PERNIKAHAN AMALGAMASI (STUDI PADA PASANGAN NIKAH ANTARA SUKU JAWA DAN LAMPUNG di KECAMATAN METRO TIMUR)

(1)

PERNIKAHAN AMALGAMASI

(STUDI PADA PASANGAN NIKAH ANTARA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN METRO TIMUR)

Lanang Yulian Saputra Dewi Ayu Hidayati Abstract

This study was purposed to determine the causes and effects of the amalgamation marriage. This research was conducted on married couples between Javanese and Lampungnese rate in the District Metro East, Metro City where the majority of population is tribes Java and Lampung. With the amalgamation marriage is expected to enrich the culture and can also be used as a lesson for individuals who will perform the marriage. This type of the research is deskriptif with a qualitative approach. Samples of this study were 8 respondents. Data collection techniques in this study using in-depth interviews, observation, documentation, and literature, whereas the data analysis done by reduction, data presentation and conclusion. According to the research, it is known that factors causing of the amalgamation marriage can be categorized into two, namely, intentional factor and unintentional factor, the intentional factor happened because of interest to another culture, meanwhile unintentional factor happened because heterogeneous social environment and intense interaction with various tribes. The impact of the amalgamation marriage are the positive and negative impacts which the positive effects of marriage amalgamation namely the creation of assimilation and acculturation, while the negative impact that the loss of native culture, conflict and difficult to between couples.


(2)

ABSTRAK

PERNIKAHAN AMALGAMASI

(STUDI PADA PASANGAN NIKAH ANTARA SUKU JAWA DAN LAMPUNG di KECAMATAN METRO TIMUR)

Oleh

Lanang Yulian Saputra

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab dan dampak pernikahan amalgamasi. Penelitian ini dilakukan pada pasangan nikah antara suku Jawa dan Lampung yang ada di Kecamatan Metro Timur, Kota Metro dimana penduduknya mayoritas bersuku Jawa dan Lampung. Dengan adanya pernikahan amalgamasi diharapkan dapat memperkaya kebudayaan dan juga dapat dijadikan pelajaran bagi individu yang akan melakukan pernikahan tersebut. Tipe penelitian ini adalah verstehen dengan pendekatan kualitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 8 responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa faktor penyebab pernikahan amalgamasi dapat dikategorikan menjadi dua yaitu, faktor yang disengaja dan faktor yang tidak disengaja, faktor yang disengaja terjadi karena adanya ketertarikan terhadap kebudayaan lain, sedangkan faktor yang tidak disengaja terjadi karena lingkungan sosial yang heterogen dan interaksi yang intens dengan suku yang berbeda. Dampak dari pernikahan amalgamasi yaitu dampak positif dan negatif dimana dampak positif dari pernikahan amalgamasi yaitu terciptanya asimilasi dan akulturasi, sedangkan dampak negatifnya yaitu hilangnya kebudayaan asli, terjadinya konflik dan sulit menyesuaikan diri antar pasangan.


(3)

PERNIKAHAN AMALGAMASI

(Studi pada Pasangan Nikah Antara Suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Metro Timur)

Oleh

LANANG YULIAN SAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PERNIKAHAN AMALGAMASI

(Studi pada Pasangan Nikah Antara Suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Metro Timur)

(Skripsi)

Oleh

LANANG YULIAN SAPUTRA

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pernikahan ... 8

1. Pengertian Pernikahan ... 8

2. Fungsi-Fungsi Pernikahan ... 9

3. Sistem-Sistem Pernikahan Adat ... 11

4. Tahapan Pembentukan Keluarga ... 12

B. Tinjauan Amalgamasi ... 14

1. Pengertian Pernikahan Amalgamasi ... 14

2. Faktor Penyebab Pernikahan Amalgamasi ... 15

3. Dampak Pernikahan Amalgamasi ... 18

4. Faktor Terwujudnya Kerukunan Pada Pasangan Amalgamasi ... 21

C. Teori Pendukung Pernikahan Amalgamasi ... 23

D. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 32

B. Fokus Penelitian ... 32

C. Lokasi Penelitian ... 33

D. Jenis dan Sumber Data ... 33

E. Narasumber ... 34

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35

G. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kecamatan Metro Timur ... 38

1. Kondisi Sosial Budaya ... 38

B. Sejarah Singkat KUA Kecamatan Metro Timur ... 39

C. Fungsi KUA Kecamatan Metro Timur ... 40

D. Visi dan Misi KUA Kecamatan Metro Timur ... 40

E. Gambaran Umum Pernikahan Amalgamasi di Metro Timur ... 41


(6)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Deskripsi Identitas Narasumber ... 43

B. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Amalgamasi ... 51

1. Faktor Yang Disengaja ... 52

2. Faktor Yang Tidak Disengaja ... 54

C. Dampak Pernikahan Amalgamasi... 57

1. Dampak Positif... 57

2. Dampak Negatif ... 61

D. Analisis Teori... 71

1. Teori Pertukaran Sosial ... 71

2. Teori Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Amalgamasi ... 73

3. Teori Mengenai Dampak Pernikahan Amalgamasi ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

(8)

(9)

MOTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, dan hanya kepadaTuhanmulah hendaknyakamu berharap”

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

“Janganlah berpikir untuk menjadi orang yang sukses, tapi berpikirlah untuk menjadi orang yang berguna”

(Albert Einsten)

“Yakin saja. Sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita, Allah tidak akan biarkannya menjadi milik orang lain.

(KhadimulQuran)

“Seorang kapten yang tangguh tidak dibentuk pada ombak yang tenang” (Penulis)


(10)

Bismillahhirohmannirrohim PERSEMBAHAN

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang” Alhamdulillahhhirobbilalamin hanya kepadaMu lah ya Allah kupanjatkan puji syukur. Terima kasih ya Allah hanya karena ridho Engkau skripsi ini

dapat diselesaikan.

Ku persembahkan karya kecil ini untuk : Ayahanda dan Ibunda tersayang

Zainal Utomo dan Sugiyanti

Kakak tercinta

Elita Febriana, S.E. dan suaminya Widodo Prasetyo, S.EI.

Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran, motivasi, keikhlasan, dan do’a yang tiada henti

dalam menanti keberhasilanku

Para pendidik yang telah membimbing dan mendidik dengan ketulusannya

Serta keluarga besar, sahabat, teman, dan almamater tercinta yang mendewasakanku dalam berpikir dan bertindak serta


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Lanang Yulian Saputra. Lahir di Kota Metro, pada tanggal 21 Juli 1991. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Zainal Utomo dan Ibu Sugiyanti.

Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Penulis beralamat di Jalan Kerinci No.62 Kelurahan Yosorejo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis :

1. TK Aisyiyah Kota Metro

2. Pendidikan Sekolah Dasar Pertiwi Teladan Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 2003.

3. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 2006.

4. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi melalui jalur SNMPTN. Dalam perjalanan menempuh pendidikan ini penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.


(12)

SANWACANA

Bismilahirrahmannirahim,

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dah hidayat-Nya, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil dihari akhir kelak. Berkat daya dan upaya serta kekuatan yang dianugerahkan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pernikahan Amalgamasi”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan selaku Dosen Pembimbing Akademik 3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H., selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dewi Ayu Hidayati, S.Sos., M.Si., selaku dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih telah meluangkan banyak waktu, tenaga, arahan, ilmu, motivasi, saran,


(13)

serta kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini. Terima kasih atas semua ilmu yang ibu berikan, semoga dapat berguna kelak.

5. Bapak Drs. Gunawan Budi Kahono, selaku dosen Pembahas. Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam skripsi ini. Terima kasih atas kritik dan saran yang bapak berikan sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik.

6. Seluruh Dosen di Jurusan Sosiologi FISIP Unila. Terimakasih atas semua ilmu yang sudah Bapak dan Ibu Dosen berikan, semoga ilmu yang diberikan selama penulis berkuliah di FISIP Sosiologi bermanfaat di masa depan serta bermanfaat bagi banyak orang.

7. Seluruh Staf Administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang telah membantu melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

8. Untuk Bapak & Ibu, terimakasih telah memberikan doa, nasihat, motivasi, cinta dan kasih sayang yang tiada duanya untuk aku. Semoga ini menjadi langkah awal mencapai tujuan hidupku dan untuk menepati janjiku, membuat Bapak & Ibu bahagia dan bangga.

9. Untuk Mba Elita dan Mas Wid terimakasih banyak untuk doa dan nasihat-nasihat yang sudah diberikan selama ini. Semoga aku bisa membalas semua kebaikan kalian ya

10. Untuk keluarga besar Pakde Haryono, S.E, Bude Kartini, Mba Intan, Kak Beni, dan M. Reza Febrianto terima kasih atas semua masukan dan motivasinya semoga kebaikan kalian dibalas Allah swt.

11. Untuk sahabat-sahabat perantauanku dari Metro yang sama-sama menimba ilmu di Bandar Lampung Febrian Erlangga, SH, Sigit Prasetyo, SH, Yoma Suryadinata, ST, Eddo Risky Fernando, S.IP, M. Andri Mirmaska, SH, MH,


(14)

Aryo Fadlian, SH, MH, Dani Ervan Saputra, S.Pd, Andhika Isparyanto, S.Kom, Prayogi Suharto, ST dan semua yang gak bisa disebutin satu persatu, terima kasih sudah bertahun-tahun menjalin silaturahmi, melewati suka duka bareng-bareng. Semoga suatu saat kita dipertemukan lagi dengan kondisi yang jauh lebih baik dari sekarang.

12. Untuk Panca, Cileng, Kiyai, Bob, Pandu, Adi, Adri, Acong, Kiki, Euis, Baskara, Ketut, Ardi Kiper, Dani Adhanti, Zaki, Aji, Nona, Desti, Welly, Sakina, Aliq, Arif, Aziz, dan Puput terima kasih atas semua masukan, bantuan dan hiburan yang sudah kalian berikan kepadaku selama masa perkuliahan hingga sekarang. 13. Teman-teman KKN Kelurahan Sumber Agung, Kemiling Kevin, Adit, Aryo, Dody, Agung, Monic, Rana, Sabrina, Selly, Resty, Riza, dan Uly terima kasih sudah menjadi teman spesial selama 40 hari. Buat Induk semang Mas Juli sama Mba Ti makasih buat semua kebaikan semoga Allah membalas.

14. Untuk teman-teman United Indonesia Metro, Aby, Tepes, Holy, Forry, Daus, Uncu, Abel, Agung, Jiweng, Debot, Kak Dimas, Bli Agung, Kak Ipo dan semua member yang masih banyak lagi terima kasih karena sudah membuat week end jadi lebih happy. Keep the red flag and flying high.

15. Untuk Fitri Ramadhan S. terima kasih banyak atas masukan dan motivasinya selama ini. Alhamdulillah skripsiku bisa selesai jadi bisa cari kerja deh, kamu cepet nyusul ya!

16. Kepada teman-teman Sosiologi angkatan 2010 yang telah melewati masa perkuliahan bareng, terima kasih atas kebaikan kalian yang selalu menjarkom dan membantu tugas-tugas kuliah.


(15)

17. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih. Semoga kesuksesan bersama kita dan senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 22 Desember 2015 Penulis


(16)

(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa serta agama yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau besar dan ribuan pulau kecil serta didukung oleh beragam suku, ras, agama dan budaya. Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewariskan kepada generasi selanjutnya. Lebih dari 20 suku terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 kebudayaan ada di Indonesia.

Pada awal mula perkembangan kebudayaan di Indonesia juga dipengaruhi oleh program kolonisasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat yang sebelumnya tinggal di Pulau Jawa secara bertahap dipindahkan ke luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi untuk dipekerjakan sebagai pembuka lahan yang sebelumnya adalah wilayah hutan.

Provinsi Lampung yang masih memiliki lahan hutan yang luas sehingga bisa menjadi areal perkebunan juga menjadi sasaran kolonisasi oleh pemerintah Belanda. Menurut (Oyos Saroso H.N, 2014) program kolonisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial mengakibatkan masuknya berbagai suku


(18)

2

yang ada di pulau Jawa untuk pindah ke seluruh provinsi di Indonesia termasuk di Lampung. Hal itu berawal pada tahun 1901 ketika pemerintah Belanda memindahkan 155 kepala keluarga dari Desa Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah ke sebuah hutan belantara di Lampung melalui program perluasan areal pertanian (kolonisasi). Orang-orang dari Pulau Jawa diangkut ke Lampung untuk membuka areal pertanian untuk kepentingan Belanda.

Program yang merupakan bagian dari politik balas budi Belanda itu, sebenarnya diarahkan untuk mendukung upaya Belanda mengelola tanah perkebunan di Lampung. Bukan hanya orang-orang Bagelen dipindahkan ke Lampung, tetapi juga orang-orang dari berbagai daerah lain di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali.

Kemudian, pada periode tahun 1950-1969 perpindahan penduduk ke Lampung kembali terjadi kali ini jumlahnya mencapai 53.263 keluarga atau sebanyak 221.035 jiwa. Memasuki era Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Lampung mendapat lagi tambahan penduduk sebanyak 22.362 kepala keluarga asal Jawa, Madura, dan Bali. Semakin banyaknya perpindahan penduduk itu berdampak pada terjadinya ledakan penduduk. Kalau pada tahun 1905 penduduk Lampung kurang dari 150 ribu dan didominasi suku asli Lampung, suku Jawa di Lampung mencapai sekitar 60 persen dari total penduduk Lampung sebanyak 7 juta jiwa. (http://www.teraslampung.com/2014/02/sejarah-kolonisas-di-lampungi-mereka.html diakses pada tanggal 4 April 2014).


(19)

3

Setelah adanya program transmigrasi tersebut Lampung kini dihuni oleh berbagai macam suku pendatang yang hidup berdampingan dengan suku pribumi Lampung itu sendiri. Segala macam suku ada di Lampung mulai dari Jawa, Madura, Bali, Sunda, hingga suku Minang semuanya ada di Lampung sehingga biasa disebut Indonesia versi mini. Adanya berbagai kebudayaan dan masyarakat yang tinggal memungkinkan terjadinya interaksi sosial di antara mereka.

Proses interaksi yang terjadi antara suku pendatang yang mayoritas adalah suku Jawa tidak mungkin bisa dihindari. Hal itu disebabkan karena adanya ketergantungan dan sikap saling membutuhkan antara suku Lampung dengan suku Jawa. Komunikasi intensif yang terjadi antara suku pribumi dan suku Jawa mengakibatkan hubungan menjadi harmonis. Seiring berjalannya waktu terjadilah pembauran antara suku pribumi Lampung dan suku Jawa.

Eksistensi yang ada pada kelompok-kelompok individu itu secara nyata diidentifikasikan dengan kelompok masyarakat yang mempunyai latar belakang dan akar budaya di lingkungan di tempat mereka tinggal. Sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya yang berdekatan secara fungsional, dapat membentuk sebuah sistem sosial dengan ciri-ciri simbol yang diwujudkan sebagai satu golongan sosial yang sama yang disebut juga dengan suku bangsa walaupun pada dasarnya masing-masing masyarakat mempunyai wilayah yang berbeda sehingga memiliki budaya yang berbeda pula (Rudito,1999:46).


(20)

4

Dalam kelompok masyarakat budaya terdapat suatu ketentuan turun temurun sebagai perwujudan nilai budaya masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan tradisi. Pelanggaran terhadap tradisi berarti melanggar ketentuan adat atau dapat juga disebutkan melanggar kepercayaan yang berlaku di dalam masyarakat tradisional tersebut (Esten 1993:11).

Di Indonesia, terutama bagi berbagai suku bangsa penduduk pribumi, pernikahan campuran (antar suku bangsa) sangat bermanfaat bagi asimilasi terutama dalam masyarakat yang melaksanakan demokrasi sosial, politik dan ekonomi (Harsojo dalam Soemardjan, 1988:199).

Seiring dengan perjalanan waktu, tradisi masyarakat di Lampung juga mengalami perubahan dan itu terjadi disebabkan semakin berkembangnya masyarakat Lampung dan tidak mungkin mengelak dari berbagai pengaruh budaya luar yang disebabkan terjadinya persentuhan atau hubungan suatu masyarakat pribumi Lampung dengan budaya masyarakat pendatang. Menurut Esten (1993:12), bahwa semakin luas, semakin berkembang suatu masyarakat tradisional, dalam arti bahwa masyarakat tradisional itu bersentuhan dengan masyarakat yang lain, maka akan semakin besar kemungkinan longgar pula sistem-sistem yang mengikat para warga masyarakatnya. Tradisi menjadi lebih bervariasi. Antara berbagai variasi itu akan selalu ada faktor yang mengikat atau sebutlah benang merah yang menghubungkan antara yang satu dengan yang lain. Akan selalu ada rujukan apakah suatu gejala atau nilai (budaya) masih dalam ruang lingkup tradisi pada seluruhnya atau tidak.


(21)

5

Pernikahan antar suku yang berbeda (campuran) yang terjadi di Lampung merupakan salah satu akibat dari adanya hubungan sosial yang terjadi pada masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, hal ini juga tidak terlepas dari adanya interaksi antara suku Lampung dengan suku Jawa. Kejadian yang demikian dalam interaksi sosial adakalanya mengandung arti yang positif, tetapi ada juga yang bersifat negatif nantinya dalam menyatakan identitas suku bangsa (etnik) dari masing-masing individu yang telah melakukan ikatan pernikahan.

Dalam pernikahan amalgamasi itu sendiri akan berpengaruh pada kebudayaan yang dianut masing-masing pasangan tetapi tidak meninggalkan kebudayaan secara keseluruhan, hal ini sesuai dengan pendapat ahli yaitu Barth (1988:10), yang berpendapat bahwa, perbedaan-perbedaan kebudayaan tetap selalu ada walaupun kontak antar suku saling ketergantungan diantara kelompok-kelompok suku itu terjadi.

Bagaimanapun juga kemajemukan masyarakat di suatu wilayah merupakan sebagian dari masyarakat Indonesia, yang walaupun kecil jumlahnya akan tetapi besar peranannya, baik dalam peran ekonomi, sosial, maupun budaya (Herutomo, 1991:22).

Dengan demikian, satu budaya tidak bisa menghindar dari sentuhan budaya lain sebab manusia tidak bisa lepas dari hubungannya dengan orang lain, sehingga menyebabkan terjadinya hubungan masyarakat satu budaya dengan masyarakat budaya lainnya.


(22)

6

Pernikahan antar suku juga banyak terjadi di Kota Metro yang merupakan daerah dengan keanekaragaman suku. Sebenarnya terdapat banyak pernikahan yang melibatkan antar suku yang terjadi di Kota Metro, tetapi karena mayoritas penduduk di Kecamatan Metro Timur adalah suku Jawa dan terbanyak kedua yaitu suku Lampung, sehingga pernikahan amalgamasi (campuran) yang paling banyak terjadi yaitu antar suku Jawa dan Lampung. Berdasarkan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan riset tentang pernikahan amalgamasi yang terjadi di Kota Metro antara suku Jawa dan Lampung.

Terkait dengan hal tersebut, peneliti menangkap adanya faktor-faktor penyebab serta dampak dari pernikahan amalgamasi (campuran) antara suku pribumi Lampung dengan suku Jawa yang terjadi di Kota Metro. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti ketertarikan fisik, kesamaan sosial ekonomi, serta untuk memperbaiki keturunan (Lewis dkk, 1997:68). Serta terdapat pula dampak yang ditimbulkan dari pernikahan amalgamasi (campuran) baik dampak positif ataupun negatif.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan-penjelasan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pernikahan amalgamasi (campuran) antara suku Lampung dengan suku Jawa yang ada di Kota Metro? 2. Bagaimana dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari pernikahan amalgamasi (campuran) antara suku Lampung dengan suku Jawa yang ada di Kota Metro?


(23)

7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang “Pernikahan Amalgamasi” khususnya dalam hal-hal :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan amalgamasi (campuran) antara suku Lampung dengan suku Jawa yang ada di Kota Metro. 2. Untuk mengetahui dampak apa yang ditimbulkan dari pernikahan amalgamasi (campuran) antara suku Lampung dengan suku Jawa yang ada di Kota Metro.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan memiliki manfaat untuk :

1. Secara praktis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang tujuan dari pernikahan amalgamasi dan untuk mengetahui dampak suku yang ditinggalkan kebudayaannya dari pernikahan amalgamasi tersebut.

2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan perkembangan terhadap kajian Sosiologi, khususnya Sosiologi kebudayaan dan Sosiologi keluarga.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Tentang Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan

Banyak konsep yang berbeda menjelaskan tentang definisi pernikahan. Definisi pernikahan akan berbeda antara definisi pernikahan menurut agama, defenisi pernikahan menurut hukum, ataupun definisi pernikahan menurut konsep “cinta”.

Duvall dan Miller (1986:27) mendefinisikan pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri.

Menurut Undang-Undang Pernikahan Pasal 1 No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sigelman (2003:37) mendefinisikan pernikahan sebagai sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.


(25)

9

Menurut Dariyo (2003:46) pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama.

Gardiner & Myers (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004:48) menambahkan bahwa pernikahan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan definisi pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional antara suami dan istri.

2. Fungsi-Fungsi Pernikahan

Menurut Soewondo (2001:154), dalam sebuah pernikahan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus dijalankan dan bila fungsi-fungsi-fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi maka tidak ada perasaan puas dan bahagia pada pasangan. Menurut Duvall dan Miller (1986:21), setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam pernikahan, antara lain :


(26)

10

1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang. Pernikahan memberikan cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri, orang tua dan anak, dan antar anggota keluarga lainnya. Idealnya pernikahan dapat memberikan kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya sehingga berkontribusi terhadap perkembangan anak.

2. Menyediakan rasa aman dan penerimaan. Mayoritas orang mencari rasa aman dan penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar darinya dan dapat menerima kekurangan pasangannya.

3. Memberikan kepuasan dan tujuan. Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja terkadang menghasilkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat diatasi dengan pernikahan melalui kegiatan yang dilakukan bersama-sama anggota keluarga. Dengan pernikahan seseorang juga dipaksa untuk memiliki tujuan dalam hidupnya.

4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus. Melalui pernikahan rasa kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh para anggota keluarga. 5. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi. Sebuah keluarga

yang terikat oleh pernikahan memberikan status sosial pada anggotanya. Anak yang baru lahir secara otomatis mendapatkan status sosial sebagai seorang anak yang berasal dari kedua orang tuanya.

6. Memberikan pengawasan dan pembalajaran tentang kebenaran. Dalam pernikahan, individu mempelajari mengenai peraturan-peraturan, hak, kewajiban serta tanggung jawab. Pada pelaksanaannya individu tersebut akan mendapatkan pengawasan dari aturan-aturan tersebut. Individu dalam


(27)

11

pernikahan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar atau salah.

Berdasarkan pernyataan di atas terdapat enam fungsi pernikahan, dimana salah satunya adalah untuk menumbuhkan cinta kasih dan sayang, menyediakan rasa aman, memberikan kepuasan, menjamin kebersamaan, menyediakan status sosial, dan memberikan pengawasan.

3. Sistem-Sistem Pernikahan Adat yang Ada di Indonesia

Kemajemukan suku dan adat membuat sistem pernikahan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Menurut Soerjono Soekanto (1992:131), sistem pernikahan ada 3 macam yaitu :

1. Sistem Endogami

Dalam sistem ini hanya diperbolehkan menikah dengan seorang dari suku keluarganya sendiri. Sistem pernikahan terdapat di daerah Toraja.

2. Sistem Exogami

Dalam sistem ini orang diharuskan menikah dengan orang di luar suku keluarganya. Menikah dengan suku sendiri merupakan larangan. Sistem ini terdapat di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru dan Seram.

3. Sistim Eleutherogami

Di mana seorang pria tidak lagi diharuskan atau dilarang untuk mencari calon istri di luar atau di dalam lingkungan kerabat/suku melainkan dalam batas-batas hubungan keturunan dekat (nasab) atau periparan (musyaharah). Sistim ini terdapat di Aceh, Sumatera Timur, Bangka, Bliton, Kalimantan, Minahasa.


(28)

12

Dalam pelaksanaanya di masyarakat, sangat jarang keluarga menikahkan anaknya dengan sesorang yang berlainan suku, karena strata yang terdapat dalam suku yang berbeda mungkin saja lebih rendah atau lebih tinggi, sehingga menjadi penghinaan tersendiri bagi keluarga jika anak mereka melakukan pernikahan dengan strata atau kelas sosial yang lebih rendah. Fenomena ini sering kita temukan di bali, Aceh, Keraton Jawa, dan masih banyak lagi. Seseorang yang berasal dari strata raja biasanya disebut Teuku bagi laki-laki diharuskan untuk menikahi perempuan yang memiliki strata yang sama Cut, dan tidak dibolehkan untuk menikahi orang yang memiliki strata yang lebih rendah darinya. Bahkan dalam satu sejarah tentang “Adek adun si malelang” mencatat bahwa adanya hukuman mati bagi pasangan yang menikah dengan adat yang berbeda.

Pernikahan dalam budaya yang sama namun berbeda dalam stratanya saja sudah susah, apalagi pernikahan yang dilaksanakan antar budaya yang berbeda, tentu sangatlah tidak mungkin dan sangat mustahil untuk mencapai sebuah kesejahteraan dan kebahagian dalam berumah tangga.

4. Tahapan Pembentukan Keluarga

Proses terbentuknya keluarga harus melewati tahap-tahap yang harus dilalui oleh orang yang akan membentuk lembaga keluarga. Tentunya tahap-tahap itu harus sesuai dengan karakteristik hukum dan adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara umum, tahap-tahap dalam membentuk lembaga keluarga adalah sebagai berikut:


(29)

13

1. Tahap Persiapan (Pre-Nuptual)

Tahap ini merupakan tahap persiapan sebelum dilangsungkannya pernikahan sesuai dengan adat, kebiasaan, tata nilai, dan aturan dalam masyarakat yang bersangkutan. Bentuknya antara lain dapat berupa pelamaran, pertunangan, penentuan hari pernikahan, dan lain-lain. Orang yang akan melangsungkan pernikahan harus memenuhi segala persyaratan baik materiil maupun non-materiil. Materiil misalnya berkaitan dengan mas kawin, dan sebagainya, sedangkan non-materiil biasanya berkaitan dengan kesiapan psikis individu yang akan melangsungkan pernikahan.

2. Tahap Perkawinan (Nuptual Stage)

Tahap perkawinan merupakan perjalanan dari sebuah keluarga yang ditandai dengan sebuah peristiwa akad nikah yang dilaksanakan berdasarkan atas hukum agama dan hukum negara yang dilanjutkan pesta perkawinan yang biasanya diselenggarakan berdasarkan adat istiadat tertentu. Pada tahapan ini, keluarga baru mulai memantapkan pendirian dan sikap sebuah keluarga yang akan diarungi bersama.

3. Tahap Pemeliharaan Anak (Child Reaning Stage)

Tahap ini terjadi setelah beberapa tahun dari usia perkawinan dan keluarga tersebut telah dikaruniai anak. Anak merupakan hasil cinta kasih yang dikembangkan dalam kehidupan keluarga. Selanjutnya, sebuah keluarga bertanggung jawab untuk memelihara, membesarkan, dan mendidik anak-anak yang dilahirkan hingga mencapai jenjang kedewasaan.


(30)

14

Tahap ini ditandai dengan pencapaian kedewasaan oleh anak-anak yang dilahirkan dalam sebuah keluarga, dalam arti anak-anak tersebut telah mampu berdiri sendiri, terlepas dari ketergantungan dengan orang tua mereka.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi keluarga yang berhasil harus melalui beberapa tahap yaitu, tahap pre-nuptual, tahap nuptial stage, tahap child reaning stage, dan tahap maturity stage.

B. Tinjauan Tentang Amalgamasi

1. Pengertian Pernikahan Amalgamasi

Menurut (Andrew, 2009:82) amalgamasi merupakan istilah pernikahan campur antar suku, contohnya suku Jawa dan Lampung. Amalgamasi biasa dikaitkan dengan asimilasi budaya karena berkaitan dengan interaksi antara dua budaya berbeda. Dalam prosesnya, asimilasi pada amalgamasi biasa terjadi konflik, baik antar individu pelaku amalgamasi, antar keluarga pelaku amalgamasi, maupun antara individu dan keluarga.

Menurut Hariyono (1993:102), pernikahan amalgamasi adalah pernikahan yang berlangsung antara individu dari kelompok suku yang berbeda. Adanya batas suku yang ditandai oleh identitas masing-masing kelompok menyebabkan pernikahan antar suku di Indonesia tidak mudah dilakukan.

Menurut Harsoyo (1988:129), pernikahan amalgamasi atau pernikahan antar suku bangsa (golongan) sangat bermanfaat bagi asimilasi terutama dalam masyarakat yang melaksanakan demokrasi sosial ekonomi juga pernikahan


(31)

15

campur merupakan wadah kecil dari Bhineka Tunggal Ika bagi penduduk Indonesia yang pluralis.

Berdasarkan pengertian tentang amalgamasi yang sudah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan amalgamasi adalah pernikahan yang dilakukan oleh dua suku berbeda seperti Jawa dengan Lampung yang memungkinkan dapat menghasilkan kebudayaan baru. Dalam prosesnya, asimilasi pada amalgamasi biasa terjadi konflik, baik antar individu pelaku amalgamasi, antar keluarga pelaku amalgamasi, maupun antara individu dan keluarga.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Amalgamasi Terdapat beberapa faktor menurut Lewis dkk dalam jurnal (1997:68) yang menyebabkan terjadinya pernikahan amalgamasi, antara lain :

a. Ketertarikan Fisik

Latar belakang fisik memang faktor utama penentu terjadinya pernikahan, melalui fisik seseorang dapat melihat penampilan pasangannya yang tampak oleh mata. Untuk menghasilkan keturunan yang baik maka diperlukan calon pasangan yang lebih baik. Hal semacam ini tidak selalu didapatkan dari pasangan dengan suku yang sama, melainkan juga bisa didapatkan dari seseorang dengan suku berbeda. Oleh sebab itu ketertarikan fisik menjadi salah satu faktor dari pernikahan amalgamasi.

b. Kesamaan Sosial dan Ekonomi

Latar belakang status sosial dan ekonomi tidak jarang menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Dalam arti orang itu hanya akan


(32)

16

menikah dengan seseorang yang latar belakang status ekonominya sudah mapan. Bukan hanya yang bersangkutan yang bersifat demikian, tetapi juga pihak orang tua dan kerabat lainnya. Sebaliknya, ada pihak yang tidak mau menikah dengan pasangan yang tingkat status ekonominya lebih tinggi karena khawatir dia akan dijajah nanti oleh pasangannya dalam rumah tangga.

c. Perbaikan Keturunan

Wawasan dari keturunan yang dihasilkan dari dua kebudayaan berbeda, wanita bersuku Jawa yang menikah dengan pria Lampung menganggap pernikahannya sebagai suatu hal yang menguntungkan. Secara politis keturunan Jawa dapat berlindung di balik orang Lampung, karena mempunyai keunggulan sebagai orang pribumi.

Sedangkan, Goode (1983:89) menyebutkan ada enam alasan seseorang melakukan pernikahan amalgamasi, yaitu:

1. Lingkungan yang heterogen

Dinamika masyarakat bisa langsung diamati terutama dalam kehidupan sosial. Masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan dan golongan ini menjadi faktor lain yang bisa menimbulkan dinamika dalam kehidupannya, masyarakat yang heterogen menciptakan banyak kesan dan kebiasaan yang berbeda-beda, latar belakang yang berbeda membuat masyarakat memiliki kebiasaan yang berbeda-beda pula sehingga menimbulkan dinamika dalam kehidupan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa heterogenitas suku merupakan keanekaragaman budaya yang terdapat pada sekumpulan masyarakat yang memiliki perbedaan seperti adat, bahasa, kebiasaan ras dan lain-lain, sehingga


(33)

17

terdapat bermacam-macam suku di daerah tersebut, jadi tidak menutup kemungkinan terjadi pembauran antar suku.

2. Pendidikan

Pendidikan seseorang yang kian tinggi membuat mereka berpeluang melihat perspektif baru

3. Tipe keluarga pluralistik

Tipe keluarga pluralistik memberikan peluang kepada anak-anak untuk berbincang dan menyuarakan idenya masing-masing. Anak-anak lebih berpengetahuan karena terdedah kepada isu. Jadi mereka kurang dapat dipengaruhi oleh mana-mana pihak tanpa mempersoalkan baik buruknya. Keluarga bentuk ini adalah kalangan keluarga modern dan berpendidikan tinggi mereka juga dikelilingi oleh masyarakat majemuk.

4. Figur yang diidolakan

Figur yang diidolakan seperti ayah, ibu, atau kerabat dekatnya tidak mencerminkan contoh pribadi yang diharapkannya.

5. Alasan praktis

Alasan praktis seperti untuk meningkatkan status sosial atau kekayaan.

6. Adanya kesepakatan kolektif

Kesepakatan kolektif menggambarkan adanya kelonggaran bagi pria untuk kawin dengan etnis lain.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat tiga faktor penyebab terjadinya pernikahan amalgamasi yaitu ketertarikan fisik, kesamaan sosial dan ekonomi, dan perbaikan keturunan. Selain itu, terdapat


(34)

18

enam alasan seseorang melakukan pernikahan campur antara lain yaitu, lingkungan yang heterogen, pendidikan, tipe keluarga pluralistik, figur yang diidolakan, alasan praktis, dan adanya kesepakatan kolektif.

3. Dampak Pernikahan Amalgamasi

Pernikahan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena pernikahan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Dalam aspek kehidupan sehari-hari pernikahan amalgamasi juga mempunyai dampak positif dan negatif. Menurut Hadi Pratiwi (2004:54) dampak positif dan negatif dari pernikahan amalgamasi, yaitu:

a. Dampak Positif

Dampak positif dari pernikahan amalgamasi adalah: 1. Terciptanya Asimilasi

Terciptanya budaya baru sebagai dampak dari pernikahan beda budaya atau pernikahan campuran adalah adanya asimilasi yaitu pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.

Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk


(35)

19

mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

2. Terjadinya Akulturasi

Akulturasi dapat diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sulit berubah dan terpengaruh oleh unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.

a. Dampak Negatif

Dampak negatif dari pernikahan amalgamasi adalah: 1. Hilangnya kebudayaan asli

Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antar kelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama,


(36)

20

artinya menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

2. Terjadinya konflik

Perbedaan peran dan status sosial dalam keluarga dapat menimbulkan konflik. Konflik yang muncul tidak hanya ketika meminta restu dari orang tua tapi juga ketika menjalani kehidupan dalam rumah tangga. Memahami budaya yang berbeda bukanlah hal yang mudah, karena seseorang dituntut untuk mau mengerti realitas kebudayaan pasangannya.

Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Penyebab terjadinya konflik antara lain: a. Adanya perbedaan kepribadian antar individu, yang disebabkan oleh adanya

perbedaan latar belakang kebudayaan.

b. Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu yang satu dengan yang lain, sehingga terjadi konflik diantara mereka.

c. Adanya perbedaan kepentingan individu atau kelompok di antara mereka. d. Adanya perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya

perbuahan nilai/sistem yang berlaku.

3. Sulitnya menyesuaikan diri dengan pasangan

Peran penting dalam pernikahan dimainkan oleh hubungan interpersonal yang jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan hubungan persahabatan atau bisnis. Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang dalam hubungan interpersonal antar pria dan wanita, menyebabkan semakin besar pengertian wawasan sosial yang telah mereka kembangkan. Semakin besar pula kemauan


(37)

21

mereka untuk bekerja sama dengan sesamanya, sehingga semakin baik mereka menyesuaikan diri satu sama lain dalam pernikahan (Anjani dan Suryanto, 2006:69). Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau isteri dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga. Hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kepuasan pernikahan, mencegah kekecewaan dan perasaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami isteri dan kehidupan di luar rumah tangga (Hurlock, 1997:215).

4. Faktor Terwujudnya Kerukunan pada Pasangan Amalgamasi

Kerukunan rumah tangga dalam konteks pasangan suami isteri yang berbeda etnis dan latar belakang budaya, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan (Shalih, 2006:9-11), yaitu :

a. Toleransi

Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati perbedaan yang ada pada berbagai aspek budaya dan keyakinan, seperti menghormati perbedaan adat istiadat, sistem norma dan nilai serta kebiasaan dalam suatu kebudayaan atau keyakinan serta membiarkan (tenggang rasa) pada pihak lain untuk melaksanakan adat istiadat, sistem norma dan nilai, kebiasaan serta keyakinan yang dianutnya.

b. Kerjasama

Kerjasama adalah suatu keadaan di mana para individu atau kelompok masyarakat melakukan hubungan timbal balik dengan pembagian tugas dan atas dasar saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Hubungan ini diwujudkan


(38)

22

dalam bentuk mengerjakan sesuatu hal atau pekerjaan secara bersama-sama demi kepentingan bersama pula.

c. Menghargai Simbol Kebudayaan

Simbol kebudayaan adalah berbagai tanda baik berupa benda-benda fisik maupun nonfisik yang melambangkan nilai-nilai dan sistem yangada pada kebudayaan tersebut. Manusia telah menciptakan berbagai simbol untuk mengingatkan dengan cepat mengenai suatu lembaga, misalnya simbol kebudayaan dalam keluarga dilambangkan dengan cincin kawin. Menghargai simbol kebudayaan adalah suatu sikap memberikan apresiasi dan pengakuan atas berbagai simbol yang digunakan kebudayaan tersebut.

d. Perilaku Dalam Keluarga

Perilaku dalam keluarga adalah seperangkat tatanan tingkah laku yang dilaksanakan oleh anggota-anggota keluarga berdasarkan peranannya masing-masing dalam keluarga tersebut. Orang yang terlibat dalam suatu lembaga keluarga dipersiapkan untuk melaksanakan peranannya secara tepat. Peran itu seringkali diungkapkan dalam kode (norma) yang resmi, seperti janji pernikahan dan sumpah setia terhadap Tuhan. Suatu kode atau norma perilaku tidak menjamin pelaksanaan peran secara tepat. Suami atau isteri bisa saja mengingkari perjanjian dalam pernikahan. Norma menetapkan perilaku, menjelaskan alasan yang melatarbelakangi suatu tindakan, mungkin dalam konteks yang lebih nyata, ideologi dalam keluarga mengarahkan pada fungsi keluarga dalam kerukunan rumah tangga.


(39)

23

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerukunan pada pasangan beda budaya yaitu, toleransi, kerjasama, menghargai simbol kebudayaan, dan perilaku dalam keluarga.

C.Teori Pendukung Pernikahan Amalgamasi

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikemukakan oleh Peter Blau (1964;43-52), untuk menganalisis hasil dari penelitian. Penulis menggunakan teori pertukaran karena analisis dalam teori tersebut lebih mendalam dan lebih tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Keunggulan dalam teori yaitu mampu menjelaskan akar permasalahan secara gamblang dan teori ini memang sangat dekat dengan aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari.

Penulis melihat teori pertukaran ini akan jauh lebih bijak dalam menganalisis penelitian yang sedang dilakukan. Tokoh ahli yang berjasa dalam menemukan teori ini adalah Peter Blau. Perspektif teori pertukaran Blau penting bagi kita karena secara eksplisit dia memperlihatkan saling ketergantungan antara pertukaran sosial ditingkat mikro dan munculnya struktur sosial yang lebih besar atau makro.

Perhatian Peter Blau adalah pada struktur asosiasi yang muncul dari transaksi pertukaran. Blau berusaha memperlihatkan bahwa proses pertukaran dasar itu melahirkan gejala yang muncul dalam bentuk struktur sosial yang lebih kompleks. Jadi teori Blau memperlihatkan suatu tradisi ideal dari mikro ke makro. Pertukaran sosial yang dimaksud Blau terbatas pada tindakan-tindakan


(40)

24

yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan yang berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan ini tidak kunjung datang.

Dalam model Blau (1964;43-52), manusia tidak didorong hanya oleh kepentingan diri yang sempit. Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu imbalan. Keinginan ini mencerminkan kebutuhan egoistic untuk difikirkan sebaik-baiknya oleh orang lain, tetapi untuk memperoleh tipe penghargaan ini, individu harus mengatasi dorongan egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan dan keinginan orang lain. Blau juga menerapkan prinsip-prinsip teori pertukarannya ini dalam menganalisa hubungan sosial antara orang yang saling bercintaan dalam satu bab berjudul “Exercus an Love”. Dalam hubungan seperti ini banyak pertukaran istimewa yang terjadi, dapat dilihat sebagai symbol daya tarik emosional terhadap satu sama lain, ikatan hubungan yang bersifat timbal balik dan keinginan mereka untuk meningkatkan komitmen satu sama lain. Teori pertukaran Blau (1964;43-52) memunculkan struktur makro dari pertukaran sosial dasar, yaitu:

1. Penghargaan Intrinsik dan Ekstrinsik

Hubungan sosial dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori umum yang didasarkan pada apakah reward yang ditukarkan itu bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Reward intrinsik berasal dari hubungan itu sendiri. Contohnya hubungan cinta, pertukaran sosial tidak tunduk pada negosiasi dan tawar menawar yang disengaja, keaslian dalam banyak sosial reward tergantung pada tidak adanya unsur kesengajaan yang dirembukkan. Biasanya, apabila satu pihak dalam suatu hubungan intrinsik terpaksa harus mengingatkan pihak lain


(41)

25

akan hadiah-hadiah yang sudah diberikannya, hal ini memperlihatkan paling kurang adanya keretakan dalam hubungan. Ikatan sosial yang secara intrinsik mendatangkan penghargaan yang dimanifestasikan dalam suatu persahabatan intim. Reward yang intrinsik muncul dalam suatu hubungan, pada waktu pihak-pihak yang terlibat didalamnya secara bertahap masuk suatu pertukaran reward yang lebih banyak lagi macamnya.

Sebaliknya, hubungan ekstrinsik berfungsi sebagai alat bagi suatu reward yang lainnya dan bukan reward untuk hubungan itu sendiri. Hubungan ekonomi dipasaran mungkin merupakan manifestasi hubungan ekstrinsik yang paling jelas. Pertukaran ekonomi tunduk pada negosiasi dan tawar-menawar yang disengaja.

Namun pada tahap awal dalam banyak hubungan intrinsik, orang sering mengadakan perbandingan antara satu tema dengan tema lainnya yang potensial untuk pertukaran. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik awal antara pihak-pihak yang mengadakan pertukaran itu bersifat ekstrinsik artinya, reward yang diinginkan secara intrinsik melekat pada seorang teman tertentu.

Usaha seseorang untuk menarik perhatian orang dengan menggabungkan secara tepat kesederhanaan dan daya tarik dalam penampilannya, mengungkapkan kepada kita suatu kesadaran yang implisit mengenai pentingnya keseimbangan dalam transaksi pertukaran. Pertukaran itu seimbang apabila reward dan cost yang ditukarkan kurang lebih sama nilainya dalam jangka panjang jika bukan dalam jangka pendek. Ikhtiar untuk


(42)

26

mempertahankan suatu keseimbangan yang memadai dalam transaksi pertukaran mencerminkan norma timbal balik.

2. Munculnya Struktur Kekuasaan dari Pertukaran Tidak Seimbang

Orang yang selalu menerima kemurahan hati secara sepihak harus menerima posisi subordinasi, paling tidak jika dia mau mempertahankan hubungan itu. Menerima suatu posisi subordinasi adalah mengakui utang seseorang dan ketergantungan pada kemurahan hati pihak lain, perbedaan status muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam transaksi pertukaran dan dengan status yang tinggi daripada mereka yang memberikan keuntungan lebih besar yang tidak dapat dibalas oleh mereka yang menerima. Perbedaan status tidak hanya merupakan akibat dari pertukaran yang tidak seimbang. Apabila pemberian secara sepihak dilakukan secara terus-menerus, kewajiban menjadi semakin besar sehingga tidak mungkin lagi ada tindakan yang diperlihatkan kepada si penerima yang dapat menebus utangnya atau dapat membuat hubungan itu menjadi seimbang lagi. Dalam hal ini, perbedaan kekuasaan muncul dari pertukaran yang tidak seimbang. Orang yang menerima pemberian secara sepihak wajib menyesuaikan dirinya dengan kemauan, tuntutan, atau pengaruh dari mereka yang memberikan pertolongan jika ingin mempertahankan hubungan dan menerima sesuatu.

3. Dari Pertukaran Tidak Seimbang ke Struktur Makro.

Munculnya suatu struktur kepmimpinan dari pertukaran tak seimbang, dan menjadi kuatnya struktur itu dengan melegitimasi nilai dan norma berarti bahwa pemimpin itu berada dalam suatu posisi mengontrol dan


(43)

27

mengkoordinasi tindakan-tindakan bawahannya dalam mengembangkan suatu garis atau patokan bertindak dalam keadaan itu tujan kelompok mungkin diterima semua anggota kelompok dan yang mungkin menguntungkan mereka semua.

Ada sejumlah contoh dari kehidupan setiap hari dimana kelompok itu dan bukan individu, harus dilihat sebagai satuan yang terlibat dalam suatu garis tindakan. Misalnya, suatu pertandingan sepakbola jelas meliputi garis tindakan yang terkoordinasi dalam tindakan.

Ada beberapa situasi dimana suatu kelompok dalam bertindak menurut suatu cara yang terpadu, pun dalam situasi dimana tidak ada kekuasaan yang jelas atau struktur kepemimpinan. Dalam situasi yang meminta perhatian langsung seperti keadaan darurat suatu garis tindakan yang terpadu mungkin muncul tanpa suatu struktur kepemimpinan. Kalaupun semua anggotanya sepakat dengan tujuan itu, ada resiko bahwa tindakan terpadu akan dirusakkan oleh ketidaksepakatan atas strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan itu atau oleh ketidakrelaan beberapa anggota untuk melaksanakan tindakan yang perlu apabila mereka diminta untuk berbuat. Contoh, demonstrasi mahasiswa akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an kurangnya kepemimpinan yang jelas dan strukur kekuasaan berarti bahwa tidak ada seseorang dapat berbicara atas nama mahasiswa dalam berembuk dengan pimpinan universitas. Sebaliknya, pemimpin serikat buruh yang terorganisasi baik, dapat menjatuhkan semua industri dengan pemogokan-pemogokan, pun apabila banyak anggota serikat buruh itu lebih suka tidak mogok.


(44)

28

Gambaran umum tentang suatu masyarakat kompleks yang besar terkandung dalam model Blau adalah bahwa masyarakat itu terdiri dari suatu jaringan perserikatan-perserikatan yang rumit, yang didasarkan pada transaksi-transaksi pertukaran, beberapa diantaranya bersifat langsung dan banyak yang tidak langsung. Banyak dari transaksi-transaksi itu memperlihatkan berbagai tingkat ketidakseimbangan. Singkatnya, masyarakat modern seperti sarang lebah dengan berbagai organisasi yang tumpang tindih dan saling terjalin. Analisa akhirnya mereka tergantung pada proses pertukaran, khususnya pertukaran tidak seimbang dengan menghasilkan kekuasaan dan hubungan ketergantungan.

Blau membedakan 4 tipe nilai sosial yang terdapat dalam tansaksi sosial dalam struktur yang kompleks, yakni : nilai-nilai partikularistik sebagai media solidaritas, nilai-nilai universalistik sebagai media pertukaran dan diferensiasi, nilai-nilai legitimasi sebagai media media organisasi, dan ideal-ideal oposisi sebagai media organisasi.

Pembedaan antara nilai partikularistik dan universalistik dihubungkan dengan pembedaan antara imbalan intrinsik dan ekstrinsik. Imbalan intrinsik dihubungkan dengan satu orang tertentu sedangkan imbalan ekstrinsik tidak dihubungkan demikian dan dapat diperoleh dari berbagai sumber alternatif. Hubungan-hubungan intrinsik merupakan tujuan dalam dirinya sendiri lebih daripada sebagai alat untuk suatu tujuan lainnya, sedangkan hubungan-hubungan ekstrinsik merupakan alat untuk suatu tujuan. Nilai-nilai partikularistik menciptakan perasaan –perasaan solidaritas dan integrasi antara


(45)

29

orang-orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama. Sifat ini dapat mencakup latarbelakang rasial dan etnis, status atau pekerjaan yang sama, agama yang sama, tempat tinggal dalam suatu komunitas tertentu atau kepentingan bersama lainnya. Daya tarik antar pribadi yang menimbulkan hubungan pribadi diharapkan akan sangat kuat, karena orang-orang yang memiliki sifat yang sama dapat dengan mudah saling memberikan dukungan sosial. Nilai-nilai universalistik menjembatani pertukaran antara orang-orang yang tidak sama nilai-nilai universalistik mengatasi berbagai perbedaan yang tercermin dalam nilai-nilai partikularistik. Nilai-nilai universalistik penting untuk mempertahankan jaringan pertukaran tidak langsung yang bersifat kompleks dalan jaringan kompleks ini, nilai-nilai universalistik membangkitkan perasaan-perasaan saling ketergantungan dan kewajiban yang menyebarluas ke berbagai tipe orang yang berbeda-beda yang mungkin tidak dikenal secara pribadi.

Teori di ataslah yang digunakan dalam menganalisis fenomena tentang “Pernikahan Amalgamasi (studi tentang pasangan nikah antara suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Metro Timur).”

D.Kerangka Pikir

Pernikahan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena di dalamnya ada unsur-unsur hak dan kewajiban masing-masing pihak, menyangkut masalah kehidupan kekeluargaan yang harus dipenuhi, baik hak dan kewajiban suami isteri maupun keberadaan status pernikahan, anak-anak,


(46)

30

kekayaan, waris dan faktor kependudukan di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Pernikahan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena pernikahan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Selain itu juga pernikahan amalgamasi akan berpengaruh pada kebudayaan yang telah diajarkan oleh orang tua secara turun-temurun. Dalam pernikahan amalgamasi akan ada dampak positif dan negatif. Dampak positif pernikahan amalgamasi yaitu terciptanya asimilasi dan akulturasi, sedangkan dampak negatif pernikahan amalgamasi adalah hilangnya kebudayaan asli, terjadinya konflik dan sulitnya menyesuaikan diri antar pasangan.


(47)

31

Untuk lebih mengetahui kerangka pikir yang peneliti tuliskan, maka peneliti akan membuat sebuah bagan kerangka pikir yang disajikan sebagai berikut:

S

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir PERNIKAHAN AMALGAMASI

Faktor Penyebab a. Ketertarikan Fisik b. Kesamaan Sosial &

Ekonomi

c. Perbaikan Keturunan

Dampak Positif - Terciptanya Asimilasi - Terciptanya Akulturasi

Dampak Negatif - Hilangnya kebudayaan asli - Terjadinya konflik

- Sulitnya menyesuaikan diri antar pasangan


(48)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji pernikahan amalgamasi antara suku Jawa dan Lampung ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan “verstehen” (Max Weber) yang berarti memahami atau pemahaman, yang memungkinkan seseorang bisa memahami apa yang diyakini oleh orang lain tanpa prasangka tertentu. Metode pendekatan ini bertujuan untuk berusaha mengerti makna yang mendasari suatu peristiwa sosial. Memahami realitas sosial yang dihasilkan melalui tindakan berarti menjelaskan mengapa manusia menentukan pilihan, jadi hasil dari penelitian ini bukanlah berupa sebuah angka-angka hasil dari pengukuran, akan tetapi berupa informasi.

B.Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif ini dimaksudkan untuk membatasi dan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian nantinya, supaya topik yang akan dikaji tidak meluas hingga ke hal-hal yang tidak perlu atau yang tidak diinginkan. Adapun yang menjadi fokus penelitian yang akan penulis lakukan nantinya yaitu; faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan amalgamasi serta dampak apa yang ditimbulkan dari pernikahan tersebut.


(49)

33

C.Lokasi Penelitian

Lexi J. Moleong (2007:24) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara keterbatasan geografis dan praktis, seperti waktu, biaya dan tenaga juga perlu dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian. Sumber data dalam penelitian kualitatif harus berada dalam kondisi yang sewajarnya (natural setting). Melalui sumber data, dapat ditentukan lokasi penelitian, dengan tidak menetapkan berapa jumlah pada suatu lokasi. Jika tidak ada lagi sumber data yang memberikan informasi, maka usaha mengumpulkan datapun harus terhenti karena telah mencapai taraf ketuntasan atau kejenuhan (redundancy).

Pemilihan lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Metro Timur dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Metro Timur merupakan kecamatan yang paling besar angka pernikahannya dibanding dengan kecamatan lain, selain itu juga di Kota Metro merupakan wilayah dengan penduduk yang beraneka ragam suku dan telah banyak terjadi pernikahan amalgamasi antara suku Jawa dan Lampung.

D.Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dengan menggali dari sumber informasi (informan) dan dari catatan di lapangan yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Data yang diperoleh yaitu data-data yang dikumpulkan melalui teknik observasi dan wawancara berupa


(50)

kata-34

kata dan tindakan yang merupakan sumber data dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini mendapatkan informasi langsung tentang pernikahan amalgamasi antara suku Jawa dan Lampung yang terjadi di Kecamatan Metro Timur.

2. Data sekunder, adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya dari hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari dokumentasi dan arsip-arsip. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kemntrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memeperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasangan suami isteri pelaku pernikahan amalgamasi.

E.Narasumber

Narasumber adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan harus sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal (Moleong, 2007:26). Penentuan informasi ini dilakukan secara sengaja sesuai dengan jumlah suku Jawa dan Lampung yang merupakan mayoritas suku yang ada di Kecamatan Metro Timur sehingga memungkinkan terjadinya pernikahan amalgamasi. Informan yang penulis maksudkan disini adalah pasangan suami isteri pelaku pernikahan amalgamasi yang sudah melakukan pernikahan minimal 3 tahun dan berasal


(51)

35

dari suku Jawa atau Lampung yang bertempat tinggal di Kecamatan Metro Timur.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini nantinya yaitu :

1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Cholid Narbuko, 2003:32). Tujuan penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh informasi secara jelas dan konkret tentang pasangan pernikahan amalgamasi antara suku Jawa dan Lampung. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan pasangan suami isteri pelaku pernikahan amalgamasi yang berasal dari suku Jawa dan Lampung.

2. Observasi

Observasi adalah (pengamatan) alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Cholid Narbuko, 2003:34). Observasi non partisipatif berarti kita tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan atau objek penelitian atau peneliti berada di luar garis seolah-olah sebagai penonton belaka. Tujuan menggunakan metode ini untuk mendapatkan informasi pelaku, perkembangan, aktivitas dan sebagainya tentang pasangan pernikahan amalgamasi.


(52)

36

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan agar lebih menguatkan data yang sudah didapatkan dari hasil observasi dan wawancara. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan menggunakan artikel, surat kabar baik cetak maupun elektronik atau informasi-informasi yang terdokumentasi dan dinilai berkaitan dengan penelitian ini. Informasi yang diperoleh berupa data secara jelas dan konkret tentang pasangan pernikahan amalgamasi.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah dimana peneliti mencari data dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku literatur atau karya tulis yang bersifat ilmiah yang memiliki hubungan dengan penelitian yang dilakukan. Melalui studi pustaka ini diharapkan mendapat dukungan teori dalam pembahasan masalah, yaitu dengan mengutip pernyataan atau pendapat para ahli, hal ini diharapkan akan memperjelas dan memperkuat pembahasan yang akan diuraikan.

G.Teknik Analisis Data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data deskripsi kualitatif, yang menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisa data kualitatif menurut Milles dan Huberman (1992:27) meliputi tiga komponen analisa yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilikan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari


(53)

37

data-data tertulis di lapangan. Selain itu, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan menggorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi, cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi yang panjang, melalui ringkasan atau singkat menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas.

2. Penyajian Data (Display)

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan menganalisis. Penyajian data lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. 3. Penarikan Kesimpulan

Mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi, dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan senantiasa diuji kebenarannya, kekompakannya dan kecocokan, yang merupakan validitasnya sehingga akan memperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya.


(54)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Profil Kecamatan Metro Timur

Wilayah Kecamatan Metro Timur yang terletak di sebelah Timur Kota Metro dengan batas sebelah Utara : Kecamatan Metro Pusat, sebelah Selatan : Metro Selatan, sebelah Barat : Metro Pusat dan Barat, dan sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur.

Pada Tahun 2015 ini terdapat 5 Kelurahan di Metro Timur, yaitu : 1. Kelurahan Iring Mulyo

2. Kelurahan Yosodadi 3. Kelurahan Yosorejo 4. Kelurahan Tejoagung 5. Kelurahan Tejosari

Dalam data monografi 2012 tercantum bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Metro Timur yaitu 42.586 jiwa. Distribusi penduduk Kecamatan Metro Timur dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi penduduk Kecamatan Metro Timur

Sumber : Monografi Kecamatan Metro Timur Tahun 2012 1. Kondisi Sosial Budaya

Kecamatan Metro Timur memiliki masyarakat yang heterogen terdapat berbagai macam suku, agama dan bahasa meskipun demikian masyarakatnya dapat hidup dengan tentram dan damai. Jarang sekali terdapat konflik dengan latar belakang

Jumlah Laki-laki 21.675 jiwa

Jumlah Perempuan 20.911 jiwa


(55)

39

suku, agama dan ras, karena masyarakatnya dapat saling menghargai satu sama lain. Dalam aspek suku juga terdapat hal yang sangat mengejutkan, meskipun berada di Provinsi Lampung namun mayoritas penduduknya berasal dari suku Jawa. Jumlah penduduk di Kecamatan Metro Timur berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Jumlah penduduk Metro Timur menurut suku bangsa :

SUKU BANGSA Jumlah (Orang)

Lampung 6.434

Jawa 28.759

Sunda 1.834

Palembang 2.808

Padang 1.336

Bali 209

Tapanuli 410

Lain-lain 796

Jumlah 42.586

Sumber : Monografi Kecamatan Metro Timur Tahun 2012

Berdasarkan pada tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Metro Timur adalah suku Jawa diikuti dengan suku Lampung, data inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian tentang pernikahan antara suku Jawa dan Lampung yang ada di Kecamatan Metro Timur.

B.Sejarah Singkat KUA Kecamatan Metro Timur

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Metro Timur merupakan salah satu Kantor yang Definitif berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 323/2002 tanggal 12 Juni 2002. Dalam melaksanakan tugas-tugas dan pelayanan terhadap masyarakat, Kantor Urusan Agama Kecamatan Metro Timur sejak bulan November 2004 telah menempati gedung sendiri yang baru dibangun dalam Tahun anggaran 2004. Pada tahun 2013 yang lalu juga diadakan Rehab atap baja ringan.


(56)

40

C.Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Metro Timur KUA Metro Timur Menyelenggarakan fungsi :

1. Menyelenggarakan statistik

2. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan Metro Timur

3. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf dan ibadah sosial. Kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sebagaimana (KMA No. 517/2001, pasal 3)

D.Visi dan Misi Kantor Urusan Agama (KUA) Metro Timur Visi:

Unggul dalam pelayanan berakhlakul karimah partisipatif dalam pembangunan kehidupan beragama di wilayah Kecamatan Metro Timur.

Misi:

1. Mewujudkan kualitas Pelayanan Prima dibidang NR di wilayah Kecamatan Metro Timur

2. Mewujudkan keluarga sakinah diwilayah Kecamatan Metro Timur

3. Meningkatkan pelayanan teknis kemasjidan diwilayah Kecamatan Metro Timur

4. Meningkatkan pelayanan zis dan perwakafan

5. Meningkatkan kinerja dan kemitraan dengan lintas sektoral yang harmonis 6. Meningkatkan kemitraan umat dan produk halal

7. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Haji dan Umroh 8. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Agama dalam masyarakat


(57)

41

Berikut merupakan data orang yang melakukan pernikahan di Kecamatan Metro Timur dari tahun 2009 sampai tahun 2014.

Tabel 3. Tabel data pernikahan di Kecamatan Metro Timur

Bulan Nikah

tahun 2009 Nikah tahun 2010 Nikah tahun 2011 Nikah tahun 2012 Nikah tahun 2013 Nikah tahun 2014

Januari 32 20 27 40 24 17

Februari 44 16 24 24 14 25

Maret 18 26 19 24 21 21

April 20 30 22 20 28 29

Mei 30 30 27 25 18 23

Juni 32 36 33 42 37 30

Juli 30 28 34 27 10 5

Agustus 28 15 11 6 14 22

September 10 18 25 38 11 15

Oktober 34 20 10 17 30 39

November 25 42 45 36 18 8

Desember 60 24 5 11 34 39

Jumlah 363 jiwa 302 jiwa 282 jiwa 310 jiwa 259 jiwa 273 jiwa Sumber: Kantor Urusan Agama Kecamatan Metro Timur

E.Gambaran Umum Pernikahan Amalgamasi di Metro Timur

Pernikahan merupakan suatu peristiwa besejarah dalam rentan kehidupanmanusia di mana sebuah pernikahan sudah sewajarnya diharapkan berlangsung hingga seumur hidup. Setiap individu memiliki motivasi tertentu dalam menjalankan hidupnya. Begitu juga dalam hal pernikahan, mereka berhak menentukan pasangan hidup tanpa perlu melihat latar belakang suku.

Di Kecamatan Metro Timur sendiri sudah ditemukan beberapa kasus pernikahan berbeda budaya. Pasangan nikah dengan pria/wanita bersuku Jawa dan ada pula pria/wanita yang bersuku Lampung.

Pernikahan amalgamasi ini terjadi karena beberapa motivasi yang melatarbelakangi sehingga terjadi pernikahan tersebut. Beberapa hal yang


(58)

42

menjadi faktor penyebab pernikahan amalgamasi yaitu ketertarikan fisik, latar belakang fisik memang menjadi penentu terjadinya pernikahan, melalui fisik pasangan dapat melihat penampilan yang terlihat oleh mata. Selain itu juga ada faktor kesamaan sosial ekonomi, dengan melihat latar belakang sosial ekonomi maka akan menjadi pertimbangan pasangan amalgamasi untuk melakukan pernikahan. Dan yang terakhir adalah fakor perbaikan keturunan, melalui pernikahan amalgamasi diharapkan oleh pasangan dapat memperbaiki keturunan.

Namun dari beberapa faktor penyebab yang sudah disebutkan di atas terdapat penyebab utama terjadinya pernikahan amalgamasi yaitu rasa cinta dan kasih sayang serta perasaan siap menerima pasangan yang berbeda suku.

Sebenarnya pernikahan amalgamasi adalah suatu hal yang wajar tetapi sebagian masyarakat masih menganggap bahwa pernikahan amalgamasi adalah hal yang tabu. Masyarakat masih memandang bahwa dengan melakukan pernikahan amalgamasi akan dapat meninggalkan kebudayaan dari salah satu pasangan tersebut. Tidak semua orang dapat memahami maksud dan tujuan dari pasangan pernikahan amalgamasi ini.

F. Gambaran Singkat Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah sepasang suami isteri yang berasal dari suku Jawa dan Lampung yang sudah melakukan pernikahan amalgamasi minimal 3 tahun. Dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui faktor yang menjadi penyebab pernikahan amalgamasi dan untuk mengetahui dampak dari pernikahan amalgamasi.


(59)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya tentang faktor yang menjadi penyebab pernikahan amalgamasi dan dampak dari pernikahan amalgamasi maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor yang menjadi penyebab narasumber melakukan pernikahan amalgamasi

dapat dikategorikan menjadi dua; 1. faktor yang disengaja: ketertarikan terhadap kebudayaan lain. 2. faktor yang tidak disengaja: lingkungan sosial yang heterogen; dan interaksi yang intens dengan suku lain. Keunikan budaya yang dimiliki suku tertentu dapat menjadi daya tarik bagi suku lain untuk mempelajarinya, hal inilah yang kemudian menjadi faktor penarik terjadinya pernikahan amalgamasi. Selain itu lingkungan sosial yang beranekaragam suku memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar suku yang kemudian mengakibatkan seseorang untuk bisa menikahi pasangan dari luar suku. Kemudian yang terakhir yaitu interaksi yang intens terhadap suku lain dapat menimbulkan kenyamanan sehingga kemudian seseorang menjadi tertarik untuk melakukan pernikahan amalgamasi.

2. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan amalgamasi yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pernikahan amalgamasi yaitu, terciptanya asimilasi dan akulturasi. Sedangkan dampak negatifnya yaitu, hilangnya kebudayaan asli, rawan terjadi konflik, dan sulitnya menyesuaikan diri dengan pasangan. Meskipun terdapat dampak negatif dari pernikahan


(60)

78

amalgamasi tapi pelakunya tetap saja melangsungkan pernikahan tersebut karena dirasa mampu melewati masalah mengenai perbedaan budaya.

B.Saran

Saran untuk narasumber yang menikah dengan pasangan yang berbeda budaya: 1. Tetap menghargai, menjunjung, melestarikan kebudayaan yang telah dianut

sejak lahir ataupun kebudayaan pasangan

2. Perlu adanya komunikasi yang intens dan saling menghargai agar terhindar dari masalah yang disebabkan oleh perbedaan suku

3. Saling mengenalkan kebudayaan masing-masing agar pasangan dapat memahami kebudayaan yang dianut sehingga mengurangi resiko diskriminasi budaya dalam pernikahan

4. Agar terciptanya keluarga yang harmonis maka setiap pasangan harus memiliki sikap saling toleransi, pengertian, dan menerima kekurangan ataupun kelebihan yang dimiliki oleh kebudayaan pasangannya

Saran untuk masyarakat:

1. Apabila ingin menikah dengan pasangan yang berbeda kebudayaan sebaiknya dipikirkan secara matang karena menikah dengan pasangan yang berbeda budaya butuh waktu yang relatif lama untuk penyesuaian. Perbedaan budaya terkadang menjadi halangan bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan, tetapi kenyataannya menikah dengan pasangan yang berbeda suku justru dapat menambah wawasan kebudayaan dan menjadi pribadi yang toleran terhadap perbedaan.

Saran untuk anak dari pelaku pernikahan amalgamasi:

1. Anak sebagai penerus generasi dari kebudayaan yang diwarisi oleh orang tuanya seharusnya dapat menyerap ilmu dengan baik dari apa yang sudah


(61)

79

diberikan oleh orang tuanya. Jangan sampai kebudayaan yang sudah diwariskan secara turun-temurun hilang begitu saja.

2. Anak berperan aktif dalam hal bertanya tentang kebudayaan yang dianut orang tuanya agar mengetahui dengan detail masing-masing kebudayaan orang tuanya.

3. Sebagai dampak dari pernikahan amalgamasi, anak seharusnya memaklumi kebudayaan yang berbeda yang telah terjadi di tengah-tengah keluarganya.


(1)

42

menjadi faktor penyebab pernikahan amalgamasi yaitu ketertarikan fisik, latar belakang fisik memang menjadi penentu terjadinya pernikahan, melalui fisik pasangan dapat melihat penampilan yang terlihat oleh mata. Selain itu juga ada faktor kesamaan sosial ekonomi, dengan melihat latar belakang sosial ekonomi maka akan menjadi pertimbangan pasangan amalgamasi untuk melakukan pernikahan. Dan yang terakhir adalah fakor perbaikan keturunan, melalui pernikahan amalgamasi diharapkan oleh pasangan dapat memperbaiki keturunan.

Namun dari beberapa faktor penyebab yang sudah disebutkan di atas terdapat penyebab utama terjadinya pernikahan amalgamasi yaitu rasa cinta dan kasih sayang serta perasaan siap menerima pasangan yang berbeda suku.

Sebenarnya pernikahan amalgamasi adalah suatu hal yang wajar tetapi sebagian masyarakat masih menganggap bahwa pernikahan amalgamasi adalah hal yang tabu. Masyarakat masih memandang bahwa dengan melakukan pernikahan amalgamasi akan dapat meninggalkan kebudayaan dari salah satu pasangan tersebut. Tidak semua orang dapat memahami maksud dan tujuan dari pasangan pernikahan amalgamasi ini.

F. Gambaran Singkat Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah sepasang suami isteri yang berasal dari suku Jawa dan Lampung yang sudah melakukan pernikahan amalgamasi minimal 3 tahun. Dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui faktor yang menjadi penyebab pernikahan amalgamasi dan untuk mengetahui dampak dari pernikahan amalgamasi.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya tentang faktor yang menjadi penyebab pernikahan amalgamasi dan dampak dari pernikahan amalgamasi maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor yang menjadi penyebab narasumber melakukan pernikahan amalgamasi

dapat dikategorikan menjadi dua; 1. faktor yang disengaja: ketertarikan terhadap kebudayaan lain. 2. faktor yang tidak disengaja: lingkungan sosial yang heterogen; dan interaksi yang intens dengan suku lain. Keunikan budaya yang dimiliki suku tertentu dapat menjadi daya tarik bagi suku lain untuk mempelajarinya, hal inilah yang kemudian menjadi faktor penarik terjadinya pernikahan amalgamasi. Selain itu lingkungan sosial yang beranekaragam suku memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar suku yang kemudian mengakibatkan seseorang untuk bisa menikahi pasangan dari luar suku. Kemudian yang terakhir yaitu interaksi yang intens terhadap suku lain dapat menimbulkan kenyamanan sehingga kemudian seseorang menjadi tertarik untuk melakukan pernikahan amalgamasi.

2. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan amalgamasi yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pernikahan amalgamasi yaitu, terciptanya asimilasi dan akulturasi. Sedangkan dampak negatifnya yaitu, hilangnya kebudayaan asli, rawan terjadi konflik, dan sulitnya menyesuaikan diri dengan pasangan. Meskipun terdapat dampak negatif dari pernikahan


(3)

78

amalgamasi tapi pelakunya tetap saja melangsungkan pernikahan tersebut karena dirasa mampu melewati masalah mengenai perbedaan budaya.

B.Saran

Saran untuk narasumber yang menikah dengan pasangan yang berbeda budaya: 1. Tetap menghargai, menjunjung, melestarikan kebudayaan yang telah dianut

sejak lahir ataupun kebudayaan pasangan

2. Perlu adanya komunikasi yang intens dan saling menghargai agar terhindar dari masalah yang disebabkan oleh perbedaan suku

3. Saling mengenalkan kebudayaan masing-masing agar pasangan dapat memahami kebudayaan yang dianut sehingga mengurangi resiko diskriminasi budaya dalam pernikahan

4. Agar terciptanya keluarga yang harmonis maka setiap pasangan harus memiliki sikap saling toleransi, pengertian, dan menerima kekurangan ataupun kelebihan yang dimiliki oleh kebudayaan pasangannya

Saran untuk masyarakat:

1. Apabila ingin menikah dengan pasangan yang berbeda kebudayaan sebaiknya dipikirkan secara matang karena menikah dengan pasangan yang berbeda budaya butuh waktu yang relatif lama untuk penyesuaian. Perbedaan budaya terkadang menjadi halangan bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan, tetapi kenyataannya menikah dengan pasangan yang berbeda suku justru dapat menambah wawasan kebudayaan dan menjadi pribadi yang toleran terhadap perbedaan.

Saran untuk anak dari pelaku pernikahan amalgamasi:

1. Anak sebagai penerus generasi dari kebudayaan yang diwarisi oleh orang tuanya seharusnya dapat menyerap ilmu dengan baik dari apa yang sudah


(4)

79

diberikan oleh orang tuanya. Jangan sampai kebudayaan yang sudah diwariskan secara turun-temurun hilang begitu saja.

2. Anak berperan aktif dalam hal bertanya tentang kebudayaan yang dianut orang tuanya agar mengetahui dengan detail masing-masing kebudayaan orang tuanya.

3. Sebagai dampak dari pernikahan amalgamasi, anak seharusnya memaklumi kebudayaan yang berbeda yang telah terjadi di tengah-tengah keluarganya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Dariyo, (2003), Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Andrew E. Sikula. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga. Bandung. Anjani, C & Suryanto. (2006). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal.

Jurnal Fakultas psikologi Universitas Airlangga.

Barth, Fredrik, 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Blau, Peter M. 1964. Exchange and Power in Social Life. New York, London, Sidney: John Wiley & Sons, Inc.

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, 2003, “Metode Penelitian”, Bumi Aksara, Jakarta

Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Duvall, E.M., & Miller, B.C. (1985). Marriage and family developmental (6th ed). New York: Harper and Row Publisher, Inc.

Esten, Mursal. 1993. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Fuad Shalih, Syaikh. 2006. Menjadi Pengantin Sepanjang Masa. Solo: Aqwam Media Profetika.

Goode, William J. Sosiologi Keluarga. Alih Bahasa oleh Sahat Simamora, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta, 1983

Hariyono, P, Kultur Cina dan Jawa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993 Harsoyo. (1988). Pengantar Antropologi. Jakarta : Bina Cipta.

Homans, G. C. (2007). The Human Group (New York: Harcourt, Brace & Co.). Hurlocks, Elizabeth B. 1997, “Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan

Rentang Kehidupan”, edisi kelima, Erlangga

Lewis, R., Yancey, G., & Bletzer, S.S. (1997). Racial and nonracial factors that influence spouse choice in black/white marriages. Journal of Black Studies, 28(1), 60-78.

Miles dan Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif: Analisis Data, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(6)

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Papalia, D.E., Feldman, R.D., & Olds, S.W. (2004). Human Development, 9th edition. New York: McGraw Hill.

Pratiwi, Hadi. 2004. Sosiologi Reflektif. Laboratorium Sosiologi Yogyakarta Sigelman,Carol. K.Rider, Elizabeth. (2003). Life span Human Development.

Belmont california. Wadsworth publishing Company.

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo, Jakarta.

Soemardjan. 1988. Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta. Djambatan

Sumber Lain:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan KUA Kota Metro

Kantor Kecamatan Metro Timur

Sumber Internet:

(http://www.teraslampung.com/2014/02/sejarah-kolonisasi-di-lampungi-mereka.html diakses pada tanggal 4 April 2014).

(http://Sosiologibudaya.wordpress.com/2011/12/contoh-pelapisan-sosial-kesamaan.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2015).