BAB III PATOLOGI RONGGA HIDUNG DAN SINUS
Sistem pernafasan dimulai dari hidung yang terdiri atas hidung bagian luar, rongga hidung dan sinus. Disamping
berfungsi sebagai indra pencium, organ ini memegang peranan penting untuk menyalurkan udara ke sistem pernafasan di
bagian bawah. Rongga hidung pada hewan sangat bervariasi; pada domba, vaskularisasi rongga hidungnya sangat tinggi,
sehingga jika terjadi sedikit saja kerusakan pada lapisan epitelnya akan menyebabkan perdarahan hebat. Rongga
hidung sapi lebih sempit dibandingkan rongga hidung kuda, rongga hidung unggas variasi nya sangat tinggi. Histologi
rongga hidung mamalia secara umum sama dengan unggas, yakni sama- sama memiliki epitel respisratorius yang bersilia.
Fungsi rongga hidung selain sebagai indera penciuman adalah untuk memodifikasi udara sebelum disalurkan ke sistem
pernafasan selanjutnya. Udara dihangatkan ketika melewati permukaan mukosa rongga hidung yang vaskularisasinya
sangat tinggi. Udara juga dilembabkan ketika melewati rongga hidung dan dibersihkan ketika kontak dengan mukus
yang disekresikan oleh kelenjar mukus pada rongga hidung. Partikel-partikel yang terdapat dalam udara yang terinhalasi
akan terperangkap pada mukus kemudian akan digerakan oleh
silia ke faring dan selanjutnya tertelan, proses ini disebut dengan
mucociliary escalator
. Pertahanan lain yang dimiliki oleh rongga hidung adalah reflek bersin.
Ada beberapa kondisi yang mengakibatkan disfungsi dari rongga hidung dan sinus, diantaranya adalah:
Gangguan Metabolisme.
Gangguan metabolisme pada rongga hidung umumnya jarang pada hewan peliharaan . Namun amiloidosis sistemik
biasa ditemukan pada kuda yang diambil serumnya secara terus menerus. Amiloidosis adalah gangguan metabolisme protein
yang ditandai dengan deposisi protein amiliod pada berbagai jaringan. Pada kuda, pengumpulan amiloid pada daerah
submukosa hidung ini bisa merupakan bagian dari amiloidosis umum atau suatu keadaan yang berdiri sendiri. Deposit amiloid
ini bisa sampai ke laring. Adanya amiloid dalam bentuk nodul atau difus ini dapat menyebabkan penyumbatan hidung.
Nodul amiloid secara makroskopik akan nampak merah mengkilat, licin dan tidak bersifat ulseratif Gambar 3.1 A
Secara mikroskopik akan nampak masa amiloid berupa masa pucat eosinofilik yang bentuknya tidak beraturan amorfus
dengan pewarnaan rutin HE. Gambar 3.1 B. Makrofag, limfosit dan sel raksasa
giant cells
sering ditemukan
mengelilingi nodul-nodul amiloid tersebut. Guna kepentingan konfirmasi diagnostik amiloid dapat ditunjukan dengan
pewarnaan khusus yakni Congo red, dan amiloid akan terwarnai menjadi oranye kemerahan.
Gambar 3.1. Amiloidosis pada kuda . Pada mukosa hidung ada masa amiloid yang berbentuk multinodul berwarna kemerahan
permukaan licin mengkilap tidak ulceratif A. Pada lamina propira rongga hidung nampak masa eosinofilik amorfus,
yang dikelilingi
oleh sel
raksasa dan
eksudat limpoplasmasitikB. Sumber:Portela et al., 2012
Diagnosa banding amiloidosis adalah granuloma rongga hidung yang disebabkan oleh jamur
Aspergillus spp
.,
Cryptococcus spp., Rhinosporidium spp. and Conidiobollus spp
, polip hidung, glanders, tumor rongga hidung dan fibrosarcoma
Gangguan sirkulasi
Kongesti dan hiperemi
. Kongesti pada mukosa hidung
merupakan jejaslesi yang tidak spesifik, umum ditemukan pada pemeriksaan post mortem dan bisa dikaitkan dengan
gagal jantung serta bloat pada ruminansia. Sedangkan hiperrmi
umumnya dikaitkan dengan tahap awal dari peradangan.
Perdarahan.
Epistaksis adalah istilah umum untuk perdarahan dari hidung. Darah bisa berasal dari nasofaring
atau dari alat pernafasan yang lebih dalam. Pada kuda epistaksis ada hubungan dengan olahraga yang berat, dalam hal
ini darah berasal dari paru-paru. Pada kadaver domba sering ditemukan darah berbusa dari lubang hidung. Hal ini
disebabkan oleh adanya kongesti pulmonum,edema dan hemoragi. Perdarahan yang berasal dari rongga hidung
umumnya disebabkan oleh trauma, peradangan dan neoplasia yang memecahkan pembuluh darah.
Peradangan
Peradangan pada hidung disebut dengan rhinitis. Berdasarkan atas penyebabnya rhinitis dapat digolongkan
menjadi rhinitis primer dan rhinitis sekunder, sedangkan berdasarkan waktu kejadian rhinitis dapat dibedakan menjadi
rhinitis akut dan kronismenahun
Rhinitis primer
dapat disebabkan
oleh debu,
benda-benda asing, zat-zat kimia, gas, parasit dan oleh kuman seperti:
Bordetella bronchiseptica
, streptococus
dan micrococus. Rhinitis juga ditemukan pada beberapa penyakit
menular seperti malleus, distemper anjing, influenza kuda dan coryza.
Rhinitis sekunder
.
Defisiensi vitamin
A dapat
menyebabkan rhinitis sekunder pada unggas. Pada kejadian defisiensi vitamin A dapat menyebabkan metaplasia dan
proliferasi mukosa hidung yang mempermudah infltrasi kuman.
Rhinitis menahun
biasanya merupakan kelanjutan dari rhinitis akut. Hal ini sering dijumpai pada penyakit ingus
ganas. Jamur dan kuman seperti
Mycobacterium tuberculosis
,
Pseudomonas aeroginosa
dan
Spherophorus necrophorus
juga dapat menyebabkan rhinitis menahun.
Rhinitis atrofik
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
Pasteurela multocida,
sering ditemukan pada babi. Pada penyakit ini terlihat deskuamasi epitel selaput lendir hidung
dan atrofi turbinat hidung yang hebat sehingga pembentukan tulang hidung babi menjadi terganggu. Hidung babi menjadi
salah bentuk, yaitu melekuk ke kiri atau ke kanan.
Sinusitis
Peradangan pada sinus paranasal sering tidak teramati kecuali jika sampai menyebabkan deformitas pada muka atau
fistula. Sinusitis sering terjadi pada kuda karena
kekomplekan struktur sinus paranasalnya. Pada domba sinusitis sering terjadi akibat adanya larva
Oestrus ovis.
Penyakit Spesifik pada Rongga Hidung dan Sinus
Infectious Bovine Rhinotracheitis
IBR
Penyakit ini disebabkan oleh BHV-1 merupakan penyakit penting pada industri peternakan sapi, karena adanya
sinergisme antara infeksi virus IBR dengan
Pasteurella haemolitica
untuk menimbulkan pneumonia serta ada hubungannya dengan abortus sapi, infeksi sistemik pada pedet
dan
infectious pustular vulvovaginitis
IPV. Bentuk respirasi dari IBR dicirikan oleh hiperemi hebat dan nekrosis fokal dari
hidung faring, laring, trakea dan kadang-kadang mukosa bronkus. Gambaran mikroskopik berupa desialiasi epitel
serta nekrosis mukosa saluran pernafasan merupakan perubahan yang umum ditemukan dan bisa diikuti dengan
persembuhan, sama seperti infeksi virus lainnya. Gejala sisa sequela dari penyakit ini adalah pneumonia sebagai akibat
langsung dari aspirasi eksudat dari jalan nafas atau sebagai akibat dari kegagalan mekanisme pertahan melindungi
paru-paru disertai dengan infeksi sekunder dari bakteri
P. haemolytica
Atrophic rhinitis
pada babi
Etiopatogenesis atrofik rinitis pada babi sangat kompleks. Agen penyakit yang telah berhasil diisolasi dari kasus ini
adalah:
Bordetella bronchiseptica, Pasteurella multocida, Haemophilus parasuis
dan
porcine cytomegalovirus
. Dan akhirnya kombinasi infeksi
B bronchiseptica
dan
P multocida
strain toksigenik yakni tipe D dan A. Yang dinyatakan paling banyak ditemukan pada kejadian ini. Gejala
klinis dari penyakit ini adalah bersin, batuk dan eksudasi rongga hidung. Pada kasus yang hebat atrofi dari
conchaeturbinates
menyebabkan perubahan bentuk wajah deformitas facial.
Glanders atau malleus ingus ganas
Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat infeksius dan kontagius pada kuda disebabkan oleh bakteri
Burkholderia mallei .
Bakteri ini tergolong bakteri Gram negatif, berbentuk basil yang bersifat non motil, tidak berspora dan aerob yang
sebelumnya sempat
memiliki banyak
nama seperti:
Actinobacillus mallei. Pseudomona mallei dan Malleomyces mallei.
Penyakit glanders bentuk akut selalu bersifat fatal sementara yang kronis mortalitasnya 50
. Penyakit ini
sangat kontagius pada kuda dan perjalanan penyakit nya cenderung menjadi kronis, sedangkan pada keledai penyakit ini
bersifat akut dan mematikan. Penyakit ini dapat ditularkan ke karnivora yang mengkonsumsi daging kuda terinfeksi.
Penyakit ini bersifat zoonosis dan infeksi
B. mallei
pada manusia mengakibatkan infeksi yang hebat dan selalu fatal jika
tidak mendapat penanganan yang tepat. Penyakit ini sesungguhnya sudah dieradikasi di USA, Canada dan Eropa,
tetapi penyakit ini masih ada di Asia dan Amerika Selatan. Tidak tertutup kemungkinan penyakit ini menjadi
re-emeerging infectious disease
di negara-negara yang sudah bebas glanders, sehingga diagnostik cepat berbasis molekuler
digunakan untuk membedakan infeksi
B.mallei
dengan
B pseudomallei
penyebab penyakit pseudoglanders Lee, 2005. Glanders juga harus dibedakan dengan penyakit kronis pada
mukosa hidung dan sinus seperti strangles yang disebabkan oleh
Streptococcus equi
. Ada tiga predileksi utama dari infeksi
B. mallei
yaitu mukosa hidung, saluran pernafasan atas, paru-paru dan kulit.
Jejas yang menonjol pada rongga hidung adalah pyogranuloma pada daerah submukosa yang bisa melanjut menjadi tukak
ulcer.
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit glander dan hewan terinfeksi harus dimusnahkan untuk
mencegah penyebaran penyakit. Glanders termasuk kategori penyakit yang harus dilaporkan
notifiable disease
ke OIE
OIE, 2010 dan apabila ada hewan penderita sesegera mungkin di musnahkkan di-
stamping out
.
Melioidosis pseudoglanders
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Gram negatif
Burkholderia pseudomallei.
bakteri berbentuk basil dan bersifat motil, aerob, tidak membentuk spora .
Bakteri ini sangat patogen dan bisa bertahan lama pada tanah dan air.
Melioidosis atau pseudoglanders merupakan penyakit penting pada kuda, sapi, domba, kambing, anjing, kucing, rodentia dan
manusia. Gambaran patologi dan gejala klinis penyakit ini pada kuda sangat mirip dengan glanders.
Strangles
Merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas yang bersifat kontagius pada kuda, disebabkan oleh
Streptococcus equi.
Penyakit ini dicirikan oleh rhinitis dan limfadenitis limfoglandula mandibular dan retrofaringeal.
Tanda klinis yang teramati adalah: lubang hidung yang kotor, konjungtivitis dan pembengkakan limfoglandula. Dampak yang
ditimbulkan oleh strangles adalah bronkopneumoni karena aspirasi eksudat, hemiplegia laring
roaring
akibat tertekannya saraf pada laring oleh limfoglandula retrofaringeal yang
membesar, serta paralisis facial.
Infeksi Virus pada Anjing
Sebenarnya anjing tidak memiliki penyakit yang predileksi primernya pada rongga hidung dan sinus. Penyakit
rinitis akut umumnya merupakan bagian dari gejala penyakit pernafasan yang disebabkan oleh infeksi virus seperti:
distemper, adenovirus 1 dan 2, parainfluensa, reovirus dan herves virus. Jejas infeksi virus pada sitem pernafasan
umumnya bersifat sementara, namun efek virus ini pada oragn lain bisa berakibat fatal. Misalnya munculnya gejala
encephalitis pada infeksi distemper anjing.
Infeksi Virus pada Kucing.
Ada dua spesies virus yang umum menyerang saluran pernafasan kucing yaitu feline hervervirus FHV-1 dan
Feline calicivirus
FCV. Infeksi FHV-1 menyebabkan penyakit
feline viral rinotracheitis
FVR Gambaran klinis dari penyakit ini adalah adanya rhinitis hebat, konjungtivitis dan
oculonasal discharge
. Penyakit ini dapat melemahkan mekanisme pertahanan
paru-paru sehingga menjadi predisposisi infeksi sekunder oleh bakteri
P multocida
,
B bronchiseptica
,
Streptococus sp
dan
Mycoplasama felis
. Gambaran klinis dan patologi infeksi FCVhampir sama dengan infeksi FHV-1.
BAB IV PATOLOGI FARING,