SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 1171 sebagai ancaman bioterorisme potensial oleh CDC Amerika Serikat, karena hampir semua agen patogen
penyebab zoonosis tersebut termasuk kategori A Setijanto, 2012; OIE, 2014. Data komprehensif tentang penyakit zoonosis yang bersumber dari anjing di Bali sampai saat ini
belum tersedia. Beberapa keluhan wisatawan karena terjangkit penyakit zoonosis setelah melakukan kunjungan ke berbagai daerah endemis dilaporkan oleh Sukamoto et al. 2005; van de Werve et al.
2013; Bandara et al. 2014. Sukamoto et al A95DCF?5BH95A9B;=89BH=Z?5G=D5G=9B5?=5?=
umur 33 tahun, dari Jepang, sepulang dari berlibur ke Bali terinfeksi leptospirosis yaitu zoonosis yang dapat menular dari anjing ke manusia,. Untuk itu, langkah awal solusinya adalah perlu melakukan kajian
terhadap jenis-jenis zoonosis potensial yang bersumber dari anjing di Bali.
2. BAHAN DAN METODE
2.1 Pengambilan Sampel
9B9=H=5B=B=A9FID5?5BD9B9=H=5BC6G9FJ5G=CB5IBHI?A9B;9H5I=85BA9B;=89BH=Z?5G=9B=G9B=G zoonosis potensial pada anjing di kawasan wisata di Bali. Penetapan kawasan wisata di Bali ditentukan
secara purposive dengan memilih daerah-daerah wisata yang relatif padat dikunjungi wisatawan. Daerah tersebut meliputi kawasan wisata di sekitar Bali Utara Lovina, Air Sanih, Bali Timur Tulamben,
Candidasa, Bali Selatan Kuta, Sanur, Jimbaran, Bali Barat Pantai Medewi, Gilimanuk, dan Bali Tengah Ubud, Kintamani, Bedugul. Sampel berupa feses dan darah anjing serta material lain seperti tanah, pasir,
air yang ada di lingkungan tempat pengambilan sampel feses dan darah anjing.
Sampel anjing pada penelitian ini adalah anjing-anjing yang ditemukan di areal penelitian dilakukan, dari semua kelompok umur anakan, muda, dewasa, semua jenis ras lokal, silang, eksotik, kedua jenis
kelamin jantan, betina dan yang dari berbagai cara pemeliharaan liar, dipelihara, semi dipelihara. Untuk memudahkan, anjing-anjing yang berumur sampai 6 bulan digolongkan sebagai anakan; 6 bulan
sampai satu tahun digolongkan muda; sementara kelompok anjing digolongkan dewasa bila berumur di atas satu tahun Yohannes et al., 2008; Gselesie et al., 2013. Jumlah sampel anjing yang digunakan dalam
D9B9=H=5B=B=8=G9GI5=?5BA9BIFIHFIAIG,FIGZ98
Sekitar 4-5 gram sampel feses segar diambil segera setalah anjing yang menjadi target penelitian defekasi, atau dengan cara langsung mengambil lewat rectum. Sampel deberi label dan disimpan pada
suhu 4
o
C selama maksimum satu hari sebelum diproses. Kemudian, pemeriksaan dilakukan menggunakan Mc master egg counting chamber dan teknik sedimentasi Foreyt, 1989; Chauhan and Agrawal, 2006;
Gselesie et al., 2013. Hasil dinyatakan positif bila paling sedikit ditemukan satu telur parasit Lorenzini and de Cari, 2007; Gselesie et al
,9IF757=B;8==89BH=Z?5G=8=65K5D9B;5A5H5BA=?FCG?CD D9A69G5F5B
LA9B;;IB5?5B?IB7=?IB7==89BH=Z?5G=H9IF9J9;9BIG85BGD9G=9GG9D9FH=8=;5A65F?5B
Soulsby, 1982; Hendrix, 2003.
Pemeriksaan dilakukan terhadap status kejadian penyakit kulit pada anjing yang dilakukan dengan pemeriksaan umum dengan melihat gejala kilinis yang teramati. Anjing yang menunjukkan gejala
klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan dermatologi untuk menentukan penyebab penyakit dengan cara pemeriksaan kerokan kulit Wiryana et al., 2014. Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan untuk melihat
adanya infeksi Sarcoptes scabei atau Demodex sp. Daerah kulit yang mengalami lesi diolesi dengan mineral oil dan dikerok dengan pisau bedah sampai terjadi sedikit perdarahan kapiler. Kerokan kulit
ditaruh di atas slide kaca dan ditetesi dengan KOH 10 dan diperiksa di bawah mikroskop. Sampel dinyatakan positif apabila ditemukan minimal satu parasit dalam setiap stadium perkembangannya Chee
et al., 2008; Wiryana et al., 2014.
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
1172 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
2.4 Analisis Data
Data yang diperoleh ada yang dianalisis secara kualtatif, ada juga yang dianalisis secara kwantitatif. Data yang dianalisis kwalitatif, disampaikan secara deskriptif. Untuk data kwantitatif akan dianalisis
statistik menggunakan Uji T. Pengolahan data dengan SPSS for window 10.0 seperti diuraikan Yuliani et al. 2007.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari 76 anjing yang diperiksa, sebanyak 26 ekor 34,21 terinfeksi parasit cacing gastrointestinal. Berdasarkan jenis kelaminnya, dari 37 anjing jantan yang diperiksa ternyata 16 ekor 43,24 terinfeksi
cacing; sementara sisanya dari 39 ekor anjing betina, 10 ekor 25,64 yang terinfeksi. Kejadian infeksi cacing tersebut ditemukan pada sampel anjing yang berasal dari Karangasem 62,50; Tabanan 54,54;
Badung 35,29; Gianyar 33,33; Bangli 25; Denpasar 23,07; Klungkung 20; Jembrana 20 dan Buleleng 14,28. Data lengkap kejadian berdasarkan jenis kelamin dan asal anjing dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kejadian Infeksi Parasit Cacing Menurut Jenis Kelamin dan Asal Anjing
Asal Anjing
Total Sampel
Positif Jantan
Betina Sampel
Positif Sampel
Positif Denpasar
13 3
23,07 7
2 28,57
6 1
16,66 Badung
17 6
35,29 7
3 42,85
10 3
30,00 Gianyar
6 2
33,33 3
1 33,33
3 1
33,33 Bangli
4 1
25,00 2
2 1
50,00 Kelungkung
5 1
20,00 2
1 50,00
3 Karangasem
8 5
62,50 4
2 50,00
4 3
75,00 Buleleng
7 1
14,28 3
1 33,33
4 Jembrana
5 1
20,00 3
1 33,33
2 Tabanan
11 6
54,54 6
5 83,33
5 1
20,00 Jumlah
76 26
34,21 37
16 43,24
39 10
25,64
Gambar 1. Infeksi Parasit Cacing pada Anjing Menurut Agen Penyebabnya +9H95 8=5?I?5B =89BH=Z?5G= 8=?9H5I= 65K5 D5F5G=H 757=B; H9FG96IH 5855 Ancylostoma sp,
Ascaris sp, Toxocara sp. dan campuran Ancylostoma sp. dan Toxocara sp. Berdasarkan agen penyebab tersebut, ternyata infeksi oleh cacing
Ancylostoma sp. merupakan yang tertinggi 73,1, disusul oleh Toxocara sp. dan campuran Ancylostoma sp. dan Toxocara sp. asing-masing 11,53 dan Ascaris sap.
3,84, seperti terlihat pada Gambar 1.