Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Binjai

(1)

FAKTOR DOMINAN PENYEBAB ANAK MENJADI ANAK JALANAN

DI KOTA BINJAI SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Diajukan Oleh: EKO SYAHPUTRA

110902041

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Eko Syahputra

Nim : 110902041

Judul : Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan Di Kota Binjai

Medan, Juni 2015

PEMBIMBING

(Dra. Tuti Atika, M.S.P) NIP.19630117 198803 2 001

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P) NIP. 19710927199801 2 001

DEKAN FISIP USU

Prof Dr. BADARUDIN, M.Si NIP. 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Eko Syahputra NIM : 110902041

ABSTRAK

FAKTOR DOMINAN PENYEBAB ANAK MENJADI ANAK JALANAN DI KOTA BINJAI

( Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 103 halaman, 23 kepustakaan, 12 tabel, dan lampiran )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Masalah yang dihadapi dalam skripsi ini adalah apa yang menjadi faktor dominan yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 5 orang informan utama dan 3 orang informan kunci. Informan utama dalam penelitian ini merupakan anak jalanan yang ada di Kota Binjai yang beraktivitas di 3 lokasi yang menjadi lokasi penelitian di dalam skripsi ini yaitu Tanah Lapang Merdeka Kota Binjai, Pasar Kaget Kota Binjai dan Jalan Jendral Sudirman Kota binjai. Informan kunci dalam penelitian ini merupakan orang tua dari anak jalanan serta pihak dari Dinas Sosial Kota Binjai yang mengetahui informasi pokok mengenai apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam dengan informan dan observasi terhadap objek – objek yang diteliti.

Faktor – faktor penyebab anak menjadi anak jalanan dalam penelitian ini dibagi ke dalam 3 tingkatan faktor yaitu faktor mikro, meso dan makro. Berdasarkan data – data yang telah didapatkan dalam proses penelitian bahwa yang menjadi faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berada pada faktor di tingkat mikro yaitu seorang anak menjadi anak jalanan didasari oleh faktor yang berasal dari dalam dirinya dan keluarganya.

Kesimpulan bahwa faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berada pada faktor di tingkat mikro yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak dan keluarganya.


(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Eko Syahputra NIM : 110902041

ABSTRACT

DOMINANT FACTORS CAUSE CHILDREN TO BECOME STREET CHILDREN IN BINJAI CITY

( This Skripsi consisted of 6 chapters, 103 pages, 23 references, 12 tables, and appendixes )

The Skripsi was submitted to eligible in reached a bachelor’s degree of social prosperity science. The problems were founded in this skripsi about what were the dominant factors that caused a child to become street children in Binjai city.

The informant in this research consisted of 8 persons, which divided into 5 main informants and 3 key informants. The main informant in this research was street children in the Binjai city that had activity in 3 locations that became research location in this skripsi that was Tanah Lapang Merdeka Binjai, pasar kaget Binjai and Sudirman Street Binjai. The key informant in this research was parents of street children and staffs of social official Binjai which was known the main information about what was the main problem in this research. The type of research that used in the research was qualitative research design. The techniques of collecting data in this research were deep interview with informant and observation with the objects that researched.

The factors were caused a child became street children in this research divided into 3 factors level that were micro, meso and macro factor. Based on the data which was found in the research process was dominant factor that caused a child became street children in Binjai city in a place of micro level factor was a child became street children was caused by internal and family factors.

The conclusion that dominant factor caused a child became street children in the Binjai city in a place of factor of micro level which was the factor of child’s internal and their family.


(5)

KATA PENGANTAR

Bissmillahhirrahmanirrahim...

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rakhmat dan anugerah-Nya penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU dan atas pertolongan-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai jadwal. Serta Shalawat dan salam ke pangkuan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke jalan yang benar. Adapun judul skripsi ini adalah “Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan Di Kota Binjai”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua yang sangat saya cintai. Yaitu Ayahanda Abu Zahar dan Ibunda Tiranis, serta Abang Antoni SH, Kakak Irawati, dan dua Adik Saya Indra Koto dan Rio Ariansyah Koto yang telah menjadi semangat untuk saya dan memberikan dukungan berupa motivasi dan materi, serta para saudara yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis menghanturkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(6)

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen IlmuKesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra. Tuti Atika, M.S.P, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan member dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, serta telah bersedia mendidik dan membagi ilmunya kepada saya.

4. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.

5. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat Bu Zuraidah dan Kak Debby.

6. Bapak Darwan Barus selaku Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial di Dinas Sosial Kota Binjai yang telah bersedia menjadi salah satu informan dan membagi informasi yang dibutuhkan dalam proses penelitian.

7. Seluruh informan yang telah bersedia membagi informasi untuk melengkapi segala yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

8. Buat teman TERDEKAT dan TERBAIK selama perkuliahan di KesSos, Anugerah Mubarak Dalimunthe, Ronni Situmorang, Revor Duha, Asa Mitra, Chairi Firnanda, Sausan Faras, Erlia Puji Astuti, Dina Rahmiana, Siti Mahyardani Nst, Dina Rizky Triyanti, Adistilia Pradita, Cindy Charina Sembiring, M. Iqbal, Teuku M. Haikal Chalik, Ferri Arif, Febriani, M. Fikri Arifi, Amar Yusuf Nasution, yang setia setiap saat mendukung dan menghibur penulis dalam cara apapun.

9. Buat teman seperjuangan sesama stambuk 2011 di KesSos Neysa Rasenta Munthe, Stephanie Dwiyanti Siahaan, Mesya Ayu Ningsih, Dadan Nasution, Alm. Nur Haji, Herianna Bangun, Dina Rizky, Halim, Chairi Firnanda, Simon Sinaga, Elvana Togatorop, Wandro Sitanggang, Noni Gulo, Ria Sapta, Tika Juntak, William Sonalawa, Gabriel Manalu, Reno Pumadiansyah, Indra Fauji


(7)

Hasibuan, dan teman-teman KesSos lainnya yang tidak tersebutkan namanya, terimakasih atas waktu kebersamaannya dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Viva KesSos~

10. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih banyak dan sukses buat kita semua. Amin ya Allah.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya agar kedepan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.

Medan, Juli 2015 Penulis

Eko Syahputra 110902041


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

1.5. Sistematika Penulisan... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Anak... 10

2.1.1. Pengertian Anak... 10

2.1.2. Hak-Hak Anak... 11

2.1.3. Kesejahteraan Anak... 12

2.1.4. Perlindungan Hukum Anak... 14

2.2. Anak Jalanan... 16

2.2.1. Pengertian Anak Jalanan... 16


(9)

2.2.3. Faktor Penyebab Timbulnya Anak Jalanan... 20

2.2.4. Resiko Anak Jalanan... 30

2.3. Pendekatan Penyelesaian Anak Jalanan... 32

2.4. Kerangka Pemikiran... 34

2.5. Definisi Konsep... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian... 38

3.2. Lokasi Penelitian... 38

3.3. Informan... 39

3.3.1. Informan Kunci... 39

3.3.2. Informan Utama... 39

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 40

3.5. Teknik Analisis Data... 41

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Binjai... 42

4.2. Demografi Kota Binjai... 44

4.3. Geografi Kota Binjai... 54


(10)

4.4.1. Tanah Lapang Merdeka Kota Binjai... 55

4.4.2. Pasar Kaget Kota Binjai... 56

4.4.3. Jalan Jendral Sudirman Kota Binjai... 57

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Hasil Temuan... 58

5.1.1. Informan Utama I... 58

5.1.2. Informan Utama II... 62

5.1.3. Informan Utama III... 66

5.1.4. Informan Utama IV... 70

5.1.5. Informan Utama V... 74

5.1.6. Informan Kunci VI... 77

5.1.7. Informan Kunci VII... 81

5.1.8 Informan Kunci VIII... 84

5.2. Analisis Data... 87

BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan... 97

6.2. Saran... 99


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Eko Syahputra NIM : 110902041

ABSTRAK

FAKTOR DOMINAN PENYEBAB ANAK MENJADI ANAK JALANAN DI KOTA BINJAI

( Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 103 halaman, 23 kepustakaan, 12 tabel, dan lampiran )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Masalah yang dihadapi dalam skripsi ini adalah apa yang menjadi faktor dominan yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 5 orang informan utama dan 3 orang informan kunci. Informan utama dalam penelitian ini merupakan anak jalanan yang ada di Kota Binjai yang beraktivitas di 3 lokasi yang menjadi lokasi penelitian di dalam skripsi ini yaitu Tanah Lapang Merdeka Kota Binjai, Pasar Kaget Kota Binjai dan Jalan Jendral Sudirman Kota binjai. Informan kunci dalam penelitian ini merupakan orang tua dari anak jalanan serta pihak dari Dinas Sosial Kota Binjai yang mengetahui informasi pokok mengenai apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam dengan informan dan observasi terhadap objek – objek yang diteliti.

Faktor – faktor penyebab anak menjadi anak jalanan dalam penelitian ini dibagi ke dalam 3 tingkatan faktor yaitu faktor mikro, meso dan makro. Berdasarkan data – data yang telah didapatkan dalam proses penelitian bahwa yang menjadi faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berada pada faktor di tingkat mikro yaitu seorang anak menjadi anak jalanan didasari oleh faktor yang berasal dari dalam dirinya dan keluarganya.

Kesimpulan bahwa faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berada pada faktor di tingkat mikro yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak dan keluarganya.


(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Eko Syahputra NIM : 110902041

ABSTRACT

DOMINANT FACTORS CAUSE CHILDREN TO BECOME STREET CHILDREN IN BINJAI CITY

( This Skripsi consisted of 6 chapters, 103 pages, 23 references, 12 tables, and appendixes )

The Skripsi was submitted to eligible in reached a bachelor’s degree of social prosperity science. The problems were founded in this skripsi about what were the dominant factors that caused a child to become street children in Binjai city.

The informant in this research consisted of 8 persons, which divided into 5 main informants and 3 key informants. The main informant in this research was street children in the Binjai city that had activity in 3 locations that became research location in this skripsi that was Tanah Lapang Merdeka Binjai, pasar kaget Binjai and Sudirman Street Binjai. The key informant in this research was parents of street children and staffs of social official Binjai which was known the main information about what was the main problem in this research. The type of research that used in the research was qualitative research design. The techniques of collecting data in this research were deep interview with informant and observation with the objects that researched.

The factors were caused a child became street children in this research divided into 3 factors level that were micro, meso and macro factor. Based on the data which was found in the research process was dominant factor that caused a child became street children in Binjai city in a place of micro level factor was a child became street children was caused by internal and family factors.

The conclusion that dominant factor caused a child became street children in the Binjai city in a place of factor of micro level which was the factor of child’s internal and their family.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan bahwa baik buruknya masa yang akan datang pada suatu bangsa ditentukan oleh generasi-generasi penerusnya, dalam hal ini maka ditangan anaklah tergenggam masa depan bangsa tersebut. Tidak terkecuali pada Anak jalanan, mereka juga merupakan salah satu aset yang sangat berharga untuk menjadi penerus bangsa. Selain itu Anak juga mempunyai posisi penting sebagai penerus keturunan keluarga. Agar mampu memikul tanggung jawab tersebut, anak perlu mendapat perhatian khusus dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk terpenuhi kebutuhannya.

Orang tua dalam hal ini sebagai pemimpin, pelindung dan pendidik untuk anak-anaknya didalam keluarga harusnya menyadari akan masalah ini dan menyiapkan strategi yang sebaik mungkin untuk mendidik anak-anaknya. Tidak hanya itu proses tumbuh kembang anak harus sangat diberi perhatian khusus dalam rangka membimbing dan mengarahkan mereka menuju tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu maka perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini yaitu menciptakan generasi-generasi masa depan yang berkualitas untuk mengemban dan melanjutkan masa depan keluarga serta bangsanya.

Kenyataannya apa yang terjadi pada saat ini, banyak anak yang seharusnya mendapat perlindungan serta kasih sayang dari orang tuanya telah melangkah


(14)

menjadi anak jalanan yang melakukan berbagai aktifitas di jalanan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada usia mereka yang masih belia. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah merupakan harapan dan cita-cita seorang anak, tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan bercita-cita menjadi anak jalanan. Anak merupakan bagian dari komunitas seluruh manusia di muka bumi tidak terkecuali anak jalanan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan mereka harus turun kejalanan menjadi anak jalanan.

Anak jalanan umumnya sering ditemui oleh masyarakat didaerah perkotaan. Penanganan anak jalanan dan pemenuhan hak-hak anak oleh pemerintah belum melekat dalam diri anak jalanan. Sementara razia-razia yang dilakukan oleh petugas cenderung bersifat refresif yang secara nyata melanggar hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan. Kebijakan yang ada untuk menangani anak jalanan terjadi diskriminasi dan marginalisasi anak jalanan yang semakin menjauhkan mereka dari hak-hak yang semestinya mereka peroleh. UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 4 Tentang Perlindungan Anak menegaskan setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Fenomena anak jalanan sebenarnya sudah menjadi perhatian tersendiri, namun saat ini semakin menjadi perhatian dunia seiring dengan terus meningkatnya jumlah anak jalanan diberbagai kota besar dunia. Menurut Rajani dan Kudrati (dalam Nurhadjadmo, 1999:1), di Dakka terdapat 45 ribu anak jalanan, sementara di Metro Manila jumlahnya mencapai 50 hingga 60 ribu anak jalanan, dilaporkan juga berdasarkan data YKAI tahun 1990 bahwa di negara


(15)

sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika, maupun Amerika Latin jumlah anak jalanan semakin meningkat. Di Asia tercatat sedikitnya 25 hingga 30 juta anak jalan. Angka ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun mendatang.

Begitu juga di Indonesia keberadaan anak jalanan semakin meningkat, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, pada tahun 2004 jumlah anak jalanan mencapai 98.113 anak. Pada tahun 2006, jumlah ini meningkat mencapai 144.889 anak yang tersebar di 33 provinsi Indonesia (Suhartini & Panjaitan, 2009:216). Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 104.497 anak, bahkan mungkin lebih, yang menghabiskan waktu produktifnya di jalanan.

Berdasarkan data Kementrian Sosial, pada tahun 2011 terdapat 230.000 anak jalanan di Indonesia. Dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah anak jalan di Indonesia semakin meningkat dalam hal kuantitas. Trend peningkatan jumlah ini tentu saja akan memberikan dampak dan masalah baik kepada lingkungan sosial maupun kepada anak jalanan itu sendiri.

(http://m.tribunnews.com/nasional/2011/08/25/jumlah-anak-jalanan-230-ribu-di-Indonesia. Diakses pada 22:00 WIB. Selasa 3 Maret 2015).

Tingginya jumlah anak jalanan tersebut kontradiktif dengan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979) yang ditetapkan jauh sebelum konvensi hak-hak anak diratifikasi. Dalam UU tersebut dirumuskan perihal hak-hak anak yang perlu dikedepankan, yang menegaskan bahwa anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembangnya secara wajar. Anak juga berhak atas pelayanan untuk


(16)

mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang berguna. Selanjutnya anak juga berhak mendapatkan perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. (Siregar dalam Siregar & dkk, 2006:23).

Jumlah anak jalanan di Sumatera Utara, tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya. Sebagian besar keberadaan anak jalanan tersebut tersebar di tempat-tempat seperti persimpangan-persimpangan jalan utama kota (lampu merah), pasar tradisional, terminal-terminal bus dan pusat-pusat keramaian lainnya (PKPA, 2011:2).

Jumlah anak jalanan terus meningkat dari tahun ketahun, hal ini merupakan sebuah masalah yang sangat mengkhawatirkan, mengingat betapa pentingnya posisi anak tersebut sebagai generasi pemuda penerus bangsa. Banyak hal yang menjadi faktor pendorong seorang anak menjadi anak jalanan, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang tentu saja bukanlah hal baru di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut tahun 2007 menyebutkan, bahwa jumlah penduduk miskin perkotaan hingga bulan Juni 2007 tercatat 47,11 persen dari 1,768 juta jiwa. Walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan saja yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan, akan tetapi banyak faktor - faktor lainnya yang meyebabkan anak turun kejalanan untuk menjadi anak jalanan. (http://yayasan-kksp.


(17)

blogspot.com/2007/08/anak-jalanan-harus-diberi-pendidikan.html. Diakses pada 21.00 WIB. Rabu 4 Maret 2015).

Terdapat berbagai faktor resiko menyebabkan anak turun ke jalanan, seperti tekanan kemiskinan yang mengharuskan anak-anak mereka turun kejalan, anak menyadari kondisi keluarga dalam keadaan miskin, mendapatkan kekerasan dari orang tua, maupun faktor lingkungan sosial si anak, seperti ajakan atau mengikuti teman sebayanya. Kondisi tersebut mendorong munculnya fenomena anak jalanan dilingkungan perkotaan (YPLS Humana, 2006: 14).

Sebagian besar dari anak jalanan beranggapan bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang daripada pergi ke sekolah, karena malas berfikir. Apalagi mereka bisa mendapatkan uang dari kegiatan yang mereka lakukan dijalan. Akibatnya dapat ditebak anak-anak jalanan menjadi malas diajak kehabitat “normal” seperti pada umumnya anak seusia mereka, misalnya untuk bersekolah, mereka lebih menikmati bermain dan mencari uang di jalan.

Walau demikian jalanan tetap bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak. Karena dengan mereka menjalankan sebagian besar waktunya dijalanan hal itu akan memberi dampak yang kurang baik bagi perkembangan diri mereka. Banyak hal-hal negative yang ada dijalanan seperti tindak-tindak kriminalitas serta kekerasan yang dapat merasuk kedalam perilaku anak-anak jalanan tersebut, mengingat pada usia anak-anak dan remajalah karakter seorang anak akan terbentuk yang akan mempengaruhi bagaimana perilakunya dimasa depan ketika mereka dewasa.

Kota Binjai dahulunya sangat jarang dijumpai anak jalanan akan tetapi sejak Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah anak


(18)

jalanan. Anak jalanan sekarang semakin menjamur dan mudah ditemui di Kota Binjai yang sebagian besar terbagi ditiga titik daerah yaitu di Lampu Merah Tanah Lapang Merdeka Binjai, Pasar Kaget Binjai dan sebagian lainnya dipelataran-pelataran toko di Jalan Jendral Sudirman. Kegiatan mereka pun beragam mulai dari meminta-minta, mengamen serta berdagang asongan. Kegiatan tersebut dimulai dari sekitar pukul 12.30 WIB. Bahkan, aktivitas anak jalanan itu berlanjut hingga malam serta pagi dinihari. Namun Keberadaan mereka terkesan luput dari pantauan Pemko Binjai, dalam hal ini Dinas Sosial Kota Binjai. (http://sumutpos.co//2013/02/25370/anak-jalanan-semakin-menjamur-di-kota-binjai. Diakses pada 11.00 WIB. Rabu 4 Maret 2015).

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Sosial Kota Binjai, di Kota binjai pada tahun 2014 tercatat ada 69 anak jalanan. Dimana anak jalanan tersebut sebagian besar beraktivitas sebagai peminta-minta, mengamen serta berdagang asongan. Mereka tersebar melakukan aktivitas-aktivitasnya dipusat kota dan di tempat keramaian yang ada di Kota Binjai (Dinas Sosial Kota Binjai, 2014).

Secara statistik, memang sulit untuk memastikan jumlah yang akurat mengenai populasi anak jalanan (PKPA, 2011:2). Hal ini belum lagi termasuk anak yang rentan menjadi anak jalanan. Ini mengindikasikan bahwa jumlah anak jalanan sebenarnya membentuk fenomena gunung es, dimana jumlah anak jalanan yang ditemukan di jalan, sebenarnya lebih sedikit daripada yang tidak diketahui. Fenomena ini terjadi hampir di setiap kota-kota termasuk kota Binjai.

Pentingnya posisi anak sebagai penerus bangsa sudah seharusnya diperhatikan betul hak – haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adanya undang – undang yang mengatur tentang perlindungan anak


(19)

seharusnya dapat membantu menjamin memberikan perlindungan kepada anak tersebut agar mereka dapat hidup dengan layak, namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang hidup dalam kondisi yang tidak dapat terpenuhi kebutuhannya, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga terpaksa bekerja demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pemenuhan kebutuhan ekonomi, sering kali dijadikan alasan utama dari keberadaan anak jalanan. Dengan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas dijalan, anak sering kali dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan dan sangat rentan terhadap berbagai persoalan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas perkembangan fisik dan psikis mereka (Sanie, 2006:1).

Penelitian ini penting dilakukan dalam rangka untuk mengetahui masalah apa saja yang sebenarnya menjadi faktor anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai, sehingga diharapkan dapat menemukan berbagai pendekatan dan solusi yang tepat dalam menangani permasalahan anak menjadi anak jalanan sesuai yang berkenaan dengan faktor-faktor yang ada tersebut.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah apa yang menjadi faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai dalam bentuk skripsi dengan judul “Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak jalanan di Kota Binjai”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya. Maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apa Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Binjai?”.


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai.

b. Untuk mengetahui mengenai gambaran kehidupan anak jalanan di Kota Binjai.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam rangka pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan anak jalanan. Serta mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab anak menjadi anak jalanan, sehingga dapat menjadi tolak ukur dan revrensi bacaan dalam mengatasi masalah anak jalanan baik untuk pemerintah ataupun bagi masyarakat, khususnya di Kota Binjai.

1.5. Sitematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.


(21)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang mendukung karya ilmiah. BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Anak 2.1.1. Pengertian anak

Terdapat berbagai definisi yang menjelaskan mengenai pengertian tentang anak, definisi anak mengacu pada Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu: “Setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun.” Sedangkan menurut ketentuan Undang -undang RI tentang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 pasal 1, yaitu: “Setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun termasuk janin dalam kandungan”. Berdasarkan standar internasional dan nasional disepakati bahwa anak adalah seseorang yang usianya belum mencapai 18 tahun (PKPA, 2011:4).

Pengertian anak berdasarkan umur sampai saat ini belum ada keseragaman, terutama tentang usia bagi anak. Soedijar 1989 (dalam Nurhadjamo, 1999:6), dalam The Minimum age Convention on The Right of The Child (1989) anak adalah mereka yang berumur 18 tahun kebawah. Untuk Indonesia, menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, anak adalah mereka yang berusia dibawah 21 tahun. Departemen Sosial membatasi anak pada usia 7-15 tahun sebagai ukuran anak.

Sedangkan menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seorang yang berusia 15 tahun kebawah. Sebaliknya, dalam Convention on the right child tahun 1989, yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990


(23)

disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah (Huraerah, 2006:19).

2.1.2. Hak-Hak Anak

Hak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin dan dimiliki oleh seluruh manusia tidak terkecuali dengan anak, anak juga memiliki hak - hak yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Hak-hak asasi anak tersebut meliputi:

a. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

b. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan satus kewarganegaraan c. Hak untuk beribadah, berfikir, dan berekspresi.

d. Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

e. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh oleh orang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

f. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.

g. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakatnya.

h. Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan.


(24)

i. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya.

j. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi.

k. Hak untuk memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat (Herlina, 2003:23). Selain hak-hak anak di atas, anak juga berhak dilindungi dari perlakuan sebagai berikut:

a. Diskriminasi, yakni perlakuan yang membeda-bedakan jenis kelamin, ras, agama, dan status hukum anak.

b. Eksploitasi, yakni tindakan memperalat, dan memeras anak.

c. Penelantaran, yakni dengan sengaja mengabaikan perawatan dan pengurus anak.

d. Kekejaman, yakni tindakan yang keji, bengis, dan tidak menaruh belas kasihan anak.

e. Kekerasan dan penganiayaan, yakni perbuatan mencederai, melukai baik fisik maupun mental

f. Perlakuan salah lainnya, yakni perbuatan cabul terhadap anak (Herlina, 2003:24).

2.1.3. Kesejahteraan Anak

Terdapat berbagai penjelasan mengenai kesejahteraan anak, menurut Paulus Hadisuprapto, 1996 (dalam Windari 2010:35), kesejahteraan anak


(25)

merupakan orientasi utama dari perlindungan hukum. Secara umum, kesejahteraan anak tersebut adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Berdasarkan prinsip non-diskriminasi, kesejahteraan merupakan hak setiap anak tanpa terkecuali. Maksudnya adalah bahwa setiap anak, baik anak dalam keadaan normal maupun anak yang sedang bermasalah tetap mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah dan masyarakat dalam memperoleh kesejahteraan tersebut (Windari, 2010:36).

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus modal sumberdaya manusia bagi pembangunan nasional. Disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-undang 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Adanya jaminan dalam Undang-undang Dasar 1945 tersebut dapat diartikan bahwa anak dianggap belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi orang dewasa, baik orang tua, keluarga, masyarakat maupun bangsa untuk memberikan jaminan, memelihara dan mengamankan kepentingan anak serta melindungi dari gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri.


(26)

Kesejahteraan Anak menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Dari definisi - definisi tentang kesejahteraan anak tersebut, dapat ditarik pengertian bahwa kesejahteraan anak merupakan hak asasi bagi masing-masing anak dan pengadaan kesejahteraan anak merupakan kewajiban asasi setiap anggota masyarakat dan negara.

2.1.4. Perlindungan Hukum Anak

Anak sebagai manusia dan sebagai warga negara pada hakikatnya harus memiliki perlindungan hukum yang dapat menjamin kehidupan mereka, dalam pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 “penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Negara memberikan perlindungan kepada anak jalanan yang tertuang dalam pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Kemudian pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dinyatakan bahwa:

a. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta


(27)

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agam dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Perlindungan hukum untuk anak juga tertuang dalam undang-undang perlindungan anak yaitu:

a. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 20).

b. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelnggaraan perlindungan anak (pasal25).

c. Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga (pasal 55).

Perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar tetap hidup, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.


(28)

2.2. Anak Jalanan

2.2.1. Pengertian Anak Jalanan

Banyak terdapat penjelasan yang menjelaskan mengenai pengertian anak jalanan, istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup dijalanan yang umumnya sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya (PKPA, 2011:4). Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memilki hubungan dengan keluarganya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak-jalanan. Diakses pada 11:30 WIB. 5 Maret 2015).

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu: Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life, yang artinya bahwa anak jalaan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah dijalan raya. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan atau tempat-tempat umum lainnya. (Herdiana, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) berkerjasama dengan Balatbangsos Departemen Sosial RI, mendeskripsikan anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar waktunya berada dijalanan atau di tempat-tempat umum yang memiliki ciri-ciri yakni berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaraan di jalanan, penampilannya


(29)

yang kebanyakan kusam dan tidak terurus, serta mobilitasnya tinggi (http://tkskponorogo.blogspot.com/2010/03/peta-masalah-anak-jalanan-dan.html. Diakses pada 12.30 WIB. 5 Maret 2015).

Dalam buku “Intervensi Psikososial”, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaraan dijalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Definis tersebut memberikan empat faktor penting yang saling terkait, yaitu:

a. Anak-anak

b. Menghabiskan sebagian waktunya c. Mencari nafkah atau berkeliaraan

d. Jalanan dan tempat-tempat umum lainnya (Astuti, 2004:15).

Untuk mempermudah pemahaman atas konsep anak jalanan, berikut tabel karakteristik anak jalanan:

Faktor Pembeda Hidup Dijalanan Bekerja di Jalanan

Rentan Menjadi Anak Jalanan

Lama di jalan 24 jam 7-12 jam 4-6 jam

Hubungan dengan Keluarga

Putus hubungan Tidak teratur pulang Ke rumah

Masih tinggal bersama orang tua Tempat tinggal Di jalanan Mengontrak

(Bersama-sama)

Bersama keluarga

Pendidikan Tidak sekolah Tidak sekolah Masih sekolah Sumber: PKPA 2011

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan untuk bekerja, bermain


(30)

atau beraktifitas lain. Anak jalanan tinggal dijalanan karena dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.

2.2.2. Kategori Anak Jalanan

Terdapat berbagai penjelasan yang menjelaskan mengenai kategori anak jalanan. Dalam (PKPA, 2011:5) pada mulanya terdapat dua kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan children of the street. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau sering disebut juga children from families of the street.

Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi dijalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kategori kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama dan senantiasa pulang ke setiap keluarganya, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal dijalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang, baik berkala ataupun dengan yang tidak rutin.

Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orang tua atau keluarganya. Biasanya anak jalanan kategori ini hidup mengelandang dijalanan seharian penuh tanpa harus kembali kekeluarganya. Sedangkan Children in the street atau children from families of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya dijalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya dijalanan juga. Jadi, kategori


(31)

anak jalanan seperti ini disebut juga anak jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.

Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) HUMANA tahun 2004, mengenai anak jalanan di Indonesia, pengkategorian anak jalanan juga didasari oleh interaksi anak di ruang publik perkotaan, sebagai tempat hidup atau sekedar untuk bekerja (kegiatan produktif). Interaksi anak diruang publik perkotaan ada yang dilakukan sendiri juga ada yang dilakukan bersama keluarga.

Anak yang memperlakukan ruang publik sebagai tempat hidup melahirkan kategori sebagai berikut:

a. Anak dalam keluarga gelandangan b. Anak yang hidup sendiri di jalanan

Sementara, mereka yang menganggap jalanan hanya sekedar tempat mencari uang melahirkan kategori:

a. Anak jalanan pulang berkala

b. Anak jalanan pulang setiap hari atau anak kerja di jalan (YLPS HUMANA, 2004:11-12).

Kemudian, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia 1999 (dalam Siregar, Dkk., 2006:24-25) telah membedakan anak jalanan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Anak-anak yang tidak lagi berhubungan dengan orang tua (children of the street) mereka ini telah mempergunakan fasilitas jalanan sebagai ruang lingkupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami


(32)

kekerasan, penolakan, penyiksaan, dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan anak jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.

2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering kali di identifikasikan sebagai pekerja migrant kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka dilingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasib. 3. Anak-anak yang berhubungan langsung dengan orang tua. Mereka tinggal

dengan orang tuanya, bebrapa jam di jalanan karena ajakan dari teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh oleh orang tua. Aktivitas mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran.

4. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang lulus SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua maupun saudara) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis, dan pemulung.

2.2.3. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Anak Jalanan

Pada awal kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi keluarga sering disebut sebagai penyebab utama munculnya anak jalanan.


(33)

Belakangan statement ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan kemudian dipandang sebagai salah satu faktor beresiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu -satunya. Ada variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perpecahan dalam keluarga, atau pengaruh lingkungan (YLPS HUMANA, 2004:14).

Hubungan kemiskinan dengan faktor-faktor lain yang membuat anak-anak beresiko turun ke jalan dapat dijelaskan sebagai berikut: tekanan ekonomi akibat kemiskinan membuat orang tua mengharuskan anak-anak mereka turut menanggung beban keluarga. Atau, anak-anak yang menyadari kondisi sosial keluarganya miskin, kemudian ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara bekerja, baik di jalanan atau tempat lainnya. Ada pula anak-anak dari keluarga miskin tersebut yang turun ke jalan setelah mendapat kekerasan dari orang tua atau karena masalah lain seperti perceraian orang tua. Selain itu, faktor lingkungan sosial seperti diajak teman atau ikut dengan teman menajdi pendorong munculnya fenomena anak jalanan. Maka dapatlah disimpulkan bahwa faktor-faktor yang membuat anak beresiko menjadi anak jalanan antara lain: Faktor keluarga dan faktor lingkungan yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor keluarga

Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan dimana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu


(34)

kesatuan sosial yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum dewasa (Hartono dan Azis, 2008:79). Dalam faktor keluarga dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Persoalan ekonomi keluarga

Kondisi ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai faktor utama yang memaksa anak untuk turun ke jalan. Akibat kemiskinanan atau faktor ekonomi tersebut, anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan pribadinya, sehingga banyak anak yang putus sekolah dan turun ke jalan untuk bekerja sebagai pengamen, pengemis, dan lain-lain.

b. Kekerasan dalam keluarga

Kekerasan dalam keluarga adalah salah satu faktor yang mendorong anak lari dari rumah dan pergi ke jalan. Tindak kekerasan yang dilakukan anggota keluarga terhadap anak memang dapat terjadi di semua lapisan sosial masyarakat. Namun, pada lapisan bawah, kemungkinan terjadinya kekerasan lebih besar dengan tipe yang lebih beragam.

Kekerasan terhadap anak dapat terkait dengan masalah ekonomi. Hali ini bisa terjadi ketika sebuah keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi yang tidak tertahankan. Sebagian atau seluruh masalah keluarga itu kemudian terpaksa dibebankan pada anak-anak mereka. Bentuk pelimpahan beban itu bukan saja memaksa anak bekerja, tetapi bisa juga menjadikan anak sebagai sasaran kekesalan terhadap keadaan. Ketika si anak sudah menjadi sasaran kekesalan, maka tindak kekerasan sangat mungkin akan dilakukan orang tua terhadap anak-anak mereka.


(35)

Menurut Gunarsa (dalam Zulfadli, 2004:8), keluarga sebagai landasan bagi anak yang memberikan macam bentuk dasar:

1. Didalam keluarga yang teratur dengan baik dan sejahtera, seseorang anak akan memperoleh latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan kebiasaan berprilaku. Misalnya anak belajar melakukan tugas-tugas tertentu dan mengikuti tata cara keluarganya, belajar disiplin diri dan disiplin waktu agar kelak kebiasaan disiplin terbentuk dan memudahkan anak dalam pergaulan dan hubungan sosial dengan temen-teman, serta mendukung kelancaran perkembangan kongkrit dan prestasi.

2. Didalam keluarga dan hubungan-hubungan antar anggota keluarga membentuk pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi yang lebih luas. Anak akan belajar dari latihan-latihan dasar mengembangkan sikap-sikap sosial yang baik. Kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku yang memudahkan terbentuknya perilaku tanpa keragu-raguan, tanpa pertarungan motif dan konflik yang terlalu lama.

3. Didalam ikatan keluarga yang akrab dan hangat, seorang anak akan memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab yang diharapkan. Dalam keluarga anak juga bisa belajar mengenai kewibawaan dan sikap ototriter dari yang lebih tua, anak belajar mematuhi peraturan tatacara keluarga.

4. Didalam keluarga anak akan mengalami peristiwa yang menyenangkan, menyedihkan, penolakan, belas kasih dan frustasi. Keluarga sangat penting bagi pembentukan pribadi anak. Suasana keluarga mempengaruhi


(36)

perkembangan emosi, respon, kepercayaan anak, remaja, dan orang dewasa.

Menurut BKKBN (2011), terdapat fungsi-fungsi yang seharusnya berjalan didalam kehidupan keluarga. Fungsi yang dimaksud tersebut dikenal sebagai “Delapan Fungsi Keluarga”, yaitu:

1. Pertama fungsi “Agama”, yang mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana pembinaan kehidupan ber Agama yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap langkah yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama yang dianutnya. Dalam menerapkan fungsi Agama, yang tidak boleh diabaikan salah satunya adalah toleransi ber-agama, mengingat bahwa kita hidup dinegara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan mempunyai kepercayaan dan agama yang sangat beragam.

2. Kedua “Fungsi Sosial Budaya” yang mempunyai makna bahwa keluarga adalah menjadi wahana pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur budaya yang selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan mereka. Sehingga nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara.

3. Ketiga “Fungsi Cinta Kasih” yang mempunyai makna bahwa keluarga harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarkat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga cinta kasih dan kasih saynag antara anggota keluarga akan dapat menumbuhkan rasa bertanggung jawab yang besar terhadap keharmonisan keluarga tersebut, sehingga setiap anggota


(37)

keluarga akan selalu menjaga komitmen yang telah dibuat bersama, demikian juga dalam kehidupan bermasyarakat, dengan fungsi ini akan menumbuhkan keharmonisan dalam bertetangga dan bermasyarakat. 4. Keempat “Fungsi Perlindungan” yang mempunyai makna bahwa keluarga

itu merupakan wahana terciptnanya suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh anggota keluarganya. Sehingga setiap anggota keluarga akan selalu merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan keluarganya sendiri, dan ini tentu sangat membantu dalam menghadapi segala tantangan yang muncul dalam kehidupannya. 5. Kelima “Fungsi Reproduksi” yang mempunyai makna bahwa didalam

keluarga tempat diterapkannya cara hidup sehat, khususnya dalam kehidupan reproduksi. Diharpkan setiap anggota keluarga harus memahami cara hidup sehat dan mengerti tentang kesehatan reproduksinya. Oleh sebab itu pemahaman dan pengetahuan tentang alat kontrasepsi, alat kontrasepsi rasional, pengetahuan lain tentang penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja, tentang ketahanan keluarga melalui bina-bina yang tentu wajib harus dimiliki.

6. Keenam “Fungsi Pendidikan” yang mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga ini sebetulnya adalah pendidikan inti yang menjadi fondasi untuk perkembangan anak. Sedangkan pendidikan yang diperoleh dari sekolah maupun dari lingkungan sebetulnya hanya merupakan sebagian dari pendidikan yang diperlukan.


(38)

7. Ketujuh “Fungsi Ekonomi” yang mempunyai makna, bahwa keluarga tempat membina kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. Setiap anggota keluarganya punya kewajiban yang sama untuk melakukanan kegiatan yang akan menambah kesejahteraan keluarga. Ini mempunyai makna bahwa seluaruh anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, realistis dan mau berjuang untuk peningkatan kesejahteraan keluarga.

8. Kedelapan “Fungsi Lingkungan” yang mempunyai makna, bahwa kelaurga adalah wahana untuk menciptakan warganya yang mampu hidup harmonis dengan lingkungan masyarakat sektitar dan alam, dalam bentuk keharmonisan antar anggota keluarga, keharmonisan dengan tetangga serta keharmonisanterhadapalam sekitarnya.

(http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelIID=35. Diakses pada 13:00 WIB. 6 Maret 2015).

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor pendorong anak turun ke jalan. Adakalanya sebelum terpengaruh faktor lingkungan, seorang anak memang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga faktor lingkungan, seperti diajak teman atau bermasalah disekolah, menjadi penguat alasan untuk turun ke jalanan. Namun demikian, banyak ditemukan kasus anak jalanan yang bukan berasal dari keluarga miskin dan tidak mengalami kekerasan dalam keluarga, tetapi justu terpengaruh lingkungan sehingga menjadi anak jalanan. Hal yang disebut terakhir


(39)

ini umumnya identik dengan soal gaya hidup dan kehendak si anak sendiri untuk mencari kebebasan (YLPS HUMANA, 2004:14).

Selanjut menurut Surjana (dalam Siregar, dkk., 2006:26) menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni:

1. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasikan dari anak adalah lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan mengunakan kekerasan, seperti sering menampar, memukul, menganiaya karena kesalahan kecil, jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup di jalanan), disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disuruh putus sekolah, dalam rangka bertualang, bermain-main atau diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, salah perawatan dari orang tua sehingga mengalami kekerasan di rumah (childabuse) kesulitan berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orang tua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini salaing terkait satu sama lain.

2. Tingkat meso (underlying cause), yaitu anak turun ke jalanan dilatar belakangi oleh faktor di masyarakat seperti kebiasaan mengajarkan untuk bekerja sehingga suatu saat menjadi keharusan kemudian meninggalkan sekolah. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas


(40)

masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Menurut Suparlan, 1993 (dalam Pramuchtia, 2008:11), sekali kebudayaan kemiskinan tersebut tumbuh, ia cenderung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melalui pengaruhnya terhadap anak-anak. Ketika anak-anak di wilayah slum brumur enam atau tujuh tahu, mereka biasanya menyerap nilai-nilai dasar dan sikap-sikap dari sub-kebudayaan mereka dan secara kejiwaan tidak sanggup memanfaatkan kondisi-kondisi perubahan dan memberikan kesempatan-kesempatan yang mungkin terjadi dalam hidup mereka. Hal ini terlihat dari penelitian Handoyo dkk, 2004 (dalam Pramuchtia, 2008:11), bahwa anak jalanan yang turun ke jalan pada usia dini (3 sampai 10 tahun) adalah mereka yang mengikuti aktivitas orang mencari nafkah.

3. Tingkat makro (basic cause), memberikan penjelasan seperti peluang pekerjaan pada sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian besar, urbanisasi, biaya pendidikan yang tinggi, dan belum adanya kesamaan persepsi instansi pemerintah terhadap anak jalanan. Oleh karenanya, anak dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya cenderung memilih untuk turun ke jalanan yang tidak memerlukan keahlian besar.

Lubis, dkk, 2006, kemudian menjelaskan beberapa faktor berpengaruh terhadap anak turun ke jalanan ialah faktor kemiskinan dan faktor sosial.


(41)

Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak-anak ke jalanan. Hal tersebut terjadi karena adanya keluarga anak jalanan yang merasa tidak mampu memberikan hak dasar untuk tumbuh kembang anak. Alasan-alasan tersebut antara lain:

a. Jumlah beban anggota keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan orang tua.

b. Ketidakmampuan keluarga mengelola keuangan untuk melihat prioritas pengeluaran rumah tangga.

c. Urbanisasi, yakni kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah, baik masalah ekonomi, sosial dan pendidikan rendah membuat sebagian anak-anak mereka turun ke jalan.

2. Faktor sosial

Beberapa faktor sosial yang mempengaruhi anak turun ke jalan antara lain: a. Adanya pembiaran dari orang tua terhadap anak yang meninggalkan sekolah dan menimati kehidupan jalanan. Orang tua berfikir pragmatis, ketika anak mampu mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka hal tersebut dirasa sangat menguntungkan, apalagi anak bisa memberikan setoran kepada orang tua maka pujianpun akan diberikan.

b. Anak-anak sejak usia dini telah diperkenalkan dengan kehidupan jalanan, kondisi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan fisik, psikologis dan perilaku anak.


(42)

c. Anak tidak menemukan tempat yang menyenangkan untuk bermain, belajar dan berinteraksi sosial dengan teman-temannya. Anak-anak kecewa dengan kehidupan keluarga dan sekolah yang tidak menjawab kepentingan dan kebutuhan anak.

d. Anak-anak tidak mendapat perhatian, kasih sayan dan perlindungan dari tindakan eksploitasi serta kekerasan di dalam rumah tangga. Kemudian anak memilih jalan pintas lari dari rumah meski tanpa tempat tujuan yang pasti (PKPA, 2011:26).

2.2.4. Resiko Anak Jalanan

Menjadi anak jalanan selalu penuh dengan resiko. Resiko tersebut ada yang ditimbulkan oleh relasi anak dengan lingkungan fisik (spasial), relasi anak dengan lingkungan sosial budaya, atau relasi anak dengan struktur atau aparatus kekuasaan. Dengan demikian ruang-ruang publik perkotaan dengan segala macam interaksi yang terjadi di dalamnya selalu berpotensi mengancam keselamatan anak-anak yang banyak menghabiskan waktu di dalamnya. Sejauh ini ada beberap macam resiko yang dialami anak jalanan, antara lain: korban operasi tertib sosial, korban kekerasan orang dewasa, kehilangan pengasuhan, resiko penyakit, kehilangan kesempatan pendidikan, eksploitasi seksual dan berkonflik dengan hukum (YLPS HUMANA, 2004:24).

Darwansyah (2012), menyebutkan akibat yang ditimbulkan bagi sang anak di jalanan adalah:

1. Perkembangan dan pembentukan kepribadian anak tidak berjalan dengan baik karena secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf


(43)

tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras, sehingga hal ini akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian sang anak.

2. Anak-anak jalan pada umumnya menjadi pribadi yang introvert (tidak terbuka), cenderung sukar mengendalikan diri, dan lebih bersifat asosial. 3. Bagi anak jalanan perempuan seringkali mereka dijadikan sebagai tempat

pelampiasan kebutuhan seksual para preman (lelaki dewasa yang sama-sama tinggal di jalanan), atau bahkan mereka dijual sebagai pelacur. 4. Menjadi subjek dan objek kriminalitas. Seorang anak jalan seringkali

dimanfaatkan oleh para preman untuk mencari uang sebanyak -banyaknya dengan cara yang tidak benar seperti mencurui dan merampas. Dan kadang-kadang anak jalanan yang tidak patuh dengan orang yang menyuruhnya bisa menerima perlakuan kriminal seperti dipukul dan dianiaya atau bahkan diperkosa bagi anak jalanan perempuan.

5. Kehidupan masa depan sang anak tidak terjamin karena tidak dibekali oleh pengetahuan dan keterampilan yang cukup ketika masih kecil. Bahkan dapat dikatakan anak-anak jalanan itu tidak mempunyai masa depan. Selamanya mereka akan berada di jalanan dan akan sulit sekali bagi mereka untuk keluar dari kehidupan jalanan.

6. Pendidikan formal sang anak tidak maksimal karena mereka mungkin lebih memilih untuk berada di jalanan daripada di sekolah dengan berbagai alasan.


(44)

2.3. Pendekatan Penyelesaian Anak Jalanan

Berbagai upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam usaha mengatasi anak jalanan di perkotaan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur yang terkait baik instansi pemerintah, International Labour Organization (ILO) maupun organisasi kemasyarkatan non pemerintah (NGO) yang fokus dalam upaya pendampingan dan perlindungan pekerja anak (Jauchar, 2008:155).

Sementara itu Twikromo 1999 (dalam Jauchar, 2008:155), melihat bahwa setidaknya ada dua pendekatan yang lazim digunakan dalam menanggulangi masalah anak jalanan yaitu: Pertama, Penanggulangan preventif. Biasanya dibawa kesituasi formal, cara semacam ini cenderung dilaksanakan didalam kelas dengan jumlah peserta yang cukup besar, seperti situasi formal yang mana bimbingan, latihan dan pendekatan bisa diselenggarakan secara individual di jalan-jalan, dan Kedua, Penanggulangan represif. Dilakukan secara terorganisir dan instansi pemerintah untuk mengurangi atau mencegah meluasnya pengaruh masalah anak jalanan seperti razia. Upaya penanggulangan secara represif biasanya dilaksanakan oleh pemerintah kota ketika melihat aktifitas anak jalanan telah menggangu ketertiban umum/perkotaan.

Menurut Jauchar (2008: 161-163), guna mengatasi permasalahan anak jalan, terdapat tiga startegi penanggulangan anak jalanan melalui identifikasi dan pengembangan kelompok sasaran yang diharapkan mampu mengakomodir beebagai segmen usia yang ada dalam anak jalanan. Ketiga strategi itu adalah:

1. Pengembangan pendidikan formal/non formal 2. Pengembangan kemampuan permodalan


(45)

Strategi pertama berupa pengembangan pendidikan formal/non formal lebih diajukan pada anak-anak jalanan usia sekolah (5-9 tahun dan 10-14 tahun) yaitu agar mereka tetap dapat melanjutkan sekolahnya dan berada dalam lingkungan sekolah dan keluarga. Dalam strategi ini instansi terkait tidak hanya bekerja sendiri, akan tetapi juga menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat yang fokus dalam bidang pendampingan dan perlindungan anak.

Strategi kedua terkait dengan kemampuan permodalan yang ditujukan pada anak-anak jalanan yang sudah dro out dari sekolah dan usia sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah. Melalui strategi ini anak -anak jalanan diberi pelatihan keterampilan dan permodalan baik secara kelompok maupun perorangan. Upaya pengembangan strategi ini dilaksanakan dengan pola kemitraan dengan lembaga-lembaga terkait yang memilik kompetensi dalam bidang usaha tertentu. Usia anak jalanan yang mendapatkan program ini terutama bagi mereka yang berusia antara 16-19 tahun. Hal ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa mereka akan segera memasuki masa remaja yang berarti pola pikir mereka diharapkan dapat berkembanga untuk beralih berwirausaha dan tidak lagi berada di jalanan.

Strategi ketiga adalah pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan. Anak-anak jalanan yang semula berusaha secara individu, didorong agar mau berusaha secara berkelompok maupun perorangan. Pembentukan kelompok maupun jenis usaha yang akan dilaksanakan hendaknya muncul dari aspirasi mereka sendiri. Peran institusi pemerintah maupun lembaga-lembaga pemberdayaan dilaksanakan terbatas pada upaya pendampingan dan monitoring saja. Hal ini dimaksudkan untuk tidak memberikan penekanan kepada anak


(46)

bimbingan sehingga keterlibatan mereka dalam kelompok murni karena kesaan visi dan sehingga terjalin susana kondusif dalam melaksanakan usaha-usahanya.

2.4.Kerangka Pemikiran

Pemenuhan kebutuhan perlindungan anak, baik itu perlindungan, perawatan, hak asuh, dan kebutuhannya sering terkendala oleh berbagai faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan. Berbagai faktor tersebut dibagi dalam tiga tingkatan, yakni tingkat mikro, tingkat messo, dan tingkat makro.

Tingkat mikro memberikan penjelasan bahwa anak memilih untuk turun ke jalanan lebih dilatar belakangi oleh anak itu sendiri, yaitu seperti lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan, seperti sering menampar, memukul, menganiaya karena kesalahan kecil, jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup di jalanan), disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disuruh putus sekolah, berpetualang, atau bermain-main. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah penelantaraan, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, salah perawatan dari orang tua sehingga mengalami kekerasan di rumah (childabuse), serta kesulitan berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orang tua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling terkait satu sama lain.

Tingkat messo memberikan penjelasan bahwa anak turun ke jalanan dilatar belakangi oleh faktor masyarakat (lingkungan sosial) seperti kebiasaan yang mengajarkan untuk bekerja, sehingga susatu saat menjadi keharusan


(47)

kemudian meninggalkan sekolah. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatknan ekonomi keluarga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan untuk bekerja pada masyarakat lain seperti pergi ke kota untuk bekerja, hal ini sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat dewasa dan anak-anak.

Tingkat yang terakhir, yakni tingkat makro memberikan penjelasan seperti peluang pekerjaan pada sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian besar, biaya pendidikan yang tinggi dan perilaku guru yang diskriminatif, dan belum adanya kesamaan persepsi instansi pemerintah terhadap anak jalanan. Oleh karenanya, anak dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya cenderung memilih untuk turun ke jalanan yang tidak memerlukan keahlian besar.


(48)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggunakan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut:

Bagan Alur Pikir

Anak

Tingkat Mikro: Anak dan Keluarga

Tingkat Meso: Lingkungan Sosial

Tingkat Makro: Peluang pekerjaan, pendidikan, dan pemerintah

Anak Jalanan Faktor yang mempengaruhi


(49)

2.5. Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan kata lain, Penulis berupaya membawa para pembaca untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh Penulis. Jadi, definisi konsep ialah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut:

1. Faktor adalah sesuatu yang mempengaruhi atas terjadinya hal tertentu. 2. Faktor dominan dalam penelitian ini adalah sesuatu yang lebih

mempengaruhi atas terjadinya hal tertentu dibandingkan faktor lainnya. 3. Anak jalanan adalah anak yang berusia 6-18 tahun yang menghabiskan

seluruh ataupun sebagian besar waktunya di jalanan untuk bermain maupun bekerja, yang tinggal bersama orang tuanya ataupun yang tinggal terpisah dari orang tuanya

4. Faktor-faktor anak menjadi anak jalanan adalah sesuatu hal yang mempengaruhi seorang anak dengan umur 6-18 tahun dalam menghabiskan seluruh ataupun sebagian besar waktunya di jalanan untuk bermain maupun bekerja, yang tinggal bersama ataupun terpisah dari orang tuanya.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendiskripsikan objek fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011:52). Melalui penelitian ini, Penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai, sehingga diharapkan dapat menemukan berbagai pendekatan dan solusi yang tepat dalam menangani masalah anak jalanan khususnya di Kota Binjai.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Binjai, dimana wilayah Kota Binjai yang dimaksud adalah wilayah atau tempat dimana anak jalanan sering ditemukan dan melakukan aktivitasnya. Dalam penelitian ini ditetapkan bahwa tempat penelitiannya adalah di kawasan tanah lapang Kota Binjai, pasar kaget Kota Binjai dan di Jalan Jendral Sudirman Kota Binjai. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi tersebut karena dilokasi tersebut merupakan lokasi strategis bagi anak jalanan melakukan aktivitasnya, dimana aktivitas yang dilakukan berupa bermain dan juga mencari uang dengan meminta - minta, mengamen serta berdangang asongan.


(51)

3.3. Informan

Karena tipe penelitian ini adalah kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak terdapat populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditemukan secara sengaja. Subjek ini yang menjadi informan yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Idrus, 2009:24). Informan penelitian ini meliputi beberapa macam yakni informan kunci dan informan utama.

3.3.1. Informan kunci

Informan kunci adalah orang-orang yang dianggap mengetahui atau memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah 1 orang dari pihak Dinas Sosial Kota Binjai dan keluarga anak-anak yang menjadi anak jalanan.

3.3.2. Informan Utama

Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Pihak yang menjadi informan utama adalah anak-anak yang menjadi anak jalanan. Adapun jumlah informan utama dalam penelitian ini adalah 5 orang anak yang menjadi anak jalanan, hal ini dikarenakan berumur 6 -18 tahun dimana dianggap mengerti akan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:


(52)

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan, yaitu proses pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti melalui sumber kepustakaan, seperti buku, surat kabar, jurnal dan bahan tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian, yakni:

a. Observasi, mengumpulkan data mengenai gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka dan mendalam dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data dan menganalisa masalah yang ada dan diperlukan dalam penelitian ini. Tanya jawab dilakukan secara terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan. Informan yang diwawancarai yakni informan utama dan informan kunci.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang


(53)

tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moleong, 2007:247).

Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.


(54)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kota Binjai

Berdasarkan penuturan para orang tua yang dianggap mengetahui asal mula terbentuknya Binjai, yang saat ini menjadi kota Binjai, dahulunya adalah sebuah kampung kecil yang terletak di tepi sungai Bingai. Binjai sebanarnya adalah nama suatu pohon besar, rindang, tumbuh dengan kokoh di tepi sungai Bingai yang bermuara di Sungai Wampu. Pada tahun 1823 Gubenur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang telah mengutus John Anderson untuk pergi ke pesisir Sumatera timur dan dari catatannya di sebutkan sebuah kampung yang bernama Ba Bingai (menurut buku Mission to The Eastcoast of sumatera-Edinbung 1826). Sebenarnya sejak tahun 1822, Binjai telah di jadikan bandar/pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah berasal dari perkebunan lada di sekitar ketapangai (pungai) atau Kelurahan Kebun Lada/Damai.

Perkembangan zaman terus berjalan, pada tahun 1864 Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh pioner Belanda bernama J.Nienkyis dan 1866 didirikan Deli Maatschappiy. Usaha unutuk menguasai Tanah Deli oleh orang Belanda tidak terkucuali dengan menggunakan politik pecah belah melalui pengangkatan datuk-datuk. Usaha ini diketahui oleh Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling barat yang tidak mau berkerja sama dengan Belanda bahkan melakukan perlawanan. Bersamaan dengan itu Datuk Sunggal tidak menyetujui pemberian konsensi tanah kepada perusahaan Rotterdenmy oleh Sultan Deli karena tanpa


(55)

Timbang Langkat (Binjai) dibuat Benteng pertahanan untuk menghadapi Belanda. Atas tindakan datuk Sunggal ini Belanda merasa terhina dan memerintahkan kapten koops untuk menumpas para datuk yang menentang Belanda. Pada tanggal 17 Mei 1872 terjadilah pertempuran yang sengit antara Datuk/masyarakat dengan Belanda. Peristiwa perlawanan ini lah yang menjadi tonggak sejarah dan di tetapkan sebagai hari kota Binjai. Perjuangan para Datuk/rakyat terus berkobar dan pada akhirnya pada 24 Oktober 1872 Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling barat dapat ditangkap Belanda dan kemudian pada tahun 1873 di buang ke Cilacap. Pada tahun 1917 oleh pemerintah Belanda dikeluarkan Instelling Ordonantie No.12 dimana Binjai di jadikan Gemente dengan luas 267 Ha.

Pada tahun 1942-1945 Binjai di bawah pemerintahan Jepang dengan kepala pemerintahannya adalah Kagujawa dengan sebutan guserbu dan tahun 1944 /1945 pemerintahan kota di pimpin oleh ketua Dewan Eksekutif J.Runnanbi dengan anggota Dr.RM Djulham, Natangsa Sembiring dan Tan Hong Poh.

Pada tahun 1945 (saat revolusi) sebagai kepala pemerintahan Binjai adalah RM.Ibnu dan pada 29 Oktober 1945 T.Amir Hamzah diangkat menjadi residen Langkat oleh komite nasional dan pada masa pendudukan Belanda tahun 1947 Binjai berada di bawah asisten residen J.Bunger dan RM.Ibnu sebagai wakil wali kota Binjai pada tahun 1948 -1950 pemerintahan kota Binjai di pegang oleh ASC More. Tahun 1950-1956 Binjai menjadi kota Abministratif kabupaten Langkat dan sebagai wali kota adalah OK Salamuddin kemudian T. Ubaidullah tahun 1953-1956. Berdasar kan undang-undang Daruat No.9 Tahun 1956 kota Binjai


(56)

Dalam perkembangannya kota Binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan peraturan pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah kota daerah kota Binjai telah di perluas menjadi 90,23 Km dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan. Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993, maka jumlah desa menjadi 17 dan kelurahan 20. Perubahan ini berdasarkan keputusan gubenur sumatra utara No.140-1395 /SK/1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang pembentukan 6 desa persiapan dan kelurahan persiapan di kota Binjai. Berdasarkan SK gubenur sumatera utara No.146-2624/SK/1996 tanggal 7 Agustus 1996,17 desa menjadi kelurahan. (Situs Resmi Kota Binjai. www.binjaikota.go.id. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015. Pukul 08.00 WIB).

4.2 Demografi Kota Binjai

Kota Binjai merupakan kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Karo, suku Tionghoa, suku Melayu, dan beberapa suku lainnya. Kemajemukan etnis ini menjadikan Binjai kaya akan kebudayaan yang beragam. Jumlah penduduk kota Binjai sampai pada bulan April 2014 adalah 248.456 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.506 jiwa/km persegi. Berikut selengkapnya mengenai data demografi di Kota Binjai:


(57)

1. Kependudukan

Penduduk Kota Binjai pada tahun 2014 berjumlah 248.456 jiwa yang terdiri dari 124.173 laki-laki dan 124.283 perempuan dengan kepadatan penduduk 2.754 jiwa/km 2 dan rata-rata 4,32 jiwa per Rumah Tangga. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Binjai Utara sebanyak 71.051 jiwa sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Binjai Kota yaitu sebanyak 30.473 jiwa. Kecamatan yang paling padat penduduknya terdapat di kecamatan Binjai Kota dengan kepadatan 7.396 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan yang jarang penduduknya adalah Binjai Selatan dengan kepadatan 1.631 jiwa/km2.

Jumlah Rumah Tangga yang paling banyak terdapat di Kecamatan Binjai Utara yaitu 16.580 rumah tangga, dan rumah tangga yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Binjai Kota yaitu 7.133 rumah tangga. Penduduk Kota Binjai didominasi oleh penduduk berusia 5-9 tahun sejumlah 23.789 jiwa yang terdiri dari 12.355 laki-laki dan 11.434 perempuan. Sedangkan jumlah paling sedikit adalah penduduk berusia 60-64 tahun berjumlah 5.473 orang terdiri dari 2.637 laki-laki dan 2.836 perempuan.

Secara umum penduduk perempuan di Kota Binjai lebih banyak dari penduduk laki-laki dengan sex ratio sangat kecil tahun 2014 yakni nilainya di bawah 100. Dalam 100 jumlah penduduk perempuan terdapat 99,91 penduduk laki-laki.


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam bentuk skripsi mengenai faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai, bahwa banyak ditemukan faktor - faktor yang menyebakan seorang anak menjadi anak jalanan. Dalam penelitian ini berbagai faktor tersebut dibagi dalam tiga tingkatan, yang pertama tingkat mikro yaitu faktor pada tingkat ini berasal dari diri anak itu sendiri maupun faktor yang berasal dari dalam keluarganya seperti kekerasan, masalah ekonomi serta anak – anak korban brokenhome, yang kedua tingkat meso yaitu pada tingkat ini faktor tersebut berasal dari lingkungan sosial dan pergaulan anak tersebut, yang terakhir tingkat makro yaitu faktor pada tingkat ini berasal dari peluang pekerjaan, pendidikan serta pemerintah.

Berdasarkan hasil penelitian dalam skripsi ini yang berjudul “Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan Di Kota Binjai” didapatkan hasil bahwa yang menjadi faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berada pada faktor di tingkat mikro yaitu faktor tersebut berasal dari anak itu sendiri dan masalah dari dalam keluarganya, sehingga dengan ditemukan hasil dari penelitian ini, diharapkan hal tersebut dapat membantu pemerintah dan pihak - pihak lain yang terkait dalam menyelasaikan permasalahan anak jalanan tersebut, agar dikemudian hari permasalahan tersebut dapat terselesaikan.


(2)

6.2 Saran

Saran yang ingin Saya berikan disini ingin saya tujukan kepada

pemerintah dan keluarga para anak jalanan tersebut, karena faktor yang paling besar dan paling sering ditemui mengenai faktor penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai berasal dari faktor masalah yang berasal dari dalam anak jalanan tersebut.

Pada pemerintah sebaiknya memiliki suatu program bimbingan kepada anak jalanan agar anak tersebut dapat dilatih agar memiliki keterampilan sehingga para anak jalanan tersebut dapat mencari kegiatan yang lebih positif dan tidak bergantung pada kehidupan di jalanan lagi, namun setelah anak itu selesai diberi pelatihan bimbingan keterampilan sebaiknya mereka jangan langsung di lepas begitu saja, hal ini akan menyebabkan anak tersebut berkemungkinan kembali ke jalanan lagi, akan tetapi sebaiknya mereka terus diberi pemantauan yang

berkelanjutan agar dapat memperkecil kemungkinan anak tersebut kembali menjadi anak jalanan. Pemerintah juga sebaiknya memberi ketegasan kepada para orang tua yang menelantarkan anaknya agar mereka lebih menjaga anak – anak mereka agar para anak tersebut tidak jatuh kedalam permasalahan menjadi anak jalanan.

Saran pada keluarga yang ingin Saya berikan, sebaiknya para keluarga dapat menciptkan suasana yang harmonis agar para anak merasa nyaman ketika berada di rumah, anak seharusnya juga mendapatkan perhatian yang cukup dari para orang tua agar para anak tidak memiliki pergaulan dan hal – hal yang tidak baik terhadap dirinya, serta para orang tua sebaiknya jangan menjadikan anak


(3)

sebagai sasaran kekerasan karena hal tersebut akan menciptakan rasa yang

traumatik yang akibatnya membuat anak memilih untuk melarikan diri dari rumah dan mencari kehidupan di jalanan menjadi anak jalan.

Saran yang terakhir ingin Saya berikan kepada pemerintah dan keluarga anak jalanan tersebut agar dapat lebih menjalin kerja sama dalam upaya

menuntaskan permasalahan anak jalanan tersebut, karena jika kerja sama sudah terjalin akan semakin mempermudah dalam upaya menyelasaikan permasalahan anak menjadi anak jalanan tersebut, sehingga pada kemudian hari diharapkan dapat terselesaikannya permasalahan anak menjadi anak jalanan tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Dwi. 2004. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan. Surabaya: UNAIR. Hatomo, Aziz & Arnicun. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herlina, Apong, dkk. 2003. Perlindungan Anak. Jakarta: Harapan Prima. Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa.

Idrus, Muhammad & Zulchaina. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Jauchar. 2008. Pendekatan Pemerintah Dalam Megatasi Anak Jalanan di Kota Samarinda. Jurnal. Samarinda: FISIPOL Universitas Mulawarman Samrinda.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurharjadmo, Wahyu. 1999. Seksualitas Aanak Jalanan. Yogyakarta: Pusat

Penelitian Kependudukan, UGM.

PKPA. 2011. Situasi Anak Jalanan Kota Medan. Medan: PKPA.

Siregar, Hairani, dkk. 2006. Faktor Dominan Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan. Jurnal. Medan: FISIP USU.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktis Penelitian Bidang Sosial dan Kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama.


(5)

Suhartini, Panjaitan & Nurmala. 2009. Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan: Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jurnal. Bandung: ITB.

YLPS Humana. 2004. Anak Jalanan di Indonesia. Yogyakarta: YLPS Humana.

Sumber Lain:

Badan Pusat Statistik Sumut, 2007 (Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan)

Undang-Undang No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 4 Tentang Perlindungan Anak

Undang-undang RI No. 23 tahun 2002 pasal 1 Tentang Perlindungan Anak

Sumber Online:

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak-jalanan. Diakses pada 11:30 WIB. 5 Maret

2015.

http://m.tribunnews.com/nasional/2011/08/25/jumlah-anak-jalanan-230-ribu-di

Indonesia. Diakses pada 22:00 WIB. Selasa 3 Maret 2015.

http://sumutpos.co//2013/02/25370/anak-jalanan-semakin-menjamur-di-kota

binjai. Diakses pada 11.00 WIB. Rabu 4 Maret 2015.


(6)

Diakses pada 12.30 WIB. 5 Maret 2015.

http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelIID=35. Diakses pada 13:00

WIB. 6 Maret 2015.

http://yayasan-kksp.blogspot.com/2007/08/anak-jalanan-harus-diberi