MEKANISME PERTAHANAN Patologi Sistemik: Sistema Pernafasan.

BAB II MEKANISME PERTAHANAN

Struktur anatomi dari sistem penyalur rongga hidung dan bronkus memegang peranan penting dalam mencegah penetrasi benda asing ke dalam paru-paru terutama ke bagian yang paling sensitif yakni bagian alveolar. Partikel dengan ukuran lebih besar dari 10 m akan terperangkap pada mukosa rongga hidung, sementara partikel yang berukuran 2-10 m yang dapat lolos dari rongga hidung akan terperangkap pada bagian percabangan bifurkasio trakea dan bronkus. Sebagian partikel yang berukuran lebih kecil dari 2 m bisa terdeposisi pada bronkiolus dan bagian alveolar. Disamping faktor ukuran, bentuk, kelembaban, muatan listrik juga memegang peranan penting pada proses deposisi. Seperti serat asbes yang panjangnya lebih dari 200 m merupakan contoh partikel berukuran besar yang sangat langsing sehingga dapat mencapai saluran pernafasan bawah yang berdiameter 1 m. Serat asbes yang terdeposisi pada paru-paru menimbulkan penyakit yang disebut asbestosis. Karakteristik dari ukuran, bentuk dan distribusi partikel yang terdapat pada udara yang terinhalasi dipelajari pada ilmu aerobiologi. Prinsip utama dari mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan adalah untuk melindungi parenkim alveolar dari kerusakan dengan jalan menyingkirkan agen berbahaya secepat mungkin. Deposisi adalah proses terperangkapnya partikel dengan ukuran dan bentuk tertentu pada sistem pernafasan. Clearance adalah proses pemusnahan, penetralan, dan penyingkiran partikel terdeposisi dari permukaan mukosa. Ada beberapa mekanisme yang memegang peranan pada proses clearance yakni; bersin, batuk, adsorpsi, mucocilliaris transport dan fagositosis. Ketidakmampuan tubuh untuk menjalankan mekanisme diatas dengan baik akan memicu munculnya penyakit pada sistem pernafasan. Ada dua jenis mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan yakni mekanisme pertahanan mukosilisaris dan mekanisme pertahanan fagositik. Mekanisme pertahanan mukosilliaris merupakan mekanisme pertahanan utama pada sistem penyalur. Cairan serus dan mukus disekresikan ke atas permukaan mukosa kemudian digerakan oleh gerakan silia. Mucocilliary clearence adalah proses penyingkiran partikel terdisposisi dan gas terlarut dari traktus respiratorius secara fisik yang dilaksanakan oleh selubung mukosiliaris mucocilliary escalator . Gambar 2.1 Skema bangun histologi sistem penyalur dan sistem pertukaran gas yang erat kaitannya dengan fungsi pertahanan. Pada sistem penyalur mekanisme pertahanan bersifat mekanis sementara itu pada sistem pertukaran gas bersifat kimiawi. Sumber:Lopez,2001 Makin besar ukuran partikel makin mudah dibersihkan oleh gerakan mukosilliaris. Selain itu pada sistem ini juga ada mekanisme pertahanan seluler yang dilaksanakan oleh jaringan limfoid yang disebut BALT bronchus ascociated lymphoid tissue . Jaringan limfoid ini tersebar pada daerah lamina propria dan submukosa trakea, bronkus dan bronkiolus. Mekanisme pertahanan fagositik merupakan mekanisme pertahanan kedua pada sistem respiratorius. Mekanisme ini menyingkirkan partikel-partikel yang sangat kecil ukurannya yang tidak dapat disingkirkan oleh pergerakan mukosiliaris. Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan utama pada daerah alveolar yang dilaksanakan oleh sel yang sangat tinggi daya fagositosisnya yaitu sel makrofag alveolar pulmonary alveolar machrophages . Makrofag ini bisa berasal dari monosit darah dan sebagian kecil dari makrofag interstitial. Sel makrofag alveolar mampu menangkap dan mencerna bakteri atau partikel lainnya yang mampu mencapai daerah alveolar. Jumlah makrofag pada alveoli sangat erat hubungannya dengan jumlah partikel yang mampu mencapai paru-paru. Tidak seperti makrofag jaringan makrofag alveolar sangat pendek umurnya yaitu hanya beberapa hari. Bakteri yang mampu mencapai paru-paru dengan cepat diingesti oleh makrofag kecuali bakteri yang bersifat fakultatif seperti Mycobacterium tuberculosis dan Listeria monocytogenes . Partikel terinhalasi lainnya serta eritrosit yang berasal dari perdarahan interalveolar dengan cepat difagositosis dan dikeluarkan oleh makrofag alveolar dari alveoli. Makrofag alveolar keluar dari alveoli menuju bronkiolus sampai mencapai selubung mukosiliaris dan kemudian secara mekanis akan digerakan oleh gerakan mukosiliaris sampai ke faring dan akhirnya tertelan atau dibatukkan. Mengingat pentingnya peran makrofag alveolar yakni sebagai benteng pertahanan terakhir dalam melindungi alveoli maka penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi sifat dari makrofag ini banyak dilakukan. Diagram di bawah ini menyimpulkan mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan Gambar 2.2. Diagram mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan Disfungsi Mekanisme Pertahanan Beberapa faktor yang dapat menurunkan fungsi mekanisme pertahanan adalah: faktor infeksi virus, gas beracun, imunodefisiensi, stres dan faktor lainnya Infeksi virus . Infeksi virus akan mengakibatkan rentannya paru-paru terkena infeksi sekunder oleh bakteri. Mekanisme yang dapat menyebabkan adanya infeksi sekunder oleh bakteri ini antara lain 1 terganggunya mekanisme pertahanan mukosiliaris karena infeksi virus cenderung menyebabkan hilangnya silia atau disebut juga desiliasi dari epitel mukosa sistem penyalur Gambar 2.3. 2 menurunnya kemampuan fagositosis makrofag alveolar. Pada hari ke-5 - 7 pasca infeksi virus kemampuan fagositosis makrofag alveolar akan menurun. Mekanisme kenapa infeksi virus dapat mempengaruhi penurunan fungsi fagositosis nya belum sepenuhnya dimengerti. Gambar 2.3. Gambar mikroskopik trakea ayam.A Epitel bersilia dengan silia yang mengarahke lumen trakea dan kelenjar submukosa nampak jelas. Sampel diambil pada hari ke -7 pasca inokulasipi dengan larutan phospate buffer saline B. Desialiasi dan hiperplasia epitel mukosa trakea ditemukan pada hari ke-7 pi Avian paramyvovirus tipe-1.Sumber:Dok. pribadi Gas beracun Beberapa gas mengakibatkan gangguan pada mekanisme pertahanan seperti gas hidrogen sulfida dan amonia yang umum ditemukan pada peternakan yang buruk ventilasinya dapat mempengaruhi pembersihan bakteri dari paru-paru. Imunodefisiensi Imunodefisiensi bisa didapatkan atau bisa merupakan gangguan kongenital. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kerentanan terhadap radang paru-paru akibat bakteri, virus dan protosoa. Contoh yang mudah ditemukan saat ini adalah pneumonia akibat proliferasi dari Pneumocystis carinii , organisme ini dalam kondisi normal sebenarnya tidak patogen. Mikroorganisme yang dalam kondisi normal tidak patogen namun menjadi patogen dalam kondisi imunosupresif, dapat ditemukan pada babi, anjing, anak kuda dan hewan pengera. Kondisi imunodefisiensi biasa ditemukan pada anak kuda yang terkena infeksi adeno virus . Pada unggas, infeksi virus gumboro, virus ND dan virus flu burung cenderung mengembangkan kondisi imunodefisiensi. Pada anjing infeksi virus distemper juga memunculkan radang paru-paru akibat bakteri yang merupakan flora normal pada saluran pernafasan. Stres dan faktor lainnya Banyak faktor yang mengakibatkan menurunnya fungsi pertahanan yang mekanismenya belum sepenuhnya dipahami. Stres karena cekaman udara dingin dinyatakan menurunkan kemampuan fagositosis makrofag alveolar. Edema pulmonum dan hipoksia juga menurunkan aktivitas fagostik dari makrofag alveolar. Stres karena udara panas yang mengakibatkan dehidrasi yang meningkatkan kekentalan mukus sehingga menurunkan bahkan menghentikan fungsi pembersihan clearence dari mukosiliaris. Kelaparan yang menurunkan respons imun humoral dan selular juga berpengaruh langsung terhadap menurunnya fungsi mekanisme pertahanan.

BAB III PATOLOGI RONGGA HIDUNG DAN SINUS