53
Ketika Bank Muamalat berperan sebagai advising bank, saat bank menerima LC dari luar, bank menyerahkan LC tersebut kepada eksportir
agar eksportir segera menyiapkan barang-barang permintaan importir untuk diekspor. Setelah barang dikirim, kemudian dokumen-dokumennya dikirim ke
Bank Muamalat untuk ditagihkan. Dalam perbankan syariah, untuk LC yang dibuka pada umumnya
menggunakan akad kafalah. Namun Sebenarnya secara idealnya LC menggunakan akad wakalah, karena bank hanya mewakilkan nasabah saja.
Uang sudah dipegang oleh bank, cash collateral 100 persen sudah dipegang dananya, bank tinggal mengeluarkan LC sebagai wakil dari nasabah tersebut,
jadi menggunakan wakalah. Tapi, karena nasabah adalah businessman, mereka membutuhkan perputaran dana, maka nasabah sering tidak
memberikan uang cash kepada bank, jadi mereka hanya memberikan fixed asset
saja, sehingga cashnya masih bisa mereka putar untuk bisnisnya. Karena seringnya nasabah menggunakan fixed asset sebagai jaminan, maka akad yang
digunakan tidak lagi dengan wakalah namun menjadi kafalah. Setelah nasabah memberikan jaminan berupa fixed asset, lalu diproses seperti biasa,
seperti pembiayaan pada umumnya yaitu ada analisa, komite, sampai nanti keluar fasilitasnya. Setelah fasilitas keluar, barulah Relationship Manager
RM atau Accounting Manager AM yang membantu nasabah mengurus transaksi ini. Setelah mendapat persetujuan dari komite, kemudian nasabah
mengisi aplikasi untuk pengajuan LC. Jika nasabah membutuhkan dana dari
54
bank untuk kebutuhan pembiayaan bisnisnya, maka AM akan memeriksa jenis pembiayaan yang cocok untuk nasabah tersebut. Misalnya murabahah,
musyarakah , mudharabah atau yang lainnya. Namun pembiayaan yang
dikeluarkan tidak berbarengan dengan pengeluaran LC, karena nanti akibatnya dapat melampaui nilai plafond yang disediakan oleh bank. Maka
setelah LC direalisasikan, fasilitas kafalahnya harus ditutup, lalu memunculkan fasilitas baru yaitu murabahah atau mudharabah. Setelah dana
cair, barulah dibuat settlement untuk LC nya. Jadi jenis akad yang tersedia, ada yang berupa kafalah saja, yaitu jika nasabah sudah mandiri dan siap dari
segi keuangannya. Atau jika nasabah menggunakan uang dari bank juga, maka dari kafalah berubah menjadi murabahah, mudharabah ataupun
musyarakah . Akad-akad tersebut digunakan tergantung dari analisa marketing
dan kebutuhan dari nasabah. Untuk mempermudah pemahaman, berikut ini merupakan gambaran
mekanisme transaksi LC:
55
Keterangan Gambar: 1. ImportirApplicant dan EksportirBeneficiary melakukan kesepakatan jual
beli dan pembayarannya dijamin dengan LC. 2. Applicant datang kepada issuing bank untuk membuka LC. permohonan
pembukaan LC yang diajukan applicant kemudian dianalisa oleh RM atau AM.
3. Antara issuing bank dan advising bank, keduanya merupakan anggota swift dan sudah memiliki RMA Relationship Management Application.
4. Setelah Issuing bank menyetujui pembukaan LC kemudian issuing bank mengirim LC kepada advising bank melalui swift, dengan MT700.
5. Ketika advising bank sudah menerima LC dari issuing bank, kemudian advising bank
menyerahkan LC tersebut kepada eksportir. 6. Setelah menerima dan mempelajari isi LC, kemudian beneficiary
menyiapkan kemudian mengirim barang kepada importerapplicant. 7. Setelah beneficiary mengirim barang dan memeperoleh bill of lading BL
dari perusahaan pengiriman barang. Kemudian BL tersebut diserahkan kepada advising bank disertai dokumen-dokumen yang dipersyaratkan
pada LC. 8. Setelah advising bank menerima BL dari beneficiary kemudian
mencocokan dokumen-dokumen tersebut dengan LC, setelah cocok advising melakukan pembayaran kepada beneficiary.
56
9. Advising bank mengirim dokumen-dokumen tersebut kepada issuing bank dan meminta penggantian pembayaran.
10. Issuing bank mengkafil kewajiban pembayaran applicant kepada beneficiary
, sebelum tanggal jatuh tempo. 11. Issuing bank menyerahkan dokumen-dokumen kepada applicant agar
applicant dapat mengambil barang dari perusahaan pengiriman barang,
dan meminta kepada applicant untuk membayar kewajibannya. 12. Applicant memenuhi membayar kewajibannya kepada issuing bank.
3. Sight dan Ussance pada Transaksi Letter of credit
Sight dan Ussance adalah jenis LC. Nasabah memilih sight atau
ussance karena memiliki alasan tertentu. Sight adalah LC yang diterbitkan
dan pada saat pengajuan dokumen untuk pembayaran, dari sejak bank menerima dokumen sampai 5 hari kerja sesuai aturan UCP memeriksa
dokumen tersebut, pada hari kelima bank harus sudah memutuskan untuk membayar atau menolak. Jika ada discreapancies atau penyimpangan tidak
sesuai antara dokumen dengan syarat dan kindisi LC maka bank boleh menolak. Akan tetapi apabila sesuai, bank wajib membayar.
Untuk LC ussance, pada saat dokumen dipresentasikan, lima hari sejak diterimanya dokumen itu bank memeriksa, maka pada maksimum hari
kelimanya bank sudah harus memutuskan mengaksep atau menolak. Jadi bukan membayar atau menolak, seperti pada sight. Mengaksep artinya, bank
57
akan mengeluarkan pernyataan bahwa dokumen-dokumen tersebut telah dicek dan sudah diaksep. Untuk masalah pembayarannya kapan, sesuai dengan term
dari LC ketika pertama kali dibuka. Misalnya LC dibuka dengan term ussance
30 hari, ussance 60 hari atau ussance 90 hari. Meskipun begitu, akseptasi tetap 5 hari, akan tetapi jatuh tempo bayarnya sesuai dengan pilihan
buyer dan seller pada saat kontrak.
Adanya perbedaan sight dan ussance, biasanya sight harganya lebih murah sedangkan ussance lebih mahal, karena barang sudah diterima
sedangkan pembayarannya ditangguhkan. Oleh karena itu, baru-baru ini ada yang dikenal dengan LC UPAS. UPAS adalah Ussance Payable At Sight,
yaitu LC dibuka secara ussance 6 bulan, tapi dapat dibayarkan dengan sight. Maka ketika eksportir menerima LC UPAS eksportir akan menerima
uangnya segera, karena payable at sight. Namun bagi importir, pembayarannya adalah ussance. Untuk menjembataninya ini maka bank yang
akan menalangi, namun ada harga untuk applicant. Harganya dapat dihitung dengan system murabahah, musyarakah ataupun mudharabah.
4. Masalah pada Transaksi LC di Bank Muamalat Indonesia
Masalah yang sering terjadi relative tidak ada, karena transaksi LC sudah dipagari dengan UCP. Jadi semua pihak sudah tunduk kepada UCP.
Terdapat 39 pasal dalam UCP yang mengatur transaksi LC. Sehingga transaksi LC relative aman. Paling tidak masalah akan terjadi apabila sejak
58
awalnya memang sudah ada unsur tidak baik, yaitu terdapat unsure fraud. Yaitu hanya ingin mencairkan kertas jaminan menjadi uang fisik, maka itu
bisa saja terjadi. Misalnya dengan membuat transaksi palsu atau bisnis palsu, sehingga hanya sekedar dokumen, sedangkan barang tidak pernah ada akan
tetapi uang tetap keluar. Namun jika pada awalanya satu pihak ingin membeli dan pihak lain ingin menjual, semuanya berjalan secara normal, maka
transaksi LC akan berjalan mulus. Oleh karena itu standard dokumen pun diatur dalam UCP.
Pada Bank Muamalat sendiri sejauh ini baik-baik saja, tidak ada kendala. Hanya saja jika ada sengketa antara buyer dan seller, biasanya itu
semua terjadi di luar mekanisme LC. Seperti misalnya nasabah merasa belum menerima barang, maka itu bukan lagi kewajiban bank. Kewajiban bank
adalah pada dokumen, karena pada LC sudah ada term and condition nya dan sudah diatur lengkap. Jika term and condition dalam LC sudah sesuai, maka
kewajiban bank adalah membayar. Jika ada masalah, maka masalah tidak lagi menjadi urusan bank, dan nasabah memperdebatkannya di luar bank. Bank
tidak ada kewajiban untuk melakukan pengecekan langsung pada barang yang dikirim, pengecekan yang dilakukan pada bank hanya dilakukan pada
dokumen saja, karena itu semua sudah diatur dalam UCP. Dalam mengatasi keterlambatan pembayaran dari nasabah, karena
yang digunakan adalah valuta asing, jika kurs nya berubah maka bank akan menggunakan kurs pada saat transaksi. Misalnya bank jatuh tempo bayar pada
59
tanggal satu sebesar USD 10.000, kemudian bank membayar USD 10.000 dengan kurs pada saat itu. Bank membayarnya dari rekening beban bank
Muamalat, atau dari tagihan, rupa-rupa dan lain sebagainya dan sudah dikurskan. Namun utang nasabah terhadap bank tetap dalam bentuk dollar,
jadi nasabah masih berutang USD 10.000. Pada saat nasabah memiliki uang rupiah, pada tanggal 10, maka uang rupiah tersebut harus dikonversi terlebih
dahulu dalam bentuk dollar sebanyak USD10.000.
D. Analisis Manajemen Risiko pada Bank Muamalat Indonesia
Manajemen risiko pasar pada khusunya risiko kurs valuta asing untuk bank syariah sangat terbatas. Instrumen manajemen risiko yang ada dan
berkembang masih menggunakan instrumen konvensional yang di dalamnya masih mengandung unsur-unsur yang tidak dibolehkan ada pada bank syariah.
Metode penanganan risiko kurs yang biasa digunakan adalah dengan hedging. Meskipun hedging merupakan konsep yang biasa digunakan pada lembaga
keuangan konvensional, namun bukan berarti tidak ada sama sekali bank syariah yang menggunakan hedging sebagai instrumen lindung nilai agar risiko pasar
yang dihadapi bank dapat teratasi, dan bank bisa mempertahankan eksistensinya. Pada manajemen risiko kurs valuta asing, Bank Muamalat Indonesia
memiliki cara tersendiri untuk mengendalikan kurs nilai tukar. Metode hedging memang belum digunakan pada Bank Muamalat Indonesia, karena konsep
hedging masih diolah dan sedang dipersiapkan di BI untuk dapat digunakan di