Masalah pada Transaksi LC di Bank Muamalat Indonesia
60
Bank Muamlat Indonesia. Meskipun Bank Muamalat Indonesia belum menggunakan hedging, bukan berarti bank tidak memiliki manajemen risiko kurs.
Pada hal ini Bank Muamalat memang telah menyiapkan metode manajemen risiko tersendiri dengan cara memiliki analis khusus untuk menentukan open
position valuta asing. Jadi, meskipun tanpa menggunakan hedging bank tetap bisa
mengendalikan risiko yang akan terjadi. Sehingga bank tetap bisa mendapatkan keuntungan dari transaksi valuta asing.
Strategi yang dibuat oleh analis dalam pengendalian posisi nilai tukar memang tidak selamanya tepat. Salah prediksi pastinya pernah terjadi dalam
manajemen risiko kurs valuta asing ini. Akan tetapi, bukan berarti yang telah menggunakan hedging dalam transaksi valuta asingnya lalu assetnya akan benar-
benar terlindungi. Institusi yang menggunakan hedging dalam kegiatan manajemen risikonya, awalnya juga telah memprediksikan bahwa kejadian yang
akan terjadi seperti ini. Namun ketika ternyata kenyataan berbanding terbalik dengan prediksi awal, berarti ia juga akan kehilangan apa yang diharapkannya.
Misalnya seorang importir memiliki kewajiban berupa utang luar negeri dalam bentuk USD untuk waktu tiga bulan yang akan datang, dan diprediksikan sampai
dengan tiga bulan ke depan rupiah akan melemah dan USD menguat. Kemudian importir melakukan hedging secara forward untuk tiga bulan ke depan. Setelah
deal dengan harga yang ditentukan, ternyata pada saat jatuh tempo pembayaran
61
yaitu tiga bulan kemudian ternyata rupiah mengalami apresiasi, maka pada saat itu sebenarnya importir mengalami kerugian.
Mengenai risiko, sesungguhnya dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari risiko. Untuk mengatasi risiko nilai tukar memang dinilai lebih sulit
bagi lembaga keuangan Islam, karena cara perlindungan risiko yang ada dan biasa digunakan adalah cara yang biasa digunakan pada lembaga keuangan
konvensional. Kontrak mata uang berjangka dilarang karena di dalamya mengandung unsur gharar, maysir dan riba. Oleh karena itu, diperlukan adanya
instrumen lindung nilai Islami terlepas dari maysir, gharar dan riba. Manajemen risiko kurs yang digunakan oleh Bank Muamalat Indonesia
meskipun bukan manajemen risiko yang biasa digunakan dan secara teori belum ada pengembangannya, namun penggunaannya cocok digunakan pada bank
syariah. Pada transaksi letter of credit, untuk melindungi diri dari risiko kurs, Bank Muamalat melibatkan pihak ketiga. Seperti menjual LC impor yang
pembayarannya ditangguhkan untuk beberapa hari kemudian kepada financing bank
. Konsep manajemen risiko secara syariah lebih menekankan kepada risk sharing
. Konsep risk sharing dalam perbankan syariah dapat diartikan dengan risiko yang dihadapi bank syariah dapat disharing dengan bank lainnya. Namun
penjualan LC impor pada financing bank yang digunakan Bank Muamalat sebagai bagian dari manajemen risiko kurs valuta asing. merupakan bentuk dari
risk transfer bukan risk sharing, hal ini dilakukan karena Bank Mumalat belum
62
terlibat dengan hedging secara langsung, maka Bank Muamalat mentranfernya pada financing bank.
Keberhasilan Bank Muamalat dalam mengatasi risiko kurs dinilai berhasil. Dengan menerapkan strategi yang dibuat oleh analis pada pengaturan open
position . Hal ini terbuti pada, tahun lalu Bank Muamalat memperoleh laba reval
diatas Rp.60.000.000.000. Oleh karena itu para nasabah tetap percaya dan loyal kepada Bank Muamalat. Selain itu, jika bank syariah benar-benar patuh terhadap
prinsip syariah, maka sebenarnya bank syariah telah melakukan mitigasi risiko pasar, dan ini yang telah diterapkan oleh Bank Muamalat Indonesia.