Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar Di Kantor Pelayanan Pajak

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TUNGGAKAN PAJAK

SEMAKIN BESAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN BELAWAN

O L E H

NAMA : DANY OKTORA PANJAITAN

NIM : 102600114

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga penulis dengan penuh rasa syukur dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) . Dalam tugas akhir ini, penulis ingin mengemukakan masalah mengenai “Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Membesar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”.

Penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dari berbagai pihak yang telah begitu banyak membantu, untuk itu Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua penulis Papa dan Mama yang telah memberikan kasih saying kepada Penulis serta dukungan baik secara moril maupun materil sejak masih kecil hingga sekarang.

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.


(3)

4. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas sumatera utara. 5. Bang Afrizal Pasaribu, S.Sos dan Kak Corby Siburian yang telah membantu dan

mengurusi kami dalam bidang administrasi.

6. Kepada instansi kantor pelayanan pajak pratama medan belawan yang telah memberikan tempat dan waktunya untuk penulis melakukan penelitian atau riset tentang tugas akhir ini.

7. Bapak Wellfrid Sitompul selaku Kepala Seksi Penagihan dan Bapak Raden selaku Jurusita Pajak yang telah membantu penulis dalam hal mengumpulkan dan memberikan data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Kepada teman-teman stambuk 2010, khususnya kelas C terimakasih atas kebersamaannya selama ini kawan-kawan …….

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Desember 2013


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) .. 4

C. Uraian teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 5

D. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri ... 9

E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 9

F. Metode Pengumpulan Data ... 10

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 11

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan ... 13

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan ... 14

C. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi ... 16

BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak ... 22


(5)

C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak di Indonesia ... 29

D. Pengelompokan Pajak ... 33

E. Syarat Pemungutan Pajak ... 34

F. Pengertian Utang Pajak ... 35

G. Timbulnya Utang Pajak ... 36

H. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak ... 38

I. Berakhirnya Utang Pajak ... 39

J. Penagihan Utang Pajak ... 43

K. Bentuk Penagihan ... 44

L. Daluwarsa Penagihan Pajak ... 45

M. Pengertian Juru Sita ... 46

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA A. Faktor-faktor Timbulnya Tunggakan Pajak ... 48

B. Faktor-faktor Penyebab Tunggakan Pajak semakin Besar ... 50

C. Kendala yang Terjadi dalam Penagihan Tunggakan Pajak ... 52

D. Penyelesaian Masalah Penagihan Tunggakan Pajak ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57


(6)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, oleh sebab itu mahasiswa/i diwajibkan untuk melakukan riset dan pengumpulan data yang diperlukan untuk pembuatan Tugas Akhir melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang akan penulis laksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, dalam hal ini penulis tertarik untuk membahas dan melakukan riset tentang faktor-faktor tunggakan pajak semakin besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan. Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional negara kita yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur diperlukan dana yang cukup besar dan salah satu sumber dana tersebut berasal dari sektor pajak.

Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di indonesia berubah dari official assesment yang berarti pemerintah yang menentukan berapa besarnya pajak terutang dari Wajib Pajak menjadi self assesment yang berarti Wajib Pajak sendiri yang diberikan wewenang untuk menghitung,menyetor secara aktif. Walaupun kepercayaan tersebut telah diberikan kepada penanggung pajak, ternyata masih banyak dari mereka yang tidak memiliki kewajibannya dengan baik. Pajak


(7)

merupakan salah satu penerimaan yang sangat utama untuk meningkatkan penerimaan dibidang perpajakan, telah beberapa kali dilakukan penyempurnaan, tambahan, bahkan perubahan Undang-Undang Perpajakan. Peran masyarakat tentunya sangat diharapkan,namun dalam kenyataannya masih banyak dijumpai tunggakan pajak akibat tidak lunasnya utang pajak sebagaimana mestinya, inilah yang mengakibatkan kerugian negara, Wajib Pajak yang tidak patuh yang pada akhirnya menimbulkan utang pajak. Dalam melakukan penagihan pajak yang menunggak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Pajak Tambahan (SKPKBT) yang isinya tentang jumlah pajak terutang dan sanksi administrasi berupa bunga ataupun denda.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), tercantum alasan mengapa Dirjen Pajak menerbitkan STP, SKPKB, SKPKBT, sebagai contoh Pajak Penghasilan yang dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, dari hasil penelitian terdapat adanya kekurangan pajak sebagai sebagai akibat salah tulis ataupun salah penghitungan,wajib pajak dikenakan sanksi administrasi, dan lain-lain.

Setiap tahunnya, perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu semakin meningkat atau semakin besar, dikarenakan banyak Wajib Pajak yang tempat tinggalnya pindah ataupun tidak mencantumkan alamat secara jelas, sehingga membuat Juru Sita Pajak mengalami kendala untuk melakukan penagihan pajak. Tunggakan pajak yang meningkat ini belum dapat mengimbangi pencairannya, sehingga mengakibatkan target pajak yang diinginkan tidak tercapai dengan


(8)

maksimal. Jika seluruh Wajib Pajak sudah melaksanakan fungsi self assesment dengan baik dan benar,jujur dan bertanggungjawab, mungkin petugas tidak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Kemudian selanjutnya para petugas melakukan tindakan peringatan kepada Wajib Pajak untuk menyelesaikan kekurangan pajaknya. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara mengirimkan surat teguran, apabila ternyata sampai pada batas waktu yang ditentukan Wajib Pajak tidak menanggapi surat tersebut maka tindakan selanjutnya yang akan dilakukan adalah dengan surat paksa. Serta tindakan-tindakan lainnya dalam melaksanakan pencairan sampai tuntas.

Kemudian juga kendala yang paling sering dialami para petugas adalah alamat Wajib Pajak yang tidak tepat, Wajib Pajak yang pindah tempat tinggal dan tidak memberitahukan ke KPP setempat, atau Wajib Pajak menghilang tanpa jejak, melarikan diri, serta Wajib Pajak yang berbeli-belit dalam memberikan informasi pada saat petugas melakukan pemeriksaan, atau dikarenakan data pajak yang hilang sehingga petugas kesulitan melakukan penagihan. Sehubungan dengan hal itu,aparat pajak dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh berbagai faktor penunjang. Salah satunya adalah menerapkan langkah strategi meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, serta upaya yang dilakukan dalam rangka pencairan tunggakan pajak yang terutang sesuai dengan prosedur penagihan, sehingga tercapainya penvairan tunggakan pajak yang semestinya untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Berdasarkan permasalahan tersebut,penulis ingin mengetahui lebih jauh melalui Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang berjudul


(9)

“Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”

I. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

1.1 Untuk mengetahui prosedur penagihan pajak

1.2 Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam penagihan tunggakan pajak yang dilakukan oleh seksi penagihan

1.3 Untuk mengetahui penerimaan tunggakan pajak di KPP Pratama Medan Belawan

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1 Bagi mahasiswa

a. Menambah wawasan dan menguji kemampuan dibidang perpajakan, khususnya tentang penagihan tunggakan pajak.

b. Guna menciptakan dan mengembangkan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.

2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

a. Sebagai sarana menciptakan hubungan yang baik dengan Universitas Sumatera Utara khusunya program studi diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP USU).


(10)

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan.

c. Mempromosikan image yang baik tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan khususnya Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara

a. Meningkatkan hubungan antara kerjasama antara pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

b. Meningkatkan uji nyata dalam disiplin ilmu yang disampaikan selama perkuliahan.

c. Mempromosikan sumber daya manusia (SDM) Program Studi Diploma III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.

J. Uraian teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi atau


(11)

badan yang bersifat memaksa dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian Pajak, diantaranya adalah : Menurut Prof. Dr. Rochmad Soemitro, SH mengemukakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat imbalan jasa secara langsung yang dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum ( Mardiasmo 2008:1)

Dari definisi pajak diatas dapat dikatakan, pengertian pajak adalah yang dipungut oleh negara (baik pusat maupun daerah), berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak ada dua,yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara), artinya adalah pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan dan fungsi regularend (pengatur),artinya adalah pajak sebagai alat pengatur melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencari tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

3. Pembagian Pajak

3.1 Berdasarkan golongannya a. Pajak Langsung

Adalah pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak, dimana tidak dapat dibebankan/dilimpahkan kepada orang lain.


(12)

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Tidak Langsung

Adalah pajak yang pelimpahannya dilimpahkan oleh yang membayar pajak kepada orang lain (konsumen).

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3.2 Berdasarkan Pemungutannya

a. Pajak yang dipungut oleh pusat

Adalah pajak yang kewenangannya dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk pembangunan dan pengeluaran negara (baik dipusat maupun daerah )

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Materai.

b. Pajak yang dipungut oleh daerah

Adalah pajak yang kewenangannya dipungut oleh pemerintah daerah, untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga daerah tersebut.

Contoh: Pajak kendaraan bermotor, Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir.

3.3 Berdasarkan Sifatnya a. Pajak Subjektif

Adalah pajak yang patokannya pada subjeknya, yaitu kepada wajib pajak itu sendiri.


(13)

Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif

Adalah pajak yang patokannya kepada objek yanh dikenai pajaknya, yaitu ditemukan dulu objeknya apa.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan Atas Barang Mewah.

4. Subjek Pajak

Subjek Pajak adalah orang atau badan usaha yang menurut undang undang wajib membayar pajak kepada negara.

5. Objek Pajak

Objek pajak adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dijadikan dasar atau sasaran pemungut pajak.

6. Penagihan

Di dalam Ketentuan umum pasal 9 Undang-Undang nomor19 tahun 2000 tentang Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Penagihan adalah “Serangkaian tindakan Penanggung Pajak melunasi utang pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan menjual barang yang telah disita”.


(14)

K. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam melakukan PKLM pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah:

1. Jumlah pencairan tunggakan pajak yang sudah tercapai dan yang masih menunggak.

2. Daftar kegiatan penagihan aktif yang dilakukan oleh Jurusita Pajak 3. Jadwal waktu pelaksanaan penagihan

4. Dasar penagihan pajak yang mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang. 5. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan

penagihan aktif.

L. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan, metode yang digunakan penerapan PKLM tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang dimulai dari pengajuan judul, penentuan judul dan penentuan tempat PKLM, mencari bahan untuk pembuatan proposal hingga pada tahap berkonsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari berbagai sumber-sumber seperti buku-buku, majalah, undang-undang perpajakan yang ada kaitannya dengan penulisan laporan ini sebagai dasar pembahasan secara teori.


(15)

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan peninjauan / pengamatan secara langsung ke tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mencari data-data dan informasi mengenai objek PKLM 4. Pengumpulan Data

Data dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli, hasil wawancara yang berkompeten. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari sumber yang telah ada misalnya, studi kepustakaan dan dokumentasi.

5. Analisis dan Evaluasi

Penulis menganalisis dan mengevaluasi data meliputi : menganalisa data yang telah diperoleh dengan menggunakan penjelasan yang bersifat kualitatif, yaitu penjelasan dengan kata-kata yang sistematik sehingga permasalahan terungkap dengan objektif

M. Metode Pengumpulan Data

Untuk menyimpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara ( interview )

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak-pihak KPP yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi yang diberikan bagi penyusun laporan ini.


(16)

2. Observasi Lapangan

Dalam metode ini penulis terjun langsung ke lapangan untuk mengamati, mendengarkan, serta mencatat dan menyimpulkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan laporan ini.

3. Dokumentasi

Dalam metode ini penulis ,meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM, dokumen tersebut dapat berupa data-data perpajakan, struktur, berita-berita pajak dan sebagainya.

N. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Adapun yang menjadi sistematika dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai Latar Belakang, Tujuan dan Manfaat, Ruang Lingkup, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Sistematika Penulisan Laporan.

BAB II : GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN BELAWAN

Pada bab ini dibahas mengenai sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta gambaran data pegawai.


(17)

BAB III : GAMBARAN DATA DAN INFORMASI MENGENAI TUNGGAKAN PAJAK

Pada bab ini menjelaskan secara rinci mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tunggakan pajak, termasuk data Wajib Pajak yang menunggak pada suatu masa pajak.

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI DATA

Pada bab ini penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data yang akan diperoleh sehingga tercapai manfaat dan tujuan PKLM

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan mengenai hal-hal yang telah dikemukakan dan beberapa saran yang menjadi bahan masukan untuk mengatasi permasalahan dalam PKLM

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN

D. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

Sebagai gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Utara. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan dengan surat keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 juli 2001 dan dengan adanya modernisasi di lingkungan DJP, maka sejak tanggal 27 mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan yang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, yang akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB, serta melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan.

KPP Pratama adalah instansi vertical Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangannya


(19)

berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Untuk wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Medan Belawan

2. Kecamatan Medan Labuhan 3. Kecamatan Medan Marelan 4. Kecamatan Medan Deli

Adapun visi dan misi KPP Medan Belawan adalah menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan system administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi di limgkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara. Dan misi dari KPP Pratama Medan Belawan adalah menghimpun penerimaan dalam negeri dari sector pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas yang tinggi, mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan distorsi.

E. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan

Di setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan secara jelas unsur-unsur yang membantu pimpinan dalam menjalankan perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas, dan wewenang setiap anggota. Tujuan adanya struktur organisasi adalah untuk pencapaian kerja dalam organisasi yang berdasarkan pada pola hubungan kerja serta


(20)

lalu lintas wewenang dan tanggung jawab. Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh KPP Pratama Medan Belawan adalah menggunakan jenis struktur line and staff organization atau gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan fungsional.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan membawahi 9 Seksi / Sub Bagian Umum dan Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai PBB yang mana setiap Seksi Waskon terdiri dari beberapa orang Account Representative (AR) dibantu pelaksana. KPP Pratama dipimpin oleh seorang Kepala Kantor sedangkan setiap Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian Umum. Struktur organisasi yang ada di KPP Pratama Medan Belawan dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum. 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I,II,III,IV) 6. Seksi Penagihan

7. Seksi Ekstensifikasi 8. Seksi Pemeriksaan


(21)

F. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi

Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dibidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Beberapa tugas dan fungsi Organisasi Pelaksana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan :

1. Pengumpulan dan pengolahan data, penggalian potensi pajak serta ekstensifikasi wajib pajak.

2. Penatausahaan dan Pengecekan data surat pemberitahuan (SPT) Tahunan serta berkas wajib pajak.

3. Penatausahaan, penerimaan, penagihan, penyelesaian, Keberatan dan Restitusi PPh, PPN, PPnBM .

4. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan. 5. Penyuluhan dan pelayanan perpajakan.

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai keputusan Menteri Keuangan No.94/KMK.01/1994 Tanggal 29 Maret 1994, maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam struktur organisasi KPP Pratama Medan Belawan adalah :


(22)

1. Kepala Kantor

KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP,KPPBB, dan Karipka maka kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan, penyuluhan, pelayanan, pengawasan wajib pajak dibidang PPh, PPN,PPnBM, dalam wilyah kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan. Uraian pekerjaan yang ada dalam Sub Bagian Umum adalah sebagai berikut:

a. Tata Usaha dan Kepegawaian b. Koordinator Keuangan c. Koordinator rumah tangga 3. Seksi Pelayanan

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hokum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.


(23)

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan , pengolahan data, penyajian informasi, perpajakan, perekaman dokumen, perpajakan, urusan tata usaha, penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja. Tugas dan fungsinya :

a. Melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi dan pembuatan monografi pajak.

b. Melakukan penggalian potensi pajak.

c. Melakukan pemberian dukungan teknisi computer d. Perekaman dokumen perpajakan.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON) Tugas dan fungsi dari seksi ini adalah:

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak terdaftar.

b. Memberikan bimbingan himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis dari perpajakan.

c. Penyusunan profil wajib pajak d. Menganalisis kinerja wajib pajak

e. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil keputusan banding


(24)

Pada pelaksanaannya, wilayah kerja keempat seksi pengawasan dan konsultasi dibagi berdasarkan domisili / tempat tinggal / wilayah tempat wajib pajak terdaftar.

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 1. Kelurahan Kampung Besar 2. Kelurahan Martubung 3. Kelurahan Sei Mati 4. Kelurahan Pekan Labuhan 5. Kelurahan Tangkahan 6. Kelurahan Nelayan Indah b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II

1. Kelurahan Labuhan Deli 2. Kelurahan Rengas Pulau 3. Kelurahan Terjun 4. Kelurahan Tanah 600 5. Kelurahan Paya Pasir

c. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 1. Kelurahan Tanjung Mulia

2. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir 3. Kelurahan Mabar

4. Kelurahan Kota Bangun 5. Kelurahan Titi Papan


(25)

6. Kelurahan Mabar Hilir

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 1. Kelurahan Sicanang

2. Kelurahan Belawan Bahari 3. Kelurahan Belawan Bahagia 4. Kelurahan Belawan Bahagia I 5. Kelurahan Belawan Bahagia II 6. Kelurahan Bagan Deli.

6. Seksi Penagihan

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan pajak, penundaan dan pengangsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Tugas dan fungsinya adalah:

a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan pajak, penundaan pajak dan angsuran pajak

b. Melakukan penerbitan surat tagihan, surat paksa, surat perintah, melakukan penyitaan.

c. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.

Di seksi penagihan juga terdapat Juru Sita Pajak yang telah mendapat pendidikan khusus berkaitan dengan penagihan dan penyitaan pajak. Adapun tugas Juru Sita Pajak adalah :


(26)

b. Memberitahukan surat paksa.

c. Melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus memakai pakaian Juru Sita Pajak dan memperlihatkan kartu tanda pengenal kepada penanggung pajak.

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor untuk melaksanakan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksa, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama dalam melaksanakan pekerjaannya, Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilain berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi


(27)

BAB III

GAMBARAN DATA

A. Pengertian Pajak

Untuk dapat memahami pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak diharuskan membayar pajak yang terutang, tentunya perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan pajak. Banyak pengertian / defenisi yang diberikan oleh para ahli pajak tentang pajak yang mungkin berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya, sesuai dengan cara pandang masing-masing ahli. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari msyarakat kepada negara atau pemerintah berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi / balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan ( Waluyo, 2010 : 2 )

Dari defenisi pajak di atas, dapat disimpulkan pengertian pajak adalah pajak dipungut oleh negara (baik) oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah pembayaran wajib berdasarkan Undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban, dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Di sisi lain, pengenaan pajak berdasarkan Undang-undang akan menjamin bagi


(28)

pembayar pajak adanya keadilan dan kepastian hukum sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak dan menyalahgunakan data yang diberikan oleh wajib pajak selain untuk tujuan pemungutan pajak.

B. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Hukum a. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Kekuatan Hukum

Pada dasarnya pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat kepada negara tanpa ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung diperoleh oleh pembayar pajak. Oleh karena itu, untuk dapat diterapkan, pajak harus disepakat oleh masyarakat tersebut. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh pemerintah dan dewan legislatif yang merupakan perwujudan dari wakil masyarakat (rakyat). Dengan didasarkan pada undang-undang, pajak dapat dikatakan merupakan hasil kesepakatan anggota masyarakat untuk diberlakukan dalam masyarakat tersebut. Hal ini menjadi dasar hukum pemungutan pajak yang mengikat anggota masyarakat untuk patuh membayarnya. Dengan demikian, pemungutan pajak pada suatu negara sangat erat kaitannya dengan hukum. Tanpa dasar hukum yang jelas dan disepakati oleh masyarakat, pajak tidak dapat diterapkan.

Dari uraian di atas, jelas bahwa pemungutan pajak atas kekayaan atau penghasilan oleh fiskus atau negara kepada orang atau wajib pajak diatur dalam bentuk sebuah hukum. Hukum tersebut dalam arti formal berupa undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Adanya keharusan pemungutan pajak berdasarkan hukum menimbulkan hukum pajak atau hukum fiskal yang saat ini telah menjadi salah satu


(29)

cabang ilmu pengetahuan yang berkembang, seiring dengan perkembangan pemungutan pajak. Oleh karena itu, untuk memahami pajak sangat perlu memahami terlebih dahulu hukum pajak.

Hukum pajak dimaksudkan sebagai dasar dalam proses pemungutan pajak oleh negara kepada masyarakat (rakyat) atau wajib pajak. Dalam hukum pajak ditentukan dasar dan cara supaya masyarakat (wajib pajak) bersedia membayar pajak yang ditentukan oleh pemerintah. Di sini ini terlihat hubungan hukum pajak antara masyarakat (orang pribadi atau badan) sebagai wajib pajak dengan negara (melalui fiskus) yang memungut pajak. Jadi hukum pajak merupakan hukum yang mengatur mengenai kewajiban orang atau badan sebagai wajib pajak yang dapat dipaksakan untuk menyerahkan sebagian kekayaan atau penghasilannya kepada negara sebagai penarik pajak yang secara formal diatur dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya.

Ditinjau dari segi hukum, unsur-unsur pajak merupakan suatu hal yang mutlak harus ada agar pemungutan pajak dapat dilakukan. Unsur-unsur pajak antara lain harus ada undang-undang yang mengaturnya, ada pemungutan pajak (yaitu pemerintah), ada objek pajak, dan ada masyarakat (yang menjadi wajib pajak) yang harus membayar pajak. Apabila semua unsur tersebut telah ada, pemungutan pajak dapat dilaksanakan. Terpenuhinya semua unsur pajak tersebut akan menimbulkan suatu perikatan antara negara dan wajib pajak berdasarkan ketentuan undang-undang. Bila ditinjau dari perikatan yang melahirkan kewajiban bagi wajib pajak untuk membayar pajak yang terutang. Pajak merupakan perikatan yang timbul karena


(30)

undang-undang untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Perikatan yang melahirkan kewajiban pembayaran pajak yang perlu dipahami oleh wajib pajak agar dengan penuh kesadaran membayar pajak yang terutang.

b. Pengertian Hukum Pajak

Untuk memahami hukum pajak, perlu kiranya mengetahui pengertian hukum pajak menurut para ahli. Salah satu pengertian hukum pajak adalah sebagaimana dikemukakan oleh ahli hukum pajak Indonesia, yaitu R. Santoso Brotodiharjo, SH., dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang menyatakan bahwa hukum pajak yang juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara sehingga merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hibungan hukum antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak yang selanjutnya disebut wajib pajak ( R.Santoso Brotodiharjo 1981:2 ). Tugas hukum pajak adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dalam masyarakat, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini. Dengan demikian, hukum pajak diperlukan untuk menjamin hak dan kewajiban pajak serta kewenangan dan


(31)

kewajiban negara (melalui fiskus) dalam melaksanakan ketentuan yang dimaksud oleh undang-undang.

Perlunya hukum pajak misalnya saja dapat dilihat pada penagihan pajak. Untuk memaksa wajib pajak membayar pajak yang terutang yang menjadi kewajiban, hukum pajak menetapkan bahwa terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya dapat dilakukan upaya penagihan pajak. Penagihan pajak ini mulai dari tindakan himbauan agar wajib pajak membayar tepat pada waktunya, mengirimkan surat teguran atas keterlambatan wajib pajak dalam membayar pajak, sampai dengan tindakan penagihan pajak secara paksa, diantaranya dengan melakukan penyitaan terhadap barang milik wajib pajak, pelelangan barang yang disita guna memperoleh pelunasan utang pajak, serta upaya pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib pajak. Hanya saja, agar wajib pajak tidak dirugikan, fiskus harus melakukan tindakan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Fiskus tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang, dan bila hal ini dilakukan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan gugatan terhadap tindakan fiskus tersebut. Terhadap fiskus yang melakukan tindakan sewenang-wenang dan menyalahgunakan jabatannya dapat dikenakan sanksi sesuai dnegan ketentuan yang berlaku. Semua ini diatur dalam hukum pajak yang dituangkan dalam Undang-undang Perpajakan.

Dalam hukum pajak terdapat dua pihak sebagai subjek hukum yang berbeda, yaitu :


(32)

1. Pihak penarik pajak, yaitu subjek hukum negara dalam pengertian badan hukum publik, yang dalam pelaksanaannya diwakili oleh fiskus, dan

2. Pihak wajib pajak, yaitu subjek hukum orang yang dapat tediri dari : a. Orang dalam pengertian orang pribadi (natuurlijkeperson);

b. Orang dalam pengertian badan hukum (rechtperson), seperti perusahaan dalam bentuk badan hukum persero terbatas (PT), koperasi, perusahaan negara, firma, dan perseroan komanditer (CV). Biasanya dalam Undang-undang Perpajakan orang dalam pengertian badan hukum disebut sebagai badan.

Dalam hukum, manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum diperlukan suatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subjek hukum. Oleh karena itu, di samping orang, dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia yang disebut sebagai badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Badan hukum bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang pribadi. Hukum menciptakan badan hukum. Oleh karena itu, pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subjek hukum sangat diperlukan karena ternyata bermanfaat bagi lalu lintas hukum. Karena badan hukum yang dalam pajak disebut sebagai badan mempunyai hak dan kewajiban, maka badan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai wajib pajak, sama seperti wajib pajak orang pribadi. Hanya saja secara konkret dalam melaksanakan hak dan kewajibannya badan diwakili oleh pengurus yang dalam hukum pajak ditetapkan sebagai penanggung pajak.


(33)

Kedudukan kedua pihak dalam perpajakan (negara, melalui fiskus, dan wajib pajak) tidak sama sebab dalam hubungan hukum yang terjadi pihak fiskus atau negara sebagai penarik pajak berkedudukan lebih tinggi dan merupakan badan hukum publik yang mewakili dan menyelenggarakan kepentingan rakyat banyak. Dalam hal ini pihak fiskus atau negara dapat memaksakan pengenaan pajak kepada orang dan badan (masyarakat) berdasarkan undang-undang yang berlaku. Di sisi lain, kedudukan wajib pajak sebagai pihak tertagih lebih rendah sehingga dapat dipaksa untuk membayar pajak itu kepada negara oleh fiskus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Walaupun demikian, dalam melaksanakan kewenangannya fiskus tetap harus menghormati oleh hukum (Undang-undang Perpajakan) dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang.

c. Hukum Pajak Mineral dan Hukum Pajak Formal

Hukum pajak terbagi menjadi dua, yaitu hukum pajak material dan hukum pajak formal. Hukum pajak material mengatur tentang norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa saja yang harus dikenakan pajak, serta besarnya pajak terutang. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hukum ini memuat segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak, peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan dan hukuman-hukuman serta tata cara pembebasan dan pengembalian pajak serta hak tagihan yang dimiliki fiskus. Dalam sistem perpajakan


(34)

Indonesia, ketentuan hukum pajak material meliputi antara lain Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh), pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta pajak daerah.

Hukum pajak formal mengatur tentang cara-cara mengimplementasikan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Termasuk didalamnya cara-cara penyelenggaraan pemungutan pajak, antara lain mengenai penetapan suatu utang pajak, pengawasan oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak, baik sebelum maupun sesudah diterimanya surat ketetapan pajak, kewajiban pihak ketiga dan prosedur dalam pemungutan pajak yang melanggar kewenangan fiskus, kewajiban fiskus, serta sanksi terhadap fiskus yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Tujuan pengaturan hukum pajak formal ini adalah untuk melindungi fiskus dan wajib pajak serta memberi jaminan agar hukum pajak material dapat diselenggarakan dengan tepat. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, saat ini ketentuan hukum pajak formal meliputi : Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Penagihurat Paksa (PPSP), serta Pengadilan Pajak.

C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak di Indonesia

Hukum pajak menyangkut hukum konstitusi karena secara garis besar dan secara prinsip terdapat dalam konstitusi negara baik dalam Undang-undang Dasar maupun konvensi. Agar dapat dilaksanakan, pemungutan pajak di Indonesia harus


(35)

berdasarkan undang-undang. Syarat ini sering disebut dengan syarat yuridis yaitu bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum baik bagi negara maupun bagi warganya. Bagi negara hukum, segala sesuatu harus diatur dengan undang-undang, termasuk pemungutan pajak.

Pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yaitu pada Pasal 23 ayat 2 yang menyatakan “Pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang”. Hal ini berarti bahwa pemungutan pajak hanya untuk keperluan negara dan harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini dipertegas dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat tahun 2003 yang mengatur pemungutan pajak pada pasal 23 A. Pasal ini menentukan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Penjelasan pasal 23 menyebut bahwa “Dalam menetapkan pendapat dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat. Karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Menurut pengertian hukum konstitusi itu menunjukkan bahwa penarikan pajak digunakan untuk keperluan negara dan tidak boleh ditarik oleh pihak swasta atau orang perorangan atau badan hukum swasta. Dasar hukum penarikan /


(36)

pemungutan pajak secara formal harus dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh DPR bersama-sama pemerintah, dan tidak boleh peraturan perpajakan dibuat hanya oleh badan eksekutif (pemerintah) sendiri dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan menteri. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan suatu jenis pajak harus terlebih dahulu dibuat undang-undangnya. Kemudian agar dapat dilaksanakan, pemerintah dapat membuat aturan pelaksanaannya, antara lain peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan selanjutnya sesuai dengan tata aturan perundang-undangan di Indonesia.

Karena di Indonesia terdapat daerah yang memiliki kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri yaitu daerah provinsi dan kabupaten/kota, dalam hal pemungutan pajak yang dilakukan oleh daerah tersebut, berlaku juga ketentuan hukum yang sama dengan pemungutan pajak pusat. Untuk dapat diperlakukan suatu pajak daerah, tidak boleh didasarkan pada keputusan kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota) semata, tetapi harus berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian, setiap jenis pajak daerah yang akan dipungut oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota harus dilandasi dengan peraturan daerah. Peraturan daerah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undnag, dalam hal penetapan suatu peraturan di daerah, termasuk dalam hal pemungutan pajak daerah.

1. Daerah hukum formal pemungutan pajak di Indonesia

Dasar hukum formal yang menjadi dasar dalam pemungutan pajak di Indonesia saat ini adalah :


(37)

a. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000.

b. Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2000.

c. Undang-undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, dan

d. Undang-undang Nomor 14 tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak. 2. Dasar hukum material pemungutan pajak di Indonesia

Dasar hukum material yang menjadi dasar dalam pemungutan pajak di Indonesia saat ini adalah :

a. Undang-undang Nomor 7 tahun 1987 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000.

b. Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000. c. Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1994. d. Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.


(38)

e. Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000.

f. Undang-undang Nomor 18 tahun 1987 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Serta berbagai peraturan daerah, baik Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang mengatur tentang pemberlakuan suatu jenis pajak di suatu provinsi atau kabupaten/kota.

D. Pengelompokan Pajak

Pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Menurut Golongan

a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak penghasilan.

b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.

2. Menurut sifatnya

a) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak penghasilan.


(39)

b) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

3. Menurut Lembaga pemungutannya

a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.

b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Pajak daerah terdiri atas :

1) Pajak provinsi, contoh : pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air, pajak bahan bakar kenderaan bermotor.

2) Pajak kabupaten / kota, contoh : Pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan.

E. Syarat Pemungutan Pajak

Karena pajak merupakan kontribusi wajib maka dalam melaksanakan pemungutan pajak terdapat beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu :


(40)

1) Pemungutan hasil adil

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan maka pelaksanaan pemungutan harus adil, diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Di Indoensia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 A yang memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-undang perpajakan yang baru.

F. Pengertian Utang Pajak

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ( Marihot Siahaan 2008 : 5 )


(41)

G. Timbulnya Utang Pajak

Utang pajak timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk pengenaan dan pemungutan pajak telah ada, dan telah dipenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat objektif yang ditentukan oleh Undang-undang Pajak secara bersamaan. Syarat objektif dipenuhi apabila terdapat keadaan yang nyata sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Pajak. Taatbestand berasal dari bahasa Jerman yang dapat berupa : perbuatan, keadaan, atau peristiwa. Pada pajak subjektif, utang pajak timbul selain setelah terpenuhinya syarat subjektif, yaitu syarat mutlak mengenai orangnya sebagai titik pertautan utama, maka keadaan objektif juga harus terpenuhi yaitu adanya keadaan atau peristiwa atau perbuatan yang ditentukan sebagai objek pajak. Sebaliknya pada pajak objektif, walaupun telah ada syarat objektif (adanya objek terpenuhi syarat dengan ketentuan undang-undang), haruslah tetap terpenuhi syarat subjektif, yaitu ada subjek pajak yang dikenakan kewajiban pajak.

1. Ajaran Material

Menurut ajaran material, utang pajak timbul karena adanya Undang-undang Pajak dan peristiwa / keadaan / perbuatan tertentu (taatbestand), serta tidak menunggu dari tindakan pihak fiskus / pemerintah. Utang pajak timbul karena bunyi undang-undang saja, tapa diperlukan perbuatan manusia. Jadi sekalipun tidak dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus, asalkan terdapat suatu taatbestand sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pajak, maka timbul utang pajak. Dengan demikian, utang pajak timbul dengan sendirinya karena undang-undang


(42)

dengan kekuatan berlaku sebatas wilayah negara, dan sudah menjadi utang pajak pada permulaan tahun pajak, tergantung pada ketentuan dalam Undang-undang Pajak yang bersangkutan.

Surat ketentuan pajak dalam ajaran material tidak menimbulkan utang pajak, tetapi hanya diperlukan utnuk menetapkan besarnya utang pajak kepada wajib pajak. Diterbitkannya surat ketetapan pajak belum diterima dan belum diketahui besarnya pajak yang terutang, seseorang yang memenuhi taat bestand dianggap telah memenuhi syarat ibjektif dan subjektif sehingga telah memiliki utnag pajak dan berkewajiban membayar pajak yang terutang tersebut.

2. Ajaran Formal

Ajaran kedua adalah formal yang tidak melihat tentang adanya taatbestand sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya suatu surat ketetapan pajak. Menurut ajaran ini, utang pajak timbul karena ada ketetapan dari pihak pemungutan pajak yaitu pemerintah atau aparatur pajak (fiskus) sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya surat ketetapan pajak. Tanpa adanya surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Atau dengan kata lain, walaupun taatbestand telah dipenuhi, akan tetapi apabila belum dikeluarkan surat ketetapan pajak, maka belum ada suatu utang pajak.

Menurut ajaran formal apabila seorang wajib pajak meninggal dunia sebelum dikeluarkannya surat ketetapan pajak, orang tersebut luput dari pengenaan pajak, dan


(43)

kewajiban pembayaran pajak dengan sendirinya tidak dapat berpindah kepada ahli warisnya. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa utang pajak belum pernah timbul karena belum pernah dikeluarkan surat ketetapan pajaknya.

H. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak

Dari uraian tentang saat timbulnya utang pajak tampak bahwa ada perbedaan yang mendasar tentang kedudukan surat ketetapan pajak dalam penentuan timbulnya utang pajak. Ajaran material sangat bertolak belakang dengan ajaran formal. Menurut ajaran material, surat ketetapan pajak tidak menimbulkan utang pajak sebab utang pajak telah timbul karena undang-undang pada saat dipenuhinya taatbestand. Dengan demikian, menurut ajaran material surat ketetapan pajak hanya mempunyai fungsi untuk :

a) Memberitahukan besarnya pajak yang terutang, dan b) Menetapkan besarnya utang pajak (konsolidasi)

Kedua fungsi di atas membuat surat ketetapan pajak menurut ajaran material hanya bersifat deklaratur (declatoir) atau pemberitahuan. Surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus hanya berfungsi sebagai pemberitahuan kepada pajak mengenai besarnya pajak terutang dan kapan jatuh tempo pembayaran pajak harus dilakukan oleh wajib pajak.

Sedangkan dalam ajaran formal, surat ketetapan pajak mempunyai tiga fungsi sekaligus, yaitu :


(44)

a) Menimbulkan utang pajak;

b) Menetapkan besarnya jumlah utang pajak (bersamaan saatnya dengan fungsi menimbulkan utang pajak); dan

c) Memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak

Bila dibandingkan dengan fungsi surat ketetapan pajak menurut ajaran material, ajaran formal memiliki satu fungsi ini membuat dalam ajaran formal sifat surat ketetapan pajak adalah konstitutif atau penetapan hukum. Dari uraian ini tampak bahwa bila ada ajaran material timbulnya utang pajak dan ketetapan pajak yang menentukan besarnya pajak terutang terjadi pada saat yang berbeda, maka pada ajaran formal kedua hal tersebut terjadi pada saat yang bersamaan.

I. Berakhirnya Utang Pajak

Setiap peristiwa perikatan, termasuk utang pajak, pada akhirnya akan jatuh tempo dan harus berakhir. Umumnya berakhirnya utang pajak karena dibayar atau dilunasi. Dalam hubungannya dengan hukum pajak, yang dimaksudkan dengan pembayaran atau pelunasan pajak adalah pembayaran dengan uang. Bahkan lebih tegas lagi adalah dengan mata uang negara yang memungut pajak tersebut. Di Indonesia pembayaran pajak terutang harus dilakukan dengan mata uang rupiah. Walaupun demikian, wajib pajak tetap dimungkinkan membayar pajak terutang dengan menggunakan mata uang selain rupiah asalkan telah mendapat persetujuan dari fiskus. Dengan demikian, apabila wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan mata uang asing, maka harus ditafsirkan bahwa fiskus telah mengizinkan.


(45)

Pembayaran pajak terutang harus dilakukan pada kas negara, baik atas rekening pemerintah pusat maupun rekening pemerintah daerah yang ditunjuk oleh pemerintah.

Berakhirnya utang pajak merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Dalam hukum pajak, ada beberapa cara berakhirnya utang pajak, yaitu adanya pembayaran oleh wajib pajak ke kas negara, kompensasi, pengurangan atau penghapusan pajak yang terutang, kadaluarsa atau lewat waktu dan pembebasan.

1. Pelunasan / Pembayaran Pajak

Umumnya utang pajak berakhir dengan pembayaran ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh negara seperti bank-bank pemerintah, kantor pos dan giro, dan lain-lain. Pembayaran pajak yang mengakibatkan berakhirnya utang pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak atas semua pajak yang terutang yang timbul akibat adanya taatbestand yang ditentukan oleh undang-undang, termasuk sanksi administrasi dan biaya penagihan pajak yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan pajak dimaksud. Apabila wajib pajak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak dan kepadanya diberikan izin untuk hal tersebut, kemudian wajib pajak melakukan pembayaran angsuran pajak tetapi belum melunasi seluruh pajak yang terutang, maka belum dapat dianggap bahwa ia telah membayar (lunas) utang pajaknya. Baru setelah seluruh angsuran pajak yang terutang telah dibayar, dapat dikatakan bahwa wajib pajak tersebut telah membayar (lunas) pajak dan secara otomatis berakhirlah utang pajak tersebut.


(46)

2. Kompensasi (Pengimbangan)

Kompensasi dapat dilakukan atas pembayaran dan atas kerugian yang dimungkinkan jika pada awal pendiriannya wajib pajak badan menderita kerugian. Sedangkan kompensasi karena pembayaran dilakukan apabila salah satu pihak mempunyai utang dan mempunyai tagihan kepada pihak lain. Dalam hukum pajak, kompensasi pembayaran dapat dilakukan jika wajib pajak untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak sedangkan untuk jenis lain terdapat kekurangan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak untuk satu jenis pajak tersebut dapat dilakukan untuk membayar kekurangan pembayaran atas jenis pajak lain (utang pajak lainnya) yang juga terutang olehnya. Hal ini disebut kompensasi pembayaran.

3. Penghapusan Utang

Dalam hukum pajak dimungkinkan pula berakhirnya pajak melalui penghapusan terhadap kewajiban pajak karena wajib pajak mengalami kebangkrutan sehingga mengalami kesulitan keuangan. Untuk menentukan apakah seorang wajib pajak pailit atau tidak diperlukan penyelidikan yang seksama oleh fiskus dengan tujuan nantinya tindakan fiskus dapat dipertanggungjawabkan.

4. Kedaluwarsa (Lewat Waktu)

Berakhirnya utang pajak karena kedaluwarsa atau lewat waktu terjadi jika dalam jangka waktu tertentu suatu utang pajak tersebut dianggap lunas dan tidak


(47)

dapat ditagih lagi. Demikian, utang pajak akan berakhir jika telah melewati waktu kedaluwarsa. Menurut Undang-undang KUP, utang pajak akan kedaluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila telah lewat waktu 10 tahun sejak pajak terutang atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak wajib pajak belum membayar lunas utang pajaknya dan fiskus tidak melakukan tindakan penagihan pajak, secara hukum utang pajak tersebut telah berakhir dengan sendirinya.

5. Pembebasan

Pembebasan pajak merupakan pengakhiran utang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak wajib pajak. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi wajib pajak yang mengalami kemunduran keuangan. Pembebasan pajak menurut Undang-undang Pajak umumnya hanya diberikan terhadap sanksi administrasinya saja.

6. Penundaan Penagihan

Dengan cara ini penagihan pajak terutang dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu. Jika kemudian wajib pajak ternyata mampu lagi untuk melunasi utang pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah dihapuskan pajaknya.


(48)

J. Penagihan Utang Pajak

Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, kewajiban yang timbul dalam hukum pajak harus dipenuhi yaitu oleh yang diwajibkan atau diharuskan undang-undang untuk membayar pajak tersebut. Utang pajak yang timbul baik menurut ajaran material maupun ajaran formal harus dilunasi oleh wajib pajak dalam jangka waktu yang ditentukan. Hanya saja tidak semua wajib pajak membayar pajak tepat pada waktunya. Hal ini menimbulkan masalah, yaitu adanya tunggakan pajak, yang berarti wajib pajak tersebut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya. Sebagaimana halnya dalam hukum perdata apabila pihak yang berutang tidak melunasi utangnya, pihak yang berpiutang akan dapat melakukan tindakan untuk menagih utang tersebut. Tindakan penagihan pajak dimaksudkan agar pihak yang berutang segera melunasi sehingga tidak merugikan pihak yang berpiutang.

Dalam hukum pajak negara yang bertindak sebagai pihak yang berpiutang juga memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan penagihan terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Kewenangan ini diatur dalam hukum pajak dan ditentukan secara jelas dan tertulis dalam Undang-undang Perpajakan. Sebagai pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola administrasi perpajakan, fiskus juga diberi kewenangan untuk melakukan tindakan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Hal ini merupakan tindakan paks fiskus terhadap wajib pajak.

Penagihan wajib pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh fiskus karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang Pajak, khususnya mengenai


(49)

pembayaran pajak yang terutang Penagihan Pajak meliputi kegiatan pembuatan dan mengirim surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, pencegahan, dan penyanderaan.

Penagihan pajak merupakan tindakan yang sangat penting dalam proses pemungutan pajak. Hal ini dimaksudkan agar semua wajib pajak patuh membayar pajak. Apabila tidak ada tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus, wajib pajak akan memandang enteng pajak yang menjadi kewajibannya. Sikap ini pada akhirnya akan membuat wajib pajak enggan membayar pajak karena tidak ada tindakan yang diambil oleh fiskus apabila ia tidak membayar pajak. Selain sebagai upaya paksa terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya, di sisi lain diharapkan dapat menjadi peringatan terhadap wajib pajak lainnya untuk melunasi pajak terutang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

K. Bentuk Penagihan

Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif (dengan diterbitkan STP/SKP/SKPT) dan penagihan paksa.

a. Penagihan Pasif

Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak dengan cara melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak.


(50)

b. Penagihan Aktif

Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP/SKP/SKPT dimana undang-undang telah menentukan tanggal jatuh tempo yaitu 1 (satu) bulan terhitung dari saat STP/SKP/SKPT diterbitkan. Sebelum tanggal jatuh tempo, fiskus dapat melakukan penagihan aktif dimana KPP menghimbau kepada wajib pajak agar melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo.

c. Penagihan dengan Surat Paksa

Penagihan dengan Surat Paksa dilakukan oleh fiskus melalui juru sita pajak negara yang menyampaikan / memberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor lelang negara terhadap barang-barang wajib pajak.

L. Daluwarsa Penagihan Pajak

Daluwarsa adalah lewat waktu artinya keadaan yang telah ditentukan lewat waktu sehingga segala tindakan atau perbuatan sebagaimana disebutkan telah tidak memiliki kekuatan hukum lagi.

Menurut Pasal 22 ayat 1 KUP “Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Penilaian Kembali.


(51)

Daluarsa penagihan pajak tertangguh apabila : 1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa

2. Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak langsung maupaun tidak langsung 3. Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

M. Pengertian Juru Sita

Adapun pengertian juru sita pajak menurut UU No. 19 tahun 2000 adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

Karyawan Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat sebagai jurusita pajak haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Berpendidikan dan memiliki ijazah serendah-rendahnya sekolah umum atau yang setingkat dengan itu

b) Pangkat serendah-rendahnya pengatur muda golongan II/a c) Berbadan sehat dan tidak cacat fisik

d) Lulus pendidikan jurusita pajak

e) Sebelum melaksanakan tugasnya diangkat dan disumpah oleh pejabat Kemudian juru sita pajak dapat diberhentikan dalam hal :

a) Meninggal dunia atau pensiun

b) Sakit jasmani atau rohani terus-menerus


(52)

d) Melakukan perbuatan tercela

e) Melanggar sumpah atau janji jurusita pajak. f) Karena alih tugas

Dari uraian tentang jurusita sebagaimana tersebut di atas maka kita ketahui bahwa tugas jurusita pajak adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan surat perintah tagihan dan sekaligus b. Memberitahukan surat paksa

c. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan, dan

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan

Menurut pasal 18 (1) UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yang menjadi dasar penagihan adalah : Surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, tambahan, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan putusan banding serta keputusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.


(53)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

A. Faktor-faktor Timbulnya Tunggakan Pajak

Pada ajaran material dimana Utang Pajak timbul apabila terpenuhi keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang memenuhi syarat dikenakan pajak sesuai dengan masing-masing Undang-undang Pajak tersebut. Dengan demikian, untuk melunasi utang pajak terutang, wajib pajak tidak perlu menunggu terbitnya Surat Ketetapan Pajak dari fiskus.

Ketentuan dalam Undang-undang KUP mengatur bahwa setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Hal ini yang mendasari bahwa dalam pembayaran pajak, wajib pajak tidak perlu menunggu dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus sehingga tidak ada alasan bagi wajib pajak untuk membayar pajak hanya karena menganggap ia belum memiliki utang pajak. Sepanjang fakta kena pajak telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-undang pajak, maka utang pajak telah timbul terhadap orang tersebut dan ia harus membayar pajak yang terutang sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan Undang-Undang KUP, dalam pengenaan PPh, PPN dan PPnBM, Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) tidak berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan wajib


(54)

pajak. Penerbitan suatu surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dimaksudkan bahwa wajib pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam SPT, kepadanya tidak perlu diberikan Surat Ketetapan Pajak ataupun Surat Keputusan dari administrasi perpajakan.

Apabila fiskus mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak benar, fiskus menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya. Apabila diketahui kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar, misalnya : pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, maka fiskus menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam kaitannya dengan saat timbulnya utang pajak, ketentuan perpajakan Indonesia menganut prinsip yang sedikit menyimpang terhadap ajaran material. Hal ini terkait dengan administrasi pemungutan pajak di Indonesia. Pada prinsipnya, pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah :


(55)

a. Pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga.

b. Pada massa akhir pajak, untuk PPh karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena pajak atas pemungutan PPN dan PPnBM, dan

c. Pada akhir tahun, untuk PPh

Tampak bahwa walaupun menurut ajaran material utang pajak timbul pada saat terpenuhinya taatbestand, tetapi karena berkaitan dengan administrasi perpajakan yang tidak sederhana, ketentuan perpajakan Indonesia memberikan kelonggaran dalam penentuan saat terutangnya pajak atau saat timbulnya utang pajak. Pajak terutang ini harus dibayar sesuai dengan batas waktu (jatuh tempo) pembayaran pajak yang ditentukan. Selama pajak dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, utang pajak akan hapus dan tidak ada tunggakan pajak yang perlu ditagih oleh fiskus.

B. Faktor-faktor Penyebab Tunggakan Pajak semakin Besar 1. Pertambahan Jumlah Wajib Pajak

Kegiatan ekstensifikasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak mengakibatkan jumlah wajib pajak semakin bertambah setiap tahunnya.

Kewajiban wajib pajak yang utama adalah menghitung, memotong, menyetorkan, dna melaporkan pajaknya sendiri. Dari tabel di bawah dapat dilihat


(56)

jumlah wajib pajak orang pribadi paling besar jumlahnya dibanding wajib pajak badan maupun wajib pajak bendaharawan.

Gambaran data wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terdapat pada tabel 1.1 di bawah ini

Tabel 1.1

Jumlah Wajib Pajak yang Terdaftar

Keterangan 2011 2012

Orang pribadi 22.242 22.597

Badan 3.904 4.027

Bendaharawan 90 97

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, 2013

Di bawah ini dapat dilihat jumlah tunggakan pajak dari tahun 2011 sampai 2012 mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah wajib pajak berbanding lurus dengan jumlah tunggakan pajak.

Tabel 1.2

Jumlah Tunggakan Wajib Pajak

Keterangan 2011 2012

Orang pribadi 768.302.728 981.135.532


(57)

2. Banyaknya Kohir sehingga Menyebabkan Banyak Wajib Pajak yang Tidak Patuh Ketidakpatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya mendorong dikeluarkannya STP dan SKPKB.

3. Alamat Wajib Pajak Tidak Ditemukan atau Berpindah-pindah Tempat Tinggal Alamat wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan tindakan penagihan, seperti pengiriman Surat Teguran dan penyampaian Surat Paksa.

4. Kurangnya Penyuluhan sehingga Pemahaman Rendah

Karena kurang penyuluhan maka mengakibatkan pemahaman masyarakat rendah, terutama warga yang tinggal di tempat yang masih sangat sulit terjangkau informasi.

C. Kendala yang Terjadi dalam Penagihan Tunggakan Pajak

Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, apabila ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan wajib pajak dalam melakukan perhitungan pajak yang terutang atau wajib pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan, Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan. Ketiga surat ini merupakan sarana administrasi bagi Direktur Pajak Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila tagihan pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, penagihan dapat dilakukan dengan Surat Paksa.


(58)

Pada KPP Medan Belawan kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut :

1. Alamat wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan tindakan penagihan, seperti pengiriman Surat Teguran dan penyampaian Surat Paksa.

2. Keberadaan wajib pajak atau penanggung pajak tidak ditemukan baik karena pindah domisili maupun dengan sengaja menghindar.

3. Data dan informasi tentang wajib pajak atau penanggung pajak yaitu identitas lengkap, pengurus, serta daftar harta / asset yang tidak selalu mutakhir sehingga menyulitkan tindakan penagihan aktif.

4. Kurangnya dan pengetahuan sebagian wajib pajak baru dalam bidang perpajakan, sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi yang tidak bisa diterima wajib pajak.

5. Kemampuan likuiditas wajib pajak atau penanggung pajak yang rendah untuk melunasi tunggakan pajaknya, dikarenakan kondisi perusahaan yang sedang buruk, serta penetapan ketetapan pajak yang bermasalah yang terlalu membebani wajib pajak atau penanggung pajak.

6. Wajib pajak atau penanggung pajak tidak kooperatif dalam melunasi tunggakan pajak seperti memperlambat tunggakan pajak, maupun wanprestasi atas kesepakatan pelunasan pajak.


(59)

D. Penyelesaian Masalah Penagihan Tunggakan Pajak Pemecahan masalah dalam hal penagihan tunggakan pajak :

1. Untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan di bidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan telah menganut sistem self assessment namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pemahaman tentang ketentuan penagihan pajak, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif. 2. Menjelaskan kepada wajib pajak selama wajib pajak membayar pajak tepat

waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. 3. Apabila juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan

tugasnya, maka juru sita dapat meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

4. Adakalanya wajib pajak keberatan atau tidak memperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik wajib pajak tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang). Apabila wajib pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

5. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa wajib pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya. Oleh sebab


(60)

itu wajib pajak atau wakilnya menunjukkan bukti bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya wajib pajak.

6. Apabila wajib pajak tidak mau menandatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan pada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan dikarenakan pada umumnya banyak wajib pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran wajib pajak.

Hal demikian yang membuat wajib pajak melalaikan kewajibannya dalam membayar pajak dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan untuk itulah kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan dalam hal penagihan pajak dengan surat paksa untuk berupaya mencari solusi di dalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan, dengan aktif di dalam pelaksanaannya.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis akan menarik kesimpulan antara lain :

a. Prosedur penagihan pajak merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan dengan menegur atau mengingatkan, memberikan surat paksa apabila sudah melewati jatuh tempo selama 21 hari,apabila tidak merespon maka diterbitkannya lah surat penyitaan bahkan sampai pada pelelangan barang.

b. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan tunggakan atau penerimaan pajaknya meningkat yaitu sebesar Rp. 981.135.532 , dibanding tahun sebelumnya hanya Rp. 768.302.728.

c. Timbulnya peningkatan penerimaan hutang pajak disebabkan karena banyaknya wajib pajak yang melunasi hutang pajaknya

d. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun secara umum penerimaan di bidang perpajakan semakin meningkat

e. Para petugas pajak masih mengalami berbagai kendala dalam melakukan penagihan pajak, misalnya wajib pajak memberikan data palsu, dsb


(62)

B. Saran

1. Sebaiknya masyarakat atau wajib pajak harus berperan aktif dalam kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan.

2. Untuk mengurangi banyaknya tunggakan pajak atau penerimaannya ada baiknya para penanggung pajak tersebut harus tepat waktu melunasi pajaknya. 3. Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan diharapkan mempersiapkan Juru Sita yang handal dan tangguh dalam melaksanakan proses penagihan pajak.

4. Melakukan tindakan penagihan secara rutin kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak.

5. Data dari wajib pajak menjadi dasar untuk melakukan penagihan tunggakan pajak.

6. Para petugas sebaiknya lebih tegas lagi atau lebih memperbanyak penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajaknya.


(1)

2. Banyaknya Kohir sehingga Menyebabkan Banyak Wajib Pajak yang Tidak Patuh Ketidakpatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya mendorong dikeluarkannya STP dan SKPKB.

3. Alamat Wajib Pajak Tidak Ditemukan atau Berpindah-pindah Tempat Tinggal Alamat wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan tindakan penagihan, seperti pengiriman Surat Teguran dan penyampaian Surat Paksa.

4. Kurangnya Penyuluhan sehingga Pemahaman Rendah

Karena kurang penyuluhan maka mengakibatkan pemahaman masyarakat rendah, terutama warga yang tinggal di tempat yang masih sangat sulit terjangkau informasi.

C. Kendala yang Terjadi dalam Penagihan Tunggakan Pajak

Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, apabila ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan wajib pajak dalam melakukan perhitungan pajak yang terutang atau wajib pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan, Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan. Ketiga surat ini merupakan sarana administrasi bagi Direktur Pajak Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila tagihan pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, penagihan dapat dilakukan dengan Surat Paksa.


(2)

Pada KPP Medan Belawan kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut :

1. Alamat wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan tindakan penagihan, seperti pengiriman Surat Teguran dan penyampaian Surat Paksa.

2. Keberadaan wajib pajak atau penanggung pajak tidak ditemukan baik karena pindah domisili maupun dengan sengaja menghindar.

3. Data dan informasi tentang wajib pajak atau penanggung pajak yaitu identitas lengkap, pengurus, serta daftar harta / asset yang tidak selalu mutakhir sehingga menyulitkan tindakan penagihan aktif.

4. Kurangnya dan pengetahuan sebagian wajib pajak baru dalam bidang perpajakan, sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi yang tidak bisa diterima wajib pajak.

5. Kemampuan likuiditas wajib pajak atau penanggung pajak yang rendah untuk melunasi tunggakan pajaknya, dikarenakan kondisi perusahaan yang sedang buruk, serta penetapan ketetapan pajak yang bermasalah yang terlalu membebani wajib pajak atau penanggung pajak.

6. Wajib pajak atau penanggung pajak tidak kooperatif dalam melunasi tunggakan pajak seperti memperlambat tunggakan pajak, maupun wanprestasi atas kesepakatan pelunasan pajak.


(3)

D. Penyelesaian Masalah Penagihan Tunggakan Pajak Pemecahan masalah dalam hal penagihan tunggakan pajak :

1. Untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan di bidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan telah menganut sistem self assessment namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pemahaman tentang ketentuan penagihan pajak, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif. 2. Menjelaskan kepada wajib pajak selama wajib pajak membayar pajak tepat

waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. 3. Apabila juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan

tugasnya, maka juru sita dapat meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

4. Adakalanya wajib pajak keberatan atau tidak memperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik wajib pajak tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang). Apabila wajib pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

5. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa wajib pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya. Oleh sebab


(4)

itu wajib pajak atau wakilnya menunjukkan bukti bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya wajib pajak.

6. Apabila wajib pajak tidak mau menandatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan pada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan dikarenakan pada umumnya banyak wajib pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran wajib pajak.

Hal demikian yang membuat wajib pajak melalaikan kewajibannya dalam membayar pajak dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan untuk itulah kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan dalam hal penagihan pajak dengan surat paksa untuk berupaya mencari solusi di dalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan, dengan aktif di dalam pelaksanaannya.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis akan menarik kesimpulan antara lain :

a. Prosedur penagihan pajak merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan dengan menegur atau mengingatkan, memberikan surat paksa apabila sudah melewati jatuh tempo selama 21 hari,apabila tidak merespon maka diterbitkannya lah surat penyitaan bahkan sampai pada pelelangan barang.

b. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan tunggakan atau penerimaan pajaknya meningkat yaitu sebesar Rp. 981.135.532 , dibanding tahun sebelumnya hanya Rp. 768.302.728.

c. Timbulnya peningkatan penerimaan hutang pajak disebabkan karena banyaknya wajib pajak yang melunasi hutang pajaknya

d. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun secara umum penerimaan di bidang perpajakan semakin meningkat

e. Para petugas pajak masih mengalami berbagai kendala dalam melakukan penagihan pajak, misalnya wajib pajak memberikan data palsu, dsb


(6)

B. Saran

1. Sebaiknya masyarakat atau wajib pajak harus berperan aktif dalam kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan.

2. Untuk mengurangi banyaknya tunggakan pajak atau penerimaannya ada baiknya para penanggung pajak tersebut harus tepat waktu melunasi pajaknya. 3. Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan diharapkan mempersiapkan Juru Sita yang handal dan tangguh dalam melaksanakan proses penagihan pajak.

4. Melakukan tindakan penagihan secara rutin kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak.

5. Data dari wajib pajak menjadi dasar untuk melakukan penagihan tunggakan pajak.

6. Para petugas sebaiknya lebih tegas lagi atau lebih memperbanyak penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajaknya.