Konsep Jihad Konsep Khilafah

menegakkan kebenaran dan mencegah permusuhan di antara sesama umat manusia. 46 Maka, tujuan yang paling mendasar bagi semua agama samawi adalah mengukuhkan adanya keadilan sosial. Karenanya, mendirikan sebuah negara merupakan bagian dari ajaran agama untuk mencapai salah satu tujuan, yaitu keadilan sosial tadi, dengan menggunakan kekuatan politik, di samping mimbar-mimbar dakwah dan tabligh-tabligh umum maupun khusus yang selalu harus bekerja sama dengan kekuatan politik. Dalam paradigma tersebut, tentunya Ahmadiyah sangat kental dengan muatan politik, dalam artian memiliki tujuan tertentu melalui upaya dakwah yang dijalankan secara sistematis. Beberapa ajaran Ahmadiyah yang menjadi parameter politik Islam Ahmadiyah adalah sebagai berikut:

1. Konsep Jihad

Bagi Ahmadiyah, konsep jihad didefinisikan sebagai tindakan mencurahkan segala macam kesanggupan, kemampuan, dan kekuatan yang dimiliki dalam menghadapi pertempuran, menyampaikan pesan kebenaran, ataupun mengerahkan seluruh daya kemampuan dalam menghadapi suatu urusan atau dengan kata lain adalah tidak menahan apapun, mengerahkan segala upaya dengan memaksakan diri dalam mencapai suatu tujuan. 47 Ahmadiyah mengklasifikasikan jihad menjadi tiga kategori, yaitu pertama, Jihad Shagir adalah perjuangan membela agama, nusa, dan bangsa dengan 46 Abdul Ghaffar Aziz, Islam Politik Pro dan Kontra, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, h. 32 47 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, Jakarta: Penerbit RMBooks, 2006, h. 66 mempergunakan senjata terhadap musuh-musuh ang menggunakan kekerasan dan senjata dengan tujuan memusnahkan agama, nusa, dan bangsa. Ahmaduyah meyakini bahwa perjuangan atau jihad dengan senjata untuk membela agama sudah tidak diperlukan lagi saat ini, karena tidak ada orang atau pihak yang mempergunakan senjata untuk membela atau mengembangkan agama. Kategori jihad ini merupakan jihad yang paling rendah nilainya. Kedua, Jihad Kabir adalah perjuangan atau jihad dengan mempergunakan dalil-dalil atau keterangan, baik lisan ataupun tulisan untuk menyebarluaskan ajaran Al-Qur’an kepada kaum kafir dan musyrik. Jihad ini ang sedang dilancarkan pihak Ahmadiyah. Ketiga, Jihad Akbar adalah perjuangan atau jihad terhadap godaan setan dan hawa nafsu amarah sendiri, jihad yang ketiga ini merupakan bentuk jihad yang paling berat, karena menghadapi setan dan hawa nafsu setiap saat selalu dilakukan. 48

2. Konsep Khilafah

Khilafah merupakan tujuan dari pergerakan keagamaan yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. dalam hal ini, berdirinya Ahmadiyah tidak terlepaskan dari upaya memperteguh eksistensi sistem khilafah yang sudah tidak berdaya lagi menahan gempuran pihak kolonial Barat. Sejak penciptaan awal manusia, kedatangan seorang nabi selalu merupakan manifestasi daripada rahmat Ilahi dan menjadi sumber dari 48 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, h. 67 berbagai berkat. Dengan wafatnya Nabi bersangkutan, muncul manifestasi kedua dari rahmat dan karunia Ilahi dalam bentuk lembaga Khilafat. Lembaga Khilafat merupakan sistem Ilahi yang unik. Khilafat merupakan jabatan dan kawasan dari seorang Khalifah atau penerus seorang Nabi, yang dipilih sebagai pemimpin tertinggi dari komunitas mukminin. Yang bersangkutan menduduki posisi akhlak tertinggi di masanya dan dalam dirinya terkandung kewenangan absolut dalam segala hal yang berkaitan dengan agama. Analisis ini memberikan makna tersendiri tentang beberapa keberhasilan akbar dari para penerus Hazrat Rasulullah s.a.w. dan Hazrat Masih Maud a.s. yang menggambarkan bagaimana lembaga Khilafat telah menjadi sarana penegakan hegemoni ruhani dan politis Islam. 49 Khilafah Ahmadiyah didasarkan pada keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad muncul sebagai seorang Mesianis sejati, seorang mujaddid yang berupaya mereformasi tatanan nilai dan sistem kepercayaan yang dianggap melenceng dari ajaran Al-Qur’an maupun Nabi Muhammad. Ahmadiyah mendasarkan pada ucapan Baginda Nabi Muhammad dengan sabdanya: ”Nabi Suci Muhammad saw. bersabda bahwa sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap abad orang yang akan memperbaharui agamanya baginya”. H.r. Abu Daud dari Abu Hurairah r.a Berdasarkan Hadits sahih di atas, Allah SWT. pada tiap-tiap permulaan abad membangkitkan seorang Mujadid atau orang yang 49 Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat…?, Jakarta: PT. Cahaya Kirana Rajasa, 2006, h. 22 memperbaharui agama di dalam Islam. Pembaharuan mereka itulah yang disebut gerakan pembaharuan di dalam Islam. Pada zaman akhir ini gerakan itu bernama Ahmadiyah. Jadi Ahmadiyah adalah Gerakan Pembaharuan di dalam Islam. Perkembangan khilafah yang dijalankan Ahmadiyah melalui proses pengorganisasian, suatu konsolidasi internal gerakan yang berupaya menjalankan sistem pembaharuan pada msyarakat Islam dunia. Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam melalui lima cabang kegiatan dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujadid dalam kitab Fathi Islam 1893, yaitu: 1. Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya 2. Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi 3. Komunikasi langsung dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim 4. Korespondesi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam 5. Bai’at 50 Setelah konsep pembaiatan dilaksanakan, militansi keanggotaan Jamaah Ahmadiyah dapat terjaga untuk berjuang dijalan Allah. Model pembaiatan ini sesungguhnya mencirikan bahwa Gerakan Ahmadiyah 50 Asep Burhanuddin, Ghulam Ahmad Jihad Tanpa Kekerasan, Yogyakarta: LKis, 2006, h. 35 bersifat politis daripada organisasi yang bergerak di bidang pembaharuan keagamaan. Konsep khilafah Ahmadiyah didasarkan pada firman Allah yang menggariskan adanya seorang khalifah di antara manusia. Allah SWT telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh, bahwa sepeninggal Rasulullah SAW, Allah SWT akan membangkitkan khalifah- khalifah. FirmanNya: “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah kepada orang-orang yang sebelum mereka: dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka. yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka “An-Nur, 24:55 Rasulullah SAW-pun telah mengkhabar-ghaibkan bahwa akan ada empat periode yang mewarnai kepemimpinan Muslimin sepanjang perjalanan sejarahnya, yaitu masing-masing adalah: Masa Kenabian, Masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian lalu Masa kerajaan dan manakala masa kerajaan berakhir, kepemimpinan Muslimin akan kembali memasuki Masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwah, Khilafah yang berpolamengikuti jejak kenabian. Sebagaimana yang dapat kita baca dari hadits berikut: “Dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman ra, berkata: Rasulullah SAW, bersabda: Adalah masa Kenabian itu ada di tengah- tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkalnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkalnya apabia Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit Mulkan ‘Adhan, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong Mulkan Jabariyyah, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah. Kemudian Nabi, diam” 51 . Lalu seperti apakah sebenarnya bentuk dari kekhalifahan Islamiyah yang dimaksud Allah dan Rasulullah tersebut? Apakah itu suatu lembaga yang bercorak politis ataukah lembaga yang hanya bercorak agamis? Pada kenyataannya memang terjadi pemahaman dan penafsiran yang berbeda atas kedudukan Khilafah Islamiyah tersebut, dimana sebagian memahami bahwa Khilafah itu adalah suatu lembaga yang bercorak politis, namun sebagian lagi memahami bahwa itu hanya bercorak agamis semata. Bagi Ahmadiyah, sistem khilafah yang harus berdiri itu adalah Khilafah Ala Minhajin Nuhuwwah , maka itu artinya kekhalifahan ini coraknya adalah agamis, bukan politis. Bila diperhatikan, maka semenjak 51 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Jilid 4, Kairo: Maktabah Mishriyyah, h. 273 ke-khilafahan Turki Usmani runtuh 1924, upaya untuk mendirikan kembali Khilafah banyak dilakukan oleh para pemimpin dunia Islam, seperti misalnya: tahun 1926, di Kairo, Mesir, dan di Mekah, Saudi Arabia, berlangsung Kongres Islam Sedunia, atas prakarsa Ulama Al- Azhar dan Raja Ibnu Sa’ud. Mewakili Muslim Indonesia, hadir H.O.S. Tjokro Aminoto dari Syarikat Islam, K.H. Mas Mansur dari Muhamadiyah, dan H.A. Karim Amarullah. Tetapi, kongres ini tidak berhasil mewujudkan apa yang menjadi cita-cita. Tahun 1974, di Lahore, Pakistan, berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi KTT Islam, dihadiri 38 negara. Pesertanya terdiri atas Kepala Negara, Perdana Menteri, dan Menteri-Menteri Luar Negeri. Masalah Khilafah juga menjadi salah satu agenda pembahasan KTT. Tetapi, KTT tidak berhasil mewujudkan apa yang menjadi harapan dan cita-cita ummat Islam. KTT gagal mewujudkan Khilafah Islamiyah. Hizbut Tahrir adalah satu diantara kelompok Islam yang tak pernah surut berjuang untuk menegakan kembali lembaga Khilafah. Hizbut Tahrir mengklaim sebagai partai politik idiologis dengan tujuan menjadikan idiologi Islam sebagai lampu penerang dalam kegelapan sekularistik yang membelenggu dunia saat ini. Tidak heran, jika ditengah krisis multi dimensi yang melanda dunia, termasuk melanda bangsa Inonesia saat ini, Hizbut Tahrir menawarkan sistim Khilafah Islamiyah, mengantikan sistim Demokrasi yang diusung Sekularisme dan Kapitalisme. Tetapi semua usaha-usaha tersebut menghadapi kegagalan yang berarti di mata Ahmadiyah. 52 Adalah kelompok Muslim Ahmadiyah yang meng-klaim bahwa sebenarnya Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah Itu telah berdiri, yang terwujud dalam Khilafah Ahmadiyah dimana silsilah Khilafah ini berdiri semata-mata hanya untuk melaksanakan tugas Risalah An-Nubuwwah Muhammad Rasulullah SAW, yakni: “Memenangkan agama Islam diatas semua agama” Ash-Shaf, 61:9. 53 Selama 100 tahun masa ke-Khilafahan telah 5 kali berganti Khilafah. dengan susunan nama dan masa ke-Khalifahan, sbb: 1 Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin. Khalifatul Masih I 1908-1914.2 AI-Haj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II 1914-1965. 3.AI-Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III 1965-1982. 4.Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV 1982-2003. 5.Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih V 2003-Sekarang. Bagi Ahmadiyah, khilafah dibentuk untuk menghancurkan beberapa rintangan yang menghadang umat Islam dalam mengembangkan syari’at Islam. 54 Rintangan pertama yang harus diperjuangkan oleh umat pada jalannya menuju pintu Khilafah adalah masalah pengembalian kepercayaan diri yang sebelumnya berusaha ditanggalkan oleh kaum kafir dari akal dan hati umat. Kaum kafir dengan segala kebohongan dan tipu 52 Abdullah Hasan Alhadar, Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah, Bandung: PT. Almaarif, Cetakan Pertama 1980, h. 39 53 Abdullah Hasan Alhadar, Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung, h. 44 54 Abdullah Hasan Alhadar, Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung, h. 56 dayanya berupaya meyakinkan umat bahwa umat ini tidak akan pernah bisa kembali seperti dahulu dan wajib menjadi pengikut Barat, berpegang pada ekor Barat dan memandang seperti pandangan Barat. Para pejuang Khilafah dan mereka yang berjalan ke arah pintu kemuliaannya telah berhasil mengembalikan kepercayaan diri umat. Mereka telah berhasil menjadikan umat mengerti siapa jati diri umat. Mereka berhasil memahamkan umat bahwa ucapan kaum kafir semuanya adalah kedustaan dan kebohongan yang tidak memiliki dasar sama sekali. Tidak belebihan jika dikatakan bahwa rintangan-rintangan berat itu hampir lenyap secara total dari tengah jalan kaum Muslim. Adapun mengenai ucapan beberapa orang yang mengulang-ulang perkataan bahwa pertolongan telah tertunda dan waktu sudah berlalu sekian lama tetapi belum terealisir pertolongan itu, sesungguhnya maksud di balik ucapan itu tidak lain hanyalah ingin menancapkan rasa frustrasi dalam diri umat dan para pengemban dakwah. Umat dan khususnya para pengemban dakwah sudah semestinya meyakini bahwa pertolongan itu berkaitan dengan kehendak dan keinginan Allah semata. Ahmadiyah menggunakan pendekatan kooperatif kepada pihak penguasa atau pemerintahan resmi dengan tujuan mendukung upaya-upaya yang akan dilakukan jamaah Ahmadiyah, atau setidak-tidaknya Ahmadiyah dapat eksis dalam percaturan politik tingkat nasional. Sebelum sistem kholafah terbentuk, Ahmadiyah berusaha merangkul kaum pergerakan di masa penjajahan atau mendukung program-program pemerintah. Pada masa Mirza Ghulam Ahmad masih hidup, beliau berusaha memberikan keyakinan kepada kaum Muslimin India untuk tidak melawan kaum Inggris. Maka, banyak tulisan Mirza Ghulam Ahmad yang mengkaji persoalan Jihad. 55 . Bahkan sikap ini dilanjutkan oleh anaknya yang dipandang sebagai khalifah kedua, Hazrat Bashiruddin sebagai khalifah dengan gagahnya berkata: Pada zaman sekarang ini tindakan yang gila untuk berpropaganda guna hancurnya suatu agama melalui jalan kekerasan senjata telah lenyap. Karena itu Agama Islam tidak lagi memerlukan pertahanan dirinya dengan kekuatan senjata. 56 Demikian pula pada zaman pergerakan kemerdekaan, Ahmadiyah melakukan sebuah pendekatan kooperatif terhadap tokoh-tokoh pergerakan dan founding fathers untuk dapat mensosialisasikan ajaran khilafah ‘ala minhaaji nubuwwah . mereka tidak segan-segan membantu perlawanan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda, walaupun dalam kondisi terbatas. Mungkin karena jasa Ahmadiyah dalam perjuangan kemerdekaan RI inilah founding father bangsa ini, Ir. Soejkarnom bersikap simpatik terhadap Jemaat Ahmadiyah. Rasa simpati presiden pertama RI ini 55 Abdullah Hasan Alhadar, Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung, h. 63 56 Bashiruddin M.A., Apakah Ahmadiyah itu? terjemah Abdulwahid H.A., Djakarta Djemaah Ahmadiyah Indonesia, 1963, h. 21-22. dibadikan dalam bukunya ‘Di Bawah Bendera Revolusi’ itu juga jilid I. Di halaman 389 Soekarno menulis: “Ya,……. Ahmadiyah tentu ada cacadnya, - dulu pernah saya terangkan di dalam suratkabar ‘ Pemandangan’ apa sebabnya saya tidak mau masuk Ahmadiyah – tetapi satu hal adalah nyata sebagai batukarang yang menembus air laut: Ahmadiyah adalah salah satu faktor penting di dalam pembaharuan pengertian Islam di India, dan satu faktor penting pula di dalam propaganda Islam di benua Eropa khususnya, di kalangan kaum intelektuil seluruh dunia umumnya. Buat jasa ini – cacad saya tidak bicarakan di sini – ia pantas menerima salut penghormatan dan pantas menerima terima kasih. Salut penghormatan dan terima kasih itu, marilah kita ucapkan kepadanya di sini dengan cara yang tulus dan ikhlas” 57 Sistem khilafah yang akan dikembangkan Ahmadiyah adalah berusaha meniadakan sistem pemerintahan yang berdasarkan geografis, ikatan primordialisme kesukuan atau kebangsaan, melainkan ikatan khilafah berdasarkan pan-islamisme yang bersifat universal. Hal itu dijelaskan oleh Hazrat Nashiruddin sebagai berikut: Islam bukan kaum muslimin tanah Arab; Islam bukan kaum Muslimin Afghanistan, Syria, Iran. Islam adalah mempunyai claim international. Islam harus dalam satu jemaat Islami dengan seorang imam dan pengganti-penggantinya sebagai khalifah. 58 Pernyataan Bashir tersebut diperpanjang maka dapat dipastikan pula bahwa Islam bukan kaum Muslimin Kremia, Islam bukan kaum 57 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, Jakarta: PT. Djambatan, h. 389 58 Bashiruddin M.A., Apakah Ahmadiyah itu, h. 24 muslimin Turkistan; Islam bukan kaum muslimin Palestina. Sebab Islam, mempunyai klaim internasional maka harus ada organisasinya yang internasional; harus ada Jemaat Islami di bawah seorang imam dan diganti dengan khalifah-khalifah. Jika semua itu belum ada maka orang- orang Ahmadiyah akan menjawab di hadapan Allah Taala bahwa masih belum tiba waktunya untuk jihad di saat saat itu.

C. Relasi Islam dan Politik dalam Negara menurut Ahmadiyah