ANALISIS PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Pada Wilayah Hukum Kota Metro)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN PADA LEMBAGA

PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Pada Wilayah Hukum Kota Metro)

Oleh

INDRA PUTRA BANGSAWAN

Realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penegakan hukum tidak efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk di bahas dalam perspektif efektifitas dalam penegakan hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau pelaksana hukumkah sesungguhnya yang tidak menerapkan hukum dalam arti yang sesungguhnya, Penegakan hukum pidana adalah untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan, kedamaian pergaulan hidup. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan pada lembaga pembiayaan konsumen. Dan faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan tersebut.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan masalah secara yuridis normatif serta ditunjang dengan pendekatan yurudis empiris dengan cara membaca dan mempelajari teori-teori serta konsep-konsep yang ada hubungan nya dengan masalah yang akan dibahas dan mengumpulkan data dengan cara wawancara. Populasi dalam penulisan skripsi ini adalah 1 orang Karyawan Lembaga Pembiayaan Konsumen, 2 orang Polisi pada Polsek Metro Timur, 2 orang Jaksa pada Kejaksaan Negeri Kota Metro.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen adalah upaya yang bersifat preventif yaitu, upaya yang sifatnya mencegah sebelum perbuatan atau tindak pidana itu terjadi yang dilakukan secara, melakukan internal audit and fraud detection, meningkatkan iman karyawan, penyelesaian secara kekeluargaan, meningkatkan pengawasan terhadap karyawan sedangkan upaya lain adalah upaya yang bersifat represif yaitu upaya yang sifat nya menekankan pada proses pidana terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana penggelapan setelah tindak pidana terjadi, sehingga menimbulkan akibat jera kepada pelaku supaya tidak melakukannya lagi. Faktor-faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yaitu faktor peraturan perundang-undangan; KUHP yang berlaku masih merupakan warisan


(2)

kolonial Belanda, faktor penegak hukum; kualitas SDM penegak hukum yang tidak memenuhi mutu standar dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum, faktor sarana dan prasarana; kurangnya sarana dan prasarana mempunyai peran penting dalam penanggulangan tindak pidana pengggelapan dalam jabatan, dan faktor kebudayaan; masih adanya budaya pemberian amplop untuk menyelesaikan suatu perkara pidana.

Adapun saran dari penulis kepada lembaga pembiayaan konsumen yaitu apabila terjadi suatu tindak pidana penggelapan dalam jabatan diselesaikan secara kekeluargaan, namun jika tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan perlu ditindak lanjuti pada proses pidana hal ini untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku. Untuk karyawan lembaga pembiayaan konsumen jika melanggar isi perjanjian kontrak kerja, mempunyai itikad baik untuk menyelesaikannya.


(3)

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Machstaat), ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.

Perbuatan melanggar hukum di bidang pembiayaan kendaraan bermotor berupa suatu tindak pidana penggelapan sepeda motor oleh pegawai sebuah lembaga pembiayaan konsumen, salah satu kasus tindak pidana penggelapan yang terjadi di Lembaga Pembiayaan Konsumen A, yang dilakukan oleh pegawai Lembaga Pembiayaan Konsumen itu sendiri yang bernama D, melakukan penggelapan kendaraan bermotor untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat data fiktif konsumen, salah satu faktor penyebabnya ialah faktor ekonomi dan dari pihak Lembaga Pembiayaan segera melakukan tindakan yang tegas dengan segera memecat dan melaporkan karyawan tersebut kepada pihak kepolisian agar tidak melakukan hal-hal yang lebih merugikan lembaga pembiayaan itu sendiri.

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat, salah satu lembaga pembiayaan adalah pembiayaan konsumen yaitu usaha pembiayaan


(4)

pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.1

Pengertian jabatan adalah suatu pekerjaan atau tugas yang dipercayakan pada seseorang, di dalam pemerintahan atau organisasi dan di dalam jabatan ini kita harus benar-benar mengerjakan apa yang sudah diperintahkan oleh atasan. Pengertian pejabat adalah pegawai pemerintahan atau pegawai perusahaan yang berwenang dan yang memegang jabatan paling penting di dalam pemerintahan (unsur pimpinan), dan pejabat adalah orang yang diserahi/diamanahi sebuah kedudukan dalam sebuah organisasi/institusi baik formal maupun nonformal dan turut melekat kewajiban dan hak dari kedudukan yang diberikan tersebut.2

Tindak pidana penggelapan pada Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

menyebutkan “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang

yang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharianya atau karena mendapat

upah karena itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Tindak pidana penggelapan dalam jabatan merupakan jenis tindak pidana yang dilakukan kerena adanya kesempatan seseorang untuk melakukan penggelapan barang tersebut. Tindakan ini sangat merugikan pihak lembaga pembiayaan, karena jika tidak tertangkap pelaku biasa saja melakukan perbuatannya ini secara berulang-ulang. Perangkat hukum telah dibuat untuk membuat efek jera dan menjadikan orang, tidak berani untuk melakukan perbuatan pidana itu lagi.

1

Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. 2


(5)

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa tindak pidana penggelapan merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaanya, yang diperoleh bukan dari kejahatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Pada

Lembaga Pembiayaan Konsumen”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah :

a. Bagaimanakah penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen?

b. Apakah faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat permasalahan tersebut, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi mengenai penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga perjanjian


(6)

pembiayaan kendaraan bermotor. Adapun lingkup lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum kota metro.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok bahasan penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan pada lembaga pembiayaan konsumen.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah : a. Secara Teoritis

Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk dapat mengungkapkan secara obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada, khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek hukum pembiayaan dan hukum pidana.


(7)

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi dan menanggulangi tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.3

Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada.4

Menurut G.P Hoefnagels, upaya penanggulangan kejahatan yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dapat ditempuh dengan cara :

1. Penerapan hukum pidana (Criminal law application)

2. Pencegahan tanpa pidana (Prevention whithout punishment)

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dari pemidanaan lewat media masa (Influecing views of society on crime and punishment / mass media)

3

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta. 1998 hlm. 125 4


(8)

Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu,

jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar hukum pidana).

Faktor-faktor penghambat penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan antara lain : 1. Faktor hukumnya itu sendiri;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum ;

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antar konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti.5

1. Analisis adalah menguraikan atau menjabarkan suatu kasus atau kesalahan dari aspek hukum.6

2. Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak hak asasi manusia yang ada.7

5

Soerjono Soekanto,Op.Cit., hlm. 32 6

Loc.Cit., hlm 228 7


(9)

3. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.8

4. Tindak Pidana Penggelapan yaitu suatu perbuatan yang melawan hukum, dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta pelakunya diancam dengan hukuman pidana, yang diatur didalam Pasal 372, 373, 374, 375 serta Pasal 376 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

5. Jabatan adalah suatu pekerjaan atau tugas yang dipercayakan pada seseorang, di dalam pemerintahan atau organisasi dan di dalam jabatan ini kita harus benar-benar mengerjakan apa yang sudah diperintahkan oleh atasan.9

6. Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat, salah satu lembaga pembiayaan adalah pembiayaan konsumen yaitu usaha pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.

E. Sistematika Penulisan

Agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dalam penulisan skripsi ini dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka skripsi ini disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

8

Moelyatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta. 1994. hlm. 54 9


(10)

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan Bab yang berisikan tentang pengertian-pengertian dan istilah sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri dari : penanggulangan kejahatan, pengertian tindak pidana penggelapan, pengertian penggelapan dalam jabatan, dan pengertian lembaga pembiayaan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan Bab yang menjelaskan metode yang dilakukan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisa data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yaitu meliputi karakteristik responden. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada perjanjian pembiayaan konsumen. Faktor yang menjadi


(11)

penghambat penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen.

V. PENUTUP

Merupakan Bab yang berisikan tentang kesimpulan dari hasil pembahasan yang berupa jawaban dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian serta berisikan saran-saran penulis mengenai apa yang harus kita tingkatkan dari pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan hasil penelitian demi perbaikan dimasa mendatang.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penanggulangan Kejahatan

Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada.1

Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau kebijakan/upaya-upaya-kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat. Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana ”penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan


(13)

yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu

berupa ”social welfare” dan “social defence”.2

Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar hukum pidana).

a) Upaya Non Penal (preventif)

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

Barnest dan Teeters menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yaitu:

1) Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

2) Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis .


(14)

Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut di atas menunjukkan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sedangkan faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja.3

Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.

Dilihat dari pengertian tindak pidana yang melanggar peraturan-peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan dilaksanakan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana harus dapat dipertanggungjawabkan, dan hendaknya pihak kepolisian juga mampu mempertahankan dan melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, apabila kita mengkaji nya lebih jauh dari pada pengertian ini maka didalamnya terdapat beberapa unsur delik yakni:

a. Adanya unsur perbuatan;

b. Adanya unsur pelanggaran peraturan pidana; c. Adanya unsur diancam dengan ancaman hukuman; d. Dilakukan dengan kesalahan;


(15)

Unsur delik yang merupakan unsur dari pada sifat melawan hukum adalah perbuatan, karena hanya perbuatan itulah yang hanya diikuti oleh unsur-unsur obyeknya, yang dapat dibagi kedalam beberapa bagian antara lain meliputi :

a. Perbuatan tersebut telah dirumuskan oleh undang-undang; b. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum;

c. Dilakukan dengan kesalahan; d. Perbuatan tersebut diancam pidana.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh atruan hukum, larangan disertai dengan ancaman, atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan dalam hal apa mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang diancamkan. Menentukan dengan cara bagai mana pengenaan pidana itu dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan pidana dalam arti yang luas dari manusia (aktif dan membiarkan);

b. Sifat melawan hukum (baik yang bersifat subyektif maupun yang bersifat obyektif); c. Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang;

d. Diancam dengan pidana.4

Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bintang Indonesia, Bandung. 1998. hlm. 37-78


(16)

Menurut pendapat W.P.J Pompe, menurut hukum positif straafbaarfeit itu adalah feit yang diancam pidana dengan ketentuan undang-undang. Beliau mengatakan bahwa menurut teori straafbaarfeit adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan cara kesalahan dan ancaman pidana yang ada dalam hukum positif. Menurut Pompe sifat melawan hukum ini bukanlah merupakan sifat mutlak adanya perbuatan pidana.5

Untuk menjatuhkan pidana tidaklah cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi disamping itu pula harus ada orang yang dapat dipidana, orang ini tidak ada jika tidak ada sifat melawan hukum atau kesalahan. Syarat formil haruslah ada karena adanya azas legalitas yang tersimpul di dalam Pasal 1 KUHP, sedangkan oleh masyarakat adalah perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata cara dalam pergaulan masnyarakat yang dicita-citakan. Jadi dalam hal ini syarat utamanya adalah perbuatan tindak pidana bahwa pada kenyataannya adanya peraturan atau ketentuan yang melarang dan mengancam dengan sanksi pidana kepada siapa yang melanggar larangan tersebut.

Pemidanaan yaitu suatu proses pemberian sanksi pidana yang melanggar aturan hukum pidana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kesalahan yaitu suatu perbuatan yang melanggar norma dimana tidak adanya unsur pemaaf dan pembenar. Sedangkan untuk dapat dipidananya seseorang harus terdapat kesalahan pada orang tersebut artinya secara yuridis tidak ada alasan pemaaf seperti yang diatur dala Pasal 44 dan Pasal 48 KUHP, maupun tidak ada alasan pembenar seperti yang disyaratkan pada Pasal 49, 50 dan 51 KUHP. Pada tindak pidana kejahatan diperlukan adanya kesenjangan atau kealpaan. Hal ini diatur dalam buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP. Dalam KUHP tersebut unsur-unsur kejahatan dinyatakan tegas atau dapat disimpulkan dari rumusan pasal tindak pidana tersebut.


(17)

b) Upaya Penyelesaian Secara Kekeluargaan.

Apabila pada lembaga pembiayaan konsumen telah terjadi penggelapan dalam jabatan maka perusahaan pembiayaan tersebut dapat pula melakukan upaya musyawarah/damai kepada pelaku penggelapan yang mempunyai itikad baik sebelum pihak lembaga pembiayaan konsumen tersebut mengajukan perkara kepada pihak yang berwajib.

Upaya penanggulangan secara kekeluargaan ini bersifat mencegah yang diharapkan dapat menciptakan adanya suatu hubungan kemitraan dengan semua pihak tidak hanya konsumen tetapi juga jika ada oknum dari karyawan itu sendiri yang berbuat melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan hal ini penting guna menghindari tindak pidana penggelapan yang dapat menimbulkan bagi salah satu pihak.

Kebijakan awal dan mendasar untuk penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dibidang lembaga pembiayaan konsumen adalah tanpa menggunakan sarana penal. Kebijakan ini pada dasaranya bermula dari ajaran hukum fungsional, ajaran hukum sosiologis, dan teori tujuan pemidanaan integratif.

c) Upaya Penal (represif)

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang


(18)

melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat .

Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sistem yaitu sub-sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya sebagai berikut ini :

1) Perlakuan (treatment)

Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul Syani yang membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan, yaitu :

a. Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai usaha pencegahan.

b. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.6

Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan-perlakuan ini ialah tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya. Perlakuan ini dititik beratkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sediakala. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap

6


(19)

pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si pelaku kejahatan ini di kemudian hari tidak lagi melakukan pelanggaran hukum, baik dari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin lebih besar merugikan masyarakat dan pemerintah.

2) Penghukuman (punishment)

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan kepada pelanggar hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.

B. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan

Salah satu bentuk kejahatan yang ditujukan terhadap harta benda yaitu tindak pidana penggelapan, sebagaimana yang diatur dalam Buku ke II Bab XXIV KUHP. Kata penggelapan

adalah suatu terjemahan dari kata “Verduistering” dalam bahasa belanda.7

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah penggelapan berasal dari kata “gelap” yang memiliki arti tidak terang atau kelam, lalu ditambahkan dengan awalan “pe” yang menjadi kata penggelapan yang mengandung arti dari pelaku suatu perbuatan, yaitu orang yang melakukan


(20)

perbuatan yang tidak terang-terangan, dan kemudian ditambah lagi dengan akhiran “an” menjadi kata penggelapan.8

Dengan demikian pengertian penggelapan yaitu merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan suatu hal yang tadinya terang menjadi gelap, contohnya : A meminjam sebuah jam tangan dari seorang teman yaitu B, lalu tanpa sepengetahuan B jam tangan tersebut dijual oleh A. Dari kasus yang ada didalam contoh tersebut maka lebih cepat apabila digunakan perkataan penyalahgunaan kepercayaan.9

Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, tindak pidana umumnya dibagi dalam dua golongan, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Menurut doktrin perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran menurut KUHP adalah apabila kejahatan berdasarkan pada “recht delicten”, artinya perbuatan itu menimbulkan ketidakadilan oleh karenanya perbuatan itu harus dibalas juga dengan ketidakadilan, dan pada pelanggaran yang dijadikan dasar adalah karena pembentukan undang-undang menyatakan demikian atau disebut dengan “wet delicten”. Mengenai kejahatan diatur dalam Buku II KUHP, sedangkan kejahatan dapat diperinci menjadi empat bagian, yaitu :

1. Kejahatan terhadap negara ; 2. Kejahatan terhadap harta benda ;

3. Kejahatan terhadap benda dan nyawa orang ; 4. Dan beberapa kejahatan lain.

8

Loc.Cit., hlm. 306 9


(21)

Berdasarkan pada perincian tentang kejahatan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka tindak pidana penggelapan ini termasuk dalam golongan kejahatan terhadap harta benda. Dalam KUHP, tentang tindak pidana ini diatur dalam buku II Bab XXIV dari Pasal 372 sampai dengan Pasal 377. Pengertian dari tindak pidana penggelapan menurut KUHP, dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372, yang berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Apabila kita perhatikan tindak pidana penggelapan dan pencurian hampir ada persamaan. Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP, perbedaanya adalah bila didalam tindak pidana pencurian barang sesuatu itu belum berada ditangan si pelaku, setelah pencurian dilakukan barulah barang sesuatu berada dalam kekuasaanya, sedangkan pada tindak pidana penggelapan barang sesuatu itu didapat dengan tidak melawan hukum. Sedangkan persamaanya adalah antara tindak pidana pencurian dengan tindak pidana penggelapan sama-sama dengan melawan hukum memiliki sebagian atau seluruhnya untuk dimiliki bagi dirinya sendiri.

Penggelapan adalah merupakan suatu delik formil, yaitu suatu delik yang terdiri dari suatu perbuatan manusia, atau delik komisiones, yaitu suatu tindak pidana yang terjadi karena suaatu perbuatan aktif, yang padanya adalah delik komisiones, yaitu delik atau tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan kepadanya oleh undang-undang, misalnya tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan di dalam Pasal 164 KUHP, yaitu :


(22)

“Barang siapa mengetahui ada suatu pemufakatan untuk melakukan kejahatan tersebut dalam Pasal 104, 106, 107, dan 108, 113, 115, 124, 187 atau 187 bis, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak memberitahukan hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana bila kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.10

C. Pengertian Penggelapan Jabatan

Penggelapan jabatan adalah penyalahgunaan wewenang karena jabatan atau kedudukannya yakni yang bersangkutan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajibannya. Tindak pidana menyalahgunakan wewenang, jabatan atau amanah tersebut adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan atau kedudukan. Seseorang tersebut menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan tersebut bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dalam Pasal 374 dijelaskan bahwa: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena hubungan kerja atau karena unsur pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana lima tahun”.

✝0

Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, Seksi Kepidanaan FH UGM, Yogyakarta. 1999. hlm. 74


(23)

Selain unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 372, pada Pasal 374 ini merumuskan tiga macam hubungan antara si pelaku dengan orang yang menitipkan barangnya, yaitu:

a) Hubungan buruh-majikan (persoonlijke dienstbtrekking)

Dalam hubungan antara buruh-majikan ini, barang yang digelapkan tidak harus kepunyaan si majikan. Bisa jadi barang tersebut adalah barang orang lain atau buruh lain, akan tetapi karena sebagai buruh pelaku harus mematuhi perintah majikannya untuk mengurus barang-barang tersebut.

b) Hubungan berdasarkan pekerjaan si pelaku sehari-hari (beroep)

Seorang pemborong yang menggelapkan barang-barang milik pihak yang memberikan pekerjaan pemborongan misalnya, adalah termasuk Penggelapan yang berdasarkan pada pekerjaan si pelaku sehari-hari.

c) Hubungan dimana si pelaku mendapat upah.

Misalnya: seorang petugas stasiun yang diupah untuk membawa barang ke atas kereta oleh seorang penumpang, akan tetapi petugas tersebut tidak membawanya ke kereta, dengan demikian petugas tersebut bisa dituntut melakukan Penggelapan.

Tindak pidana penggelapan dalam jabatan merupakan jenis tindak pidana yang dilakukan karena adanya kesempatan seseorang untuk melakukan penggelapan barang tersebut. Tindakan ini sangat merugikan, karena jika tidak tertangkap, si pelaku bisa saja melakukan perbuatanya ini secara berulang-ulang. Perangkat hukum telah dibuat untuk membuat efek jera dan menjadikan orang tidak berani melakukan perbuatan pidana itu lagi.


(24)

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana, baik dalam bentuk uang maupun barang modal. Penyediaan dana ini dilakukan dengan cara menarik secara tidak langsung dana dari masyarakat. Ditinjau dari istilahnya, lembaga pembiayaan merupakan lembaga yang membiayai suatu usaha tertentu atau individu. Pembiayaan ini dilakukan dengan memberikan dana ke perusahaan tersebut yang bisa berbentuk dana tunai atau uang bisa juga dalam bentuk barang modal.

Keberadaan lembaga pembiayaan merupakan hal yang sangat positif karena dengan adanya lembaga ini, usaha-usaha yang kekurangan modal dapat dibantu dalam melaksanakan kegiatannya. Selain itu, individu dapat melakukan konsumsi dengan bantuan dana dari lembaga pembiayaan.

Lembaga Pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi antara lain bidang usaha: a. Sewa Guna Usaha;

b. Modal Ventura;

c. Perdagangan Surat Berharga; d. Anjak Piutang;

e. Usaha Kartu Kredit; f. Pembiayaan Konsumen.

Peran lembaga pembiayaan :


(25)

2) Menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi.

Lahirnya Lembaga Pembiayaan Konsumen sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataannya :

1) Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen. 2) Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang kurang fleksibel

atau tidak sesuai kebutuhan.

3) Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat atau tengkulak dirasakan sangat mencekam masyarakat dan sangat usury oriented.

4) Sistem pembiayaan formal lewat koperasi.

Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan Konsumen 1) Dasar hukum substantif

Yaitu perjanjian antara pihak berdasarkan asas “kebebasan berkontrak” yaitu perjanjian

antara pihak perusahaan financial sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. 2) Dasar hukum administratif

Di samping dasar hukum yang bersifat substantif, ada beberapa dasar hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum administratif bagi keberadaan perusahaan pembiayaan konsumen, yaitu :

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.


(26)

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Subjek Lembaga Pembiayaan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan konsumen ini yaitu Perusahaan konsumen (kreditur), Penyedia barang (supplier) dan Konsumen (debitur). Objek dari Lembaga Pembiayaan Konsumen adalah para konsumen-konsumen yang membutuhkan dana atau barang.

Hubungan Hukum yang terdapat dalam Lembaga Pembiayaan ini adalah : 1) Hubungan pihak kreditur dengan konsumen

Hubungan antara kreditur dengan konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya berkewajiban untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya (sejenis perjanjian kredit).

2) Hubungan konsumen dengan supplier

Kedua pihak tersebut terdapat hubungan jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya.

3) Hubungan penyedia dana dengan supplier

Dalam hal ini antara pihak penyedia dana dengan supplier tidak mempunyai hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu


(27)

disyaratkan untuk menyediakan dana untuk diginakan dalam perjanjian jual beli antara pihak suppier dengan pihak konsumen.


(28)

1

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang dilakukan karyawan pada lembaga pembiayaan adalah upaya yang bersifat preventif yaitu upaya yang sifatnya mencegah sebelum perbuatan atau tindak pidana itu terjadi baik yang dilakukan secara baik melalui internal audit, meningkatkan iman karyawan, dan meningkatkan pengawasan terhadap konsumen. Upaya selanjutnya yaitu penyelesaian secara kekeluargaan upaya ini bersifat mencegah dan sebelum dilakukanya upaya penal atau upaya hukum. Sedangkan upaya lain adalah upaya yang bersifat represif yaitu upaya yang sifat nya menekankan pada proses pidana terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan setelah tindak pidana terjadi, sehingga menimbulkan akibat jera kepada pelaku supaya tidak melakukannya lagi.

2. Faktor-faktor penghambat penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayan konsumen antara lain :


(29)

2

KUHP yang berlaku saat ini masih merupakan warisan kolonial Belanda. Seharusnya dewasa ini sudah perlu dilakukan pembaharuan agar tidak terjadi paradoks dalam penegakan hukum.

b. Faktor Penegak Hukum

Kualitas SDM penegak hukum yang tidak memenuhi standar guna memiliki kualitas tinggi dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum dan masih adanya oknum-oknum penegak hukum yang masih mengharapkan imbalan dari pihak yang terkait dengan sebuah kasus pidana agar dapat memperoleh keringanan-keringanan tertentu.

c. Faktor Sarana dan Prasarana

Kurangnya sarana atau fasilitas yang mempunyai peranan penting dalam penanggulangan kejahatan, tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan penegakan hukum berjalan dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. Faktor kebudayaan

Masih adanya kebiasaan budaya yang kurang baik dalam penegakan hukum yang berupa pemberian amplop dengan dalih apapun untuk penyelesaian perkara.


(30)

3

Berdasarkan kesimpulan diatas maka yang menjadi saran penulis adalah :

1. Hendaknya karyawan lembaga pembiayaan jika telah melanggar isi perjanjian kontrak kerja, mempunyai itikad baik untuk menyelesaikannya.

2. Hendaknya lembaga pembiayaan melakukan internal audit and fraund detection (audit kecurangan) serta meningkatkan pengawasan terhadap karyawan yang bekerja pada lembaga pembiayaan konsumen.

3. Hendaknya apabila terjadi suatu tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen diselesaikan secara kekeluargaan, namun apabila tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan, perlu ditindak lanjuti pada proses pidana, hal ini untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku.


(31)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penanggulangan Kejahatan ....……….…………..10

B. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan... 18

C. Pengertian Penggelapan Jabatan……………...21


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ... 27

B. Sumber dan Jenis Data ... 27

C. Metode Pengumpulan dan Pengelolaan Data... 28

D. Penentuan Populasi dan Sampel ... 29

E. Analisis Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kareteristik Responden ... 31

B. Penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada lembaga pembiayaan konsumen... 33

C. Faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam jabatan ... 45

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 52 LAMPIRAN


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung. 1983.

Dirdjosisworo, Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grapindo Persa, Jakarta. 1985.

Husin, Sanusi.Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Unila Bandar Lampung. 1997.

Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta. 1994.

---,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara, Jakarta. 1999. ---, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bintang

Indonesia, Bandung. 1998.

Muladi, Barda Nawawi Arief., Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 2005.

Nawawi, Hadari,Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1997.

Poernomo, Bambang, Azas-Azas Hukum Pidana. Seksi Kepidanaan FH UGM, Yogyakarta. 1999.

Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bina Pustaka, Jakarta. 1999. Pompe, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bintang Indonesia,

Bandung. 1999.

Prakoso , Djoko,Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni Bandung. 1996. P.A.F, Lamintang,Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung. 1985. Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta. 1998. Sudarto,Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung. 2006.


(34)

Syani, Abdul,Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya, Bandung. 1987.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


(35)

ANALISIS PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN PADA LEMBAGA

PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Pada Wilayah Hukum Kota Metro)

Oleh

INDRA PUTRA BANGSAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagaian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(36)

Judul Skripsi :ANALISIS PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

Nama Mahasiswa :

Indra Putra Bangsawan

No.Pokok Mahasiswa : 0742011187

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Eko Raharjo, S.H., M.H. NIP : 19620817 198703 2 003 NIP : 19610406 19890 1 003

1. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. NIP : 19620817 198703 2 003


(37)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Mauliani, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota :Eko Raharjo, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H . ....………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP : 19621109 198703 1 003


(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 4 Juni 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak Permadi dengan Ibu Mulyawati.

Penulis mengenyam jenjang pendidikan di taman kanak-kanak Pertiwi Lampung Timur, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Negri 1 Pekalongan Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur pada tahun 2003, Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Metro yang diselesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian hukum pidana. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) dalam bentuk magang pada Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan di Kabupaten Pesawaran.


(39)

MOTTO

Jika ada kemauan pasti ada jalan


(40)

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRRAHMANNIRROHIM Puji syukur kupanjatkan kehadirat allah SWT

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayahanda Permadi dan Ibunda Mulyawati yang tercinta, Sembah sujud Ku Haturkan atas Curahan dan Belaian Kasih Sayang yang Tulus dan Dengan Susah Payah dengan Segala Upaya telah Membesarkan dan Mendidik Ku hingga Aku Dapat Menyelesaikan Studi di Perguruan Tinggi. Aku tidak mungkin bisa

membalas semua yang kalian curahkan kepadaku, hanya do’a yang selalu

kupersembahkan dalam setiap sujudku kepadanya.

Serta kedua adikku tersayang Dian Merdeka Wati dan Dina Maryana, dan juga

semua Keluarga Besarku terimakasih atas Do’a dan semangatnya yang telah kalian berikan.


(41)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Syukur allhamdulillah Penulis Panjatkan atas Kehadirat Allah SWT karena atas rahmad dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini, yang ,merupakan salah satu Syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa didalam Pelaksanaan Pendidikan ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini. Dalam Penulisan Skripsi ini Penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dari berbagai pihak untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Heryandi S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus sebagai pembimbing I dan Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung; 3. Ibu Yulianeta M, S.H., M.Si., M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik; 4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan masukan, saran dan bimbingan yang membantu penulis hingga terselesaikan skripsi ini;


(42)

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas I dan Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., selaku Pembahas II dalam skripsi ini yang telah banyak memberikan saran, masukan serta keritik yang membangun untuk memperbaiki demi kesempurnaan skripsi ini;

6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat;

7. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung :

8. Kedua Orang tuaku, yang Telah Memberikan Dukungan Materiil dan Moril Selama Penyusunan Skripsi ini;

9. Adik-adikku Tersayang, Dian Merdeka Wati dan Dina Maryana; 10. Buat seluruh keluarga besarku;

11. Sahabat dan teman seperjunaganku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu;

Akhirnya, Penulis Mengucapkan terima kasih kepada Semuanya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan semoga Skripsi ini bermanfaat walaupun penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan.

Semoga Allah SWT Melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya Bagi Kita Semua Amin ya Robbalalamin.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Mauliani, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota :Eko Raharjo, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H . ....………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP : 19621109 198703 1 003


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 4 Juni 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak Permadi dengan Ibu Mulyawati.

Penulis mengenyam jenjang pendidikan di taman kanak-kanak Pertiwi Lampung Timur, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Negri 1 Pekalongan Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur pada tahun 2003, Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Metro yang diselesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian hukum pidana. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) dalam bentuk magang pada Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan di Kabupaten Pesawaran.


(3)

MOTTO

Jika ada kemauan pasti ada jalan

[Indra Putra Bangsawan]


(4)

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRRAHMANNIRROHIM Puji syukur kupanjatkan kehadirat allah SWT

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayahanda Permadi dan Ibunda Mulyawati yang tercinta, Sembah sujud Ku Haturkan atas Curahan dan Belaian Kasih Sayang yang Tulus dan Dengan Susah Payah dengan Segala Upaya telah Membesarkan dan Mendidik Ku hingga Aku Dapat Menyelesaikan Studi di Perguruan Tinggi. Aku tidak mungkin bisa

membalas semua yang kalian curahkan kepadaku, hanya do’a yang selalu kupersembahkan dalam setiap sujudku kepadanya.

Serta kedua adikku tersayang Dian Merdeka Wati dan Dina Maryana, dan juga semua Keluarga Besarku terimakasih atas Do’a dan semangatnya yang telah kalian berikan.


(5)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Syukur allhamdulillah Penulis Panjatkan atas Kehadirat Allah SWT karena atas rahmad dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini, yang ,merupakan salah satu Syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa didalam Pelaksanaan Pendidikan ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini. Dalam Penulisan Skripsi ini Penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dari berbagai pihak untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Heryandi S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus sebagai pembimbing I dan Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung; 3. Ibu Yulianeta M, S.H., M.Si., M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik; 4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan masukan, saran dan bimbingan yang membantu penulis hingga terselesaikan skripsi ini;


(6)

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas I dan Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., selaku Pembahas II dalam skripsi ini yang telah banyak memberikan saran, masukan serta keritik yang membangun untuk memperbaiki demi kesempurnaan skripsi ini;

6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat;

7. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung :

8. Kedua Orang tuaku, yang Telah Memberikan Dukungan Materiil dan Moril Selama Penyusunan Skripsi ini;

9. Adik-adikku Tersayang, Dian Merdeka Wati dan Dina Maryana; 10. Buat seluruh keluarga besarku;

11. Sahabat dan teman seperjunaganku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu;

Akhirnya, Penulis Mengucapkan terima kasih kepada Semuanya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan semoga Skripsi ini bermanfaat walaupun penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan.

Semoga Allah SWT Melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya Bagi Kita Semua Amin ya Robbalalamin.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis