PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN PAJAK PERAMBAHAN NILAI (PPN) (Studi pada Polda Lampung)

  

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

PAJAK PERAMBAHAN NILAI (PPN)

(studi pada polda Lampung)

Oleh

  

Ria Safitri, Heni Siswanto, Dona Raisa Monica

  Email:

  

Abstrak

  Pajak dipandang sangat penting di dalam Negara karena pajak meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Khususnya pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki peran yang strategis dan signifikan dalam penerimaan Negara dalam sektor perpajakan, sangat disayangkan dalam potensi pemasukan dari pajak yang dimiliki Indonesia belum biasa dimanfaatkan dengan baik bagi kesejahteraan bangsa dan Negara. Karena banyak masyarakat yang melakukan penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN), para pelaku melanggar aturan dan norma-norma hukum yang berlaku. Dalam skripsi ini akan dibahas bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan factor penghambat dalam penegakan hukum pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Responden penelitian terdiri dari anggota Kepolisian Daerah Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung, Pejabat Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu dan Lampug dan Akademisi Fakultas Hukum. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa (1) penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Tetapi karena dalam kasus tersebut terdapat asas lex pecialis derogat legi generali maka dalam hal ini pasal 372 KUHP untuk ancaman pidananya ringan maka aparat kepolisian juga menggunakan Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah mampu menjerat pelaku dan memberikan efek jera pada pelaku.

  

Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Tindak Pidana Penggelapan, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)

  

TAX LAW ENFORCEMENT ON THE EVASION OF VALUE ADDED

TAX (VAT) (A Case Study at Polda Lampung)

By

Ria Safitri, Heni Siswanto, Dona Raisa Monica

  Email:

  

Abstract

Tax is considered fundamental for countries because it increases social welfare.

  The tax like Value Added Tax (VAT) plays a strategic and significant role in the state revenue; unfortunately, the potential tax revenue in Indonesia has not been commonly utilized properly for the welfare of the nation and the State. There are still a lot of unresponsible society who evade their value added tax (VAT), they break the rules and norms of the law. This research formulated the questions on how is the law enforcement against criminal acts on Value Added Tax (VAT) evasion, and the inhibiting factors in the implementation of tax criminal law. The methods used in this research were normative and empirical approaches. The respondents consisted of members of Lampung Regional Police, Lampung High Court, Civil Servants of the Directorate General of Bengkulu and Lampung Taxation, and the Academics of Law Faculty, Lampung University. The data collection procedure was carried out through literature study and field study. The analysis of the data used in this research was a qualitative analysis. Based on the result and discussion of the research, it can be concluded that (1) the law enforcement against criminal evasion on Value Added Tax (VAT) has been regulated under Article 372 of the Criminal Code with a maximum penalty of four years imprisonment. Since in such cases there is a principle of lex pecialis derogat legi generali which considered the Article 372 of the Criminal Code was light in penalty, thus, the police also used Article 39 paragraph (1) letter i Law No. 16/2009 on General Provisions and Tax Procedures which has been able to ensnare the offenders and to give a deterrent effect.

  Keywords: Tax Law Enforcement, Tax Evasion, Value Added Tax (VAT)

  Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran yang sifatnya dipaksakan, maka Negara juga tidak membutuhkan kerelaan wajib pajak yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi Negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Wajar jika tidak satupun perusahaan Wajib Pajak yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak.

  adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak didalam perusahaan, orang pribadi, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dinamakan pajak pertamabahan nilai (PPN).

  Dalam hal ekspor, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) adalah 0%, yang dimaksud dengan pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya.

  tepat atau lalai membayar pajak pertambahan nilai (PPN) dan akhirnya perusahaan melakukan 1 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta. Sinar Grafika, 2012.

  hlm.126. 2 Djoko Slamet Surjoputro, BukuPanduan Hak dan Kewajiban Pajak , Jakarta.

  Direktorat penyuluhan Pelayanan dan Humas, 2009.hlm. 3.

  penggelapan terhadap pajak pertambahan nilai. Tindak pidana penggelapan sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan rendah hingga kalangan tinggi yang notabennya berpendidikan dan mengerti hukum atas tindakan tersebut.

I. Pendahuluan A.

  Penggelpan pajak merupakan palanggaran undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya. Pengelakan pajak. ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang penentuan besarnya, para wajib pajak ini harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain.

1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  Mewujudkan tujuan dari adanya pajak perlu adanya penegakan hukum di bidang perpajakan, penegakan hukum merupakan suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya suatu norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam hubungan-hubungan hukum di kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebagimana dalam diketahui pajak harus bersifat progresif dan dapat menegakan norma-norma hukum serta aturan hukum yang di atur dalam undang-undang, sehingga untuk memberikan efek jera kepada pelakunya sehingga fungsi atau tujuannya bisa terlaksana dan tercapai. Dimana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan sanksi hukum terhadap pelaku tindak

2 Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) adalah tunggal, yaitu sebesar 10%.

3 Masih banyak perusahaan yang tidak

  seperti ini maka akan ditegakkan dengan menggunakan Pasal 372 KITAB undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

  B.

  Permasalahan Permasalahan dalam skripsi ini adalah :

  1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN) (studi pada polda lampung) ? 2. Apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai ? C. Metode Penelitian

  Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif dan empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Daerah Lampung, Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung, Pejabat Pegawai Negeri sipil, Dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif.

  Menurut Soejono Soekanto penegakan hukum bukan semata- mata berarti pelaksanaan perundang- undangan.Walaupun dalam kenyataan Indonesia

  Sehingga pengertian law

  enforcement

  begitu populer. Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan- keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan pengadilan, bisa terjadi justru menganggu kedamaian dalam pergaulan hidup masyarakat.

  4 Penegakan hukum pidana adalah

  upaya untuk menerjemahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan. Menurut Sajiptop Raharjo penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah merupakan hakekat dari penegakan hukum.

  5 Salah satu jenis tindak pidana di

  bidang pajak adalah penggelapan pajak khususnya pada pajak pertambahan nilai. Penggelapan pajak adalah tindak pidana yang merupakan rekayasa subyek pelaku dan obyek transaksi pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum dan penggelapan pajak Boleh dikatakan merupakan virus yang melekat pada setiap sistem pajak yang berlaku. Begitupun dalam penggelapan Pajak Pertambahan Nilai ini banyak dilakukan oleh perusahan- perusahaan. Salah satu contohnya 4 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang

II. Pembahasan A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali, 1983, hlm. 65 penggelapan pajak dapat berupa penggelapan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, atau bukti pemungutan pajak sebagai bentuk konkritnya .

  Penggelapan pajak terjadi sebelum Surat Keterangan Pajak dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung dengan BRIPDA Dirna Adhivirza menyatakan bahwa dalam kasus penggelapan pajak khususnya pada pajak pertambahan nilai terdapat unsur melawan hukum pidana karena terdapat unsur penggelapan didalamnya.

  pelanggaran terhadap undang- undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. BRIPDA Dirna Adhivirza menyatakan bahwa untuk penegakan hukum terhadap pelaku penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat dikenakan

  Pasal 372 KUHP karena melakukan penggelapan tetapi dalam penerapan nya tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai digunakan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d dan i Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 6 Hasil wawancara penulis padaDirektorat

  Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung dengan Bripbda Dirna Adhivirza selaku Kabag Korwas PPNS Bin Ops

  Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dimana dalam kasus tersebut terdapat asas lex specialis derogat legi generali.

  Polri sendiri sebagai salah satu aparat penegak hukum memiliki cara dalam upaya penanggulangannya yaitu secara Represif dan Prefentif . Represif adalah penekanan dalam penerapan pidana setelah kasus ini terjadi dan Preventif adalah pencegahan tanpa pidana sebelum kasus ini terjadi.

  1. Upaya secara Represif atau penekanan dalam penerapan pidana setelah kejahatan terjadi. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) belum diatur secara tegas diatur dalam suatu Undang-Undang khusus yang bisa memberatkan pidana bagi pelaku. Pelaku dikenakan tuntutan penggelapan yaitu Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana pejara paling lama empat tahun. Oleh sebab itu aparat penegak hukum untuk masalah ancaman ini mereka juga menggunakan Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP, dimana ancaman pidananya lebih berat sehingga para pelaku akan jera dengan perbuatannya dan dalam kasus tersebut terdapat asas lex specialis derogate legi generali. Pihak kepolisian apabila mendapat laporan mengenai kasus seperti ini dapat langsung melakukan penyelidikan terhadap pelaku yang telah dilaporkan oleh kantor pelayanan pajak, dan bila terindikasi melakukan kejahatan

6 Penggelapan Pajak merupakan

  disebutkan dalam KUHP maka akan langsung diproses lebih lanjut.

  2. Upaya secara Preventif atau pencegahan sebelum kasus terjadi untuk menjaga kemungkinan terjadinya kejahatan atau pelanggaran hukum di dalam masyarakat menggunakan cara-cara persuasif, seperti himbauan yang dilakukan oleh Korwas PPNS Dirkrimsus Polda Lampung selaku aparat penegak hukum. Penanganan secara prefentif terhadap tindak pidana penggelapan pajak ini, adalah pilihan yang sangat tepat mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang belum taat membayar pajak dan Wajib Pajak tidak melaporkan sebagian atau seluruh penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan atau membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan pengurangan penghasilan untuk tujuan meminimalkan beban pajak. Tindakan illegal ini menyebabkan kerugian Negara. Sebagian besar Negara mengenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana terhadap Wajib Pajak yang melakukan penggelapan pajak. memahami tentang modus, penggelapan Pajak Pertambahan Nilai apalagi kasus ini berkaitan erat dengan masyarakat yang tidak membayar pajak. Hal inilah yang harus dirubah dengan upaya preventif yang dinilai efektif oleh polri dibandingkan dengan represif yang dilakukan setelah terjadinya sebuah kasus. Aparat kepolisian memiliki fungsi melakukan pencegahan preventif adalah Korwas PPNS Dirkrimsus.Korwas PPNS memiliki tugas melakukan pengarahan dan himbauan berupa penyuluhan kepada masyarakat sedangkan Dirkrimsus memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya kejahatan dalam masyarakat dan menindak lanjuti apabila mendapat laporan tentang sebuah kejadian. Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan-peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang- undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan guna.Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

  Berdasarkan hasil wawancara M. Nursaitias menyatakan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai.

  7

  kejahatan tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai dimana subyek hukumnya atau pelakunya adalah seseorang Pengusaha Kena 7 Hasil wawancara penulis dengan M.

  Nursaitias,S.H MH, selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus, UB Pajak (PKP) karena tidak menyetorkan atau melakukan penggelapan Pajak Pertambahan Nilai saat masa dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Tahunan pada masa pajak pertambahan nilai. kejaksaan Republik Indonesia yaitu lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. jaksa yaitu sebagai pengendali proses perkara Dominius

  litis , karena hanya institusi kejaksaan

  yang dapat menetukan apakah suatu kasus tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai tersebut dalam perkara itu dapat diajukan ke pengadilan atau tidak dan harus berdasarkan alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bentuk tindak pidana perpajakan dan hukumannya diantaranya diatur dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal

  39A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

  Berdasarkan hasil wawancara kepada Indra Setiawan menyatakan bahwa Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya. Penggelapan pajak terjadi sebelum Surat Ketetapan Pajak dikeluarkan.

  Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.

  8 Terkait dengan masih tingginya

  tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah Wajib Pajak di Indonesia khusus nya pada Pengusaha Kena Pajak dan penyalah gunaannya maka hal tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Bahwa penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara untuk memperoleh pembiayaan dari sektor pajak mengingat hukum pajak tindak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi sumber pendapatan Negara yang terfokus pada pemenuhan kewajiban Wajib Pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang.

  Penegakan hukum dibidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah hal ini dapat dilihat dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak, maraknya kejahatan penggelapan dibidang perpajakan khususnya pada pajak pertambahan nilai (PPN), dan para penegak hukum yang belum benar dalam meneggakan hukum.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Sanusi husin menyatakan bahwa penegkan hukum dari penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN), kita harus mengetahui lebih dahulu ada beberapa hal dari beberapa badan yang bisa melakukan penyidikan

  8 Hasil wawancara penulis dengan Indra Setiawan, selaku Pejabat Pegawa Negeri Sipil di Kantor Wilayah Direktorat terhadap penggelapan pajak dari aspek pajak itu.

9 Dan diberi kewenangan hal itu

  kepada penyidik yang penyidik tersebut itu dibawah koordinasi polri yaitu disebut Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Penyidikan titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Jadi terhadap hal yang seperti itu berkaiatan dengan perpajakannya mereka lah yang melakukan penyidikan setelah itu baru dilimpahkan melalui koordinasi Polri langsung kekejaksaan dalam proses peradilannya sama, hanya yang membedakan di penyediknya saja, dalam teknis nya kita berpegang pada Hukum Acara Pidana yang berlaku jadi dalam hal ini mengenai penegakan hukum tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN) tidak jauh berbeda.

  menganalisis bahwa, suatu perbuatan untuk di pidanakan tentu harus ada dasar hukum yang mengatur dan terkait atas tindakan yang diperbuat oleh seseorang yang melanggar hukum tersebut, mengenai Kasus tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini sudah jelas diatur dalam Kitab Undang- Undang Pidana, serta Undang- 9 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr.

  Sanusi Husin, S.H.,M.Hselakuakademisi hukum pidana difaklutas hukum Universitas Lampung, Tgl 06Januari 2017. 10 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr.

  Sanusi Husin, S.H.,M.Hselakuakademisi hukum pidana difaklutas hukum

  Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sehingga kasus ini dapat diproses sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara pidana. Penegakan hukum yang dilakukan dalam kasus ini yaitu proses tahap formulasi didalam tahapan ini penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelpan pajak pertambahan nilai (PPN) ini dapat dikenakan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atas sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena peggelapan ,dengan pidana penjar paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan Ratus Rupiah”.

  Dimana penegakan hukumnya dimulai dari beberapa tahapan. Tetapi karena dalam Pasal 372 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) untuk ancaman pidananya ringan maka aparat kepolisian menggunakan Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah mampu menjerat pelaku dan memberikan efek jera terhadap pelaku. Dan didalam tahap aplikasi aparat penegak hukum yang dilakukan dalam kasus tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN) ini yaitu proses di lakukan penyelidikan oleh pihak pejabat pegawai negeri sipil yang berkoordinsi dalam pengawasan penyidik polri apakah benar telah

10 Berdasarkan hasil penelitian Penulis

  lakukan penyidikan dengan cara olah TKP oleh pihak pejabat pegawai negeri sipil dan polri lalu di teruskan ke kejaksaan untuk di lakukan penuntutan baru setelah itu di serahkan ke pengadilan guna untuk di adili. Selanjutnya penyidik pejabat pegawai negeri sipil dan polri harus lebih tegas dalam mengungkap dan menyelesaikan perkara penggelapan pajak pertambahan nilai agar selanjutnya dapat diproses melalui pengadilan dan dapat diberikan sanksi dengan peraturan yang berlaku.

  Faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku penggelapan pajak pertambahan nilai dikatakan Dirna Adhivirza adalah pelaku penggelapan umumnya tingkat pendidikannya relatife tinggi dan mempunyai keahlian dibiangnya, sehingga secara dini mampu menyembunyikan atau mentupi perbuatannya serta menghilangkan barang bukti yang berkaitan dengan perbuatannya sehingga mempersulit penyidikan.

  Teori yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang ada dala penulisan skripsi ini adalah teori Soejono Soekanto yang mengemukakan bahwa dalam penegakan hukum terletak beberapa faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Faktor Hukumnya Sendiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai akan sulit di tegakkan karena dibatasi oleh undang- undang saja yaitu pasal 372 KUHP yang sanksinya ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari pemidanaan KUHP yang merupakan sebagai peraturan utama dari hukum pidana yang sudah terlalu lama digunakan, sehingga pasal- pasalnya tidak lagi berkompeten dan ketidak jelasan arti kata-kata si dalam undang-undang juga mengakibatkan kesimpangsiuran dalam penafsiran serta penerapannya sehingga sulit untuk menangkap pelaku lain yang juga membantu tetapi tidak melaporkan.

B. Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  Seiring perkembangan zaman yang tentunya mengalami peningkatan terhadap pelaku penggelapan pajak khususnya pada Pajak Pertambahn Nilai dimana umumnya dilakukan oleh beberapa orang yng saling menikmati dari hasil perbuatannya, sehingga saling menutupi diri dari tindakan nya tersebut karena takut teruangkap maka diperlukan suatu aturan khusus yang berisi tentang ancaman peyalah gunaan uang yang seharusnya manjadi uang pendapatan Negara.

  Indonesia sesungguhnya telah memiliki sejumlah perundangan untuk sementara waktu untuk menghadapi para pelaku tindak pidana penggelapan pajak Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

  2. Faktor Penegak Hukum Kuantitas dari penegak hukum seperti kepolisian yang menjadi bagian terdepan dari penegakan hukum sangat menentukan hasil dari proses penegakan hukum itu sendiri. Jumlah anggota kepolisian yang kurang sehingga menimbulkan banyak hambatan seperti pada saat proses penyelidikan apalagi pada kasus penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) banyak Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan tetapi tidak tidak benar atau tidak menyetorkan pajak pada masa Pajak Pertambahan Nilai.

  Kualitas dari penegak hukum juga sangat menentukan dan sangat diperlukan karena pengetahuan aparat penegak hukum yang kurang mengenai penggelapanpajak pertambahan nilai ini dapat menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum.

  3. Faktor Sarana dan Fasilitas Sarana dan fasilitas yang diharapkan yaitu mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa adanya sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranannya

  Hal serupa juga dijelaskan oleh Dirna Ardhivirza. Dalam proses penyidikan sering kali ditemui keadaan dimana tempat yang menjadi Tempat Kejadian Perkara yang jaraknya cukup jauh dan keadaan jalan yang tidak mendukung yaitu jalan rusak, kemudian transportasi yang tidak ada atau tidak memadai serta anggaran yang dimiliki sangat terbatas, hal tersebut menjadi kendala dalam proses penegakan hukum. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi, amat mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuan dengan sempurna.

  Sehingga penegakan hukum dapat berlangsung denga baik apabila didukung dengan sarana dan fasilatas yang cukup seperti yang telah disebutkan.

  4. Faktor Masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum, bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. Sanusi husin menambahkan seseorang baru dapat dikatakan mempunyai kesadaran hukum, apabila memenuhi hukum karena keikhlasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berguna dan mengayominya. Hal lainya tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan yang kurang cukup, dalam taraf pendidikan dan pengetahuan masyarakat Indonesia yang rendah, menjadikan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum mengakibatkan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui atau tidak menyadari apabila hak-hak mereka yang dilanggar tersebut dilindungi oleh undang-undang.

  Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang paling lama hidup dan berkembang ditengah masyarakat. Budaya masyarakat yang memiliki rasa ingin tahu yang berlebihan membuat para pelaku tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Kesadaran masyarakat akan hukum yang rendah pun menjadi penghambat dari penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggelapan Pajak Pertamabahan Nilai (PPN). Penelitian yang dilakukan penulis dengan cara wawancara kepada pihak-pihak yang berwenang mengenai kasus tidak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai ini mendapatkan jawaban atas permasalahan dalam penulisan skripsi ini, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

  Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu dan Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila dan berdasarkan sumber referensi buku yang digunakan. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai disebabkan karena rendahnya ancaman sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan pajak pertambahn nilai yang ditetapkan dalam KUHP, kurangnya faktor penegak hukum anggota atau tim penyidik yang benar-benar berkompeten dalam menangani kasus tersebut sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki aparat penegak hukum yang kurang memadai serta kurangnya kesadaran masyarakat atas kewajiban sebagai wajib pajak dalam menyikapi fenomena hukum yang terjadi disekitarnya merupakan penyebab penegakan hukum pidana di Indonesia sulit untuk ditegakkan.

5. Faktor Kebudayaan

  Faktor yang paling relevan dan dominan dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan pajak pertambahn nilai (PPN) ini yaitu faktor hukumnya sendiri yang dalam hal ini undang- undang yang sanksinya ringan. Faktor sarana dan fasilitas yang masih sangat kurang sehingga mempersulit tim penyidik dalam hal mengumpulkan barang bukti dan minimnya pengetahuan manusia terhadap hukum juga sangat mempengaruhi proses penegakan masyarakat juga sebagai wajib pajak kurang kesadaran dalam melaksanakan taat pajak hal ini berpengaruh besar terhadap pendapatan Negara kita, karena menimbulkan kerugian terhadap Negara kita bila masyarakat banyak yg melakukan penggelapan pajak khususnya pada pajak pertambahan nilai.

  Beberapa faktor diatas faktor sarana dan fasilitas sangat berpengaruh besar dalam proses penyidikan seperti anggaran yang terkadang tidak mencukupi dan juga faktor masyarakan yang memiliki budaya ikut-ikutan sehingga sangat berpengaruh besar terhadap para pelaku yang lain untuk melakukan penggelapan Pajak Pertambahn Nilai (PPN) ini.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dalam bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

  1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam tahap formulasi dilakukan sesuai aturan hukum pidana yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Karena didalam kasus terdapat asas lex specialis derogate legi generali akantetapi dalam hal tersebut juga terdapat unsur penggelapan dikenakan Pasal 372 KUHP dimana penegakan hukumnya dimulai dari beberapa tahapan.

  Tetapi karena dalam pasal 372 undang-undang perpajakan maka aparat kepolisian menggunakan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d dan i Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sudah mampu menjerat pelaku penggelapan pajak pertambahan nilai dan memberikan efek jera terhadap pelakunya.

  2. Faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PNN) yaitu factor hukumnya sendiri yang dalam hal ini Undang-Undang yang ancaman pidananya terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera. Sarana dan fasilitas yang belum sepenuhnya memadai seperti anggaran yang terkadang tidak mencukupi. Faktor dari masyarakatnya sendiri yang belum taat membayar pajak.

III. Penutup A. Simpulan

  B. Saran

  selain kesimpulam yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. penegakan hukum terhadap tidak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai dalam penggelapan pajak tidak perlu menggunakan Pasal 372 KUHP karena sekarang sudah ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dimana terdapat asas lex specialis derogat Pasal 39 ayat (1) huruf i yang sanksi pidananya sudah cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana penggelapan pajak. Bagi aparat penegak hukum perlu meningkatkan pemahaman dan kinerja dikalangan aparat penegak hukum dalam mencegah tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai.

  2. Aparat penegak hukum dan instansi terkait hendaknya menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat sebagai wajib pajak juga pada pengusaha kena pajak agar situasi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana penggelapan pajak pertambahan nilai mengenai kerugian pendapatan Negara dapat dikembalikan seperti semula. Namun dalam tindak pidana penggelapan pajak jangan hanya sanksi adminstrasi saja tetapi harus ada unsur pidananya agar memberi efek jera kepada wajib yang melakukan penggelapan pajak pertambahan nilai. Dalam penegakan hukum nya aparat penegak hukum harus ada upaya- upaya lain untuk pencegahan kejahatan dibidang perpajakan khusunya pajak pertambahan nilai.

  Daftar Pustaka Masriani, Yulies Tiena. 2012.

  Pengantar Hukum Indonesia.

  Sinar Grafika, Jakarta. Slamet, Djoko Surjoputro. 2009.Buku

  Panduan Hak dan Kewajiban Pajak . Jakarta.Direktorat penyuluhan Pelayanan dan Humas.

  Soekanto, Soerjono.1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali, Jakarta. Sutedi,Andrian. 2011. Hukum Pajak.

  Jakarta. Sinar Grafika. Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

  Perundang-undangan

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Pasal 73 Tahun 1948 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tataa Cara Perpajakan

  Media

  

  

  

Dokumen yang terkait

UPAYA BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOTIKA DI DALAM LEMBAGA PERMASYRAKATAN (Studi pada Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Kalianda)

0 0 14

ANALISIS PERRLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENAHANAN TERSANGKA PADA TINGKAT PENYIDIKAN BERDASARKAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 (STUDI KEPOLISIAN RESOR LAMPUNG BARAT) Oleh Devolta Diningrat, Eddy Rifai, Tri Andrisman

0 0 11

IMPLEMENTASI WHISTLE BLOWER DALAM MENGUNGKAPKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 14

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Penghinaan Lambang Negara oleh Zaskia Gotik)

0 1 14

ANALISIS PENYIDIKANTERHADAP PELAKU PENGANCAMAN KEKERASAN ATAU MENAKUT-NAKUTI YANG DITUJUKAN SECARA PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (No :LP/B-/118/X/2015/SPKT Polda Lampung)

0 0 14

KEBIJAKAN INTEGRAL TERHADAP PENANGGULANGAN TAWURAN ANTAR PELAJAR (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung)

1 2 11

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (Studi putusan PN Nomor 500/Pid.B/2016/Pn.Tjk)

0 0 15

ANALISIS KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN KERUGIAN NEGARA YANG KECIL OLEH KEJAKSAAN NEGERI BANDAR LAMPUNG

0 0 14

ANALISIS PEMULIHAN TRAUMA PSIKOLOGIS ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN BERDASARKAN UU NO 31 TAHUN 201

0 1 13

PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH KOTA METRO NO.4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

0 0 13