GAMBARAN DATA Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

21

BAB III GAMBARAN DATA

A. Pengertian Pajak

Untuk dapat memahami pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa Wajib Pajak diharuskan membayar pajak yang terutang, tentunya perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan pajak. Banyak pengertiandefenisi yang diberikan oleh para ahli pajak tentang pajak yang mungkin berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya, sesuai dengan cara pandang masing– masing ahli. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat kepada Negara atau pemerintah berdasarkan Undang–Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali kontra prestasibalas jasa secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Dari definisi pajak di atas, dapat di simpulkan pengertian pajak adalah pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah , berdasarkan kekuatan Undang – Undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah pembayaran wajin berdasarkan Undang – Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban, dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas Negara selalu berisi uang pajak. Di sisi lain, pengenaan pajak berdasarkan Undang – Undang akan Universitas Sumatera Utara menjamin bagi pembayar pajak adanya keadilan dan kepastian hukum sehingga pemerintah tidak dapat sewenang–wenang menetapkan besarnya pajak dan menyalahgunakan data yang diberikan oleh Wajib Pajka selain untuk tujuan pemungutan pajak.

B. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Hukum

a Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Kekuatan Hukum Pada dasarnya pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat kepada negara tanpa ada kontra prestasi imbalan yang langsung diperoleh oleh pembayar pajak. Hal ini tentu tidak menyenangkan dan tidak akan ada yang rela membayar pajak. Oleh karena itu, untuk dapat diterapkan, pajak harus disepakati oleh masyarakat tersebut. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh pemerintah dan dewan legislatif yang merupakan perwujudandari wakil masyarakat rakyat. Dengan didasarkan pada undang-undang, pajak dapat dikatakan merupakan hasil kesepakatan anggota masyarakat untuk diberlakukan dalam masyarakat tersebut. Hal ini menjadi dasar hukum pemungutan pajak yang mengikat anggota masyarakat untuk patuh membayarnya. Dengan demikian, pemungutan pajak pada suatu negara sangat erat kaitannya dengan hukum. Tanpa dasar hukum yang jelas dan disepakati oleh masyarakat, pajak tidak dapat diterapkan. Dari uraian di atas, jelas bahwa pemungutan pajak atas kekayaan atau penghasilan oleh fiskus atau negara kepada orang atau wajib pajak diatur dalam bentuk sebuah hukum. Hukum tersebut dalam arti formal berupa undang-undang dan Universitas Sumatera Utara peraturan pelaksanaannya. Adanya keharusan pemungutan pajak berdasarkan hukum menimbulkan hukum pajak atau hukum fiskal yang saat ini telah menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang, seiring dengan perkembangan pemungutan pajak. Oleh karena itu, untuk memahami pajak sangat perlu memahami terlebih dahulu hukum pajak. Hukum pajak dimaksudkan sebagai dasar dalam proses pemungutan pajak oleh negara kepada masyarakat rakyat atau wajib pajak. Dalam hukum pajak ditentukan dasar dan cara supaya masyarakat wajib pajak bersedia membayar pajak yang ditentukan oleh pemerintah. Di sini ini terlihat hubungan hukum pajak antara masyarakat orang pribadi atau badan sebagai wajib pajak dengan negara melalui fiskus yang memungut pajak. Jadi hukum pajak merupakan hukum yang mengatur mengenai kewajiban orang atau badan sebagai wajib pajak yang dapat dipaksakan untuk menyerahkan sebagian kekayaan atau penghasilannya kepada negara sebagai penarik pajak yang secara formal diatur dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Ditinjau dari segi hukum, unsur-unsur pajak merupakan suatu hal yang mutlak harus ada agar pemungutan pajak dapat dilakukan. Unsur-unsur pajak antara lain harus ada undang-undang yang mengaturnya, ada pemungutan pajak yaitu pemerintah, ada objek pajak, dan ada masyarakat yang menjadi wajib pajak yang harus membayar pajak. Apabila semua unsur tersebut telah ada, pemungutan pajak dapat dilaksanakan.Terpenuhinya semua unsur pajak tersebut akan meninbulkan suatu perikatan antara negara dan wajib pajak berdasarkan ketentuan undang-undang. Universitas Sumatera Utara Bila ditinjau dari perikatan yang melahirkan kewajiban bagi wajib pajak untuk membayar pajak yang terutang. Pajak merupakan perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Perikatan yang melahirkan kewajiban pembayaran pajak yang perlu dipahami oleh wajib pajak agar dengan penuh kesadaran membayar pajak yang terutang. b Pengertian Hukum Pajak Untuk memahami hukum pajak, perlu kiranya mengetahui pengertian hukum pajak menurut para ahli. Salah satu pengertian hukum pajak adalah sebagaimana dikemukakan oleh ahli hukum pajak indonesia, yaitu R. Santoso Brotodihajo. SH., dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang menyatakan bahwa hukum pajak yang juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan yang meliputi wewenang pemeritah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara sehingga merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dengan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak selanjutnya disebut wajib pajak. Tugas hukum pajak adalah menelaah keadaan- keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dalam masyarakat, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan- peraturan hukum ini. Dengan demikian, hukum pajak diperlukan untuk menjamin Universitas Sumatera Utara hak dan kewajiban pajak serta kewenangan dan kewajiban negara melalui fiskus dalam melaksanakan ketentuan yang dimaksud oleh undang-undang. Perlunya hukum pajak misalnya saja dapat dilihat pada penagihan pajak. Untuk memaksa wajib pajak membayar pajak yang terutang yang menjadi kewajiban, hukum pajak menetapkanbahwa terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinyadapat dilakukan upaya penagihan pajak. Penagihan pajak ini mulai dari tindakan himbauan agar wajib pajak membayar tepat pada waktunya, mengirimkan surat teguran atas keterlambatan wajib pajak dalam membayar pajak, sampai dengan tindakan penagihan pajak secara paksa, di antaranya dengan melakukan penyitaan terhadap barang milik wajib pajak, pelelangan barang yang disita guna memperoleh pelunasan utang pajak, serta upaya pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib pajak. Hanya saja, agar wajib pajak tidak dirugikan, fiskus harus mkelakukan tindakan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkanndalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Fiskus tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang, dan bila hal ini dilakukan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan gugatan terhadap tindakan fiskus tersebut. Terhadap fiskus yang melakukan tindakan sewenang- wenang dan menyalahgunakan jabatannya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua ini diatur dalam hukum pajak yang dituangkan dalam Undang-Undang Perpajakan. Universitas Sumatera Utara Dalam hukum pajak terdapat dua pihak sebagai subjek hukum yang berbeda, yaitu: 1. Pihak penarik pajak, yaitu subjek hukum negara dalam pengertian badan hukum publik, yang dalam pelaksanaannya diwakili oleh fiskus; dan 2. Pihak wajib pajak,yaitu subjek hukum orang yang dapat terdiri dari: a. Orang dalam pengertian orang pribadi natuurlijkeperson; b. Orang dalam pengertian badan hukum rechtperson,seperti perusahaan dalam bentuk badan hukum persero terbatas PT, koperasi, perusahaan negara, firma, dan perseroan komanditer CV. Biasanya dalam Undang-Undang Perpajakan orang dalam pengertian badan hukum disebut sebagai badan. Dalam hukum, manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum diperlukan suatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subjek hukum. Oleh karena itu, disamping orang,dikenal juga subjek hukum yang bukan manusiayang disebut sebagai badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Badan hukum bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang pribadi. Hukum menciptakan badan hukum. Oleh karena itu, pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subjek hukum sanagat diperlukan karena ternyata bermanfaat bagi lalu lintas hukum. Karena badan hukum yang dalam pajak disebut sebagai badan mempunyai hak dan kewajiban, maka badan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai wajib pajak, sama seperti wajib pajak orang pribadi. Hanya saja secara konkret dalam melaksanakan hak dan Universitas Sumatera Utara kewajibannya badan diwakili oleh pengurus yang dalam hukum pajak ditetapkan sebagai penanggung pajak. Kedudukan kedua pihak dalam perpajakan negara, melalui fiskus, dan wajib pajak tidak sama sebab dalam hubungan hukum yang terjadi pihak fiskus atau negara sebagi penarik pajak berkedudukan lebih tinggi dan merupakan badan hukum publik yang mewakili dan menyelenggarakan kepentingan rakyat banyak. Dalam hal ini pihak fiskus atau negara dapat memaksakan pengenaan pajak kepada orang dan badan masyarakat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Di sisi lain,kedudukan wajib pajak sebagai pihak tertagih lebih rendah sehingga dapat dipaksa untuk membayar pajak itu kepada negara oleh fiskus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Walaupun demikian, dalam melaksanakan kewenangannya fiskus tetap harus menghormati oleh hukum Undang-Undang perpajakan dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang. c Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal Hukum pajak terbagi menjadi dua, yaitu hukum pajak material dan hukum pajak formal. Hukum pajak material mengatur tentang norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa saja yang harus dikenakan pajak, serta besarnya pajak terutang. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hukum ini memuat segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak, peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan,denda-denda, dan hukuman-hukuman serta tata cara pembebasan Universitas Sumatera Utara dan pengembalian pajak serta hak tagihan yang dimiliki fiskus. Dalam sistem perpajakan indonesia, ketentuan hukum pajak material meliputi antara lain Undang- Undang tentang Pajak Penghasilan PPh, pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa PPN, Pjak Penjualan Barang Mewah PPn BM, Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB, serta pajak daerah. Hukum pajak formal mengatur tentang cara-cara mengimplementasikan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Termasuk di dalamnya cara-cara penyelenggaraan pemungutan pajak, antara lain mengenai penetapan suatu utang pajak, pengawasan oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak, baik sebelum maupun sesudah diterimanya surat ketetapan pajak,kewajiban pihak ketiga dan prosedur dalam pemungutan pajak yang melanggar, kewenangan fiskus, kewajiban fiskus, serta sanksi terhadap fiskus yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tujuan pengaturan hukum pajak formal ini adalah untuk melindungi fiskus dan wajib pajak serta memberi jaminan agar hukum pajak material dapat diselenggarakan dengan tepat. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, saat ini ketentuan hukum pajak formal meliputi: Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP, Penagihurat Paksa PPSP, serta Pengadilan Pajak.

C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak di Indonesia

Hukum pajak menyangkut hukum konstitusi karena secara garis besar dan secara prinsip terdapat dalam konstitusi negara baik dalam Undang-Undang Dasar Universitas Sumatera Utara maupun konvensi. Agar dapat dilaksanakan, pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan undang-undang. Syarat ini sering disebut dengan syarat yuridis yaitu bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum baik bagi negara maupun bagi warganya. Bagi negara hukum, segala sesuatu harus diatur dengan undang-undang, termasuk pemungutan pajak. Pemungutan pajak di Indonesia diataur dalam UUD 1945 yaitu pada Pasal 23 Ayat 2 yang menyatakan:”Pengenaan dan pemungut pajak termasuk bea dan cukai untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang”. Hal ini berarti bahwa pemungutan pajak hanya untuk keperluan negara dan harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini dipertegas dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003 yang mengatur pemungutan pajak pada Pasal.23A. Pasal ini menentukan bahwa ”pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Penjelasan Pasal 23 menyebut bahwa “Dalam menetapkan pendapat dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat. Karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, segala tindakan yang menepatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Menurut pengertian hukum konstitusi itu menunjukan bahwa penariakan pajak digunakan untuk keperluan negara dan tidak boleh ditarik oleh pihak swasta Universitas Sumatera Utara atau orang perorangan atau badan hukum swasta. Dasar hukum penarikanpemungutan pajak secara formal harus dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh DPR bersama-sama pemerintah, dan tidak boleh peraturan perpajakan dibuat hanya boleh badan eksekutif pemerintah sendiri dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden,dan peraturan menteri. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan suatu jenis pajak harus terlebih dahulu dibuat undang-undangnya. Kemudian agar dapat dilaksanakan, pemerintah dapat membuat aturan pelaksanaannya, antara lain peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan selanjutnya sesuai dengan tata aturan perundang-undangan di Indonesia. Karena di Indonesia terdapat daerah yang memiliki kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri yaitu daerah provinsi dan kabupatenkota, dalam hal pemungutan pajak yang dilakukan oleh daerah tersebut, berlaku juga ketentuan hukum yang sama dengan pemungtan pajak pusat. Untuk dapat diperlakukan suatu pajak daerah, tidak boleh dodasarkan pada keputusan kepala daerah gubernur atau bupatiwalikota semata, tetapi harus berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian, setiap jenis pajak daerah yang akan dipungut oleh pemerintah provinsi atau kabupaten kota harus dilandasi dengan peraturan daerah. Peraturan daerah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang, dalam hal penetapan suatu peraturan di daerah, termasuk dalam hal pemungutan pajak daerah. Universitas Sumatera Utara 1.Daerah Hukum Formal Pemungutan Pajak di Indonesia Dasar hukum formal yang menjadi dasar dalam pemungutan pajak di Indonesia saat ini adalah: a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terahir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. c. Undang-Undang Nomo 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak; dan d. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak. 2.Dasar Hukum Material Pemungutan Pajak di Indonesia Dasar hukum material yang menjadi dasar dalam pemungutan pajak di Indonesia saat ini adalah: a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Pajak Penghasilan sebagai mana telah beberapa kali diubah terahir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Universitas Sumatera Utara b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai mana telah diubah beberapa kali terahir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Banguna sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. e. Undng-Undang nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. f. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; serta Berbagai peraturan daerah, baik Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah KabupatenKota , yang mengatur tentang pemberlakuan suatu jenis pajak di suatu provinsi atau kabupatenKota.

D. Pengelompokkan Pajak

Pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Menurut Golongan a Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Universitas Sumatera Utara Contoh : Pajak Penghasilan b Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut sifatnya a Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan b Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya a Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan yangb digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Universitas Sumatera Utara Pajak daerah terdiri atas: 1. Pajak Provinsi, contoh: Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2. Pajak Kabupatenkota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, dan pajak penerangan jalan.

E. Syarat Pemungutan Pajak

Karena pajak merupakan kontribusi wajib maka dalam melaksanakan pemungutan pajak terdapat beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu: 1 Pemungutan harus adil Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan maka pelaksanaan pemungutan harus adil, diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. 2 Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang syarat yuridis Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A yang memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3 Tidak mengganggu perekonomian syarat ekonomis Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4 Pemungutan pajak harus efisien Syarat Finansiil Universitas Sumatera Utara Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5 Sistem pemungutan pajak harus sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

F. Pengertian Utang Pajak

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

G. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk pengenaan

da pemungutannya telah ada, dan telah dipenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat objektif yang ditentukan oleh Undang-Undang Pajak secara bersamaan. Syarat objektif dipenuhi apabila terdapat keadaan yang nyata sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Pajak. Taatbestand berasal dari bahasa Jerman yang dapat berupa: perbuatan, keadaan, atau peristiwa. Pada pajak subjektif, utang pajak timbul selain setelah terpenuhinya syarta subjektif, yaitu syarat mutlak mengenai orangnya sebagai titik pertautan utama, maka keadaan objektif juga harus terpenuhiyaitu adanya keadaan atau peristiwa atau perbuatan yang ditentukan sebagai objek pajak. Sebaliknya pada pajak objektif, walaupun telah ada syarat objektif adanya objek Universitas Sumatera Utara terpenuhi syarat dengan ketentuan undang-undang, haruslah tetap tepenuhi syarat subjektif, yaitu ada subjek pajak yang dikenakan kewajiban pajak. 1.Ajaran Material Menurut ajaran material, utang pajak timbul karena adanya Undang-Undang Pajak dan peristiwakeadaanperbuatan tertentu taatbestand, serta tidak menunggu dari tindakan pihak fiskuspemerintah. Utang pajak timbul karena bunyi undang- undang saja, tanpa diperlukan perbuatan manusia. Jadi sekalipun tidak dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus, aslkan terdapat suatu taatbestand sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak, maka telah timbul utang pajak. Dengan demikian, utang pajak timbul dengan sendirinya karena undang-undang dengan kekuatan berlaku sebatas wilayah negara, dan sudah menjadi utang pajak pada permulaan tahun pajak, tergantung pada ketentuan dalam Undang-Undang Pajak yang bersangkutan. Surat ketentuan pajak dalam ajaran material tidak menimbulkan utang pajak, tetapi hanya diperlukan untuk menetapkan besarnya utang pajak kepada wajib pajak. Diterbitkannya surat ketetapan pajak pun utang pajak telah timbul asalkan taatbestand sudah mnejadi fakta fakta yuridis fiskal. Dengan demikian, meskipun surat ketetapan pajak belum diterima dan belum diketahui besarnya pajak yang terutang, seseorangyang sudah memenuhi taatbestand dianggap telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sehingga telah memiliki utang pajak dan berkewajiban membayar pajak yang terutang tersebut. Universitas Sumatera Utara Utang pajak yang timbul karena keadaan tertentu dapat dilihat misalnya pada pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor. Pajak yang timbul karena perbuatan tertentu misalnya: BPHTB, BBNKB, Bea Materai, PPh, PPN,dan PPn BM. Timbulnya utang pajak karena peristiwa tertentu misalnya: pengenaan BPHTB atas perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisan, BBNKB atas penyerahan kendaraan karena warisan dan sebagainya. Ketentuan suatu utang pajak timbul bukan karena ketepan fiskus melainkan karena undang-undang berguna dalam praktik pemungutan pajak. Salah satunya berkaitan dengan penagihan pajak terutang kepada wajib pajak yang meninggal dunia. Dalam ajaran material, jika sebelum keluarnya surat ketetapan pajak seorang wajib pajak meninggal dunia, utang pajaknya beralih kepada ahli waris. Hal ini didasari pada pengertian bahwa ahli waris secara secara hukum merupakan pihak yang ditentukan untuk menggantikan wajib pajak untuk melunasi semua kewajiban yang timbul terhadap wajib pajak yang telah meninggal dunia. Setiap ahli waris selain mewaris kekayaan dari pewaris juga mendapat tanggung jawab untuk melunasi utang-utang pewaris, termasuk utang pajak yang telah timbul pada permulaan tahun pajak, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak. 2.Ajaran Formal Ajaran kedua adalah ajaran formal yangtidak melihat tentang adanya taatbestand sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya suatu surat ketetapan pajak. Dengan demikian, utang pajak timbul pada Universitas Sumatera Utara saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak. Menurut ajaran ini, utang pajak timbul kerana ada ketetapan dari pihak pemungutan pajak yaitu pemerintah atau aparatur pajak fiskus sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya surat ketetapan pajak. Tanpa adanya surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Atau dengan kata lain, walaupun taatbestand telah dipenuhi, akan tetapi apabila belum dikeluarkan surat ketetapan pajak, maka belum ada suatu utang pajak. Menurut ajaran formal apabila seorang wajib pajak meninggal dunia sebelum dikeluarkannya surat ketetapan pajak, orang tersebut luput dari pengenaan pajak, dan kewajiban pembayaran pajak dengan sendirinya tidak dapat berpindah kepada ahli warisnya. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa utang pajak belum pernah timbul karena belum pernah dikeluarkan surat ketetapan pajaknya.

H. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak

Dari uraian tentang saat timbunya utang pajak tampak bahwa ada perbedaan yang mendasar tentang kedudukan surat ketetapan pajak dalam penentuan timbunya utang pajak. Ajaran material sangat bertolak belakang dengan ajaran formal. Menurut ajaran material, surat ketetapan pajak tidak menimbulkan utang pajak sebab utang pajak telah timbul karena undang-undang pada saat dipenuhinya taatbestand. Dengan demikian, menurut ajaran material surat ketetapan pajak hanya mempunyai fungsi untuk: Universitas Sumatera Utara a Memberitahukan besarnya pajak yang terutang, dan b Menetapkan besarnya utang pajak konsolidasi. Kedua fungsi diatas membuat surat ketetapan pajak menurut ajaran material hanya bersifat deklaratur declatoir atau pemberitahuan. Surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus hanya berfungsi sebagai pemberitahuan kepada pajak mengenai besarnya pajak terutang dan kapan jatuh tempo pembayaran pajak harus dilakukan oleh wajib pajak. Sedangkan dalam ajaran formal, surat ketetapan pajak mempunyai tiga fungsi sekaligus, yaitu: a Menimbulkan utang pajak; b Menetapkan besarnya jumlah utang pajak besamaan saatny dengan fungsi menimbulkan utang pajak; dan c Memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Bila dibandingkan dengan fungsi surat ketetapan pajak menurut ajaran material, ajaran formal mamiliki satu fungsi yang ditambahkan, yaitu menimbulkan utang pajak. Adanya fungsi ini membuat dalam ajaran formal sifat surat ketetapan pajak adalah konstitutif atau penetapan hukum. Dari iraian ini tampak bahwa bila pada ajaran material timbulnya utang pajak dan ketetapan pajak yang menentukan besarnya pajak terutang terjadi pada saat yang berbeda, maka pada ajaran formal kedua hal tersebut terjadi pada saat yang bersamaan. Universitas Sumatera Utara

I. Berakhirnya Utang Pajak

Setiap peristiwa perikatan, termasuk utang pajak, pada akhirnya akan jatuh tempo dan harus berakhir. Umumnya berakhirnya utang pajak karena dibayar atau dilunasi. Dalam hubungannya dengan hukum pajak, yang dimaksudkan dengan pembayaran atau pelunasan pajak adalah pembayaran atau pelunasan pajak adalah pembayaran dengan uang. Bahkan lebih tegas lagi adalah dengan mata uang negara yang memungut pajak tersebut. Di Indonesia pembayaran pajak terutang harus dilakukan dengan mata uang rupiah. Walaupun demikian, wajib pajak tetap dimungkinkan membayar pajak terutang dengan menggunakan mata uang selain rupiah asalkan telah mendapat persetujuan dari fiskus. Dengan demikian, apabila wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan mata uang asing, maka harus ditafsirkan bahwa bahwa fiskus telah mengizinkan. Pembayaran pajak terutang harus dilakukan pada kas negara, baik atas rekening pemerintah pusat maupun rekening pemerintah daerah yang ditunjuk oleh pemrintah. Berakhirnya utang pajak merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Dalam hukum pajak, ada beberapa cara berakhirnya utang pajak, yaitu: adanya pembayaran oleh wajib pajak ke kas negara, kompensasi, pengurangan atau penghapusan pajak yang terutang, kadaluarsa atau lewat waktu dan pembebasan. Universitas Sumatera Utara 1.Pelunasan Pembayaran Pajak Umumnya utang pajak berakhir dengan pembayarn ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh negara seperti bank-bank pemerintah, kantor pos dan giro, dan lain-lain. Pembayaran pajak yang mengakibatkan berakhirnya utang pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak atas semua pajak yang terutang yang timbul akibat adanya taatbestand yang ditentukan oleh undang-undang, termasuk sanksi administrasi dan biaya penagihan pajak yang timbul dalam pelaksaan pemungutan pajak dimaksud. Apabila wajib pajak mengajukan permihonan untuk mengangsur pembayran pajak dan kepadanya diberikan izin untik hal tersebut, kemudian wajib pajak melakukan pembayaran angsuran pajak tetapi belum melunasi seluruh pajak yang terutang, maka belum dapat di anggap bahwa ia telah membayar lunas utang pajaknya. Baru setelah seluruh angsuran pajak yang terutang telah dibayar, dapat dikatakan bahwa wajib pajak tersebut telah membayar lunas pajak dan secara otomatis berakhirlah utang pajak tersebut. 2. Kompensasi Pengimbangan Kompensasi dapat dilakukan atas pembayaran dan atas kerugian yang dimungkinkan jika pada awal pendiriannya wajib pajak badan menderita kerugian. Sedangkan kompensasi karena pembayaran dilakukan apabila salah satu pihak mempunyai utang dan mempunyai tagihan kepada pihak lain. Dalam hukum pajak, kompensasi pembayaran dapat dilakukan jika wahib pajak untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak sedangkan untuk jenis lai terdapat Universitas Sumatera Utara kekurangan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak untuk satu jenis pajak tersebut dapat dilakukan untuk membayar kekurangan pembayaran atas jenis pajak lain utang pajak lainnya yang juga terutang olehnya. Hal ini disebut kompensasi pembayaran. 3.Penghapusan Utang Dalam hukum pajak dimungkinkan pula berakhirnya pajak melalui penghapusan terhadap kewajiban pajak karena wajib pajak mengalami kebangkrutan sehingga mengalami kesulitan keuangan. Untuk menentukan apakah seorang wajib pajak pailit atau tidak diperlukan penyelidikan yang saksama oleh fiskus dengan tujuan nantinya tindakan fiskus dapat dipertanggujawabkan. 4.Kedaluwarsa lewat waktu Berakhirnya utang pajak karena kedaluwarsa atau lewat waktu terjadi jika dalam jangka waktu tertentu suatu utang pajak tersebut di anggap lunas dan tidak dapat ditagih lagi. Demikian, utang pajak akan berakhir jika telah melewati waktu kedaluwasta. Menurut Undang-Undang KUP, utang pajak akan kedaluwasa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak yang bersangkutan. Oleh karena iti, apabila telah lewat waktu 10 tahun sejak pajak terutang atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak wajib pajak belum membayar lunas utang pajaknya dan fiskus tidak melakukan tindakan penagihan pajak, secara hukum utang pajak tersebut telah berakhir dengan sendirinya. Universitas Sumatera Utara 5.Pembebasan Pembebasan pajak merupakan pengakhiran utang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak wajib pajak. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi wajib pajak yang mengalami kemunduran keuangan. Pembebasan pajak menurut Undang-Undang Pajak umumnya hanya diberikan terhadap sanksi administrasinya saja. 6.Penundaan Penagihan Dengan cara ini penagihan pajak terutang dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu. Jika kemudian wajib pajak ternyata mampu lagi untuk melunasi utang pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah dihapuskan pajaknya.

J. Penagihan Utang Pajak

Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, kewajiban yang timbul dalam hukum pajak harus dipenuhi, yaitu oleh yang diwajibkan atau diharuskan undang- undang untuk membayar pajak tersebut. Utang pajak yang timbul baik menurut ajaran material maupun ajaran formal harus dilunasi oleh wajib pajak dalam jangka waktu yang ditentukan. Hanya saja tidak semua wajib pajak membayar pajak tepat pada waktunya. Hal ini menimbulkan masalah, yaitu adanya tunggakan pajak, yang berarti wajib pajak tersebut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya. Sebagaimana halnya dalam hukum perdata apabila pihak yang berutang tidak Universitas Sumatera Utara melunasi utangnya, pihak yang berpiutanag akan dapat melakukan tindakan untuk menagih utang tersebut. Tindakan penagihan pajak dimaksudkan agar pihak yang berutang segera melunasi utangnya sehingga tidak merugikan pihak yang berpiutang. Dalam hukum pajak, negara yang bertindak sebagai pihak yang berpiutang juga memilki kewenangan untuk melakukan tindkan penagihan terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Kewenangan ini diatur dalam hukum pajak dan ditentukan secara jelas dan tertulis dalam Undang-Undang Perpajakan. Sebagai pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola administrasi perpajakan, fiskus juga diberi kewenangan untuk melakukan tindkan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Hal ini merupakan tindakan paks fiskus terhadap wajib pajak. Penagihan wajib pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh fiskus karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang Pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang Penagihan Pajak meliputi kegiatan pembuatan dan mengirim surat peringatan, surat teguran, Surat Paksa, penyitaan, lelang, pencegahan, dan penyanderaan. Penagihan pajak merupakan tindakan yang sangat penting dalam proses pemungutan pajak. Hal ini dimaksudkan agar semua wajib pajak patuh membayar pajak. Apabila tidak ada tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus, wajib pajak akan memandang enteng pajak yang menjadi kewajibannya. Sikap ini pada akhirnya akan membuat wajib pajak enggan membayar pajak karena tidak ada Universitas Sumatera Utara tindakan yang diambil oleh fiskus apabila ia tidak membayar pajak. Selain sebagai upaya paksa terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya, di sisi lain diharapkan dapat menjadi peringatan terhadap wajib pajak lainnya untuk melunasi pajak terutang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. K. Bentuk Penagihan Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif dengan diterbitkan STPSKPSKPT dan Penagihan Paksa. a. Penagihan Pasif Penagihan Pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak dengan cara melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak. b. Penagihan Aktif Penagihan Aktif adalah Penagihan yang didasarkan pada STPSKPSKPT dimana undang-undang telah menentukan tanggal jatuh tempo yaitu 1 satu bulan terhitung dari saat STPSKPSKPT diterbitkan. Sebelum tanggal jatuh tempo,fiskus dapat melakukan penagihan aktif dimana KPP menghimbau kepada wajib pajak agar melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo. Universitas Sumatera Utara c. Penagihan dengan Surat Paksa Penagihan dengan Surat Paksa dilakukan oleh fiskus melalui juru sita pajak negara yang menyampaikanmemberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor lelang negara terhadap barang-barang wajib pajak.

L. Daluwarsa Penagihan Pajak

Daluwarsa adalah lewat waktu,artinya keadaan yang telah ditentukan lewat waktu sehingga segala tindakan atau perbuatan sebagaimana disebutkan telah tidak memiliki kekuatan hukum lagi. Menurut Pasal 22 ayat 1 KUP “Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampaui waktu 5 lima tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Penilaian Kembali. Daluarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa 2. Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak langsung maupun tidak langsung. 3. Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT 4. Dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. Universitas Sumatera Utara

M. Pengertian Juru sita

Adapun pengertian jurusita pajak menurut UU.No.19 Tahun 2000 adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Karyawan Direktorat Jendral Pajak yang diangkat sebagai jurusita pajak haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a Berpendidikan dan memiliki ijazah serendah-rendahnya sekolah umum atau yang setingkat dengan itu. b Pangkat serendah-rendahnya pengatur muda golongan IIa. c Berbadan sehat dan tidak cacat fisik d Lulus Pendidikan jurusita pajak. e Sebelum melaksanakan tugasnya diangkat dan disumpah oleh pejabat. f Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengadilan. Kemudian juru sita pajak dapat diberhentikan dalam hal: a. Meninggal dunia atau pensiun. b. Sakit jasmani atau rohani terus menerus. c. lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas. d. Melakukan perbuatan tercela. e. Melanggar sumpah atau janji jurusita pajak. Universitas Sumatera Utara f. Karena alih tugas. Dari uraian tentang jurusita sebagaimana tersebut diatas maka kita ketahui bahwa tugas jurusita pajak adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan surat perintah tagihan dan sekaligus. b. Memberitahukan surat paksa. c. melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksakan penyitaan, dan d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan. Menurut pasal 18 1, UU No. 28 Tahun 2007 Tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menjadi dasar penagihan adalah: Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan. Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding serta keputusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Universitas Sumatera Utara 49

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA