BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Format baru penyelenggaraan pemerintahan telah digulirkan pada tanggal
30 September 1999, bahkan UU No.22 tahun 1999 telah direvisi dengan UU No.32 Tahun 2004, namun sementara ini atau paling tidak hingga saat ini otonomi
daerah hanya menjadi wacana dalam konteks kemandirian pemerintahan tanpa banyak memperbincangkan dimana posisi dan peran masyarakat dalam otonomi
tersebut. Hal ini disebabkan karena pemahaman umum para penyelenggara pemerintahan daerah dalam memandang desentralisasi dan otonomi daerah
cenderung hanya dalam perspektif internal, padahal disamping aspek internal dalam desentralisasi dan otonomi daerah mengandung pula makna eksternal.
Dimensi yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman desentralisasi dan otonomi daerah dari aspek eksternal yaitu menyangkut interaksi antara negara
dan masyarakat. Dalam konteks ini desentralisasi dan otonomi daerah dipahami sebagai upaya untuk melibatkan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sehingga salah satu tolak ukur kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah tingkat keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik
Salah satu kebijakan publik yang paling penting dan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa APBDes. Penyusunan Anggaran merupakan bagian yang penting karena anggaran merupakan rancangan yang rnemuat tentang
apa yang akan dilakukan oleh pemerintah desa dalam kurun waktu tertentu. Melalui anggaran dapat diketahui sejauhmana pemerintah desa benar-benar
memenuhi kepentingan dan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu menjadikan penting, makna partisipasi masyarakat yang
merupakan pilar penting dalam teori demokrasi selain persamaan dalam pemilihan urnum, keterlibatan dalam proses pengambilan kebijakan, persamaan hak pilih
bagi semua orang dewasa.
1
Hal ini sejalan dengan konsep governance yang memberikan kesempatan kepada stakeholder lain di luar pemerintah untuk terlibat
dalam proses perumusan kebijakan publik. Sebagai alat kebijakan anggaran bisa dipakai pemerintah untuk melakukan intervensi di banyak sektor yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat. Dengan demikian anggaran bisa berdampak menguntungkan maupun merugikan pada semua dimensi kehidupan masyarakat.
Namun, dalam prakteknya partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes menghadapi banyak masalah. Masalah tersebut mulai dari prosedur
hingga praktek dan proses penganggaran itu sendiri, artinya hampir bisa dikatakan bahwa penganggaran adalah proses yang tidak partisipatif. Bahwa dari sisi
masyarakat ada situasi yang menjadi kendala untuk berpartisipasi dalam penganggaran, antara lain:
2
1. Kapasitas warga untuk advokasi masih lemah walaupun telah ada inisiasi advokasi anggaran berbasis sumber daya dan kapasitas masyarakat, secara
makro kontribusinya terhadap perubahan kebijakan anggaran masih sangat kecil.
1
Held dalam Amallnda Savirani, Anggaran Partisiparif dan Demokrasi Deliberatif dalam Wahyu W. Basjir. Keindahan yang Menipu; Partisipasi Mtesyarakat dalam Penganggaran Daerah di
Indonesia, 2006 Hlm: 17
2
An’am Tamrin, 2006. Menjaring Uang Rakyat: Ragam Advokasi Anggaran di Indonesia. Hlm: 25
2. Jaringan antar elemen masyarakat sipil belum terbangun sehingga kekuatan warga tidak terkonsolidasi dan posisi tawar rakyat jadi lemah. Banyak
inisiasi yang tidak terkoodinasi membuat upaya saling dukung kepada tujuan bersama tidak muncul.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya proses pengambilan keputusan berkaitan dengan proses pembangunan di daerah harus melibatkan
masyarakat sebagai bagian dari warga negara. Musyawarah Rencana Pembangunan yang dilaksanakan secara bertingkat mulai dari desa, kecamatan
hingga kabupaten sejatinya dilaksanakan demi mengakomodir aspirasi masyarakat di bidang pembangunan. Karena itu, Peraturan Pemerintah No72 tahun 2005, pada
pasal 14 sampai dengan 15 dengan tegas menjelaskan tentang tugas, kewenangan, kewajiban dan hak kepala desa. Antara lain, kepala desa mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kepala desa juga mempunyai kewenangan memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD, dan mempunyai kewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, serta memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD.
Kewenangan desa jelasnya, diatur dalam Pasal 7 Undang-undang UU Nomor 32 tahun 2004. Diantaranya kewenangan urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa dan tugas pembantuan
dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serta urusan pemerintahan lain yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada
desa.
APBDes yang dibuat desa merupakan dasar dan kekuatan hukum Pemkab Pasuruan untuk memberikan alokasi dana desa kepada desa se-Kabupaten
Pasuruan. Dalam penyusunan RPJM dan APBDes yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi desa sekarang. Tentunya yang dapat menggambarkan potensi, baik
berupa kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi. Sehingga tujuan goal yang diharapkan lima tahun ke depan dapat sesuai dengan sasaran
program setiap tahunnya. Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan desa
terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kedua struktur pemerintah di level bawah ini, memegang peranan penting dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di tingkat paling bawah. APB Desa adalah instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan
yang baik good governance di tingkat desa. Tata pemerintahan yang baik diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban APB Desa.
Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APB Desa penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban. Proses pengelolaan APB Desa yang
didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabel akan memberikan arti dan nilai bahwa pemerintahan desa dijalankan dengan baik.
Dari permasalahan di atas, penulis ingin lebih jauh meneliti sejauh mana Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan APBDes yang difokuskan pada pola
hubungan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kabupaten Pasuruan.
B. Perumusan Masalah