BAB I PENGERTIAN UMUM
Sistem Pernafasan sistem respiratorius yang tersusun dari salurantraktus respiratorius merupakan alat tubuh yang
mudah terserang penyakit karena adanya hubungan langsung antara udara luar, rongga hidung dan rongga mulut dengan
alveoli di dalam paru-paru. Agen penyakit yang ditularkan melalui udara
airborne
sangat mudah mencapai paru-paru dan mengakibatkan parenkimnya juga mudah terpapar agen
penyakit dari luar. Agen penyakit juga dapat mencapai paru-paru secara hematogen mengingat paru-paru merupakan
salah satu organ yang didalamnya banyak mengalir darah melalui jaringan kapiler di setiap dinding alveoli. Tuberculosis
TB miliaris sering ditemukan pada paru-paru ketika dalam darah ditemukan basil TB. Demikian juga, anak sebar
tumor sering ditemukan pada paru-paru. Agen penyakit yang sering menimbulkan kelainan pada
sistem pernafasan bisa berasal dari: mikroorganisme yang ada di udara, flora pada orofaring, partikel-partikel toksik, gas
berbahaya yang terdapat pada udara maupun toksin ekstrinsik dan intrinsik yang berasal dari sirkulasi pulmoner.
Penyakit pada sistem respiratorius merupakan salah satu penyebab kematian pada hewan pangan
food anima
l yang menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Sementara
itu, pada hewan kesayangan
companion animal
gangguan
pada sistem ini tidak menimbulkan dampak ekonomi yang nyata namun tetap harus mendapat perhatian.
Struktur dan Fungsi
Untuk mempermudah pemahaman tentang struktur dan fungsi dari sistem respiratorius, sistem ini dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: sistem penyalur
conductive system
, sistem peralihan
transitional system
dan sistem pertukaran gas
gas exchange system
.
Sistem penyalur
meliputi rongga hidung, faring, laring,
trakea dan bronkus, yang seluruhnya dilapisi oleh sel epitel silindris bertingkat
pseudostratified columnar ephitelium
dan di beberapa tempat ditemukan sel mangkok
goblet cells
Gambar 1.1. Silia bersama sama dengan mukus yang dihasilkan oleh kelenjar submukosa dan sel mangkok
memegang peranan penting sebagai pertahanan mekanis terhadap parenkim paru-paru. Epitel bersilia pada sistem ini
sangat sensitif mudah cedera jika terpapar inhalan gas beracun, infeksi virus dan trauma. Jika mendapat paparan benda asing
sel epitel ini akan membengkak,lepas dari membran basal ataupun kehilangan silia desiliasi. Proses ini akan cepat
sembuh jika penyebabnya dihilangkan. Namun jika proses berlangsung kronis maka akan terjadi hiperplasia dan
metaplasia dari epitel tersebut.
Virus berikut ini merupakan jenis virus yang bereplikasi pada epitel mukosa hidung, trakea dan bronkus;
rhinoviruses human colds
,
bovine hervervirus BHV 1
penyebab
infectious bovine rhinotrahetitis , feline herpesvirus
1 penyebab
feline rhinotrahetitis
,
canine adenovirus 2 dan canine
parainfluenza 2
penyebab canine
infectious tracheobronchitis
Sistem peralihan
meliputi bronkiolus, bagian ini merupakan peralihan antara sistem penyalur yang bersilia dan
sistem pertukaran gas yang tidak bersilia. Selain tidak memiliki sel yang bersilia, bronkiolus juga tidak memiliki sel
goblet. Sebagai gantinya memiliki sel Clara, yang memegang peranan penting pada proses detoksifikasi partikel asing
xenobiotics.
Gambar 1.1 Gambaran mikroskopik trakea ayam, sel epitel bersilia dengan silia mengarah kelumen kelenjar submukosa dan sel goblet
yang berperan dalam mekanisme pertahanan mukosiliaris. Dok.Pribadi
Sistem pertukaran gas
tcrdiri dari jutaan alveoli yang pcrmukaannya dilapisi oleh sejenis sel epitel yang disebut
dengan pneumosit tipe I, sel ini bersifat membranous, pneumosit tipe II yang bersifat granular serta sel makrofag
alveolar yang merupakan benteng pertahanan terakhir pada sistem pernafasan Gambar 1.2.
Septa alveoli merupakan pembatas aleveoli satu dengan lainnya dilewati oleh kapiler darah, yang akan mengambil
oksigen dari alveoli serta membuang CO
2
kedalam alveoli pada proses respirasi.
Ketiga sistem sistem penyalur,peralihan dan pertukaran gas mudah cedera sehingga menimbulkan penyakit akibat
paparan benda asing atau agen penyakit mikroba, partikel, serat,gas toksik dan asap secara aerogen
airborne disease
dalam jumlah besar secara terus menerus.
Gambar 1.2. Struktur alveoli dengan komponen penyusunnya berupa : pneumosit tipe I bersifat membranous, pneumosit tipe II bersifat
granular serta sel makrofag alveolar.
Kerentanan dari sistem pernafasan ini terhadap agen
airborne
, disebabkan oleh ; 1
Luasnya permukaan sistem pernafasan. Sebagai gambaran untuk manusia diperkirakan total luas
permukaan sistem pernafasan adalah 200 m2 sedangkan kuda 2000 m2
2 Besarnya volume udara yang melewati paru-paru secara terus menerus. diperkirakan volume udara yang melewati
paru-paru manusia 10.000 liter.
3 Tingginya kandungan elemen-elemen berbahaya yang
bisa terdapat di udaraTabel1. Tabel 1.1. Partikel asing yang umum terdapat di udara
Mikroba
Virus, bakteri,jamur,protozoa Debu tanamam
Biji-bijian, tepung, kapas, kayu,serbuk sari
Produk hewani Ketombe,bulu,tungau,kitin serangga
Gas beracun Amonia,
Asam sulfida,
Nitrogen dioksida, sulfur dioksida,
Chlorine. Baham kimia
Herbisida,asbestor,timah hitam, nikel dan lain lain.
Sumber:Lopez,2001
Selain secara aerogen, paru-paru juga mudah terkena mikroba, toksin dan embolus secara hematogen karena
panjangnya keseluruhan kapiler paru-paru. Panjang kapiler paru-paru orang dewasa adalah sekitar 24.000 km, dan 1 ml
darah akan menggenangi kapiler sepanjang 16 km. Pada anjing, rodentia dan manusia, dalam kondisi normal sel
Kupffer dan markrofag pada limpa merupakan mekanisme pertahanan primer untuk mengeleminir mikroba dan benda
asing lainnya dari peredaran darah. Sementara itu pada hewan ruminansia,kucing dan babi, makrofag intravaskular
populasi makrofag spesifik pada kapiler paru-paru yang bertugas membersihkan darah dari benda asing.
Mikroflora Normal dari Sistem Penafasan
Sistem pernafasan memiliki bakteri yang merupakan mikroflora normal sama halnya dengan sistem lainnya pada
tubuh yang ada kontak langsung dengan lingkungan luar. Berbagai variasi spesies bakteri dapat diidentifikasi dari usapan
rongga hidung hewan sehat. Populasi bakteri yang merupakan flora normal umumnya ditemukan pada bagian
proksimal dari sistem penyalur seperti pada rongga hidung, faring dan laring. Sedangkan untuk trakea di bagian thoraks,
serta bronkus dan paru-paru diyakini tidak memiliki flora normal atau steril.
Bakteri yang ditemukan sebagai flora normal spesiesnya sangat bervariasi tergantung dari spesies hewannya.
Beberapa bakteri yang merupakan flora normal di rongga hidung bisa menyebabkan penyakit pernafasan yang fatal pada
hewan. Contohnya:
Pasteurella haemolytica
merupakan salah satu bakteri flora normal pada rongga hidung, namun
bakteri ini dapat menyebabkan penyakit radang paru-paru yang merugikan pada sapi yang dikenal dengan sebutan
shipping fever pneumonia
atau pasteurellosis. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa mikroba yang merupakan flora
normal dari rongga hidung secara terus menerus mengalir ke paru-paru melaui trakea. Walaupun paru-paru dialiri secara
terus menerus oleh bakteri yeng merupakan flora normal pada rongga hidung dan patogen yang mengkontaminasi namun
paru-paru tetap steril. Hal ini akibat adanya mekanisme sistem pertahanan yang sangat efektif dan secara sempurna
melindungi parenkim paru-paru. Dalam kondisi normal mekanisme pertahanan secara sempurna melindungi parenkim
paru-paru sehingga hewan yang terpapar aerosol maupun udara yang mengandung sejumlah besar bakteri tidak
menjadi sakit. Sebaliknya kalau mekanisme pertahanan buruk maka bakteri flora normal yang terhirup dapat berkumpul,
berkembang dan menimbulkan pneumonia.
Kaidah Penatanamaan
Lesi pada
Patologi Sistim
Pernafasan
Untuk membuat diagnosa morfologik pada proses pemeriksaan patologi antomik sistem pernafasan kaidah umum yang
diikuti adalah: Pertama-tama menginterpretasi proses yang terjadi. Apakah lesi yang ditemukan akibat proses;
1 Degenerasi atau sudah sampai tahap nekrosis. Misal yang umum dijumpai adalah: degenerasi sampai nekrosis
sel epitel mukosa trakea, mukosa bronkus dan nekrosis sel pneumosit.
2 Gangguan sirkulasi misalnya: Edema pulmonum, hemoragi pulmonum
3 Proses radang. Contoh proses radang misalnya rhinitis, trakeitis, pneomonia.
4 Gangguan pertumbuhan
non neoplasitc
. 5 Gangguan pertumbuhan
neoplastic
lih. Buku ajar patologi umum.
Setelah membuat interpretasi proses yang terjadi langkah selanjutnya adalah melengkapi penjelasan berupa
perkiraan; 1 Durasi proses: akut-kronis. Untuk menentukan bahwa
sebuah proses radang berdurasi akut atau kronis maka ada beberapa lesi yang bisa diamati:
Fibrin bersifat kemotaksis bagi neutrofil, senhingga jenis leukosit ini selalu ada pada setiap peradangan
yang bersifat fibrinosa. seiring dengan waktu maka cairan eksudat mulai secara
bertahap digantikan oleh eksudat fibrinoseluler yang terdiri atas fibrin,neutrofil ,makrofag dan debris
Pada kasus kronis,maka fibroblast akan menginfiltrasi daerah yang meradang pada paru-paru maupun pleura
membentuk plak jaringan fibrovaskular
2 Distribusi lesi fokal, multifokal,
miliary
, lobuler, pseudolober, lober. Khusus untuk paru-paru, jika lesi
seluas ¼ bagian dari total luas paru-paru disebut lobuler, jika ¾ bagian disebut pseudolober dan jika lebih dari ¾
sampai seluruh paru-paru disebut dengan lober. 3 Keparahan
severerity
: ringan mild, sedang moderate berat severe; -
4 Lokasi :cranioventral, sinistradekstra, distal,unilateral. Contoh 1. Paru-paru anjing bengkak dan berwarna
kemerahan, disertai perdarahan subpleural di bagian apex lobus cranial kesimpulan pneumonia hemoragika
akut yang bersifat lobuler. Contoh 2. Pada saat nekropsi seekor kuda ditemukan
radang paru- paru yang bersifat granulomatosa pada ¾ bagian lobus paru-paru kiri dan kanan
Diagnosa morfologiknya: Pneumonia granulomatosa pseudolobar sinistra et dextra, mengingat radang
granulomatosa merupakan peristiwa kronis maka keterangan durasi dalam hal ini prosesnya pasti kronis
sudah tidak diperlukan lagi.
BAB II MEKANISME PERTAHANAN