Zoonosis Parasit Potensial pada Anjing di Bali.
(2)
AKTIVITAS HIPOGLIKEMIA EKSTRAK DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) MENURUNKAN EKSPRESI MALONDIALDEHIDA PADA SEL PULAU LANGERHAN PANKREAS TIKUS WISTAR DIABETES MELITUS
Ni Luh Eka Setiasih ...1139 PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA SEKAA TERUNA TERUNI
DI DESA BENGKALA, KECAMATAN KUBUTAMBAHAN, BULELENG, BALI Ni Luh Putu Suariyani1), Desak Putu Yuli Kurniati1), , Rina Listyowati1),
Frieda Mangunsong2), Hadi Pratomo, Mitha Harahap ...1147 PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA SEKAA TERUNA TERUNI
DI DESA BENGKALA, KECAMATAN KUBUTAMBAHAN, BULELENG, BALI Ni Luh Putu Suariyani1), Desak Putu Yuli Kurniati1), , Rina Listyowati1),
Frieda Mangunsong2), Hadi Pratomo, Mitha Harahap ...1152 AKTIVITAS ANTITUBERKULOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG
CEMPAKA KUNING TERHADAPMYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS MDR SECARAIN VITRO Ni Putu Ariantari1), Ida Bagus Nyoman Putra Dwija2)Made Ari Puji Astuti2) Ni Luh Rustini ...1157 PERBANDINGAN ISOLASI SEL MONONUKLEAR DARAH TEPI MENGGUNAKAN FICOLL 20% DAN FICOLL-PAQUE PLUS
Inna Narayani1, Rasmaya Niruri1, Nyoman Mantik Astawa ...1167 ZOONOSIS PARASIT POTENSIAL PADA ANJING DI BALI
Nyoman Sadra Dharmawan1), I Made Sukada2) I Made Damriyasa ...1170 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ANTIBODI MONOKLONAL ANTI-GLIKOPROTEIN
VIRUS RABIES
Nyoman mantik Astawa1, Gusti Ayu Yuniati Kencana1, Ida Bagus Suardana ...1177 IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK DAUN
TREMBESI (ALBIZIA SAMAN(JACQ.) MERR) SEBAGAI ANTIBAKTERIESCHERICHIA COLI Wiwik Susanah Rita1), I Kadek Pater Suteja2 I A Raka Astiti Asih2),
I Made Dira Swantara1) -, I Wayan Gede Gunawan ...1184 PENETAPAN KADAR ALFA MANGOSTIN DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI S. aureus PADA EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
Ketut Widyani Astuti1), Ni Putu Ayu Dewi Wijayanti ...1191 EFEKTIFITAS EKSTRAK TOKSIK SPONSHYRTIOS ERECTA
SEBAGAI ANTIKANKER TERHADAP SEL HELA
I Made Dira Swantara1), Wieik Susanah Rita ...1197 PROTEKSI RADIASI MATAHARI TERHADAP RESIKO KANKER KULIT BAGI WISATAWAN YANG BEJEMUR DI PANTAI KUTA BALI
(3)
ZOONOSIS PARASIT POTENSIAL
PADA ANJING DI BALI
Nyoman Sadra Dharmawan1), I Made Sukada2) I Made Damriyasa1)
1Grup Riset Center for Studies on Animal Diseases (CSAD), Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana, Denpasar 8000. Telp/Fax : (0361) 21277, E-mail : [email protected]
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Denpasar 8000.
ABSTRAK
*B7B.;=2;296A6.;6;6B;AB8:29.8B8.;612;A6M8.@6A2?5.1.==2;F.86A=2;F.86AG<<;<@6@=.?.@6A68=.1..;76;416 8.D.@.;[email protected]*2?612;A6M8.@6;F.G<<;<@6@=.?.@6A68=<A2;@6.9=.1..;76;4168.D.@.;[email protected]
akan dapat dipakai memahami ekoepidemiologi serta dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Jangka panjang, informasi menyangkut kesehatan hewan tersebut, dapat dimanfaatkan untuk membuat sistem kewaspadaan dini (early warning system) dalam penanggulangan zoonosis yang berdampak terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat, termasuk para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan sampel di lapangan, dilanjutkan pemeriksaan laboratorium. Sampel feses dan kerokan kulit yang diperoleh dari anjing; diperiksa dengan metode pemeriksaan mikroskopis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 76 sampel yang berasal dari dari berbagai daerah wisata di Bali, 26 ekor (34,21%) terinfeksi parasit cacing gastrointestinal.
)2A29.5169.8B8.;612;A6M8.@6A2?;[email protected];4A2?@2/BA.1.9.5;0F9<@A<:.@=@0.?6@@=1.;*<E<0.?.
sp. Sementara itu, sebanyak 10 (13,16%) terinfeksi ektoparasit Demodex sp. dan Scabies sp.
Kata kunci:zoonosis, parasitik, anjing, kawasan wisata, Bali
ABSTRACT
*52=B?=<@2<3A56@@AB1FA<612;A6M21<3G<<;<A60=.?.@6A6016@2.@2@6;1<4@6;A52A<B?6@A.?2.6;.96 12;A6M0.A6<;
of potential parasitic zoonosis in dogs in the tourist area in Bali will be used to understand the ecoepidemiology and its impact on public health. In The future, the information concerning the status of the animal health, can be used to create an early warning system in the prevention of zoonoses which affect the safety and convenience of the
=B/9606;09B16;4A<B?6@A@C6@6A6;4.96*52@AB1FD.@0<;1B0A21/F0<9920AA52@.:=293?<:A52M2913<99<D21/F
laboratory tests. Samples of feces and skin scrapings obtained from dogs; measured by microscopic examination. The results showed that of the 76 samples originating from various tourist areas in Bali, 26 (34.21%) infected with gastrointestinal parasitic worms. After identifying known that the parasitic worms ari: Ancylostoma sp., Ascaris sp., and Toxocara sp. Meanwhile, as many as 10 (13.16%) were infected ectoparasite Demodex sp. and Scabies sp.
Keywords:zoonosis, parasitic, dog, tourist areas, Bali 1. PENDAHULUAN
Bali dikenal sebagai pulau sorga dan menjadi tujuan wisata dunia. Pada industri kepariwisataan, Bali selalu menempati peringkat teratas sebagai tempat wisata yang wajib dikunjungi. Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Bali pada 2014 mencapai 3.768.362 orang, meningkat 14,96% dari tahun sebelumnya. Sementara, kunjungan wisatawan domestik sampai Oktober 2014, mencapai 5.132.293 orang (Statistik Dinas Pariwisata Bali, 2015). Industri pariwisata sangat rentan oleh adanya isu-isu keamanan dan kenyamanan (Putra, 2008; Mahagangga et al., 2008). Salah satu bentuk ancaman tersebut adalah adanya penyakit zoonosis, yaitu penyakit infeksi yang dapat menular dari hewan ke manusia (Mavroidi, 2008; Negara, 2008).
Beberapa tahun terakhir ini, masyarakat dunia menghadapi ancaman penyakit-penyakit infeksius bersumber binatang, sebagai dampak kerusakan lingkungan, pemanasan global, dan urbanisasi yang progresif (Komnas Zoonosis, 2012). Kejadian zoonosis membawa dampak terhadap kesehatan masyarakat
(4)
sebagai ancaman bioterorisme potensial oleh CDC Amerika Serikat, karena hampir semua agen patogen penyebab zoonosis tersebut termasuk kategori A (Setijanto, 2012; OIE, 2014).
Data komprehensif tentang penyakit zoonosis yang bersumber dari anjing di Bali sampai saat ini belum tersedia. Beberapa keluhan wisatawan karena terjangkit penyakit zoonosis setelah melakukan kunjungan ke berbagai daerah endemis dilaporkan oleh Sukamoto et al. (2005); van de Werve et al. (2013); Bandaraet al. (2014). Sukamotoet alA9@5DCF?5BH9@5<A9B;=89BH=Z?5G=D5G=9B@5?=@5?=
(umur 33 tahun), dari Jepang, sepulang dari berlibur ke Bali terinfeksi leptospirosis yaitu zoonosis yang dapat menular dari anjing ke manusia,. Untuk itu, langkah awal solusinya adalah perlu melakukan kajian terhadap jenis-jenis zoonosis potensial yang bersumber dari anjing di Bali.
2. BAHAN DAN METODE 2.1 Pengambilan Sampel
(9B9@=H=5B=B=A9FID5?5BD9B9@=H=5BC6G9FJ5G=CB5@IBHI?A9B;9H5<I=85BA9B;=89BH=Z?5G=>9B=G>9B=G
zoonosis potensial pada anjing di kawasan wisata di Bali. Penetapan kawasan wisata di Bali ditentukan secarapurposive dengan memilih daerah-daerah wisata yang relatif padat dikunjungi wisatawan. Daerah tersebut meliputi kawasan wisata di sekitar Bali Utara (Lovina, Air Sanih), Bali Timur (Tulamben, Candidasa), Bali Selatan (Kuta, Sanur, Jimbaran), Bali Barat (Pantai Medewi, Gilimanuk), dan Bali Tengah (Ubud, Kintamani, Bedugul). Sampel berupa feses dan darah anjing serta material lain seperti tanah, pasir, air yang ada di lingkungan tempat pengambilan sampel feses dan darah anjing.
Sampel anjing pada penelitian ini adalah anjing-anjing yang ditemukan di areal penelitian dilakukan, dari semua kelompok umur (anakan, muda, dewasa), semua jenis ras (lokal, silang, eksotik), kedua jenis kelamin (jantan, betina) dan yang dari berbagai cara pemeliharaan (liar, dipelihara, semi dipelihara). Untuk memudahkan, anjing-anjing yang berumur sampai 6 bulan digolongkan sebagai anakan; 6 bulan sampai satu tahun digolongkan muda; sementara kelompok anjing digolongkan dewasa bila berumur di atas satu tahun (Yohanneset al., 2008; Gselesieet al., 2013). Jumlah sampel anjing yang digunakan dalam
D9B9@=H=5B=B=8=G9GI5=?5BA9BIFIHFIAIG,<FIGZ9@8
!&*%$#$%&%&$"!&%&!
Sekitar 4-5 gram sampel feses segar diambil segera setalah anjing yang menjadi target penelitian defekasi, atau dengan cara langsung mengambil lewat rectum. Sampel deberi label dan disimpan pada suhu 4oC selama maksimum satu hari sebelum diproses. Kemudian, pemeriksaan dilakukan menggunakan
Mc master egg counting chamber dan teknik sedimentasi (Foreyt, 1989; Chauhan and Agrawal, 2006; Gselesieet al., 2013). Hasil dinyatakan positif bila paling sedikit ditemukan satu telur parasit (Lorenzini and de Cari, 2007; Gselesie et al,9@IF757=B;8==89BH=Z?5G=8=65K5<D9B;5A5H5BA=?FCG?CD
D9A69G5F5BLA9B;;IB5?5B?IB7=?IB7==89BH=Z?5G=H9@IF@9J9@;9BIG85BGD9G=9GG9D9FH=8=;5A65F?5B
(Soulsby, 1982; Hendrix, 2003).
!&*%$#&"#$%&
Pemeriksaan dilakukan terhadap status kejadian penyakit kulit pada anjing yang dilakukan dengan pemeriksaan umum dengan melihat gejala kilinis yang teramati. Anjing yang menunjukkan gejala klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan dermatologi untuk menentukan penyebab penyakit dengan cara pemeriksaan kerokan kulit (Wiryana et al., 2014). Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan untuk melihat adanya infeksi Sarcoptes scabei atau Demodex sp. Daerah kulit yang mengalami lesi diolesi dengan
mineral oil dan dikerok dengan pisau bedah sampai terjadi sedikit perdarahan kapiler. Kerokan kulit ditaruh di atas slide kaca dan ditetesi dengan KOH 10% dan diperiksa di bawah mikroskop. Sampel dinyatakan positif apabila ditemukan minimal satu parasit dalam setiap stadium perkembangannya (Chee
(5)
2.4 Analisis Data
Data yang diperoleh ada yang dianalisis secara kualtatif, ada juga yang dianalisis secara kwantitatif. Data yang dianalisis kwalitatif, disampaikan secara deskriptif. Untuk data kwantitatif akan dianalisis statistik menggunakan Uji T. Pengolahan data denganSPSS for window 10.0 seperti diuraikan Yulianiet al. (2007).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
!&*%$#$%&%&$"!&%&!
Dari 76 anjing yang diperiksa, sebanyak 26 ekor (34,21%) terinfeksi parasit cacing gastrointestinal. Berdasarkan jenis kelaminnya, dari 37 anjing jantan yang diperiksa ternyata 16 ekor (43,24%) terinfeksi cacing; sementara sisanya dari 39 ekor anjing betina, 10 ekor (25,64%) yang terinfeksi. Kejadian infeksi cacing tersebut ditemukan pada sampel anjing yang berasal dari Karangasem (62,50%); Tabanan (54,54%); Badung (35,29%); Gianyar (33,33); Bangli (25%); Denpasar (23,07%); Klungkung (20%); Jembrana (20%) dan Buleleng (14,28%). Data lengkap kejadian berdasarkan jenis kelamin dan asal anjing dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kejadian Infeksi Parasit Cacing Menurut Jenis Kelamin dan Asal Anjing
Asal Anjing
Total
Sampel Positif %
Jantan Betina
Sampel Positif % Sampel Positif %
Denpasar 13 3 23,07 7 2 28,57 6 1 16,66
Badung 17 6 35,29 7 3 42,85 10 3 30,00
Gianyar 6 2 33,33 3 1 33,33 3 1 33,33
Bangli 4 1 25,00 2 0 0 2 1 50,00
Kelungkung 5 1 20,00 2 1 50,00 3 0 0
Karangasem 8 5 62,50 4 2 50,00 4 3 75,00
Buleleng 7 1 14,28 3 1 33,33 4 0 0
Jembrana 5 1 20,00 3 1 33,33 2 0 0
Tabanan 11 6 54,54 6 5 83,33 5 1 20,00
Jumlah 76 26 34,21 37 16 43,24 39 10 25,64
Gambar 1. Infeksi Parasit Cacing pada Anjing Menurut Agen Penyebabnya (%)
+9H9@5< 8=@5?I?5B =89BH=Z?5G= 8=?9H5<I= 65<K5 D5F5G=H 757=B; H9FG96IH 585@5< Ancylostoma sp,
Ascaris sp,Toxocara sp. dan campuranAncylostoma sp. danToxocara sp. Berdasarkan agen penyebab tersebut, ternyata infeksi oleh cacing Ancylostoma sp. merupakan yang tertinggi (73,1%), disusul oleh
(6)
!&*%$#&"#$%&
Ektoparasit yang terdeteksi dari pemeriksaan terhadap 76 ekor anjing yang berasal dari berbagai wilayah di Bali adalahDemodex sp. danScabies sp. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pemeriksaan kerokan kulit, diketahui bahwa 10 ekor (13,16%) terinfeksi ektoparasit. Berdasarkan jenis kelaminnya, ektoparasit ditemukan pada 6 dari 37 (16,21%) anjing jantan dan 4 dari 39 (10,25%) anjing betina. Kejadian infeksi ektoparasit pada anjing tersebut ditemukan di wilayah Denpasar (15,38%); Badung (41,17%); dan Gianyar (16,66%). Data lengkap kejadian infeksi ektoparasit menurut jenis kelamin dan asal anjing tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kejadian Infeksi Ektoparasit Menurut Jenis Kelamin dan Asal Anjing
Asal Anjing
Total
Sampel Positif %
Jantan Betina
Sampel Positif % Sampel Positif %
Denpasar 13 2 15,38 7 2 28,57 6 0 0
Badung 17 7 41,17 7 3 42,85 10 4 40,00
Gianyar 6 1 16,66 3 1 33,33 3 0 0
Bangli 4 0 0 2 0 0 2 0 0
Kelungkung 5 2 40,00 2 1 50,00 3 1 33,33
Karangasem 8 0 0 4 0 0 4 0 0
Buleleng 7 0 0 3 0 0 4 0 0
Jembrana 5 0 0 3 0 0 2 0 0
Tabanan 11 0 0 6 0 0 5 0 0
Jumlah 76 12 15,78 37 7 18,91 39 5 12,82
Berdasarkan agen penyebabnya, infeksi ektoparasit yang ditemukan pada anjing tersebut 58,33% disebabkan olehDemodex sp. dan 41,67% disebabkan olehScabies sp. (Gambar 2).
Gambar 2. Infeksi Ektoparasit pada Anjing Menurut Agen Penyebabnya (%)
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kejadian infeksi parasit cacing gastrointestinal pada anjing di Bali adalah 34,21%. Infeksi cacing tersebut ditemukan di seluruh kabupaten dan kota di Bali. Sementara kejadian infeksi ektoparasit berupa Demodex sp. dan Scabies sp. adalah 15,78% yang Hana ditemukan di Kabupaten Badung, Gianyar, Klungkung, dan Kota Denpasar. Dari data yang diperoleh ini dapat dipakai untuk menyusun konsep dan strategi strategi penanggulangan zoonosis parasit di Bali. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui zoonosis parasit lainnya.
(7)
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini dibiayai dari dana DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-350/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang mendukung penelitian hingga penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ballweber LR, Xiao L, Bowman DD, Khan G, Chama VA. Giardiasis in dogs and cat: update on epidemiology and public health significanse. Trends Parasitol 26: 180-190
Bandara M, Ananda M, Wickarmage K, Berger E, Agampodi S. 2014. Globalization of leptospirosis through travel and migration. Globalization and Health 201, 10:61.
Batan IW, Suartika IM, Erawan IGKM, Wirat P. 1998. Linguatulosis pada anjing dan manusia di Bali. Media Vet. 5 (3): 23-25.
Bosch SA, Musgrave K, Wong D. 2013. Zoonotic disease risk and prevention practices among biologist and other wildlife workers – results from a national survey, US National Park Service, 2009. J Wildlife Dis. 49(3): 475-485.
Bouzid M, Halai K, Jefferys D, Hunter PR. 2015. The prevalence of Giardia infection in dogs and cats, a systematic review and meta-analysis of prevalence studies from stool samples. Vet Parasitol. 207: 181-202.
Bowman DD, Montgomery SP, Zajac AM, Eberhard ML, Kazacos KR. Hookworms of dogs and cat as agents of cutaneous larva migrans. Tred Parasitol. 26: 162-167.
Brown C. 2004. Emerging zoonoses and pathogens of public health significance an overview. Rev Sci Tech. 23:435-442.
Budiantono. 2004. Kerugian ekonomi akibat scabies dan kesulitan dalam pemberantasannya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Balivet-DFID. Bogor 20-21 April 2004. Hal: 334-340.
Cascio A, Bosilkovski M, Rodriguez-Morales AJ, and Pappas G. (2011). Review: The socio-ecology of zoonotic infections. Clinical Microbiology and Infection, 17:336-342.
Chauhan RS and Agarwal DK. 2006. Text book of Veterinary Clinical and Laboratory Diagnosis. 2nd
Edition. In Apse Brothers Medical Publishers. New Delhi. India.
Chee JH, Kwon JK, Cho HS, Cho KO, Lee YJ, Shin SS. 2008. A survey of ectoparasite infestation in stry dogs of Gwang-ju City, Republic of Korea. Korean J Parasitol. 46 (1): 23-27.
Chen J, Xu MJ, Zhou DH, Song HQ,Wang CR, Zhu XQ. 2012. Canine and feline parasitic zoonoses in China. Parasite & Vectors 2012, 5:152. doi: 10.1186/1756-3305-5-152.
Coker RJ, Hunter BH, Rudge JW, Liverani M, Hanvoravongchai. 2011. Emerging infectious diseases in soutest Asia: regional challenges to control. Lancet 2011; 377: 599-609.
Dazak P, Cunningham AA, Hyatt AD. 2000. Emerging infectious diseases of wildlife-threats to biodiversity and human health. Science 287, 443 (2000); DOI: 10.1126/science.287.5452.443.
Deplazes P, van Knapen F, Scheiger A, Overgaauw PA. 2011. Role of pet dogs and cats in transmission of helminthic zoonoses in Europe, with a focus on echinococcosis and toxocariosis. Vet Parasitol. 24: 41-53.
Eckert J, Gemmel MA, Soulsby EJL. 1982. Echinococcosis/hydatidosis. Surveillance, Prevention and Control. FAO of The United Nation. Rome.
Elmore SA, Jones JL, Conrad PA, Patton S, Lindsay DS, Dubey JP. 2010. Toxoplasma gondii: epidemiology, feline clinical aspects, and prevemtion. 26: 180-189.
FAO/OIE/WHO. 2011. Influenza and other emerging zoonotic diseases at the human-animal interface. Proceedings of the FAO/OIE/WHO Joint Scientific Consultation, 27-29 April 2010, Verona (Italy).
(8)
Foreyt WJK. 1989. Veterinary Parasitology Reference Manual. 5th Edition. Black Well Publishing.
London.
Fraune CK, Schweighauser A, Francey T. 2013. Evaluation of the diagnostic value of serologic micro-agglutination testing and polymerase chain reaction assay for diagnosis of acute leptospirosis in dogs in a referral center. J Am Vet Med Assoc. 242 (10): 1373-1380.
Gharekhani J. 2014. Study on gastrointestinal zoonotic parasites in pet dogs in western Iran. Turkiye Parazitol Derg. 38: 172-176.
Gselasie D, Geyola M, Dagne E, Asmare K, Mekuria S. 2013. Gastrointestinal helminthes in dogs and community perception on parasite zoonosis at Hawassa city, Ethiopia. Global Veterinaria. 11 (4): 432-440.
Hamburg MA and Lederberg J. 2003. Microbial threats to health. Institute of Medicine of the National Academies. National Academy Press, Washington D.C., USA, 53-55.
Hendrix CM. 2003. Laboratory Procedures for Veterinary Technicians. 4th Edition. Mosby Inc. USA.
Hidayat MMA. 2014. Peran kesehatan masyarakat veteriner dalam pengendalian zoonoisi. Kepala Seksi Zoonosis Sub Direktorat Zoonosis dan Kesejahteraan Hewan. Direktorat Kesehatan masyarakat Veteriner dan Pascapanen Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.
King LJ. 2004. Emerging and re-emerging zoonotic diseases: Challenges and opportunities. OIE document 72 SG/9. 72nd OIE General Session, Paris, 23-28 May 2004.
Komnas Zoonosis. 2012. Rencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Republik Indonesia. 2012.
Kumar RS, Pillai RM, Mukhopadhyay HK, Antony PX, Thanislass J, Srinivas VMV, Vishnupriya S. 2013. Seroepidemiology of canine leptospirosis by iELISA and MAT. Vet World. 6 (11): 926-930. Lorenzini GT and de Cari GA. 2007. Prevalence of intestinal parasites in dogs and cats under veterinary
care in for to alegre, Rio Grande dosul, Brazil. J Vet Animistic. 44: 137-145.
Mahagangga IGAO, Ariwangsa IMB, Wulandari IGAA. 2008. Kemanan dan kenyamanan wisatawan di Bali (Kajian awal kriminalitas pariwisata). Analisis Par. 13(1): 97-105.
Mateus TL, Castro A, Ribeiro JN, Veira-Pinto M. 2014. Multiple zoonotic parasites identified in dog feces collected in Ponte de Lima, Portugal – a potential threat to human health. Int J Environ Res Public Health. 11: 9050-9067.
Mavroidi N. 2008. Transmission of zoonoses through immigration and tourism. Vet. Italiana. 44(4): 651-656.
McCarthy J and Moore TH. 2000. Emerging helminth zoonoses. Int J Parasitol. 30: 1351-1360. Negara IMK. 2008. Peranan kesehatan wisata dalam mendukung citra Bali. Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan Dalam Pariwisata Untuk Meningkatkan Kualitas Pariwisata Dalam Rangka Visit Indonesia 2008. Denpasar 24 Maret 2008. Hal: 22-27.
Naipospos. 2005. Kebijakan penanggulangan penyakit zoonosis berdasarkan prioritas Departemen Pertanian. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Puslitbang Peternakan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. P23-P37.
Naipospos. 2012. Kemunculan zoonosis: dimensi orang, hewan dan lingkungan. OIE 2014. OIE Terrestrial Manual 2014. Chapter 2.1.9. Leptospirosis.
Palmieri JR, Schantz P, Marber S, Purnomo, Baroedji. 1984. Absence of Echinococcus granulosus in dog from Central Sulawesi (Celebes) Indonesia. J Parasitol. 70 (1); 180-181.
Paul M, King L, Carlin EP. 2010. Zoonoses of people and their pets: a US perspective on significant pet-associated parasitic disease. Trends Parasitol. 26: 153-154.
Pirzada NUH, Sahito HA, Gopang MA, Memon MUR, Pirzada M, Sanjrani MI, Memon MA, Khuhro AP. 2014. Prevalence of intestinal parasites and risk perception of zoonotic infection for humans. Dyn Microbiol Infect Dis. 1(1): 1-7.
(9)
Reaser JK, Clark EE Jr, Meyers NM. 2008. All creatures great and minute: a public policy primer for companion animal zoonoses. Zoonoses Public Health. 55: 385-401.
Robertson ID, Irwin PJ, Lymbery AJ, Thompson RCA. 2000. The role of companion animals in the emergence of parasitic zoonoses. Int J Parasitol. 30: 1369-1377.
Sakamoto M, Kato T, Sato F, Yoshikawa K, Yoshida M, Shiba K, Onodera S, Hoshina S, Koizumi N, Watanabe H. 2005. A case of leptospirosis caused by Leptospira borgpetersenii serovar sejroe infected in Bali island, Indonesia. Kansenshoaku Zasshi. 79 (4): 194-298.
Satyal RC, Manandhar S, Dhakal S, Mahato BR, Chaulagain S, Ghimire L, Pandeya YR. 2013. Prevalence of gastrointestinal zoonotic helminthes in dogs of Kathmandu, Nepal. Int J Infect Microbiol. 2(3): 91-94.
Schurer JM, Ndao M., Skinner S, Irvine J, Elmore SA, Epp T, Jenkins EJ. 2013. Parasitic zoonoses: one health surveillance in Northern Saskatchewan. PloS Negl Trop Dis. 73(3): e2141. Doi: 10.1371/ journal.pntd.0002141.
Scott DW, Miller WH, Griffin CE. 2001. Small Animal Dermatology. Philadelphia. WB Saunders Co. Press.
Setijanto. 2012. Opini: tantangan zoonosis di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. http://fkh.ipb.ac.id/index.php/component/content/article/ 107-artikel/1261-opini-tantangan-zoonosis-di-indonesia. Akses 30-1-2015, 8:26 PM.
Smith H, Holland C, Taylor M, Magnaval JF, Schantz P, Maizels R. 2009. How common is human toxocariasis? Towards standardizing our knowledge. Trends Parasitol. 25: 182-188.
Soulsby EJL. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th Edition. Bailliere
Tindall. London.
Statistik Dinas Pariwisata Bali. 2015. Statistik Kunjungan Wisata ke Bali. Dinas Pariwisata Bali. http:// www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2. Akses 3-2-2015, 8:54 AM.
Tarmudji. 2005. Ekinokokosis/hidatidosis, suatu zoonosis parasite cestoda penting terhadap kesehatan masyarakat. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Puslitbang Peternakan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. P266-P274.
Thrusfield M. 2007. Veterinary Epidemiology. 3rd Ed. Blackwell Publishing.
van de Werve C, Perignon A, Jaureguiberry S, Bricaire F, Bourhy P, Caumes E. 2013. Travel-releted leptospirosis: a series of 15 imported cases. J Trop Med. 20 (4): 228-231.
Wardhana AH, Manurung J, Iskandar T. 2006. Skabies: tantangan penyakit masa kini dan masa datang. Wartazoa. 16 (1): 40-52.
Wiryana IK., Damriyasa IM, Dharmawan, NS, Arnawa KAA, Dianiyanti K, Harumna D. 2014. Kejadian dermatosis yang tinggi pada anjing jalanan di Bali. J. Vet. 15 (2): 217-220.
Yuliani MGA, Rahmahani J, Suwarno. 2007. Deteksi virus rabies dalam air liur dan otak menggunakan antibodi protein G sebagai bahan diagnostik dengan teknik indirect double antibody sandwich ELISA. Media Kedokteran Hewan. 23 (3): 192-196.
(1)
sebagai ancaman bioterorisme potensial oleh CDC Amerika Serikat, karena hampir semua agen patogen penyebab zoonosis tersebut termasuk kategori A (Setijanto, 2012; OIE, 2014).
Data komprehensif tentang penyakit zoonosis yang bersumber dari anjing di Bali sampai saat ini belum tersedia. Beberapa keluhan wisatawan karena terjangkit penyakit zoonosis setelah melakukan kunjungan ke berbagai daerah endemis dilaporkan oleh Sukamoto et al. (2005); van de Werve et al. (2013); Bandaraet al. (2014). Sukamotoet alA9@5DCF?5BH9@5<A9B;=89BH=Z?5G=D5G=9B@5?=@5?= (umur 33 tahun), dari Jepang, sepulang dari berlibur ke Bali terinfeksi leptospirosis yaitu zoonosis yang dapat menular dari anjing ke manusia,. Untuk itu, langkah awal solusinya adalah perlu melakukan kajian terhadap jenis-jenis zoonosis potensial yang bersumber dari anjing di Bali.
2. BAHAN DAN METODE 2.1 Pengambilan Sampel
(9B9@=H=5B=B=A9FID5?5BD9B9@=H=5BC6G9FJ5G=CB5@IBHI?A9B;9H5<I=85BA9B;=89BH=Z?5G=>9B=G>9B=G
zoonosis potensial pada anjing di kawasan wisata di Bali. Penetapan kawasan wisata di Bali ditentukan secarapurposive dengan memilih daerah-daerah wisata yang relatif padat dikunjungi wisatawan. Daerah tersebut meliputi kawasan wisata di sekitar Bali Utara (Lovina, Air Sanih), Bali Timur (Tulamben, Candidasa), Bali Selatan (Kuta, Sanur, Jimbaran), Bali Barat (Pantai Medewi, Gilimanuk), dan Bali Tengah (Ubud, Kintamani, Bedugul). Sampel berupa feses dan darah anjing serta material lain seperti tanah, pasir, air yang ada di lingkungan tempat pengambilan sampel feses dan darah anjing.
Sampel anjing pada penelitian ini adalah anjing-anjing yang ditemukan di areal penelitian dilakukan, dari semua kelompok umur (anakan, muda, dewasa), semua jenis ras (lokal, silang, eksotik), kedua jenis kelamin (jantan, betina) dan yang dari berbagai cara pemeliharaan (liar, dipelihara, semi dipelihara). Untuk memudahkan, anjing-anjing yang berumur sampai 6 bulan digolongkan sebagai anakan; 6 bulan sampai satu tahun digolongkan muda; sementara kelompok anjing digolongkan dewasa bila berumur di atas satu tahun (Yohanneset al., 2008; Gselesieet al., 2013). Jumlah sampel anjing yang digunakan dalam
D9B9@=H=5B=B=8=G9GI5=?5BA9BIFIHFIAIG,<FIGZ9@8 !&*%$#$%&%&$"!&%&!
Sekitar 4-5 gram sampel feses segar diambil segera setalah anjing yang menjadi target penelitian defekasi, atau dengan cara langsung mengambil lewat rectum. Sampel deberi label dan disimpan pada suhu 4oC selama maksimum satu hari sebelum diproses. Kemudian, pemeriksaan dilakukan menggunakan Mc master egg counting chamber dan teknik sedimentasi (Foreyt, 1989; Chauhan and Agrawal, 2006; Gselesieet al., 2013). Hasil dinyatakan positif bila paling sedikit ditemukan satu telur parasit (Lorenzini and de Cari, 2007; Gselesie et al,9@IF757=B;8==89BH=Z?5G=8=65K5<D9B;5A5H5BA=?FCG?CD
D9A69G5F5BLA9B;;IB5?5B?IB7=?IB7==89BH=Z?5G=H9@IF@9J9@;9BIG85BGD9G=9GG9D9FH=8=;5A65F?5B
(Soulsby, 1982; Hendrix, 2003).
!&*%$#&"#$%&
Pemeriksaan dilakukan terhadap status kejadian penyakit kulit pada anjing yang dilakukan dengan pemeriksaan umum dengan melihat gejala kilinis yang teramati. Anjing yang menunjukkan gejala klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan dermatologi untuk menentukan penyebab penyakit dengan cara pemeriksaan kerokan kulit (Wiryana et al., 2014). Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan untuk melihat adanya infeksi Sarcoptes scabei atau Demodex sp. Daerah kulit yang mengalami lesi diolesi dengan mineral oil dan dikerok dengan pisau bedah sampai terjadi sedikit perdarahan kapiler. Kerokan kulit ditaruh di atas slide kaca dan ditetesi dengan KOH 10% dan diperiksa di bawah mikroskop. Sampel dinyatakan positif apabila ditemukan minimal satu parasit dalam setiap stadium perkembangannya (Chee et al., 2008; Wiryanaet al., 2014).
(2)
2.4 Analisis Data
Data yang diperoleh ada yang dianalisis secara kualtatif, ada juga yang dianalisis secara kwantitatif. Data yang dianalisis kwalitatif, disampaikan secara deskriptif. Untuk data kwantitatif akan dianalisis statistik menggunakan Uji T. Pengolahan data denganSPSS for window 10.0 seperti diuraikan Yulianiet al. (2007).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
!&*%$#$%&%&$"!&%&!
Dari 76 anjing yang diperiksa, sebanyak 26 ekor (34,21%) terinfeksi parasit cacing gastrointestinal. Berdasarkan jenis kelaminnya, dari 37 anjing jantan yang diperiksa ternyata 16 ekor (43,24%) terinfeksi cacing; sementara sisanya dari 39 ekor anjing betina, 10 ekor (25,64%) yang terinfeksi. Kejadian infeksi cacing tersebut ditemukan pada sampel anjing yang berasal dari Karangasem (62,50%); Tabanan (54,54%); Badung (35,29%); Gianyar (33,33); Bangli (25%); Denpasar (23,07%); Klungkung (20%); Jembrana (20%) dan Buleleng (14,28%). Data lengkap kejadian berdasarkan jenis kelamin dan asal anjing dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kejadian Infeksi Parasit Cacing Menurut Jenis Kelamin dan Asal Anjing Asal
Anjing
Total
Sampel Positif %
Jantan Betina
Sampel Positif % Sampel Positif %
Denpasar 13 3 23,07 7 2 28,57 6 1 16,66
Badung 17 6 35,29 7 3 42,85 10 3 30,00
Gianyar 6 2 33,33 3 1 33,33 3 1 33,33
Bangli 4 1 25,00 2 0 0 2 1 50,00
Kelungkung 5 1 20,00 2 1 50,00 3 0 0
Karangasem 8 5 62,50 4 2 50,00 4 3 75,00
Buleleng 7 1 14,28 3 1 33,33 4 0 0
Jembrana 5 1 20,00 3 1 33,33 2 0 0
Tabanan 11 6 54,54 6 5 83,33 5 1 20,00
Jumlah 76 26 34,21 37 16 43,24 39 10 25,64
Gambar 1. Infeksi Parasit Cacing pada Anjing Menurut Agen Penyebabnya (%)
+9H9@5< 8=@5?I?5B =89BH=Z?5G= 8=?9H5<I= 65<K5 D5F5G=H 757=B; H9FG96IH 585@5< Ancylostoma sp, Ascaris sp,Toxocara sp. dan campuranAncylostoma sp. danToxocara sp. Berdasarkan agen penyebab tersebut, ternyata infeksi oleh cacing Ancylostoma sp. merupakan yang tertinggi (73,1%), disusul oleh Toxocara sp. dan campuran Ancylostoma sp. dan Toxocara sp. asing-masing (11,53%) dan Ascaris sap.
(3)
!&*%$#&"#$%&
Ektoparasit yang terdeteksi dari pemeriksaan terhadap 76 ekor anjing yang berasal dari berbagai wilayah di Bali adalahDemodex sp. danScabies sp. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pemeriksaan kerokan kulit, diketahui bahwa 10 ekor (13,16%) terinfeksi ektoparasit. Berdasarkan jenis kelaminnya, ektoparasit ditemukan pada 6 dari 37 (16,21%) anjing jantan dan 4 dari 39 (10,25%) anjing betina. Kejadian infeksi ektoparasit pada anjing tersebut ditemukan di wilayah Denpasar (15,38%); Badung (41,17%); dan Gianyar (16,66%). Data lengkap kejadian infeksi ektoparasit menurut jenis kelamin dan asal anjing tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kejadian Infeksi Ektoparasit Menurut Jenis Kelamin dan Asal Anjing
Asal Anjing
Total
Sampel Positif %
Jantan Betina
Sampel Positif % Sampel Positif %
Denpasar 13 2 15,38 7 2 28,57 6 0 0
Badung 17 7 41,17 7 3 42,85 10 4 40,00
Gianyar 6 1 16,66 3 1 33,33 3 0 0
Bangli 4 0 0 2 0 0 2 0 0
Kelungkung 5 2 40,00 2 1 50,00 3 1 33,33
Karangasem 8 0 0 4 0 0 4 0 0
Buleleng 7 0 0 3 0 0 4 0 0
Jembrana 5 0 0 3 0 0 2 0 0
Tabanan 11 0 0 6 0 0 5 0 0
Jumlah 76 12 15,78 37 7 18,91 39 5 12,82
Berdasarkan agen penyebabnya, infeksi ektoparasit yang ditemukan pada anjing tersebut 58,33% disebabkan olehDemodex sp. dan 41,67% disebabkan olehScabies sp. (Gambar 2).
Gambar 2. Infeksi Ektoparasit pada Anjing Menurut Agen Penyebabnya (%)
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kejadian infeksi parasit cacing gastrointestinal pada anjing di Bali adalah 34,21%. Infeksi cacing tersebut ditemukan di seluruh kabupaten dan kota di Bali. Sementara kejadian infeksi ektoparasit berupa Demodex sp. dan Scabies sp. adalah 15,78% yang Hana ditemukan di Kabupaten Badung, Gianyar, Klungkung, dan Kota Denpasar. Dari data yang diperoleh ini dapat dipakai untuk menyusun konsep dan strategi strategi penanggulangan zoonosis parasit di Bali. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui zoonosis parasit lainnya.
(4)
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini dibiayai dari dana DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-350/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang mendukung penelitian hingga penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ballweber LR, Xiao L, Bowman DD, Khan G, Chama VA. Giardiasis in dogs and cat: update on epidemiology and public health significanse. Trends Parasitol 26: 180-190
Bandara M, Ananda M, Wickarmage K, Berger E, Agampodi S. 2014. Globalization of leptospirosis through travel and migration. Globalization and Health 201, 10:61.
Batan IW, Suartika IM, Erawan IGKM, Wirat P. 1998. Linguatulosis pada anjing dan manusia di Bali. Media Vet. 5 (3): 23-25.
Bosch SA, Musgrave K, Wong D. 2013. Zoonotic disease risk and prevention practices among biologist and other wildlife workers – results from a national survey, US National Park Service, 2009. J Wildlife Dis. 49(3): 475-485.
Bouzid M, Halai K, Jefferys D, Hunter PR. 2015. The prevalence of Giardia infection in dogs and cats, a systematic review and meta-analysis of prevalence studies from stool samples. Vet Parasitol. 207: 181-202.
Bowman DD, Montgomery SP, Zajac AM, Eberhard ML, Kazacos KR. Hookworms of dogs and cat as agents of cutaneous larva migrans. Tred Parasitol. 26: 162-167.
Brown C. 2004. Emerging zoonoses and pathogens of public health significance an overview. Rev Sci Tech. 23:435-442.
Budiantono. 2004. Kerugian ekonomi akibat scabies dan kesulitan dalam pemberantasannya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Balivet-DFID. Bogor 20-21 April 2004. Hal: 334-340.
Cascio A, Bosilkovski M, Rodriguez-Morales AJ, and Pappas G. (2011). Review: The socio-ecology of zoonotic infections. Clinical Microbiology and Infection, 17:336-342.
Chauhan RS and Agarwal DK. 2006. Text book of Veterinary Clinical and Laboratory Diagnosis. 2nd Edition. In Apse Brothers Medical Publishers. New Delhi. India.
Chee JH, Kwon JK, Cho HS, Cho KO, Lee YJ, Shin SS. 2008. A survey of ectoparasite infestation in stry dogs of Gwang-ju City, Republic of Korea. Korean J Parasitol. 46 (1): 23-27.
Chen J, Xu MJ, Zhou DH, Song HQ,Wang CR, Zhu XQ. 2012. Canine and feline parasitic zoonoses in China. Parasite & Vectors 2012, 5:152. doi: 10.1186/1756-3305-5-152.
Coker RJ, Hunter BH, Rudge JW, Liverani M, Hanvoravongchai. 2011. Emerging infectious diseases in soutest Asia: regional challenges to control. Lancet 2011; 377: 599-609.
Dazak P, Cunningham AA, Hyatt AD. 2000. Emerging infectious diseases of wildlife-threats to biodiversity and human health. Science 287, 443 (2000); DOI: 10.1126/science.287.5452.443.
Deplazes P, van Knapen F, Scheiger A, Overgaauw PA. 2011. Role of pet dogs and cats in transmission of helminthic zoonoses in Europe, with a focus on echinococcosis and toxocariosis. Vet Parasitol. 24: 41-53.
Eckert J, Gemmel MA, Soulsby EJL. 1982. Echinococcosis/hydatidosis. Surveillance, Prevention and Control. FAO of The United Nation. Rome.
Elmore SA, Jones JL, Conrad PA, Patton S, Lindsay DS, Dubey JP. 2010. Toxoplasma gondii: epidemiology, feline clinical aspects, and prevemtion. 26: 180-189.
FAO/OIE/WHO. 2011. Influenza and other emerging zoonotic diseases at the human-animal interface. Proceedings of the FAO/OIE/WHO Joint Scientific Consultation, 27-29 April 2010, Verona (Italy). FAO Animal Production and Health Proceedings, No. 13. Rome, Italy.
(5)
Foreyt WJK. 1989. Veterinary Parasitology Reference Manual. 5th Edition. Black Well Publishing. London.
Fraune CK, Schweighauser A, Francey T. 2013. Evaluation of the diagnostic value of serologic micro-agglutination testing and polymerase chain reaction assay for diagnosis of acute leptospirosis in dogs in a referral center. J Am Vet Med Assoc. 242 (10): 1373-1380.
Gharekhani J. 2014. Study on gastrointestinal zoonotic parasites in pet dogs in western Iran. Turkiye Parazitol Derg. 38: 172-176.
Gselasie D, Geyola M, Dagne E, Asmare K, Mekuria S. 2013. Gastrointestinal helminthes in dogs and community perception on parasite zoonosis at Hawassa city, Ethiopia. Global Veterinaria. 11 (4): 432-440.
Hamburg MA and Lederberg J. 2003. Microbial threats to health. Institute of Medicine of the National Academies. National Academy Press, Washington D.C., USA, 53-55.
Hendrix CM. 2003. Laboratory Procedures for Veterinary Technicians. 4th Edition. Mosby Inc. USA. Hidayat MMA. 2014. Peran kesehatan masyarakat veteriner dalam pengendalian zoonoisi. Kepala Seksi
Zoonosis Sub Direktorat Zoonosis dan Kesejahteraan Hewan. Direktorat Kesehatan masyarakat Veteriner dan Pascapanen Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.
King LJ. 2004. Emerging and re-emerging zoonotic diseases: Challenges and opportunities. OIE document 72 SG/9. 72nd OIE General Session, Paris, 23-28 May 2004.
Komnas Zoonosis. 2012. Rencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Republik Indonesia. 2012.
Kumar RS, Pillai RM, Mukhopadhyay HK, Antony PX, Thanislass J, Srinivas VMV, Vishnupriya S. 2013. Seroepidemiology of canine leptospirosis by iELISA and MAT. Vet World. 6 (11): 926-930. Lorenzini GT and de Cari GA. 2007. Prevalence of intestinal parasites in dogs and cats under veterinary
care in for to alegre, Rio Grande dosul, Brazil. J Vet Animistic. 44: 137-145.
Mahagangga IGAO, Ariwangsa IMB, Wulandari IGAA. 2008. Kemanan dan kenyamanan wisatawan di Bali (Kajian awal kriminalitas pariwisata). Analisis Par. 13(1): 97-105.
Mateus TL, Castro A, Ribeiro JN, Veira-Pinto M. 2014. Multiple zoonotic parasites identified in dog feces collected in Ponte de Lima, Portugal – a potential threat to human health. Int J Environ Res Public Health. 11: 9050-9067.
Mavroidi N. 2008. Transmission of zoonoses through immigration and tourism. Vet. Italiana. 44(4): 651-656.
McCarthy J and Moore TH. 2000. Emerging helminth zoonoses. Int J Parasitol. 30: 1351-1360. Negara IMK. 2008. Peranan kesehatan wisata dalam mendukung citra Bali. Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan Dalam Pariwisata Untuk Meningkatkan Kualitas Pariwisata Dalam Rangka Visit Indonesia 2008. Denpasar 24 Maret 2008. Hal: 22-27.
Naipospos. 2005. Kebijakan penanggulangan penyakit zoonosis berdasarkan prioritas Departemen Pertanian. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Puslitbang Peternakan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. P23-P37.
Naipospos. 2012. Kemunculan zoonosis: dimensi orang, hewan dan lingkungan. OIE 2014. OIE Terrestrial Manual 2014. Chapter 2.1.9. Leptospirosis.
Palmieri JR, Schantz P, Marber S, Purnomo, Baroedji. 1984. Absence of Echinococcus granulosus in dog from Central Sulawesi (Celebes) Indonesia. J Parasitol. 70 (1); 180-181.
Paul M, King L, Carlin EP. 2010. Zoonoses of people and their pets: a US perspective on significant pet-associated parasitic disease. Trends Parasitol. 26: 153-154.
Pirzada NUH, Sahito HA, Gopang MA, Memon MUR, Pirzada M, Sanjrani MI, Memon MA, Khuhro AP. 2014. Prevalence of intestinal parasites and risk perception of zoonotic infection for humans. Dyn Microbiol Infect Dis. 1(1): 1-7.
(6)
Reaser JK, Clark EE Jr, Meyers NM. 2008. All creatures great and minute: a public policy primer for companion animal zoonoses. Zoonoses Public Health. 55: 385-401.
Robertson ID, Irwin PJ, Lymbery AJ, Thompson RCA. 2000. The role of companion animals in the emergence of parasitic zoonoses. Int J Parasitol. 30: 1369-1377.
Sakamoto M, Kato T, Sato F, Yoshikawa K, Yoshida M, Shiba K, Onodera S, Hoshina S, Koizumi N, Watanabe H. 2005. A case of leptospirosis caused by Leptospira borgpetersenii serovar sejroe infected in Bali island, Indonesia. Kansenshoaku Zasshi. 79 (4): 194-298.
Satyal RC, Manandhar S, Dhakal S, Mahato BR, Chaulagain S, Ghimire L, Pandeya YR. 2013. Prevalence of gastrointestinal zoonotic helminthes in dogs of Kathmandu, Nepal. Int J Infect Microbiol. 2(3): 91-94.
Schurer JM, Ndao M., Skinner S, Irvine J, Elmore SA, Epp T, Jenkins EJ. 2013. Parasitic zoonoses: one health surveillance in Northern Saskatchewan. PloS Negl Trop Dis. 73(3): e2141. Doi: 10.1371/ journal.pntd.0002141.
Scott DW, Miller WH, Griffin CE. 2001. Small Animal Dermatology. Philadelphia. WB Saunders Co. Press.
Setijanto. 2012. Opini: tantangan zoonosis di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. http://fkh.ipb.ac.id/index.php/component/content/article/ 107-artikel/1261-opini-tantangan-zoonosis-di-indonesia. Akses 30-1-2015, 8:26 PM.
Smith H, Holland C, Taylor M, Magnaval JF, Schantz P, Maizels R. 2009. How common is human toxocariasis? Towards standardizing our knowledge. Trends Parasitol. 25: 182-188.
Soulsby EJL. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th Edition. Bailliere Tindall. London.
Statistik Dinas Pariwisata Bali. 2015. Statistik Kunjungan Wisata ke Bali. Dinas Pariwisata Bali. http:// www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2. Akses 3-2-2015, 8:54 AM.
Tarmudji. 2005. Ekinokokosis/hidatidosis, suatu zoonosis parasite cestoda penting terhadap kesehatan masyarakat. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Puslitbang Peternakan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. P266-P274.
Thrusfield M. 2007. Veterinary Epidemiology. 3rd Ed. Blackwell Publishing.
van de Werve C, Perignon A, Jaureguiberry S, Bricaire F, Bourhy P, Caumes E. 2013. Travel-releted leptospirosis: a series of 15 imported cases. J Trop Med. 20 (4): 228-231.
Wardhana AH, Manurung J, Iskandar T. 2006. Skabies: tantangan penyakit masa kini dan masa datang. Wartazoa. 16 (1): 40-52.
Wiryana IK., Damriyasa IM, Dharmawan, NS, Arnawa KAA, Dianiyanti K, Harumna D. 2014. Kejadian dermatosis yang tinggi pada anjing jalanan di Bali. J. Vet. 15 (2): 217-220.
Yuliani MGA, Rahmahani J, Suwarno. 2007. Deteksi virus rabies dalam air liur dan otak menggunakan antibodi protein G sebagai bahan diagnostik dengan teknik indirect double antibody sandwich ELISA. Media Kedokteran Hewan. 23 (3): 192-196.