3. Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD;
4. Rancangan Peraturan Desa yang bersal dari Pemerintah Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD;
5. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD selambat-lambatnya 7 tujuh hari sejah tanggal persetujuan
bersama, disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa, paling lambat 30 tiga puluh hari
sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut; 6. Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan;
7. Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mem- punyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam
Peraturan Desa tersebut, dan t.idak boleh berlaku surut; 8. Peraturan Desa yang telah ditetapkan, disampaikan oleh Kepala Desa
kepada Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 tujuh hari setelah ditetapkan;
9. Khusus Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang, yang telah disetujui bersama
dengan BPD D. SidangRapat Pembahasan Dan Penetapan Peraturan Desa
a. Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa, disampaikan kepada para anggota BPD selambat-lambatnya 3 tiga hari
atau tiga kali 24 jam sebelum Rapat Pembahasan;
b. Naskah Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD, disampaikan kepada Pemerintah Desa selambat-lambatnya 3 tiga hari atau tiga kali 24
jam sebelum Rapat Pembahasan; c. Pemerintah Desa dan BPD mengadakan rapat pembahasan yang harus
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 23 dari jumlah anggota BPD dan rapat dianggap tidalz sah apabila jumlah anggota BPD yang hadir kurang dari
ketentuan tersebut; d. Apabila rapat BPD dinyatakan tidak sah , Kepala Desa dan Ketua BPD
menentukan waktu untuk mengadakan rapat berikutnya dengan meminta persetujuan Camat selambat-lambatnya 3 hari setelah rapat pertama;
e. Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa dapat dihadiri oleh lembaga kemasyarakatan dan pihak-pihak terkait sebagai peninjau;
f. Pengambilan keputusan dalam persetujuan Rancangan Peraturan Desa dilaksanakan melalui musyawarah mufakat;
g. Apabila dalam musyawarah mufakat tidak mendapatlzan kesepakatan yang bulat, dapat diambil
voting berdasarkan suara terbanyak; h. Persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Desa menjadi Peraturan Desa
dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembahasan Rancangan Peraturan Desa;
i. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama tersebut, di- sampaikan oleh Pimpinan BPD paling lambat 7 tujuh hari kepada Kepala
Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa; Kepala Desa wajib menetapkan Rancangan Peraturan Desa tersebut, dengan membubuhkan
tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut;
j. Peraturan Desa dimuat dalam Berita Daerah oleh Sekretaris Daerah dan disebarluaskan oleh Pemerintah Desa Pasa160 PP No. 72 Th. 2005;
E. Teknik Penyusunan Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan
Kepala Desa terdiri dari: 1. PenamaanJudul
2. Pembukaan 3. Batang Tubuh
4. Penutup 5. Lampiran jika diperlukan
D. Kerangka Pikir
Proses pembuatan Peraturan Desa oleh BPD dapat dilakukan melalui proses penyerapan aspirasi dari warga. Proses tersebut dilakukan jika berkaitan dengan
masyarakat atau yang akan melibatkan masyarakat. Pada pelaksanaannya, pembuatan Peraturan Desa usul dan inisiatif dapat muncul bergantian antara
Pemerintah Desa dan BPD. Dalam pembuatan kebijakan desa, bargaining
position aktor yang terlibat di dalamnya sangat menentukan terhadap hasil kebijakan yang akan dikeluarkan. Semakin kuat bargaining position aktor
pembuat kebijakan akan lebih dapat menentukan arah kebijakan yang dibuat. Dominasi
bargaining position oleh salah satu aktor pembuat kebijakan akan menimbulkan kecenderungan arah kebijakan memihak pada aktor yang lebih
dominan. Permasalahan akan muncul jika arah kebijakan lebih didominasi oleh pihak yang berseberangan dengan kepentingan publik atau warga. Oleh karena itu,
peran BPD sebagai lembaga legislasi yang menjadi mitra kerja pemerintah desa dalam pembuatan peraturan desa yang memiliki peran sebagai penampung dan
penyalur aspirasi masyarakat haruslah berjalan dengan sebagaimana mestinya. Namun pada prakteknya, penerapan fungsi BPD sebagai lembaga legislasi dalam
menyerap, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat tidak berjalan secara optimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu
faktor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu dari BPD sendiri yang belum sepenuhnya menguasai dan memahami tugas pokok dan fungsi BPD itu sendiri.
Sedangkan eksternal yaitu dari masyarakat yang belum memahami tugas yang
diemban oleh BPD, sehingga masyarakat tidak bias memaksimalkan haknya. Dengan demikian, tidak akan ada check and balance anara keduanya.
Untuk menganalisis lebih lanjut mengenai masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori perwakilan politik untuk menganalisis masalah yang ada.
Napitupulu 2007:154 memberikan defenisi perwakilan politik sebagai berikut: “perwakilan politik berarti bahwa satu atau sejumlah orang yang berwenang
membuat keputusan atas nama seseorang, sekelompok orang ataupun keseluruhan anngota masyarakat”.
Untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislasi, BPD perlu melakukan beberapa strategi guna mendukung terlaksananya fungsi tersebut. Misalnya
melakukan pengajian tingkat desa, Musrenbang dan sebagainya. Adanya forum warga tersebut, besar harapan bagi BPD untuk menerima masukan maupun
tuntutan dari masyarakat yang ada. Pitkin dalam Napitupulu 2007:183 menyatakan bahwa: “Keterwakilan politik
atau political representativeness adalah terwakilinya kepentingan anggota
masyarakat oleh wakil-wakil mereka didalam lembaga-lembaga dan proses politik”.
Perwakilan politik menjadi sebuah instrument yang memberi tempat kepada seluruh lapisan masyarakat mulai dari rakyat jelata, kaum miskin, perempuan,
kaum muda, golongan minoritas keagamaan dan etnik, untuk dapat benar-benar menempatkan kepentingannya dalam agenda politik di suatu Negara. Dengan kata
lain, proses demokratisasi benar benar terwujud.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam hal penerapan fungsi legislasi BPD dalam pembuatan peraturan desa memiliki relevansi dengan teori perwakilan
politik oleh Paimin Napitupulu. Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan
sebagai berikut:
Gambar1. Bagan Kerangka Pikir
Penerapan Fungsi Legislasi Badan Permusyawaratan
Desa dalam
Pembuatan Peraturan Desa Sesuai
dengan fungsi
Badan Permusyawaratan Desa
Fungsi BPD dalam pembuatan Peraturan Desa : Fungsi Legislasi :
a. merancang dan menetapkan rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa;
b. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Perwakilan Politik
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Data-data serta argumentasi yang dibangun dalam penelitian ini, menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan
penelitian ini yaitu memperoleh gambaran tentang penerapan fungsi legislasi Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan peraturan desa di Desa
Banyumas Kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Moleong 2002:31 mendefinisikan penelitian kualitatif ini sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik utuh. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut Nawawi 2000:13 mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan hubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Pendapat lainnya tentang teknik kualitatif ini dikemukakan Nazir
1999:171 menurutnya jenis penelitian ini bersifat atau memiliki karakteristik bahwa data dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya
natural setting dengan tidak mengubah ke dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. Penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan untuk dapat
mendapatkan jawaban-jawaban tertentu dilakukan dengan menghimpun data dalam keadaan sewajarnya dan mempergunakan cara kerja yang sistematik,
terarah dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak kehilangan sifat alamiahnya.
Pertimbangan lain dalam penelitian yang bersifat kualitatif ini adalah bahwa
dalam penelitian kualitatif ini tidak hanya mengungkapkan peristiwa riil yang bisa dikuantifikasikan, tetapi lebih dari itu hasilnya diharapkan dapat mengungkapkan
nilai-nilai tersembunyi. Selain itu penelitian ini akan lebih peka terhadap informasi yang bersifat kualitatif deskiriptif dengan secara relatif berusaha
mempertahankan keutuhan dari objek yang diteliti. Peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif dikarenakan sependapat dengan Bogdan dan Taylor dalam Hadari Nawawi 1994:49 bahwa pandekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang yang prilakunya dapat diamati. Berkaitan dengan penelitian
yang peneliti lakukan, peneliti mencoba menggambarkan bagaimanakah Penerapan Fungsi Legislasi Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembuatan
Peraturan Desa di Desa Banyumas Kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu.