Tiada kata dapat terucap untuk membalas segala pengorbanan kalian kepada ku. Hanya doa yang bisa kakak panjatkan semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah SWT, sehat selalu, panjang umur, mudah rezki, dan selalu dimudahlan dalam setiap nafas kehidupan.

Tarima kasih juga kepada saudara-saudaraku tersayang, kakak sepupQ Annaon yang selalu merepet dan menanyakan skripsi ku yang selalu diterlantakan, maksih juga ya kak motivasinya, dan masakannya.hehehe… makasih juga buat


(6)

dukungan dari adik-adik ku (Tami “ udh bersedia mengantar ku kedinsos dengan repetan juga”, Adis “ capai la apa yang ingin kau capai, kk selalu mendukung mu”, Anggi “ jgn malas2 ya adik bontot ku, hrus rajin2 klw disuruh ma ayah,mamak,kk mu dan abg2 mu ok, dan Isha “lanjutkan perjuangan mu ya, kul yg baek.) tetap semngat ya kalian yang menjalani sekolah itu..

Kita bisa menjadi anak yang selau di banggakan dan tidak buat malu orang tua kita. Aminn Yaa Roob.. Luph u adik2Q Semangat..kita bisa,.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu kapada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Humaizi, MA. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu

Administerasi Negara.

4. Ibu Hj. Dra. Beti Nasution. M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu

Administerasi Negara.

5. Bapak Drs. M Alwi Hasyim Batubara selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih ya pak,


(7)

6. Bapak Drs. Kariono, M.Si. selaku dosen pengajar di Ilmu Administrasi Negara yang menjadi teman diskusi dan banyak memberikan masukan dan bimbingan bagi penulis.

7. Bapak/ibu Staf Pengajar serta Pegawau Administrasi FISIP USU yang telah

berjasa mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta memudahkan administrasi khususnya kepada Kak Mega dn Kak Dian selaku pegawai bagian pendidikan FISIP USU.

8. Bapak Effendi S SH selaku Kepala Bidang Bina Sosial, yang benyak membantu

saya dala penelitian skripsi ini. Ibu Deli dan Ibu Aritonang,terima kasih atas masukannya dan beberapa cerita kehidupanya.

9. Seluruh Staf Pegawai Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan pengumpulan data.

10.Terima kasi buat mama rere Q yg aw syng..yg udh merepet juga kyk emak

aw,,mksh buat motifasinya, dan semngat nya..nnt kita pigi jln2 ber 4 (domret, mita,rere dan bang budi junior) lagi ya..semoga lancar ya buQ semuanya..tar awa ikot ya masok kedalam, semoga menjadi keluarga yg sakinah, mawaddah dan warohmah. Amiin buQ2 nnt awikot ya masok kedalam melihat p********n,,ok

Yang ke 2, buat domret ( molydany) tersyang, mksh ya udh menghibur penulis dan membantu Q menyusun skripsi ini dan mengenalkan aw ma achacamarica


(8)

hehe..kita bisa menuju hidup yang baru, aw tunggu undangan khususny,,moga langgeng ma papi dany.. amiin

11.Terus buat kawan2 yang telah hadir dan memberiku warna dalam hidup yaitu

Diah langgeng ya ma amardin, wencek langgeng juga ma dadang, upenk langgeng ya ma fikrinya, Venoy semngat buQ, inggid sabar ya buQ menunggu ari kembali menjemput mu utk masa depan, hj susi ( valentino rosa ) semngt, sari, agustina, nai laksita rini, tantri, kucai, roy, tile, fadly, nazli, hafiz, dan keluarga Besar AN ’06 kita bisa sukses. Amin.. satu lagi ketinggalan,, wak leng, dan buat seluruh anak An ’07 dan ‘08 (ozik, dodi, dewiQ, topic, diky, yg mewakili).

12. Makasih juga buta 2 orang sahabat SMA aw yang selalu menemani maen2,

menggila, makan, berenang, belnja, dan bnyak lah. maya “ujang”, ma wenny suryan “wak aceh”, maksih ya woy atas dukungan, motivasi, ma mau menemai aw saat gila n maen cewek..hehehe…kan mencewek sama kita,, miki holiday ya…semngat ko jang nyusun tu jgn malas2,.

13.Terimakasi juga buat chata, cabe, cabullbull, acha marica hehe, chamit,

rahmansyah. Makasih udah dukung aw, dan hadir dalam kehidupan awak dengan perantara *****..dan papi dany..kita tetap semngat yoo.. Luph U bullbull..


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

ABSTRAK... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Teori ... 7

1. Pengertian Implementasi Kebijakan ... 8

2. Tahapan Kebijakan... 13

3. Model-model Implementasi Kebijakan... 15

4. Pengertian Program Pembinaan... 23

5.Karakteristik Anak Jalanan... 26

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Munculnya AJ... 29

7. Sasaran Program Pembinaan Anak Jalanan... 30

F. Definisi Konsep ... 31


(10)

H. Sistematika Penulisan... 34

BAB II METODE PENELITIAN... 36

2.1 Bentuk Penelitian... 36

2.2 Lokasi penelitian... 36

2.3 Informan Penelitian... 36

2.4 Teknik Pengumpulan Data... 38

2.5 Teknik Analisa Data... 39

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 40

3.1 Sejarah Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja... 40

3.2 Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja... 41

3.3 Struktur Organisasi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.. 42

3.4 Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Dinas Sosial Kota Medan.. 42

BAB IV PENYAJIAN DATA... 72

4.1 Penyajian data tentang Implementasi kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan... 73

4.2 Kendala-kendala Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak jalanan... 80

BAB V ANALISA DATA... 82

5.1 Implementasi Kebijakan Program Pembinaan AJ... 83

BAB VI KESIMPULAN... 93

6.1 Kesimpulan... 93


(11)

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Wawancara

Lampiran 2 : Data Anak Jalanan Kota Medan Thn 2009 Lampiran 3 : Data Panti Asuhan

Lampiran 4 : Daftar Anak Jalanan yang menerima Kegiata Uji Coba Lampiran 5 : Surat Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 6 : Undangan seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 7 : Berita Acara Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi

Lampiran 8 : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi

Lampiran 9 : Surat Permohonan izin Penelitian dari FISIP USU

Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kantor Dinas Sosial Kota Medan


(13)

ABSTRAK

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANA DIDINAS SOSIAL KOTA MEDAN”

Nama : Paramita Fithrianida Lubis NIM : 060903028

Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Departeman : Ilmu Administrasi Negara

Pembimbing : Drs M. Alwi Hasyi Batubara M,Si

Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran, hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan utnuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak, sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Dengan melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan.

Adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan bertujuan untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan. Namun, implementasi program pembinaan anak jalanan tersebut belum lah sesuai dengan apa yang diharapkan, mengingat kendala yang dihadapi seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program tersebut. Untuk itulah penulis ingin melihat lebih bagaimana implementasi program pembinaan anak jalanan apakah sudah terealisasi dengan baik atau belum.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif untuk mengungkap lebih dalam melalui wawancara, dan observasi yang dilakukan serta melihat bagaimana implementasi itu berjalan dan kendala yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka terlihat bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sudah cukup baik. Hanya kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan pembinaan bagi anak jalanan tersebut.


(14)

ABSTRAK

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANA DIDINAS SOSIAL KOTA MEDAN”

Nama : Paramita Fithrianida Lubis NIM : 060903028

Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Departeman : Ilmu Administrasi Negara

Pembimbing : Drs M. Alwi Hasyi Batubara M,Si

Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran, hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan utnuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak, sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Dengan melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan.

Adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan bertujuan untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan. Namun, implementasi program pembinaan anak jalanan tersebut belum lah sesuai dengan apa yang diharapkan, mengingat kendala yang dihadapi seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program tersebut. Untuk itulah penulis ingin melihat lebih bagaimana implementasi program pembinaan anak jalanan apakah sudah terealisasi dengan baik atau belum.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif untuk mengungkap lebih dalam melalui wawancara, dan observasi yang dilakukan serta melihat bagaimana implementasi itu berjalan dan kendala yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka terlihat bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sudah cukup baik. Hanya kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan pembinaan bagi anak jalanan tersebut.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita ketahui krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia sejak Tahun 1997 yang ditandai dengan terjadinya krisis moneter hingga berlakunya kebijakan menaikkan Bahan Bakar Minyak ( BBM) awal maret 2005, mengakibatkan banyak terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Kelompok ini disebut juga oleh Suyanto sebagai “masa rentan, kelompok marjinal” atau masyarakat miskin. Saat ini ada 37,4% dari total penduduk yang mencapai 227 juta jiwa lebih berada di bawah garis kemiskinan.

Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan saat ini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2006 lalu terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta. Sementara pada tahun 2007 di Sumatera Utara, Yayasan KKSP ( Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan sebanyak 5000 anak jalanan. Namun berdasarkan data yang telah di peroleh dari Dinas Sosial Kota Medan pada tahun 2008 jumlah anak jalanan berjumlah sekitar 675 jiwa, Dan pada bulan Oktober 2009 jumlah anak jalanan meningkat khususnya di kota Medan berjumlah sekitar 220 anak atau meningkat 1,8 % dibanding tahun 2008 yang hanya 150 anak jalanan. Terjadinya peningkatan jumlah anak tersebut disebabkan faktor kemiskinan ditengah himpitan ekonomi keluarga yang melanda (Dinas Sosial 2008).


(16)

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa depan yang jelas, dimana keberadaan mereka seringkali menjadi ”masalah” bagi banyak pihak keluarga, masyarakat dan negara. Namun perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar, padahal mereka adalah saudara kita, mereka juga adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang manjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.

Dalam pandangan Soetarso, bahwa dampak krisis moneter dan ekonomi dalam kaitannya dengan anak jalanan adalah:

1. Orang tua mendorong anak untuk membantu ekonomi keluarga.

2. Pola pendidikan dan pengasuhan yang salah terhadap anak oleh orang tua

sehingga menyebabkan anak lari kejalan.

3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang

sekolah.

4. Makin banyaknya anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah

meningkat.

5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga terpuruk

melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan.


(17)

7. Anak jalanan lebih lama menjadi korban pemerasan dan eksploitasi seksual, terutama terhadap anak jalanan yang perempuan. ( Huraerah, 2006:78).

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, disamping kondisi ekonomi keluarga yang kurang atau tekanan kemiskinan, permasalahan anak jalanan juga tidak lepas dari ketidak harmonisan rumah tangga, pengasuhan yang terlalu keras dan pengaruh lingkungan komunitas anak. Kondisi dari faktor-faktor ini seringkali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan.

Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Medan beraneka ragam, diantaranya sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan lain sebagainya. Mereka terutama beroperasi di tempat-tempat keramaian atau umumnya seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus, pusat perbelanjaan. Dan rumah makan yang mengijinkan mereka masuk untuk beroprasi seperti menyemir sepatu dan mengamen.

Anak-anak yang hidup di jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan sangat rentan dengan perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam yaitu dunia jalanan.

Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek kekerasan, Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus dihadapi saat berada di jalanan. Resiko-resiko yang dapat diidentifikasi adalah menjadi korban kekerasan (pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual, penangkapan dan


(18)

perampasan modal kerja), kelangsungan hidup terancam, kurang gizi (miniman keras, penyalah gunaan obat, tindakan kriminal dan seks bebas), ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta keterkucilan dan stigmatisasi sosial (Huraerah, 2006:79).

Kahadiran anak-anak di jalanana adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan yang memuat mereka bisa bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka bermasalah, karena tindakannya seringkali merugikan orang lain. Mereka acapkali melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti sering berkata kotor, mengganggu ketertiban di jalanan misalnya: memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk memberi sejumlah uang (walaupun tidak seberapa), dan melakukan tindakan kriminal lainnya.

Menurut UUD 1945, ”Anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak-anak jalanan. Hak-hak asasi anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Chil (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya dan perlindungan khusus.


(19)

Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Kemudian, pemerintah juga menerbitkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002, sehingga konsekuensinya Pemerintah berkewajiban semaksimal mungkin berupaya memenuhi hak-hak anak indonesia.

Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya sebelum sepenuhnya didapatkan oleh anak jalanan tersebut. Orang tua memang merupakan pihak utama untuk memberikan hak-hak tersebut, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung, maka peran Pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.

Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial harus mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program yang realistis akan tercipta kebijakan utama untuk mengentaskan masalah anak jalanan. Disamping itu, kelanjutan dari program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah implementasi yang nyata, dan yang paling diharapkan oleh anak jalanan misalnya, dengan terciptanya lapangan pekerjaan, bila memang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan usia anak dan tidak terlalu membahayakan keselamatan jiwanya serta masih mendapatkan kesempatan untuk sekolah dan bermain maka tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Anak akan terdidik melalui pekerjaan itu untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab.


(20)

Terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada anak jalana, hal terpenting yang juga harus diperhatikan oleh Dinas Sosial adalah pembinaan terhadap keluarga anak jalanan tersebut. Jika karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung menjadi faktor anak turun ke jalanan untuk bekerja membantu orang tuanya, maka pembinaan terhadap keluarga yang harus dilakukan oleh Dinas Sosial adalah dengan pemberdayaan ekonomi keluarga yang menciptakan kemandirian , sehingga akhirnya dengan berbagai program pembinaan yang diberikan, baik kepada si anak maupun kepada keluarganya diharapkan mereka tidak kembali lagi ke jalanan.

B. Perumusan masalah

Mengacu pada latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

” Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak-Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan”?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak-anak

Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala atau hambatan Implementasi Kebijakan


(21)

D. Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan masukan dan informasi yang bermanfaat terutama bagi

Dinas Sosial untuk lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan ini, karena bagaimanapun mereka adalah tanggung jawab pemerintah dan juga tanggung jawab kita bersama.

2. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan informasi tentang hal yang

diteliti serta mengembangkan kemampuan berfikir penulisan karya ilmuah ini. 3. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik secara langsung atau

tidak langsung bagi akademik,

E. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulisan dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut sebagai kerangka teori. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:


(22)

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.

Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski dalam buku Charles O.Jones (1996:295), mengartikan Implementasi sebagai suatu proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi adalah kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab-akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources. Dengan demikian berdasar pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan dari implementasi tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran dan juga kemampuan organisasi ataupun instansi seperti teknoligi informasi.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (Winarno 2002:101) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.


(23)

Kebijakan (policy) diberi arti yang bermacam-macam oleh berbagai pakar. Seperti Fridrick mendefenisikan kebijakan sebagai berikut “Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesenpatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.(Islamy, 2001:17)

Sedangkan menurut Charles O.Jones, istilah kebijakan (policyterm) digunakan dalam praktik sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan, program, keputusan, standar, proposal, dan grand design.

Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatui lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicara-pembicaraan yang lebih bersifat ilmuah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat (Winarno,2002:14).

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebijakan itu diartikan sebagai ”Pedoman untuk bertindak”. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks,bersifat umun atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat.


(24)

Kebijaksanaan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Wahab,2004:2).

Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Raksasataya, yang memberikan definisi kebijakan sebagai”suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan”, oleh karena itu suatu tujuan kebijakan memuat tiga elemen yaitu:

a. Identifikasi dari tujuan yang dicapai.

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata

dari taktik atau strategi (Islamy, 2001: 17).

Dari beberapa pengertian yang diuraikan oleh berbagai pakar tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kabijakan merupakan “segala tindakan atau kegiatan yang mengarah pada tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan berbagai prosedur dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk memecahkan berbagai masalah”.

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah itu menyanghkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi, karena betapa pun baiknya suatu kegiatan tanpa diimplementasikan maka tidak akan banyak berarti.


(25)

Kamus Weber, merumuskan secara pendek bahwa to implement ( mengimplementasikan ) berarti to provide the means for carrying out; (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Kalau pandangan ini kita ikuti, maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai “Suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden”) (Wahap, 2001:64).

Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan, kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan tang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.(Wahab, 2001:65)

Sedangkan menurut Grindle, implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ini menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang menperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada sekedar berupa impian atau rencana


(26)

bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. (Wahab, 2001:59).

Dari apa yang disampai kan oleh Grindle, dapat dinyatakan bahwa keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan ditentukan oleh benyak hal, terutama menyangkut kepentingan-kepentingan yang terlibat didalamnya. Sebuah kebijakan sederhana tentu saja tidak melibatkan kepentingak banyak orang, kelompok dan masyarakat sehingga pada akhirnya tidak akan membawa perubahan yang besar. Sebaliknya semakin melibatkan banyak kepentingan, maka keterlibatan seseorang atau kelompok dalam implementasi kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada apakah kepentingannya terlindungi, maka dia akan berusaha untuk terlibat dalam implementasi karena bagaimanapun juga manfaatnya pasti akan sampai kepada yang bersangkutan. Akan tetapi kalau kepentingan seseorang terganggu atau akan merugikannya, maka dengan sendirinya yang bersangkutan akan menghalangi implementasi sebuah kebijakan.

Dengan demikian implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan. Dimana suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan, karena implementasi kebijakan adalah salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan didalam memecahkan persoalan-persoalan. Atau juga implementasi kebijakan adalah merupakan segala tindakan atau kegiatan yang berpengaruh pada tujuan tertentu yang


(27)

ingin dicapai dengan berbagai prosedur dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk berbagai masalah.

2. Tahapan Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proases maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Seperti misalnya, tahapan penelitian kebijakan seperti yang tercantum dalam bagan dibawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan. Tahap-tahap kebijakan publik adalah :

a. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.


(28)

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicare pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijkan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai


(29)

kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakay. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan (Winarno,2004:28).

3. Model-Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.

Sekalipun benyak dikembamgkan model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran meiupun tulisan para ahli.


(30)

a. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn.

Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

1. kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.

Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungki bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.

2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.


(31)

Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.

3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.

4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan

kausalitas yang handal.

Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.


(32)

5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.

6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan Badan-badan/Instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu meleinkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang


(33)

terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor

8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasab bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat.


(34)

9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.

10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.

b. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai model proses implementasi kebijakan.

Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa


(35)

perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.

Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

1. Standar da sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

2. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana


(36)

kelompok-kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kabijakan bersangkutan paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedamgkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.( Subarsono, 2005:99)

c. Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Aabatier, yang disebut kerangka analisis implementasi.

Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasu kebijakan ialah mengindentifikasikan variabel-variabel yang


(37)

mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.

Variabel –variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah tidaknya masalah yang akan dianggap dikendalikan.

2. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan serta tepat

proses implelemtasinya, dan

3. Pengaruh langsung berbagai variabel-variabel politik terhadap

keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut.

4. Pengertian Program Pembinaan Anak Jalanan

Menurut Charles O. Jones Program adalah cara yang di syah kan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristi tertentu yang dapat membawa seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktifitas sebagai suatu progran atau tidak yaitu:

a. Program cenderung membutuhkan staf

Misalnya: untuk meleksanakan ataupun sebagai pelaku program\

b. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, Program kadang bisa juga diidentifikasikan melalui anggaran

c. Program memiliki identitas tersendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.


(38)

Program terbaik di Dunia adalah program yang di dasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan interfensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik. (Jones 1991:296).

Dalam mengatasi masalah yang dihadapai oleh anak jalana tersebut, merupakan tugas sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani dan rohani maupun sosialnya. Pembinan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan, pembinaan mental, dan keagamaan yang berkualitas dengan segala aspek.

Arti anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 Tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalanan maupun ditempat-tempat umum dan melakukan kegiatan tidak jelas minimal dalam waktu 4 jam/hari dalam ukuran waktu 1 Bulan, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan di pesar dan lain-lain.

Sedangkan menurut Johanes, pada seminar tenteng pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung menyebutkan bahwa anak jalanan adalah ”Anak yang menghabiskan waktunya dijalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang menpunyai hubungan dengan keluarga dan anak-anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga” (Huraerah,2006:80).


(39)

Lebih lanjut, Sudijar mendefinisikan anak jalanan sebagai ”Anak-anak usia 7-21 tahun yang bekerja di jalanan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketertiban dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya, yang pada umumnya bekerja sebagai pengamen, penjual koran, penyemir sepatu, pedagang asongan dan pemulung”.

Dari batas pengertian tersebut Sudijar mengemukakan bahwa ciri-ciri anak jalanana yaitu:

a. Anak (laki-laki/perempuan) usia 7-21 tahun, melakukan kegiatan tidak menentu, dan membahayakan dirinya sendiri di tempat-tempat umum (jalanan, pasar, tempat hiburan, terminal. Dan stasiun)

b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat SD).

c. berasal dari keluarga yang tidak mampu (beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).

d. Melakukan aktifasi ekonomi.

Sementara dalam pengertian Sosiologi, istilah anak jalanan menunjukkan pada aktivitas sekelompok anak dan perilaku mereka dianggap mengganggu ketertiban sosial. Sedangkan menurut pengertian ekonomi, istilah anak jalanan menunjukkan pada aktivitas sekelompok anak (pekerja anak) yang terpaksa mencari nafkah dijalanan karena kondisi ekonomi orang tua yang miskin. (Nugroho,2003:97).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan waktunya untuk


(40)

melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar dan pusat-pusat keramaian lainnya.

5. Karakteristik Anak Jalanan

Menurut data yang telah saya peroleh dari Dinas Sosial, ciri anak jalanan terbagi dalam dua kategori yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak jalanan adalah anak jalanan yang mempunyai warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus, dan berpakaian kotor. Sedangkan ciri psikis adalah mereka mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk mempunyai rasa penuh curiga, sangat sensitif, tidak berfikir panjang (berani menanggung resiko) dan mandiri. (Dinas Sosial Kota Medan)

Dapat kita lihat bahwa seseorang anak dikatakan anak jalanan bilamana mempunyai indikasi sebagai berikut:

a. Usia dibawah 18 Tahun.\

b. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang

sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka :

1. Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya

2. Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu sekali setiap hari.

3. Masah ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur. c. Orientasi waktu


(41)

Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.

d. Orientasi tempat tinggal

1. Tinggal bersama orang tuanya

2. Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya

3. Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.

e. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh,

kotor, banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang misalkan: pasar, terminal bus, tempat lokalisai WTS, perempatan jalan atau jalan raya. f. Orientasi aktivitas pekerjaan

Keiatan atau aktivitas yang mereka kerjakan adalah aktivitasnya yang berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup, seperti menyemir sepatuy, mengamen, menjajakam koran, kuli angkut, pemulung, dan penghubung penjualan jasa.

g. Permasalahan yang dihadapi

1. Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok

2. Dikejar-kejar aparat. 3. Korban eksploitasi sex. 4. Ditolak masyarakat. 5. Terlibat kriminal.

6. Potensi kecelakan lalu lintas h. Pendanaan dalan aktivitasnya


(42)

1. Modal sendiri.

2. Modal majikan.

3. Modal kelompok.

4. Stimulan/bantuan

i. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan

1. Rasa aman.

2. Haus kasih sayang.

3. Kebutuhan sandang pangan (gizi), kesehatan

Disamping itu, yayasan KKSP juga mengatakan karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah:

a. Kelihatan kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian.

b. Memandang orang lain, yang tidak hidup dijalanan sebagai oarang yang

dapat dimintai uang.

c. Mandiri artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama

dalam hal tempat tidur dan makan.

d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan

orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

e. Malas untuk melakukan kegiatan anak ”rumahan” misalnya jadwal tidur

selalu tidak beraturan, mandi, mebersihkan badan, gosok gigi, menyisir rambut, mencuci pakaian dan menyimpan pakaian.


(43)

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan

Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi yaitu: Hak kebutuhan untuk makan yang bergizi, kesehatan, bermain, kebutuhan emosional, pengembangan moral, spiritual, pendidikan serta memerlukan lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung kelangsungan hidupnya.

Krisis ekonomi, adalah sebagai pemicu utama terjadinya berbagai bencana yang telah menyebabkan banyak orang tua dan keluarga mengalami penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah anak putus sekolah, terlantar dan marginal semakin bertambah, selain itu akibat yang ditimbulkan terpaksa banyak anak-anak yang harus membantu orang tuanya karena kemiskinan.

Di sisi lain tidak sedikit anak yang hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, diakibatkan karena situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi ruang bagi masyarakat marginal, hal ini terlihat mudahnya terjadi penggusuran serta terjadinya konflik yang tak dapat dielakkan. Konflik yang dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok, dengan menggunakan senjata tajam bisa terjadi kapan saja, dan tidak sedikit pula anak terlibat didalamnya.


(44)

Modernisasi, Industrialisasi, migran dan urbanisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang. Faktor yang menyebabkan anak-anak turun ke jalan dikarenakan adanya konflik yang terjadi pada rumah tangganya, mereka bosan dengan keadaan yang terjadi di rumah. Peraturan serba ketat tanpa memberi peluang kepada anak mengutarakan keinginannya, tidak jarang sering terjadi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai mana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, untuk itu sebagai alternatif dalam mengurangi meningkatnya anak terlantar perlu pemberian modal usaha dan penciptaan lapangan kerja dari pemerintah yang merupakan tugas pokok dinas sosial sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah kota tentang kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Karena mereka terlanjur hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya maka mereka dikenal dengan istilah anak jalanan. (RCMM-Kopa Gelar Khitanan Massal ; Anak Jalanan di Kota Medan Meningkat/Analisa/ Medan/www.google.com)

7. Sasaran Program Pembinaan Anak Jalana

Menurut Soedijar, isi dari program pembinaan harus sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi jawaban dari permasalahan yang dihadapi para anak jalanan.


(45)

a. Melindungi dan berusaha mengangkat derejat anak jalanan.

b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi

mereka tetap terjamin.

c. Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat

hidup mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

d. Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat

waktu luangnya.

Di dalam program pembinaan perlu diperhatikan integritas dari seluruh program pembinaan, maka:

a. Perlu djaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode

dalam mengolah kegiatan agar program berjalan lancar serta memikat dan tidak monoton serta membosankan.

b. Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam

bidang pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara pelaksanaan program. (Soedirja, 1990:9)

F. Defenisi Konsep

Konsep merupakan anbstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisis dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan kelompok atau individu. Oleh karena itu yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Implementasi Kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh


(46)

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

b. Program Pembinaan adalah prosedur yang disediakan sebagai landasan

untuk menentukan isi dan ukuran kegiatan pembinaan.

c. Anak jalanan adalah anak yang sebahagian besar waktunya berada

dijalanan atau ditempat-tempat umum.

G. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah sebagian petunjuk pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu penlitian sehingga dari informasi tersebut diketahui bagaimana caranya mengukur variabel penelitian tersebut. (Singarimbun, 1999 : 46-47).

Adapun yang menjadi indicator dari implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan adalah

a. Standar dan sasaran dari implementasi kebijakan program pembinaan anak

jalanan, yaitu meliputi mekanisme prosedur (Standard Operating Procedurs) yaitu pengaturan yang mengatur tata cara kerja dalam melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan kebijakan program pembinaan anak jalanan.

b. Sumber daya, yaitu meliputi:

1. Sumber daya manusia yang terdiri dari jumlah pegawai, tingkat

pendidikan pegawai, keahlian, keterampilan, dan kemampuan para pegawai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.


(47)

2. Sumber anggaran yitu sumber dan besarnya pembiayaan untuk melaksanakan porgam pembinaan anak jalanan tersebut.

3. Fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang diperlukan dalam melaksanakan program pembinaan anak jalanan.

c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, yaitu meliputi

sosialisasi, baik itu sosialisasi internal maupun eksternal, ditambah dengan adanya forum diskusi antar pegawai dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan.

d. Karakteristik Agen Pelaksana, yaitu meliputi struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang, garis komando atau rentang kendali serta ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan program dengan tingkat structural organisasi yang melaksanakan program tersebut.

e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik, yaitu meliputi sumber daya ekonomi

yang dimiliki oleh organisasi dan juga keadaan sosial ekonomi dari masyarakat yang bersangkutan.

1. Pendapat dari anak jalanan yang menjadi target implementasi kebijakan

program pembinaan anak jalanan,

2. Adanya penyesuaian kondisi ekonomi Dinas Sosial terhadap

kelangsungan implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan.

f. Disposisi implementor, yaitu kognisi implementor dalam meleksanakan

Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan meliputi: 1. Netralitas maupun obyaktivitas implementor,


(48)

2. Serta respon dari implementor terhadap pelaksanaan Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan.

H. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB II I : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan gambaran umum lokasi penelitian, yaitu kanyor Dinas Sosial Kota Medan..

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan untuk dianalisis.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini maemuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian.


(49)

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(50)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisia kualitatif. Dengan demikian penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana implementasi kebijakan program pembinaan anak jalana di Dinas Sosila Kota Medan.

2.2 Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian ini dilakukan pada kantor Dinas Sosial Kota Medan yang beralamat di Jalan K.H Wahid Hasyim No. 14 Medan.

2.3 Informan Penelitia.

Informan adalah orang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya dan kesukarelaannya dapat memberikan pandangannya dari segi orang dalam

nilai-nilai, sikap, dan suatu proses yang menjadi latar penelitian tersebut. Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari


(51)

populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan sevcara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informasi kunci (key informan, yaitu mereka yang megetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang melibatkan secara langsung dalam interksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. (Hendarso dalam Suyanto,2005:171-172).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian mentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu: penentuan informen tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubung dengan permasalahan pelenitian, maka peneliti dalam hal ini menggunakan informan penelitian yang terdiri atas: 1. Informan kunci (key informan) yaitu kepala bidang bina sosial,

2. Informan utama yaitu terdiri dari 17 pegawai dinas sosial yang terlibat

langsung dan tidak terlibat langsung didalam bina sosial terhadap anak jalanan tersebut, 1 orang LSM KKSP ( Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ), 1 orang penanggung jawab pada panti asuhan ECONOM di Kecamatan Medan Denai, 1 orang Satuan Polisi Pamong Raja, 15 anak jalanan yang dibina sosial.


(52)

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer, yaitu pengumpulan data yang dilakukan

secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan memberikan pernyataan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh imformasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.

b. Pengamatan atau Observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan

mengamati secara langsung objek peneliti dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

c. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah

daftar pertanyaan kapada pihak-pihak terkait.

2. Teknik Pengumpulan data Sekunder, yaitu merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan keputusan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan mengunakan instrumen sebagai berikut:


(53)

a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian serta sumber0sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku,

karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkopetensi serta memiliki reverensi dengan masalah yang akan diteliti.

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik Analisa Data yang dipergunakan adalah teknik analisa data kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam suatu satuan, yang kemudian dikatagorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. (Moleong, 2006:247)

Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan mamakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditari kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.


(54)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Berdirinya Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Upaya untuk melakukan reformasi di segala bidang dalam rangka pembaharuan manajeman Pemerintahan didasarkan kepada TAP MPR No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi dan Nepotisme, dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kedua perangkat hokum ini, menegaskan tekad bangsa untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang didsarkan pada prinsip-prinsi kepemerintahan dan pembangunan yang baik (good governance). Selaras dengan tekad tersebut, pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntablitas, Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Meteri Negara R.I No. B. 130/M.PAN/04/2009 tanggal 13 April 2009 perihal Kebijakan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja dan Surat Walikota Medan Nomor : 700/5689 tanggal 27 April 2009 tentang Kebijakan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Tahun 2008 Unit Kerja setingkat Eselon II di Lingkungan Pemerintahan Kota Medan.

Disamping dilatarbelakangi tuntutan aturan hokum, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, bahwa sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No.41


(55)

Tahun 2007 tentang Organisa Perangkat Daerah, kantor Dinas Sosial Kota Medan digabung keKantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan sehingga menjadi Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota Medan. Dengan ini kami mecoba melakukan pengembangan mekanisme pertanggung jawaban yang tepat. Jelas dan terukur dengan mengacu pada Rencana Stratejik Kantor Sosial Kota Medan dan Rencana Staratejik Dinas Tenaga Kerja Kota Medan Tahun 2006-2010.

3.2 Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kota Medan

Visi dan Misi Strategi Kantor Dinas Sosial Kota Medan adalah:

a. Institusi yang professional Visi :

b. Standarisasi system informasi, pelayanan dan penanggulangan

masalah-masalah Sosial

c. Pola penanganan masalah-masalah Sosial yang bersifat preventif, persuasive, respensif dan rehabilitative.

“ Mendukung upaya pencapaian Medan Kota Metropolitan yang Moderen, Madani dan Relegius dengan pencegahan penurunan tingkat kualitas dan kuantitas masalah-masalah social serta peningkatan kesejahteraan social dan peningkatan ketahanan Nasional maupun budaya bangsa”.


(56)

3. 3 Struktur Organisasi Kantor Dinas Sosial dan Tenga Kerja

Struktur Organisasi dari suatu instasi atau kantor adalah merupakan suatu landasan beroperasinya suatu instansi tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya, dapun Struktur Organisasi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dapat dilihat pada susunan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: 3.4 Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

Adapun yang menjadi Tugas Pokok dan Fungsi dari Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing sesuai dengan Peraturan Walikota Medan No. 12 tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi melaksanakan urusan rumah tangga daerah dalam bidang social dan ketenagakerjaan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidangnya.

Susunan organisasi Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota Medan terdiri dari:

A. Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan,

B. Sekertaris, Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup kesejahteraan meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.


(57)

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas, sekretasis menyelenggarakan fugsi:

1. Penyususna rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan,

2. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Diras,

3. Pelaksanan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan

Dinas yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan Dinas,

4. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pngembangan

organisasi, dan ketatalaksanaan,

5. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Dinas,

6. Penyiapan badan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian,

7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan,

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

a. Sub Bagian Umum,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas secretariat lingkup administrasi umum. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan di atas, sub bagian umum menyelenggarakan fungsi:


(58)

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum,

3. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan, perlengkapan dan penyelenggaraan rumahtangga Dinas,

4. Pengelolaan administrasi kepegawaian,

5. Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan, tatalaksana,

dan kepagawaian.

6. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

7. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas,

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dam fungsinya.

b. Sub Bagian Keuangan,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup pengelolaan administrasi keuangan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Sub Bagian Keuangan menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana kegiatan Sub Bagian Keuangan,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi keuangan,

3. Pelaksanaan pengelolaan administarasi keuangan meliputi kegiatan

penyusunan rencanam penyusunan bahan, pemrosesan, penyusulan dan verifikasi,


(59)

4. Penyiapan bahan / pelaksanaan koordinasi pengelolaan administrasi keuangan,

5. Penyusunan laporan keuangan Dinas,

6. Penyiapan bahan pembianaan, pengawasan, dan pengandalian,

7. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas,

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.

c. Sub Bagian Penyuluhan Program,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup penyusunan program dan pelaporan, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub Bagian Penyusunan Program menyelenggarakan fingsi:

1. Penyusunan rencana kagiatan Sub Bagian Penyusunan Program,

2. Pengumpulan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan rencana dan

program Dinas,

3. Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program Dinas,

4. Penyiapan bahan pembinaan pengawasan dan pengendalian,


(60)

6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.

C. Bidang Bina Sosial,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Lingkup bantuan sosial, bimbingan sosial dan kepahlawanan, keperintisan da kesetiakawanan sosial, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan di atas, Bidan Bina Sosial menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan program dan rencana kegiatan Bidang Bina Sosial,

2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup bantuan sosial, bimbingan sosial,

kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial,

3. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bina sosial

sesuai standar yang ditetapkan,

4. Fasilitas bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS),

5. Pelaksanaan pembinaan dan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dn kesetiakawanan sosial,

6. Pemberdayaan Organisasi Sosial, Karang Taruna, Pekerja Sosial, Taruna

Siaga Bencana, dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial lainnya,


(61)

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Sosial sesuai dengan tugas dan fungsinya.

a. Seksi Bantuan Sosial,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagai tugas Bidang Bina Sosial lingkup bantuan sosial, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan di atas, Seksi Bantuan Sosial menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan rencana, program, dan kegiatan, Seksi Bantuan Sosial,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bantuan sosial,

3. Pengumpulan dan pengelolaan data lingkup bantuan sosial,

4. Penyiapan bahan koordinasi dan kesejahteraan dalam kerjasama dalam

penyelenggaraan bantuan sosial,

5. Penyiapan bahan fasilitas bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS),

6. Penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

lingkup bantuan sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

7. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas,

8. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan


(62)

b. Seksi Bimbingan Sosial,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Bina Sosial lingkup bimbingan sosial, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan di atas, Seksi Bimbingan Sosial menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Bimbngan Sosial,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bimbingan sosial,

3. Pengumpulan dan pengelolaan data lingkup bimbingan sosial,

4. Penyiapan bahan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan

bimbingan sosial,

5. Penyiapan bahan peleksanaan bimbingan sosial bagi para Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS),

6. Penyiapan bahan monitoring, evaliasi dan pelaporan pelaksanaan tugas,

7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Bidang Sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

c. Seksi Kepahlawanan Keperintisan dan Penanggulangan Bencana,

Mempunyai tugs pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Bina Sosial lingkup kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial, dalam


(63)

melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Seksi Kepahlawanan Keparintisan, dan Kesetiakawanan Sosial menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan rencana, program, dan kegiatan Seksi Kepahlawanan, Keperintisan

dan Kesetiakawanan Sosial,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup Kepahlawanan, Keperintisan dan

Kesetiakawanan Sosial,

3. Pengumpulan dan pengelolaan data lingkup Kepahlawanan, Keperintisan dan

Kesetiakawanan Sosial,

4. Penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dalam

penyelenggaraan upaya pembinaan jiwa Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial,

5. Penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan , pelestarian, nilai-nilai

Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

6. Penyiapan bahan monitoring,evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas,

7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

D. Bidang Pelayanan Sosial,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagaimana tugas Dinas lingkup undian dan pengumpulan uang, rehabilitasi, pembinaan daerah dan penanggulangan


(64)

bencana, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Pelayanan Sosial menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan program dan rencana kegiatan Bidang Pelayanan Sosial,

2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup undian dan pengumpulan uang,

rehabilitasi, pembinaan daerah kumuh dan penanggulangan bencana,

3. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan pembinaan

daerah kumuh dan penanggulangan bencana sesuai dengan urusan pemerintah kota,

4. Pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), penanggulangan bencan dan penanganan daerah kumuh,

5. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan, kegiatan, undian dan pengumpulan data

sosial,

6. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang bina sosial,

7. Pe;aksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

a. Seksi undian dan Pengumpulan Uang,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Pelayanan Sosiao lingkup undian dan pengumpulan uang, dalam melaksanakan tugas pokok


(65)

ebagaimana dimaksud di atas, Seksi Undian dan Pengumpulan Uang menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Undian dan Pengumpulan

Uang,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup undian dan pengumpulan uang

3. Pengumpulan dan pengolaan data lingkup undian dan pengumpulan uang,

4. Penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi kegiatan undian dan pengumpulan

dana sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

5. Pelaksanaan proses perijinan, pelayanan lainnya, lingkup kegiatan undian dan pengumpulan dana sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

6. Penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan, pengawasan kegiatan undian dan

pengumpulan dana sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

7. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas,

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan


(66)

b. Seksi Rehabilitasi,

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Pelayanan Sosial lingkup rehabilitasi, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkn di atas, Seksi Rehabilitasi menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan rencana, program, dan kegiatan Seksi Rehabilitasi,

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup rehabilitasi sosial,

3. Pengumpulan dan pengelolaan data lingkup rehabilitasi sosial,

4. Penyiapan bahan pelksanaan koordonasi dan kerjasama dalam

penyelenggaraan rehabilitasi sosial,

5. Penyiapan bahanpelaksanaan rehabilitasi sosial bagi para penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

6. Penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan, pengendalian standar rehabilitasi sosial sesuai dengan urusan pemerintahan kota,

7. Penyiapan bahan monitoring, evaluiasi dan pelaporan pelaksanaan tugass,

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan


(1)

Dalam hal kenetralitasan pegawai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan terlihat bahwa pegawai sangat mampu dan objektif dalam melaksanakan program tersebut, hal ini dikarenakan setiap masyarakat yang terjaring merupakan bagian dari masayarak kota medan dan sekitarnya yang membutuhkan program pembinaan.

Hal lain juga dapat dilihat dari lapangan ketika penelitian, para pegawai hanya mau melaksanakan program yang dijalankan dengan setulus hati tanpa adanya paksaan sehingga respon dari implemntor menjadi sangat baik. Dari pemaparan ini menunjukkan bahwa seluruh implementor dalam program ini bersikap kognitif, netral serta objektif dalam menjalankan program pembinaan anak-anak jalanan.


(2)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya maka pada bagian ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan dari penelitian di lapangan yang penulis amati selama ini serta menberikan saran atau masukan sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini.

6.1 Kesimpulan

Kebijakan program pembinaan anak jalanan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan Dinas Sosial, Dalam hal ini sebagaimana pihak utama yang berperan dalam penanganan anak jalanan. Mengingatnya masalah anak jalanan merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks, maka Dinas Sosial melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkai didalamnya. Namun, karena kebijakan program pembinaan yang dijalankan berasal dari acuan Departeman Sosial tingkat pusat, maka Dinas Sosial Kota Medan sangat sulit untuk menampung semua aspirasi dari berbagai kalangan yang peduli akan masalah anak jalanan, karena Dinas Sosial Kota Medan hanya bawahan dari Dinas sosial Provinsi Sumatera Utara dan peran Dinas Sosial Kota Medan dalam penanganan anak jalanan dalam hal ini adalah hanya sebagai atau sebatas pihak yang memberikan sosialisasi tentang pembinaan anak jalanan melalui pelatihan-pelatihan keterampilan (masak-memasak, salon) dan pemberi bantuan, baik itu bantuan dana maupun bantuan usaha produktif untuk kepentingan anak dan kaluarganya, sementara tindak lanjut pembinaan pengajaran untuk kegiatan


(3)

pendidikan dan keterampilan desertai kapada rumah-rumah singgah/panti sosial sebagai pelaksananya.

1. Implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial Kota Medan belumlah terwujud dengan efektif, hal ini terlihat dengan adanya berbagai kendala-kendala/hambatan yang muncul, seperti keterbatasan dana untuk mendirikan rumah singgah/panti sosial yang milik Dinas Sosial Kota Medan, karena rumah singgah/panti sosial yang selama ini digunakan adalah milik Pemerintah Provinsi dan non-pemerintah yang disubsidi. Disamping itu, sumber daya manusia dari Dinas Sosial sendiri cukup sedikit dan sangat kurang untuk diturunkan dalam membina dan membimbing anak jalanan, sehingga LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) turut ikut serta menangani pembinaan anak jalanan tersebut. Maka dari itu mereka belum bisa menjalankan implementasi tersebut secara efektif dan efisien.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan penulis terdiri dari beberapa aspek:

1. Sebaiknya, Dinas Sosial dalam memberikan pembinaan kepada anak jalanan berupa pelatihan-pelatihan tidak hanya di tujukan kepada para pengurus Lembaga-lembaga yang peduli terhadap anak jalanan saja tetapi mereka harus bisa mendirikan suatu rumah singgah dan menyediakan alat transportasi untuk mengangkut anak-anak jalana yang terkena rajian. Disamping itu program pengembangan pemberdayaan ekonomi di lingkungan mereka harus di kembangkan atau di tingkatkan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga tidak melibatkan anak mereka turun kejalanan lagi.


(4)

2. Mereka perlu badan hukum yang bisa melindungi, khususnya penanganan anak jalanan dengan menerbitkan peraturan pemerintah dan peraturan daerah tentang anak jalanan sebagai implementasi Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial, seperti tentang peraturan teknis pelaksana, koordinator, monitoring dan evaluasi penanganan anak jalanan serta tanggung jawab keluarga dan masyarakat.

3. Adanya atau perlunya sosialisasi ke masyarakat umum agar mereka tahu dan tidak memandang anak jalanan itu dengan sebelah mata dan menganngap mereka sebagai kelompok yang terpinggirkan dalam kehidupan masyarakat, tetapi mereka harus di bantu dan mereka berhak mendapatkan pendidikan, pembinaan, pelatihan dan memberdayakan kehidupan keluarganya, bukan semua anaka jalanan itu yang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Huraerah, Abu, 2006, Kekerasan Terhadap, Anak: Fenomena Masalah Sosial Kritis di Indonesia, Bandung: Nuansa.

Islamy, M, Irfan, 2001, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Jones, Charkes O. 1991, Pengantar Kebijakan Publik (public policy). Penerjemah Ricky Istamto. Jakarta: Rajawali.

Ketaren , Nurlela,1986, Asas-Asas Manajemen, Medan USU Press

Moleong, Lexy J, 2006, Metode Penelitian Kulitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nugroho, Heru, 2003, menumbuhkan ide-ide Kritis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Soedijar, Z.A, 1990, penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta,badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Departeman Sosial.

Subarsono,A.G. 2005. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencna Prenada Media Group

Thoha, Miftah, 1993, Pembinaan Organisai: Proses Diagnosa dan Intervensi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Wahab, Solichin, Abdul, 2002, Analisa Kebijakan: Dari Formulasi ke ImplementasiKebijaksanaan Negara, Jakarta :Bumu Ajsara.

Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta : Medpress

Refrensi Lain:

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka 2005-2007

Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Chil (konvensi tentang hak-hak anak).

UU No.39 Tahun 1999, tentang Hak asasi Manusia UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota Medan