Dalam pelaksanaanya di masyarakat, sangat jarang keluarga menikahkan anaknya dengan sesorang yang berlainan suku, karena strata yang terdapat
dalam suku yang berbeda mungkin saja lebih rendah atau lebih tinggi, sehingga menjadi penghinaan tersendiri bagi keluarga jika anak mereka melakukan
pernikahan dengan strata atau kelas sosial yang lebih rendah. Fenomena ini sering kita temukan di bali, Aceh, Keraton Jawa, dan masih banyak lagi.
Seseorang yang berasal dari strata raja biasanya disebut Teuku bagi laki-laki diharuskan untuk menikahi perempuan yang memiliki strata yang sama Cut,
dan tidak dibolehkan untuk menikahi orang yang memiliki strata yang lebih rendah darinya. Bahkan dalam satu sejarah tentang “Adek adun si malelang”
mencatat bahwa adanya hukuman mati bagi pasangan yang menikah dengan adat yang berbeda.
Pernikahan dalam budaya yang sama namun berbeda dalam stratanya saja sudah susah, apalagi pernikahan yang dilaksanakan antar budaya yang berbeda,
tentu sangatlah tidak mungkin dan sangat mustahil untuk mencapai sebuah kesejahteraan dan kebahagian dalam berumah tangga.
4. Tahapan Pembentukan Keluarga
Proses terbentuknya keluarga harus melewati tahap-tahap yang harus dilalui oleh orang yang akan membentuk lembaga keluarga. Tentunya tahap-tahap itu
harus sesuai dengan karakteristik hukum dan adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara umum, tahap-tahap dalam membentuk
lembaga keluarga adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Pre-Nuptual Tahap ini merupakan tahap persiapan sebelum dilangsungkannya pernikahan
sesuai dengan adat, kebiasaan, tata nilai, dan aturan dalam masyarakat yang bersangkutan. Bentuknya antara lain dapat berupa pelamaran, pertunangan,
penentuan hari pernikahan, dan lain-lain. Orang yang akan melangsungkan pernikahan harus memenuhi segala persyaratan baik materiil maupun non-
materiil. Materiil misalnya berkaitan dengan mas kawin, dan sebagainya, sedangkan non-materiil biasanya berkaitan dengan kesiapan psikis individu
yang akan melangsungkan pernikahan. 2. Tahap Perkawinan Nuptual Stage
Tahap perkawinan merupakan perjalanan dari sebuah keluarga yang ditandai dengan sebuah peristiwa akad nikah yang dilaksanakan berdasarkan atas
hukum agama dan hukum negara yang dilanjutkan pesta perkawinan yang biasanya diselenggarakan berdasarkan adat istiadat tertentu. Pada tahapan ini,
keluarga baru mulai memantapkan pendirian dan sikap sebuah keluarga yang akan diarungi bersama.
3. Tahap Pemeliharaan Anak Child Reaning Stage Tahap ini terjadi setelah beberapa tahun dari usia perkawinan dan keluarga
tersebut telah dikaruniai anak. Anak merupakan hasil cinta kasih yang dikembangkan dalam kehidupan keluarga. Selanjutnya, sebuah keluarga
bertanggung jawab untuk memelihara, membesarkan, dan mendidik anak-anak yang dilahirkan hingga mencapai jenjang kedewasaan.
4. Tahap Keluarga Dewasa Maturity Stage
Tahap ini ditandai dengan pencapaian kedewasaan oleh anak-anak yang dilahirkan dalam sebuah keluarga, dalam arti anak-anak tersebut telah mampu
berdiri sendiri, terlepas dari ketergantungan dengan orang tua mereka. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi keluarga yang
berhasil harus melalui beberapa tahap yaitu, tahap pre-nuptual, tahap nuptial stage, tahap child reaning stage, dan tahap maturity stage.
B. Tinjauan Tentang Amalgamasi 1.
Pengertian Pernikahan Amalgamasi
Menurut Andrew, 2009:82 amalgamasi merupakan istilah pernikahan campur antar suku, contohnya suku Jawa dan Lampung. Amalgamasi biasa dikaitkan
dengan asimilasi budaya karena berkaitan dengan interaksi antara dua budaya berbeda. Dalam prosesnya, asimilasi pada amalgamasi biasa terjadi konflik,
baik antar individu pelaku amalgamasi, antar keluarga pelaku amalgamasi, maupun antara individu dan keluarga.
Menurut Hariyono 1993:102, pernikahan amalgamasi adalah pernikahan yang
berlangsung antara individu dari kelompok suku yang berbeda. Adanya batas suku yang ditandai oleh identitas masing-masing kelompok menyebabkan
pernikahan antar suku di Indonesia tidak mudah dilakukan. Menurut Harsoyo 1988:129, pernikahan amalgamasi atau pernikahan antar
suku bangsa golongan sangat bermanfaat bagi asimilasi terutama dalam masyarakat yang melaksanakan demokrasi sosial ekonomi juga pernikahan
campur merupakan wadah kecil dari Bhineka Tunggal Ika bagi penduduk Indonesia yang pluralis.
Berdasarkan pengertian tentang amalgamasi yang sudah disebutkan di atas
dapat disimpulkan bahwa pernikahan amalgamasi adalah pernikahan yang dilakukan oleh dua suku berbeda seperti Jawa dengan Lampung yang
memungkinkan dapat menghasilkan kebudayaan baru. Dalam prosesnya, asimilasi pada amalgamasi biasa terjadi konflik, baik antar individu pelaku
amalgamasi, antar keluarga pelaku amalgamasi, maupun antara individu dan keluarga.
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Amalgamasi
Terdapat beberapa faktor menurut Lewis dkk dalam jurnal 1997:68 yang menyebabkan terjadinya pernikahan amalgamasi, antara lain :
a. Ketertarikan Fisik
Latar belakang fisik memang faktor utama penentu terjadinya pernikahan, melalui fisik seseorang dapat melihat penampilan pasangannya yang tampak
oleh mata. Untuk menghasilkan keturunan yang baik maka diperlukan calon pasangan yang lebih baik. Hal semacam ini tidak selalu didapatkan dari
pasangan dengan suku yang sama, melainkan juga bisa didapatkan dari seseorang dengan suku berbeda. Oleh sebab itu ketertarikan fisik menjadi salah
satu faktor dari pernikahan amalgamasi. b.
Kesamaan Sosial dan Ekonomi Latar belakang status sosial dan ekonomi tidak jarang menjadi pertimbangan
seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Dalam arti orang itu hanya akan