HUBUNGAN HETEROGENITAS SUKU DAN AMALGAMASI DENGAN PUDARNYA PENGGUNAAN BAHASA LAMPUNG BAGI REMAJA DI KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

Hubungan Heterogenitas Suku dan Amalgamasi dengan Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung bagi Remaja

di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

(Skripsi)

Oleh

AYU ALVICA RENEO

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN HETEROGENITAS SUKU DAN AMALGAMASI DENGAN PUDARNYA PENGGUNAAN BAHASA LAMPUNG

BAGI REMAJA DI KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

AYU ALVICA RENEO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja. Penelitian ini dilakukan pada remaja yang bertempat tinggal di Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Tipe penelitian ini adalah eksplanatoris dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian berjumlah 92 responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, dan studi pustaka. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi berganda melalui program pengolahan data statistik, yaitu SPSS 21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung. Semakin tinggi tingkat heterogenitas suku dan amalgamasi mengakibatkan semakin tinggi pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

Kata kunci : Heterogenitas Suku, Amalgamasi, Pudarnya Bahasa Lampung


(3)

ABSTRACT

THE CORRELATION OF TRIBES HETEROGENEITY AND AMALGAMATION WITH THE RARENESS OF USING

LAMPUNG LANGUAGE FOR TEENAGERS

IN KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

By

AYU ALVICA RENEO

The purpose of this research is to know the correlation tribes heterogeneity and amalgamation with the rareness of using Lampung Language for teenagers.This reserach is done to teenagers living in Kelurahan Way Urang and Desa Hara Banjar Manis, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. The type of method of this research is explanatory with quantitative approach. The sample of this research is counted by 92 respondants. The techniques used in data collecting in this research are questioners, interviews, and literatures.The analysis of data is done by double regressive analysis through the program of data processing statistics, namely SPSS 21. The result of the research it shows that H0 is rejected, there is the significant correlation between tribes heterogeneity and amalgamation with the rareness of using Lampung Language. So the conclusion of all this, heterogeneity level and amalgamation that are very high cause the rareness of using Lampung Language that is also very high for teenagers in Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

Keywords: Tribes Heterogeneity, Amalgamation, The Rareness Lampung Language


(4)

HUBUNGAN HETEROGENITAS SUKU DAN AMALGAMASI DENGAN PUDARNYA PENGGUNAAN BAHASA LAMPUNG

BAGI REMAJA DI KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

AYU ALVICA RENEO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

pada tanggal 27 April 1993. Penulis terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bachrum dan Ibu Sapitrita.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis :

1. TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal yang diselesaikan pada tahun 1999. 2. SD Negeri 1 Way Urang yang diselesaikan pada tahun 2005. 3. SMP Negeri 2 Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2008. 4. SMA Negeri 2 Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi melalui jalur SNMPTN tahun 2011. Dalam perjalanan Kuliah penulis melakukan Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Katon, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2014.


(9)

MOTTO:

Dalam menjalani kehidupan kita membutuhkan sebuah

spion, bukan hanya untuk melihat masa lalu namun juga

menjadikannya sebuah pengalaman dan pelajaran agar


(10)

Bismillahirrohmanirrohiim

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, Ku

persembahkan karya ini kepada:

Keluargaku: Mamaku Sapitrita, Papaku Bachrum, Mas Ijay,

dan adik Ilham.

Seluruh keluarga besarku tercinta yang tak henti memberi

semangat dan doa untuk keberhasilan ku menyelesaikan studi

kesarjanaan ini.

Seluruh guru-guruku yang telah membimbing dan

mendidikku dari umur 5 tahun sampai umurku 22 tahun ini.

Sahabat-sahabatku yang telah menemani dan mendukungku

serta


(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Atas Izin dan Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi saya yang berjudul Hubungan Heterogenitas Suku dan Amalgamasi dengan Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung bagi Remaja di Kecamatan Kalianda Lampung Selatan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.

Penyelesaian Penulisan Skripsi ini tidak lain adalah karena jasa orang-orang yang telah berperan penting di dalamnya. Untuk itulah dalam kesempatan ini Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua Orang tuaku yang tak terhitung jasanya terhadapku, serta keluarga besar lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu doa dan memberikan dorongan untuk tetap semangat.

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H., selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(12)

menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Drs.Abdul Syani M.I.P., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan fikirannya serta memberikan kritik, saran, masukan dan semangat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini serta curhat colongan diselang waktu bimbingan hehehe, terima kasih banyak pak. You’re the best.

7. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si, selaku Dosen pembahas yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun sehingga menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik.

8. Kepada seluruh Dosen dan Staf Sosiologi FISIP UNILA, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Endri, Ibu Vivit, Pak Hartoyo, Pak Gede, Pak Ikram, Pak Suwarno, Bung Pay, Pak Gun, Pak Bintang, Pak Fahmi dan Mbak Siti yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan juga pembelajaran berharga bagi penulis selama menempuh program pendidikan S1.

9. Sahabat-sahabatku tersayang yang berjuang bersama di Jurusan Sosiologi 2011, Mbok Putu (Si Tong-tong) dan Mirda (Merdong) yang selalu membantu dan menemani, memberikan nasehat dan mengingatkan setiap kali melakukan kesalahan, memberikan semangat disaat putus asa, mendoakan serta memberi bantuan baik moril maupun materiil, kalian yang akan selalu aku rindukan, semoga kita selalu menjadi sahabat yang saling mendukung baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Kalian luar biasa.


(13)

yang terbuang sia-sia karena kesalahpahaman, semoga kita tetap bisa menjadi sahabat. Aku sayang kalian :* :*

11. Teman-teman Jurusan Sosiologi angkatan 2011 Nia, Anggun, Nissa NLS, Eri, Yossi, Bang Fahlu, Deni, Dina, Lina, Kiki, Fahri, Eka, Yani, Cece yeni, Arum, Liliput eh Lilian hehe, Desi, alpek, Tante Eva, Mbak Tata, Mak Widia, Siska, Vinta, Bang Pandi, Pakde Windu, Bang Nanda, Bang Anton, Hafiz, Samid, khususnya Fahri, Bang Yudi, Will, Jeje, Fetia yang setia menemani dan memberikan dukungan serta candaan disaat-saat yang menegangkan dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Teman-teman “Satu Komunitas” Mbak Nora, Nora, Citra, Andre, Ratna, dan

Anisa Oktaviani yang telah memberikan semangat dan menemani disaat kegalauan melanda serta kenangan terindah diakhir masa studi ini. Semangat teman-teman!!

13. Keluarga Villa Saba Bang Anda dan Bang Andi (si Kembar), Kak Iwan (pawang curhat, hehehe), kak Ridal, Kak Hadi, Kak Marwan (Pak Ustad), Kak Baron, Jey, Mbak Icha, Mbak Yeni, Erwin, Faruk, Putri, Kukuh, Bang Andri, Si Yo dan Arda (Adek Ipar :p) yang terima kasih untuk kebersamaan, kekeluargaan, dan pastinya dukungannya selama ini.

14. Sahabat-sahabat terbaikku Uci ndut, mama Jevica, Citra, Made ( Si Mad), sist Mely, Enong, Ika, Ana, Bang Hengki, Bang Samsi dan Bang Agus terima kasih telah membantu dan menemani selama pengerjaan skripsi khususnya saat penelitian, terima kasih banyak yaaaaa 


(14)

beud), Mbak Beatrixc (entisss), Olga (bahenoll), Bang Agam (Shinchannya Negeri Katon hahaha), bang Awari (si ilegal), Reza (kordes kita), Bang Yanto (kalo malem jadi Mbak Yanti), Bang Ryan (orang yang selalu nebeng nyetrika hahaha), dan Bang Aris (orang yang paling waras diantara kita), terima kasih untuk semua pengalaman selama 40 hari menjadi teman, sahabat, dan keluarga yang terbaik. I Love Them ....

16. Kekasihku tercinta Syarif Hidayat, terima kasih telah dengan sabar menemani dan menjadi penyemangat disetiap langkah hidupku sehingga menjadi seperti sekarang. Jangan ada kata lelah perjuangan kita masih panjang 

17. Almamaterku tercinta.

18. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, serta penulis sangat mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya

Bandar Lampung, 20 April 2015 Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bahasa Lampung ... 12

1. Pengertian Bahasa Lampung ... 12

2. Bahasa Lampung Pepadun dan Bahasa Lampung Saibatin ... 13

3. Fungsi Bahasa Lampung Sebagai Sarana Komunikasi dan Identitas Masyarakat Lampung .... 14


(16)

2. Ciri-ciri Pudarnya Penggunaan Bahasa Daerah ... 17

C. Remaja ... 19

1. Perkembangan Remaja ... 19

2. Karakteristik Remaja ... 19

3. Kelompok Teman Sebaya ... 20

4. Bahasa Pergaulan Remaja ... 21

D. Heterogenitas Suku ... 25

1. Pengertian Heterogenitas Suku ... 25

2. Penyebab Terjadinya Heterogenitas Suku ... 26

E. Amalgamasi ... 29

1. Pengertian Amalgamasi ... 29

2. Alasan Melakukan Amalgamasi ... 31

F. Kerangka Teori ... 31

1. Pengertian Sosiolinguistik ... 32

2. Bahasa Daerah dalam Perspektif Sosiolinguistik .... 32

G. Kerangka Pikir ... 33

H. Hipotesis Penelitian ... 35

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Definisi Konseptual ... 39

E. Definisi Operasional dan Indikator Variabel ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Teknik Pengolahan Data ... 43

H. Penentuan Skor dan Kategori ... 45

I. Teknik Analisa Data ... 46

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

1. Letak Geografis ... 55

2. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan ... 55

3. Orbitrasi ... 56

4. Kependudukan ... 56

5. Pemerintahan ... 61

B. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 62

1. Gambaran Umum Responden ... 62

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62


(17)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ... 64

1. Deskripsi Penilaian Responden pada Heterogenitas Suku ... 64

2. Deskripsi Penilaian Responden pada Amalgamasi .. 75

3. Deskripsi Penilaian Responden pada Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung ... 87

4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 96

5. Uji Silang ... 99

6. Analisis Regresi Linear Berganda ... 100

7. Uji Hipotesis ... 102

B. Pembahasan ... 105

1. Hubungan Heterogenitas Suku dengan Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung ... 105

2. Hubungan Heterogenitas Suku dengan Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung ... 107

3. Hubungan Heterogenitas Suku dan Amalgamasi dengan Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung .... 108

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116 Daftar Pustaka


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah Penduduk Kecamatan Kalianda menurut Tahun 2010 ... 6

2. Jumlah Penduduk Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis menurut Tahun 2014 ... 38

3. Pedoman Interpretasi terhadap Koefisiensi Korelasi ... 47

4. Hasil Uji Validitas Variabel Heterogenitas Suku (X1) ... 50

5. Hasil Uji Validitas Variabel Amalgamasi (X2) ... 51

6. Hasil Uji Validitas Variabel Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung (Y) ... 52

7. Indikator Tingkat Reliabilitas ... 53

8. Hasil Uji Reliabelitas Instrumen Penelitian ... 54

9. Letak Geografis ... 55

10.Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan ... 55

11.Orbitrasi ... 56

12.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

13.Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 57

14.Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

15.Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 59

16.Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 60

17.Pemerintahan ... 61

18.Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

19.Jumlah Responden Berdasarkan Umur ... 63

20.Jumlah Responden Berdasarkan Suku Orang Tua ... 63

21.Sikap Toleransi Remaja terhadap Orang Pendatang/ Suku Lain ... 64

22.Keterbukaan Remaja dengan Budaya Luar/ Budaya Suku Lain ... 65

23.Pemahaman Remaja terhadap Budaya Luar/ Budaya Suku Lain ... 65

24.Penerimaan Remaja terhadap Budaya Luar/ Budaya Suku Lain ... 66

25.Kebebasan Remaja Suku Lampung Bergaul dengan Remaja Suku Lain ... 67

26.Tingkat Kemampuan Remaja Suku Lampung Beradaptasi dengan Remaja Suku Lain ... 67

27.Pengaruh Kesamaan Asal Usul Daerah dengan Pemilihan Teman dalam Pergaulan ... 68


(19)

29.Pengaruh Kesamaan Ras dengan Pemilihan Teman dalam

Pergaulan ... 69

30.Suku yang Paling Mudah Mencapai Persatuan (Beradaptasi) ... 70

31.Suku yang Mudah Berprasangka Baik terhadap Suku Lain ... 70

32.Kontuinitas (Keberlanjutan) Pembauran Interaksi Remaja Antarsuku 71 33.Bahasa yang Dipelajari Sejak Kecil ... 72

34.Bahasa yang Digunakan tiap Pertemuan dengan Sesama Suku ... 73

35.Bahasa yang Digunakan Tiap Pertemuan dengan Suku Lain ... 74

36.Bahasa yang Digunakan di Lingkungan Sekolah dan Sosial ... 74

37.Bahasa yang Digunakan di Lingkungan Keluarga ... 75

38.Intensitas Orang Tua Mengajarkan Bahasa Lampung ... 76

39.Lama Tinggal Menetap Bertetangga dengan Suku Lain ... 77

40.Peluang Remaja Melakukan Amalgamasi ... 77

41.Penerimaan Orang Tua terhadap Amalgamasi ... 78

42.Toleransi Remaja terhadap Amalgamasi ... 79

43.Kelaziman/ Kewajaran Amalgamasi dalam Kehidupan Rumah Tangga ... 79

44.Ketergantungan Remaja terhadap Nilai Budaya yang Dianut ... 80

45.Keterbukaan Orang Tua terhadap Pemilihan Jodoh Anak ... 81

46.Pengaruh Kesamaan Agama dan Kepercayaan terhadap Amalgamasi 81 47.Pengaruh Kesamaan Adat Istiadat Perkawinan Antarsuku terhadap Amalgamasi ... 82

48.Pengaruh Kesamaan Lingkungan Tempat Tinggal Bertetangga dengan Suku Lain terhadap Amalgamasi ... 83

49.Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Orang Tua dengan Mendukung Adanya Amalgamasi ... 83

50.Ketergantungan Orang Tua terhadap Perkawinan Sesama Suku ... 84

51.Ketergantungan Orang Tua terhadap Perkawinan Antar Suku (Amalgamasi) ... 85

52.Suku yang Paling Terbuka/ Mendukung Adanya Amalgamasi ... 85

53.Suku yang Paling Dominan Melakukan Amalgamasi ... 86

54.Penguasaan Remaja terhadap Penggunaan Bahasa Lampung ... 87

55.Intensitas Penggunaan Bahasa Lampung dalam Pergaulan ... 88

56.Bahasa Daerah Lain yang Dikuasai ... 88

57.Upaya Remaja Mempelajari Bahasa Lampung ... 89

58.Upaya Remaja Mempelajari Aksara Lampung ... 90

59.Upaya Remaja Mempelajari Bahasa Lain baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Daerah ... 90

60.Kebanggaan Remaja terhadap Bahasa Lampung ... 91


(20)

63.Kebanggaan Remaja Suku Lain terhadap Bahasa Lampung ... 93

64.Penguasaan Remaja Suku Lain Menggunakan Bahasa Lampung ... 94

65.Pengaruh Lingkungan Geografis (Desa/ Kota) terhadap Penggunaan Bahasa Lampung ... 94

66.Bahasa yang paling Digunakan di Kalianda ... 95

67.Uji Runs Test ... 97

68.Hasil Uji Multikolinearitas ... 99

69.Chi-Square Tests X1 ... 99

70.Chi-Square Tests X2 ... 100

71.Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 101

72.Uji R2 ... 102

73.Perbandingan Analisis Data Way Urang dan Hara Banjar Manis ... 103

74.Uji t ... 103

75.Uji F ... 104

76.Perkembangan Heterogenitas Suku di Kecamatan Kalianda Tahun 1995-2014 ... 112

77.Jumlah penduduk Suku Lampung di Kecamatan Kalianda Tahun 1995-2014 ... 113


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir ... 35 2. Peta Administrasi Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung

Selatan ... 61 3. Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual ... 96 4. Grafik Plot of Regresion Standarized Resiual ... 98


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya. Di dalam penggunaannya oleh manusia, bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Hal ini senada dengan pendapat Putrayasa (2010) yang mengatakan bahwa masyarakat yang berkembang pada segala bidang kehidupannya seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya biasanya akan diikuti pula oleh perkembangan bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin maju kehidupan manusia, semakin berkembang pula bahasanya.

Salah satu hal yang sering menjadi pembahasan yang fundamental dalam kehidupan adalah komunikasi. Sebagai makhluk social manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia untuk berkomunikasi. Menurut Mulyana dan


(23)

Rakhmat (2006) hubungan antara budaya dan komunikasi bahasa sangat penting untuk memahami komunikasi antar budaya dan antar bahasa.

Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, untuk itulah sangatlah penting dipahami bahwa interaksi yang terjalin antara dua budaya yang berbeda tentu akan memerlukan proses komunikasi. Komunikasi antar budaya bukan merupakan sesuatu yang baru terjadi. Semenjak terjadinya pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, maka komunikasi antarbudaya sebagai salah satu studi sistematik yang penting untuk dipahami. Mulyana (2005) juga mengungkapkan orang-orang berkomunikasi karena mereka harus beradaptasi dengan lingkungan. Beradaptasi bukan berarti menyetujui atau mengikuti semua tindakan orang lain, melainkan mencoba memahami alasan dibaliknya tanpa kita sendiri tertekan oleh situasi. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. (Liliweri, 2003).

Mengenai kontak bahasa, Weinrich (dalam Chaer, 2007) mengartikan kontak bahasa adalah pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian. Kontak bahasa akan menyebabkan melemahnya penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu sehingga menyebabkan bahasa daerah semakin pudar, hal ini terutama terjadi di kalangan remaja karena remaja masih labil sehingga membuat remaja menggunakan bahasa secara bergantian.


(24)

Di daerah dijumpai tiga alasan utama terjadinya pergeseran dari bahasa daerah ke Bahasa Indonesia dalam penentuan bahasa pertama bagi anak-anak di lingkungan keluarga. Pertama, lingkungan pergaulan yang majemuk bahasa (suku). Kedua, medan tugas yang relatif tidak tetap. Ketiga, orang tua berlainan suku (Darwis, 2011). Selain itu, ada pula tekanan bahasa dominan dalam suatu wilayah masyarakat multibahasa. Jika diadakan persentase akan terlihat adanya pengurangan jumlah penutur. Pengunaan bahasa daerah dominan pada usia lanjut, sedangkan generasi muda dan anak-anak akan cenderung beralih ke Bahasa Indonesia. Dalam kaitan ini, Bahasa Indonesia dalam politik nasional dengan sengaja dikondisikan sebagai bahasa yang berprestise, yaitu bahasa ini ditanggapi sebagai aspek kebudayaan yang tinggi, sehingga orang terdorong untuk menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Dalam pidato pengukuhan guru besar di Universitas Negeri Jakarta dengan judul “Kepunahan Bahasa Daerah karena Kehadiran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta Upaya Penyelamatannya”, 22 Mei 2007, Arief Rachman memetakan kepunahan bahasa daerah di Indonesia sebagai berikut:

Dari lebih 50 bahasa daerah di Kalimantan, 1 di antaranya terancam punah. Di Sumatera, dari 13 bahasa daerah yang ada, 2 di antaranya terancam punah dan 1 sudah punah. Adapun di Sulawesi dari 110 bahasa yang ada, 36 bahasa terancam punah dan 1 sudah punah, di Maluku dari 80 bahasa yang ada 22 terancam punah dan 11 sudah punah, di daerah Timor, Flores, Bima dan Sumba dari 50 bahasa yang ada, 8 bahasa terancam punah. Di daerah Papua dan Halmahera dari 271 bahasa, 56 bahasa terancam punah. Dikatakan lebih


(25)

lanjut bahwa data yang diberikan oleh Frans Rumbrawer pada tahun 2006 lebih mengejutkan lagi, yaitu pada kasus tanah Papua, 9 Bahasa dinyatakan telah punah, 32 bahasa segera punah, dan 208 bahasa terancam punah (Suswandi, dkk. 2012)

Setiap daerah memiliki bahasa yang merupakan simbol identitas budaya. Masalah yang dihadapi adalah bahasa daerah tidak lagi mendapatkan tempat sebagai lambang kebanggaan, identitas, dan tidak lagi digunakan sebagai bahasa komunikasi utama pada masyarakat pendukungnya. Dengan demikian menyebabkan keprihatinan terhadap ancaman kepunahan bahasa-bahasa daerah (Gusnawati, 2014).

Di daerah perkotaan diasumsikan Bahasa Lampung mulai memudar akibat heterogenitas suku, namun di daerah pedesaan terutama di perkampungan masyarakat Suku Lampung (tiyuh/ pekon) penggunaan Bahasa Lampung masih dominan. Hasil Penelitian Amir (2009) menunjukkan bahwa persentase pemilihan bahasa masyarakat berdasarkan kelompok usia didominasi oleh pemilihan dan penggunaan Bahasa Indonesia. Temuan ini sesuai dengan keadaan masyarakat di Lampung karena pada setiap kelompok usia yang dwibahasa atau multibahasa. Hal ini senada dengan pendapat Nasution (2008) bahwa Suku Lampung menggunakan Bahasa Lampung hanya dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga, sesama Suku Lampung, dan pada upacara adat. Saat ini, Bahasa Lampung hanya berkembang dan dipergunakan di lingkungan sesuai dialeknya. Di tempat umum jarang sekali terdengar percakapan dalam Bahasa Lampung, terutama dalam pergaulan remaja


(26)

“Lamon jelma lappung sai lupa makai bahasani tegalan”. Ya, mungkin itu pepatah yang cocok untuk menggambarkan kondisi Bahasa Lampung sekarang. Masyarakat Lampung sebagai pemilik Bahasa Lampung seharusnya menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup Bahasa Lampung. Kenyataannya justru sebaliknya, saat ini usia sekolah hampir sebagian besar tidak menguasai Bahasa Lampung alias gagap berbahasa Lampung. Penggunaan Bahasa Lampung di lingkungan keluargapun tidak lagi seketat seperti di masa dulu. Jika pengembangan Bahasa Lampung ini tidak berkelanjutan alias putus di generasi muda sekarang maka akan terjadi kepunahan Bahasa Lampung di daerahnya sendiri. Bagaimana bisa menjelaskan dan melatih anak cucu mereka jika mereka sendiri tak mampu berbahasa Lampung.

Provinsi Lampung memiliki luas ± 3.528.853 hektar dihuni oleh berbagai suku, baik Suku Lampung maupun suku pendatang, seperti Suku Jawa, Bali, Bugis, Sunda, Minang, Bengkulu dan Batak. Menurut sensus penduduk tahun 2000, penduduk Provinsi Lampung berjumlah 6.646.890 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut 729.312 jiwa ( 11,92%) adalah penduduk asli Lampung, sedangkan 5.917.578 jiwa (88,08%) adalah penduduk pendatang yang terbagi antara: 4.113.731 jiwa (61,88%) adalah Suku Jawa, 749.566 jiwa (11,27%) adalah Suku Sunda, 36.292 jiwa (3,55%) adalah Suku Semende, dan 754.989 jiwa (11,35%) adalah suku lain-lain seperti Bengkulu, Batak, Minang, dan Bugis (Nasution dkk, 2008). Selanjutnya berdasarkan data BPS tahun 2004/ 2005 penduduk Lampung berjumlah ± 6.915.950 jiwa. Dari jumlah penduduk


(27)

Lampung, yang menuturkan Bahasa Lampung ± 1.590.669 jiwa (23%) (Yuliadi dkk, 2008).

Salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman suku adalah Kecamatan Kalianda. Menurut Abdulsyani (2013) Kecamatan Kalianda menjadi daerah tujuan pendatang mulai tahun 1965. Hal inilah yang menyebabkan daerah ini memiliki tingkat heterogenitas suku yang tinggi, banyak masyarakat pendatang dari luar Lampung yang memilih pindah dan menetap di Kecamatan Kalianda.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Kalianda menurut Tahun 2010

No Suku Jumlah %

1 Lampung 9.790 12,07

2 Jawa 49.449 60,95

3 Sunda 10.779 13,29

4 Banten 2.988 3,68

5 Bali 1.313 1,62

6 Semende 3.839 4,7

7 Cina 89 0,1

8 Minang 685 0,8

9 Batak 715 0,9

10 Bugis 331 0,4

11 Lainnya 1.055 1,3

Total 81.126 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010 Fenomena yang sering muncul, terkait dengan perilaku masyarakat setempat adalah pembauran interaksi dalam sebuah aktivitas yang terjadi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat (masyarakat lokal) dalam kehidupan kesehariannya. Seperti ketika ada suatu acara perkumpulan (muda-mudi, rapat RT dan lain-lain), sehingga kita harus memahami dan mengetahui


(28)

bahasa dan perilaku masyarakat sebagaimana terjadi dalam bahasa dan budaya yang berlainan sistem kepercayaan pokok dan orientasi fundamental yang berbeda, menciptakan konteks yang berbeda untuk pertukaran dan saling berbagi persepsi, pengetahuan dan emosi.

Masyarakat Kalianda bersifat bilingual atau mampu bertutur kata menggunakan dua bahasa, yaitu Bahasa Lampung dan Bahasa Indonesia ataupun antara Bahasa Lampung dengan Bahasa Jawa, bahkan mampu bertutur dengan bahasa suku lain misalnya Bahasa Sunda, Bahasa Padang, Bahasa Batak dan lain-lain. Dengan keadaan demikian maka akan mempengaruhi mereka dalam berbicara, saat menggunakan satu bahasa sengaja atau tidak akan terjadi kesalahan di dalam penggunaan bahasa tertentu, karena terbiasa menggunakan dua bahasa secara bergantian dalam kehidupan sehari-hari, sehingga seiring berjalannya waktu penggunaan Bahasa Lampung sebagai bahasa ibu semakin pudar.

Sementara itu, Bahasa Lampung sendiri memiliki perbedaan yang sangat mencolok dalam kosakata dan dialek yang berbeda, sehingga mengakibatkan orang Lampungpun kesulitan berbahasa Lampung dan lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memungkinkan masyarakat lebih memilih Bahasa Indonesia dalam berinterkasi karena jika mengunakan bahasa daerah masing-masing maka interaksi tidak dapat berjalan dengan baik bahkan terjadi diskomunikasi.


(29)

Dengan demikian diasumsikan sementara bahwa heterogenitas suku berperan dalam pudarnya penggunaan Bahasa Lampung Saibatin disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Luasnya pergaulan remaja antarsuku 2. Lingkungan pekerjaan

3. Lingkungan pendidikan 4. Lingkungan sosial

5. Sikap keterbukaan terhadap budaya luar 6. Sikap toleransi terhadap budaya luar

Kehidupan masyarakat antarsuku di Kecamatan Kalianda memiliki kekhasan yang menarik, yakni keberadaan Suku Lampung sebagai pemilik asli wilayah dan kebudayaan lokal (pribumi) justru tidak berkembang, tergeser perannya oleh masyarakat pendatang. Kelompok Suku Jawa yang dominan berperan dan menjadi kelompok etnik tuan rumah (host population) ditambah dengan adanya amalgamasi yang terjadi di Kecamatan Kalianda.

Hal utama yang menyebabkan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung adalah perkawinan antar suku (amalgamasi), seperti yang terjadi pada masyarakat Kalianda dikalangan muda-mudi yang telah mengadakan perkawinan yakni pemuda (masyarakat pendatang) dan pemudi (masyarakat lokal) atau sebaliknya pemudi (masyarakat pendatang) dan pemuda (masyarakat lokal). Hal ini berawal dari terjadinya heterogenitas suku di Kecamatan Kalianda dengan luasnya pergaulan mendorong masyarakat lokal melakukan pembauran interaksi dengan masyarakat pendatang secara berkelanjutan


(30)

sehingga sebagian besar masyarakat lokal melakukan amalgamasi dengan masyarakat pendatang. Hal ini terjadi dikarenakan adanya faktor-faktor antara lain:

1. Kontiunitas interaksi remaja antarsuku 2. Sikap keterbukaan terhadap budaya luar 3. Kebebasan pergaulan antarsuku

4. Tempat pekerjaan

5. Untuk meningkatkan status sosial atau kekayaan 6. Tidak mempersoalkan perbedaan budaya

7. Sikap positif terhadap almagamasi

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon pasangan, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaidah-kaidah perkawinan dengan kaidah-kaidah agama. Perkawinan (pernikahan) pada hakekatnya, adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia.

Dengan demikian diasumsikan bahwa daerah yang memiliki masyarakat dengan heterogenitas suku yang tinggi dan telah melakukan amalgamasi lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dibandingkan Bahasa Lampung dalam berinteraksi sehari-hari.


(31)

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian untuk menjelaskan seberapa besar hubungan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda dengan membandingkan antara daerah yang memiliki masyarakat dengan tingkat heterogenitas suku yang tinggi dengan daerah masyarakat homogen penduduk asli Suku Lampung.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan hubungan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara akademik

a. Memberikan sumbangan pemikiran dan praktek ilmu Sosiologi khususnya Sosiologi Budaya dan Sosiologi Perkotaan.

b. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai realita heterogenitas suku, amalgamasi dan penggunaan Bahasa Lampung. c. Hasil penelitian ini dapat memperkaya koleksi hasil penelitian dan

dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian yang serupa bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian.


(32)

2. Secara praktis

a. Dapat memberikan sumbangan saran dan informasi alternatif yang dapat digunakan oleh pihak terkait untuk kembali melestarikan Bahasa Lampung.

b. Memberikan pengalaman berfikir ilmiah melalui penyusunan dan penulisan skripsi, sehingga dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan menambah wawasan mengenai nasib Bahasa Lampung.

c. Membangun kesadaran dan kecintaan, dan sikap positif bagi remaja terhadap penggunaan Bahasa Lampung, sehingga dapat menjaga dan melestarikannya kembali.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bahasa Lampung

1. Pengertian Bahasa Lampung

Menurut Asshiddiqie (dalam Tubiyono, 2010) bahasa lokal merupakan salah satu sarana pembentuk kekayaan budaya bangsa yang plural (majemuk) di samping kekayaan keragaman cara berpikir, keragaman adat, dan keragaman sistem hukum adat. Menurut Nasution, dkk (2008) Bahasa Lampung adalah bahasa daerah dan sebagai bahasa ibu bagi masyarakat di Provinsi Lampung. Bahasa Lampung dibagi menjadi 2 yaitu Pepadun dan Saibatin. Perbedaan Bahasa Lampung pada letak geografis. Bahasa Lampung dengan Dialek Nyow (Pepadun) adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Lampung di wilayah nonpesisir. Adapun Bahasa Lampung Dialek Api (Saibatin) adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat pesisir.

Dengan demikian Bahasa Lampung adalah bahasa daerah yang dituturkan oleh Ulun Lampung dan juga merupakan identitas Provinsi Lampung.


(34)

2. Bahasa Lampung Pepadun dan Bahasa Lampung Saibatin a. Bahasa Lampung Pepadun

Menurut Abdulsyani (2013) masyarakat adat Pepadun (Dialek Nyow) terdiri dari:

1. Pepadun Abung Siwo Mego (Nuban, Nunyai, Unyi, Anak Toho, Nyerupo, Selagai, Beliyuk, Kunang)

2. Pepadun Mego Pak (Bolan (bulan), Tegamo’an, Aji, Suwai Umpu)

3. Pepadun Pubian Telu Suku (Manyarakat (banyarakat/ manyakhakat), Tambapupus, Buku Jadi)

4. Buway Gunung (Kampung Negerisipin, sekitar Way sekampung bagian hulu, keturunan dari Pubian Manyarakat)

5. Buway dari suku bangsa bertempat tingal di Sungai Tatang dekat Bukit Siguntang Sumatera Selatan

6. Kebuwayan yang datang dari Pagaruyung Laras

7. Buay Balam (Keturunan dari Poyang Sakti, dari persekutuan ”Paksi Pak Tukket Pedang” disekitar tiyuh Batu Brak Skala Brak)

8. Buay Nuwat (Keturunan dari Poyang Serata di Langik, dari persekutuan ”Paksi Pak Tukket Pedang” disekitar tiyuh Batu Brak Skala Brak), dan sebagainya.

b. Bahasa Lampung Saibatin

Menurut Abdulsyani (2013) masyarakat adat Saibatin (Dialek Api) terdiri dari:

1. Sai Batin Marga 5 (lima) Kalianda dan sekitarnya (Marga Ratu, Marga Legun, Marga Rajabasa, Marga dantaran, Marga Katibung)


(35)

2. Sai Batin Marga Lunik 3. Sai Batin Marga Balak

4. Sai Batin Marga Bumi Waras Teluk Betung 5. Sai Batin Punduh (7 Kepenyimbangan Adat) 6. Sai Batin Pedada (8 Kepenyimbangan Adat) 7. Sai Batin Way Lima

8. Sai Batin Kedundung, dan sebagainya.

3. Fungsi Bahasa Lampung Sebagai Sarana Komunikasi dan Simbol Identitas Masyarakat Lampung

a. Fungsi Komunikasi Bahasa Lampung

Menurut Gordon (dalam Mulyana, 2005) komunikasi mempunyai empat fungsi, yakni:

1. Komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2. Komunikasi ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

3. Komunikasi ritual

Komunikasi ritual bertujuan untuk komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.


(36)

4. Komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajak, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan, dan juga menghibur. Kedudukan bahasa daerah sebagai bahasa suku atau juga disebut bahasa etnik dipelihara oleh negara. Dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36 mengamanatkan bahwa:

“Di daerah-daerah yang memiliki bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya), bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.”

Bahasa daerah digunakan sebagai alat komunikasi bagi penutur bahasa daerah tertentu dan sebagai sarana pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian, Bahasa Lampung berfungsi sebagai alat komunikasi masyarakat Lampung dalam berinteraksi di kehidupan sehari-hari, untuk memperkaya bahasa nasional dan sebagai pendukung nilai-nilai budaya nasional serta tetap melestarikan budaya dari generasi kegenerasi.

b. Fungsi Bahasa Lampung Sebagai Simbol Identitas Masyarakat Lampung

Menurut Kaelan (2007) Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakannya dengan bangsa lain. Dengan demikian setiap bangsa di dunia ini memiliki identitas sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta


(37)

karakter dari bangsa tersebut. Begitu juga dengan identitas suku yang mempunyai keunikan, ciri dan karakter yang melekat pada daerah tersebut. Hubungan antara identitas dengan bahasa sangatlah kuat. Duranti (dalam Suastra, 2009) menyatakan bahasa secara konstan digunakan untuk pengkonstruksi dan pembeda budaya. Didukung dengan Kramsch (dalam Suastra, 2009) mengatakan bahasa itu sebagai sistem, tanda untuk mengungkapkan, membentuk dan menyimbolkan realitas budaya. Dengan demikian bahasa itu dipakai sebagai simbol identitas suatu suku. Pada saat ini identitas daerah, dalam hal ini Bahasa Lampung dioperasionalkan ke dalam bentuk penyebarluasan, guna mendapat pengakuan dari masyarakatnya. Sebagai simbol identitas, Bahasa Lampung dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan segala bentuk ide oleh manusia Lampung yang terkait dengan pelestarian budaya dan Bahasa Lampung.

4. Bahasa Lampung dalam Pergaulan Sehari-hari

Menurut Rusyana (dalam Sulastriana: 2012) menyatakan bahwa perkembangan suatu bahasa ditentukan oleh sikap dan usaha pemilik/ penutur bahasa yang bersangkutan untuk menjaga dan mengembangkan bahasanya kearah yang diharapkan. Hal senada diungkapkan oleh Baker (dalam Sulastriana: 2012) dalam kehidupan suatu bahasa, sikap terhadap bahasa sangat penting dalam restorasi bahasa, pemeliharaan bahasa, kehilangan bahasa, bahkan kepunahan bahasa.

Bahasa Lampung merupakan alat komunikasi masyarakat Lampung, namun pada kenyataannya Bahasa Lampung sudah jarang digunakan terutama bagi


(38)

remaja. Sebagian besar hanya mengetahui Bahasa Lampung tanpa mampu menuturkannya. Hasil penelitian Nasution, dkk (2008) menyatakan bahwa Suku Lampung menggunakan Bahasa Lampung hanya dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga, sesama Suku Lampung, dan pada upacara adat. Dalam berkomunikasi dengan masyarakat pendatang, Suku Lampung menggunakan Bahasa Indonesia. Hal ini berhubungan dengan penggunaan Bahasa Lampung yang kian menurun, dengan adanya heterogenitas suku dan amalgamasi telah mempersempit ruang lingkup perkembangan Bahasa Lampung itu sendiri.

B. Pudarnya Pengunaaan Bahasa Lampung

1. Pengertian Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung

Menurut KBBI (2008) pudar berarti menggabak, meredup, melesap, melindang, melindap, menyilam, berkurang, merosot, hilang lenyap, dan musnah. Dengan demikian pudarnya bahasa daerah berarti merosot atau bahkan hilangnya penggunaan bahasa daerah oleh seorang penutur atau sekelompok penutur. Kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadilah pudarnya bahasa daerah tersebut.

2. Ciri-ciri Pudarnya Penggunaan Bahasa Daerah

Menurut Grimes (dalam Darwis, 2011) ada enam gejala yang menandai kepunahan bahasa pada masa depan, yaitu:

1. Penurunan secara drastis jumlah penutur aktif, 2. Semakin berkurangnya ranah penggunaan bahasa,


(39)

3. Pengabaian atau pengenyahan bahasa ibu oleh penutur usia muda, 4. Usaha merawat identitas etnik tanpa menggunakan bahasa ibu,

5. Penutur generasi terakhir sudah tidak cakap lagi menggunakan bahasa ibu, artinya tersisa penguasaan pasif (understanding without speaking),

6. Contoh-contoh mengenai semakin punahnya dialek-dialek satu bahasa, keterancaman bahasa kreol dan bahasa sandi.

Menurut Tondo (2009), terdapat 10 faktor penyebab punahnya bahasa daerah, yaitu:

1. Pengaruh bahasa mayoritas dimana bahasa daerah itu digunakan

2. Kondisi masyarakat yang penuturnya yang bilingual atau bahkan multilingual

3. Faktor Globalisasi 4. Faktor migrasi

5. Perkawinan antar etnik 6. Bencana alam dan musibah

7. Kurangnya penghargaan terhadap bahasa etnik sendiri

8. Kurangnya intensitas komunikasi berbahasa daerah dalam keluarga 9. Faktor ekonomi

10. Faktor bahasa Indonesia

Menurut Stewart (dalam Darwis, 2011), daya hidup suatu bahasa adalah use of the linguistic system by an unisolated community of native speakers. Kalau suatu bahasa secara terus-menerus mengalami pengurangan jumlah penutur


(40)

sehingga pada akhirnya kehilangan atau kehabisan jumlah penutur asli sama sekali, bahasa itu sudah jelas bernasib punah.

Dengan demikian pudarnya bahasa daerah Lampung adalah merosot atau hilangnya penggunaan bahasa Lampung oleh masyarakat (penutur) Lampung yang disebabkan oleh heterogenitas suku dan amalgamasi.

C. Remaja

1. Perkembangan Remaja

Perkembangan remaja dapat dikatakan suatu fase perkembangan yang dialami seseorang ketika memasuki usia 12-22 tahun. Pada fase perkembangan remaja, anak harus mampu meninggalkan sifat kekanak-kanakannya. Remaja didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari transisi masa anak-anak dan dewasa, yang diakui oleh perubahan biologis, kognitif, sosioemosional (Santrock, 2007).

2. Karakteristik Remaja

a. Perkembangan Fisik Remaja

Fase remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja awal, pertumbuhan fisiknya sangat pesat tetapi tidak proporsional, misalnya pada hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja akhir, proporsi tubuh mencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya (Yusuf, 2005).


(41)

b. Perkembangan Kognitif Remaja

Menurut teori Piaget (dalam Suparno, 2001) pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 thn secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak

2. Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah 3. Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang

konkrit dengan yang abstrak

4. Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya. Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat (Yusuf, 2005).

3. Kelompok Teman Sebaya

Menurut Santrock (2007) teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Selanjutnya Santrock (2007) juga mengungkapkan bahwa fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah:


(42)

1. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga

2. Memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya

3. Mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya

Fungsi-fungsi kelompok teman sebaya menurut Ahmadi (2007) adalah: 1. Mengajarkan kebudayaan masyarakat

2. Mengajarkan anak bergaul dengan sesamanya 3. Mengajarkan mobilitas sosial

4. Mengajarkan peranan sosial yang baru

5. Mengajarkan kepatuhan kepada aturan dan kewibawaan impersonal 6. Mengajarkan kepatuhan terahadap aturan dan kewibawaan tanpa

memandang dari siapa aturan itu dan siapa yang memberikan perintah dan larangan itu

Berdasarkan fungsi-fungsi teman sebaya tersebut dapat diketahui bahwa untuk terwujudnya fungsi tersebut dibutuhkan interaksi sosial dengan menggunakan bahasa yang telah disepakati.

4. Bahasa Pergaulan Remaja

a. Penggunaan Bahasa dalam Lingkungan Keluarga

Menurut Pateda (1990) bahasa ibu merupakan bahasa yang pertama kali diperkenalkan pada anak. Hal senada juga diungkapkan oleh Wahyu (1986) nilai-nilai yang anak miliki semua berawal dari keluarga, karena dalam hubungan keluarga terjalin hubungan biologis, psikologis, dan sosial.


(43)

Hubungan tersebut terjalin melalui bahasa, adat kebiasaan yang berlaku dalam keluarga tersebut.

Dengan demikian bahasa yang digunakan remaja dalam lingkungan keluarga adalah bahasa yang pertama kali diajarkan pada saat mereka belajar berbicara. Dalam keluarga yang melakukan amalgamasi orang tua cenderung netral dalam budayanya masing-masing sehingga lebih memilih Bahasa Indonesia untuk diperkenalkan kepada anaknya sejak dini.

b. Penggunaan Bahasa dengan Teman Sebaya

Menurut Piaget (dalam Suparno, 2001), remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia. Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Remaja akan lebih memilih pengunaan bahasa yang mudah untuk digunakan. Khususnya jika teman sebaya terdiri dari berbagai suku maka mereka akan memilih menggunakan Bahasa Indonesia dibandingkan bahasa daerah.

c. Penggunaan Bahasa di Lingkungan Sekolah

Steiberg (dalam Afrizal, 2011) menyebutkan karakteristik lingkungan pembelajaran bahasa di kelas ada lima segi yaitu :

1. Lingkungan pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikologi sosial kelas yang meliputi penyesuaian-penyusaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan


(44)

2. Di lingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistik, yang dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan

3. Di lingkungan sekolah disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah

4. Di lingkungan kelas sering disajikan dara dan situasi dahasa yang artifisial (buatan), tidak seperti dalam lingkungan kebahasaan alamiah

5. Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengaran seperti buku teks, buku penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselasaikan,dan sebagainya

Bahasa Indonesia merupakan bahasa wajib yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Pada saat ini sudah jarang ditemui lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa daerah dalam berinteraksi. Di sekolah remaja tidak hanya mendapatkan pembelajaran untuk memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, namun juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya termasuk perilaku berbahasa, terutama bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang diikrarkan dalam Sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dapat juga disebut bahasa nasional atau bahasa kebangsaan (Alwi dan Sugono, 2003). Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan


(45)

bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya serta antardaerah (Alwi dan Sugono, 2003).

Dengan demikian lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan Bahasa Indonesia yang juga sebagai bahasa persatuan bangsa, sehingga hal ini dapat berdampak dengan pudarnya bahasa daerah.

d. Penggunaan Bahasa di Lingkungan Sosial

Teori behaviorisme menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Bahasa merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Kemudian kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya (Ritzer dan Goodman, 2011)

Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu. Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku remaja terhadap pemilihan penggunaan bahasa. Penelitian Roger (dalam Notoatmojo, 2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), yaitu:

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.


(46)

3. Evaluation, (menimbang–nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Dengan demikian lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja khususnya dalam pemilihan penggunaan bahasa untuk berinteraksi. Terutama remaja yang menetap di lingkungan berheterogenitas suku, mereka cenderung menggunakan Bahasa Indonesia dibandingkan Bahasa Lampung. D.Heterogenitas Suku

1. Pengertian heterogenitas suku

Spencer (dalam Martono, 2011) menggambarkan perkembangan dari tipe masyarakat homogen menuju tipe masyarakat yang heterogen. Perubahan ini dianalogikan dengan tipe masyarakat primitif (homogen) dan masyarakat modern (heterogen). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia heterogenitas adalah adanya keanekaragaman yang dimiliki oleh suatu kelompok, sedangkan suku bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa.

Menurut Koentjaraningrat (1985), suku bangsa merupakan kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatuan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan


(47)

sendiri. Etnis memiliki ciri-ciri budaya seperti ciri fisik, kesenian, bahasa dan adat istiadat (Shadily, 1984). Hal senada diungkapkan oleh Kottak (dalam Meinarno dkk, 2011) suku bangsa adalah mereka yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam konteks kebudayaan budaya. Anggota suatu suku bangsa adalah warga yang bersama-sama berbagi suatu keyakinan, nilai-nilai, kebiasaan, adat, dan norma-norma yang disebabkan oleh kesamaan latar belakang. Suku bangsa memiliki kesamaan sebagai berikut :

1. Bahasa daerah 2. Agama

3. Pengalaman sejarah 4. Isolasi geografis 5. Sistem kekerabatan 6. Ras

Dengan demikian disimpulkan bahwa heterogenitas suku merupakan keanekaragaman budaya yang terdapat pada sekumpulan masyarakat yang memiliki perbedaan seperti adat, bahasa, kebiasaan ras dan lain-lain, sehingga terdapat macam-macam suku didaerah tersebut, jadi tidak menutup kemungkinan terjadi pembauran antarsuku.

2. Penyebab Terjadi Heterogenitas Suku

Menurut Abdulsyani (2013) multikultural dapat diartikan sebagai keragaman perbedaan kebudayaan. Masyarakat multikultural (multicultural society) adalah masyarakat yang terdiri dari banyak kebudayaan dan antara pendukung kebudayaan saling menghargai satu sama lain. Masyarakat


(48)

multikultural terdiri dari berbagai elemen, baik itu suku, ras, golongan, dan lain-lain yang hidup dalam suatu kelompok dan menetap di wilayah.

Heterogenitas suku di Kecamatan Kalianda disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Migrasi

Migrasi di Kecamatan Kalianda sudah terjadi sejak tahun 1965 (Abulsyani, 2013). Menurut Heeren (1979) migrasi adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan tujuan untuk menetap. Migrasi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah :

1. Program pemerintah

menurut Heeren (1979) transmigrasi adalah perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam batas negara dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang. Menurut Yudohusodo (1998) Istilah transmigrasi digunakan pada awal tahun 1946 oleh pemerintah Republik Indonesia ketika kebijaksanaan tentang pengembangan industrialisasi di pulau luar Jawa. Yudohusodo (1998) membagi pelaksanaan transmigrasi di Indonesia atas beberapa kategori, yaitu: Pertama, Transmigrasi spontan/ swakarsa adalah perpindahan penduduk ke daerah tujuan atas usaha dan resiko sendiri dan tanpa bantuan pemerintah. Kedua, Transmigrasi umum merupakan pelaksanaan transmigrasi yang dapat dipandang sebagai bentuk normal. Dalam sistem ini, seluruh urusan untuk


(49)

migran, dari pendaftaran dan seleksi hingga bertempat tinggal di tempat pemukiman yang baru, menjadi tanggungjawab jawatan transmigrasi.

Ketiga, Transmigrasi bedol desa adalah perpindahan penduduk suatu daerah atau desa secara keseluruhan termasuk aparat desanya. Hal ini terjadi karena adanya bencana alam atau pembangunan suatu proyek yang membutuhkan lokasi yang luas.

Keempat, Transmigrasi lokal mencakup migrasi dalam daerah atau provinsi tertentu, seperti dari dari Wonosobo ke Pematang Pasir yang keduanya berada di Provinsi Lampung.

2. Tersedianya sumber daya untuk mencari penghidupan baru

Alasan utama penduduk melakukan migrasi adalah meningkatkan taraf perekonomian. Dengan tersedianya sumber penghidupan yang melimpah di Lampung khususnya Kecamatan Kalianda dan semua orang bisa memperolehnya dengan mudah tanpa kompetisi yang ketat, hal ini mendorong warga pendatang melakukan migrasi ke Lampung dengan tujuan mencari penghidupan baru (Abulsyani, 2013).

b. Lampung sebagai pintu gerbang pulau Sumatera

Menurut Profil Kota Kalianda Kabupaten Lampung Selatan tahun 2013, Lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera. Khususnya Kecamatan Kalianda memiliki posisi geografis yang strategis, karena letaknya di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. Kecamatan ini menjadi pertemuan antara lintas tengah


(50)

dan timur Sumatera. Hal ini menyebabkan Kalianda menjadi kota yang memiliki tingkat heterogenitas tinggi khususnya keanekaragaman suku. c. Pluralisme

Menurut Barth (1988) pluralisme adalah sebuah keadaan di mana terdapat interaksi beberapa kelompok yang tidak menghasilkan konflik. Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Menurut Abdulsyani (2013) karakteristik budaya masyarakat Lampung yang terbuka sangat memungkinkan terjadinya pembauran antara penduduk pribumi dan penduduk pendatang, sehingga terjadi pluralitas penduduk. Dengan adanya nilai pluralisme dapat menjadi sumber daya untuk menumbuhkan kerukunan hidup bersama yang saling menghargai perbedaan dan mendorong kerja sama berdasarkan kesetaraan.

E. Amalgamasi

1. Pengertian Amalgamasi

Menurut Subekti (1989) perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktu yang lama. Dalam Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan diartikan sebagai:

“Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.


(51)

Tujuan perkawinan dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Cohen (dalam Hariyono, 1993) perkawinan campur merupakan perkawinan yang terjadi antara individu dari kelompok etnis yang berbeda yang dikenal dengan istilah amalgamation. Amalgamasi merupakan satu proses yang terjadi apabila budaya atau ras bercampur untuk membentuk jenis budaya dan ras baru. Budaya menjadi suatu aspek yang penting dalam perkawinan, dimana pasangan tersebut tentu memiliki dalam hal nilai-nilai budaya yang dianut, menurut keyakinan dan kebiasaan, serta adat istiadat dan gaya hidup budaya. Di dalam perkawinan juga disatukan dua budaya yang berbeda, latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda (Koentjaraningrat, 1985).

Menurut Sunarto (2004) ada dua macam dalam hubungan perkawinan yaitu endogami dan eksogami.

Pertama, endogami merupakan sistem yang mewajibkan perkawinan dengan anggota kelompok. Dengan kata lain endogami yaitu perkawinan dilingkungan sendiri misalnya dalam satu clan (etnis/kerabat).

Kedua, Eksogami merupakan sistem yang melarang perkawinan dengan anggota kelompok. Dengan demikian perkawinan campur yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda tergolong ke


(52)

dalam perkawinan eksogami. Contohnya perkawinan antar Suku Lampung dan Suku Jawa.

2. Alasan melakukan amalgamasi (perkawinan Campuran)

Goode (1983) menyebutkan ada enam alasan seseorang melakukan perkawinan campur, yaitu:

1. Lingkungan yang heterogen

2. Pendidikan seseorang yang kian tinggi membuat mereka berpeluang melihat perspektif baru

3. Tipe keluarga pluralistik

4. Figur yang diidolakan seperti ayah, ibu, atau kerabat dekatnya tidak mencerminkan contoh pribadi yang diharapkannya

5. Alasan praktis, seperti untuk meningkatkan status sosial atau kekayaan 6. Adanya kesepakatan kolektif untuk memberikan kelonggaran bagi pria

untuk kawin dengan etnis lain

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amalgamasi atau perkawinan antar etnis adalah perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.

F. Kerangka Teori

Teori adalah bagian yang penting untuk dijelaskan dalam penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji teori sosiolinguistik, dengan maksud meneliti apakah teori ini dapat diuji kebenarannya.


(53)

1. Pengertian Sosiolinguistik

Menurut Chaer (2007) sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan pengguna bahasa itu di dalam masyarakat. Nababan (1991) mengatakan bahwa istilah sosiolinguistik jelas terdiri dari 2 unsur, yaitu sosio dan linguistik. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Jadi sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.

Sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial). Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa di masyarakat. Ada Menurut Wijaya dan Rohmadi (2006) ada 3 macam hubungan antara bahasa dengan masyarakat penuturnya. Ketiga macam hubungan itu adalah :

1. Stuktur masyarakat mempengaruhi bahasa

2. Struktur bahasa mempengaruhi struktur masyarakat 3. Struktur bahasa dan masyarakat saling mempengaruhi 2. Bahasa Daerah Dalam Perspektif Sosiolinguistik

Dalam sosiologi umur bahasa tergantung pada penuturnya. Artinya jika penuturnya ingin meninggalkan bahasa tersebut maka tidak ada yang dapat membendung keinginan tersebut. Sama halnya dengan bahasa daerah jika penutur aslinya sendiri sudah tidak mengunakan bahasa tersebut maka sangat


(54)

sulit untuk menjaga dan melestarikan agar tidak punah. Dalam perspektif sosiolinguistik fungsi bahasa berhubungan dengan bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar dalam situasi dan keadaan yang ada. Trudgill (dalam Setiawan: 2011) mengatakan bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai sarana pembangunan hubungan sosial dan pemberitahuan informasi terhadap lawan bicara. Menurut Holmes (dalam Setiawan: 2011) ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi penggunaan dan pemilihan bahasa, misalnya topik, lawan bicara, dan konteks sosial serta lokasi pembicaraan.

Dengan demikian penelitian ini menguji apakah ada hubungan antara masyarakat dwibahasa/ multibahasa yang diakibatkan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

G. Kerangka Pikir

Tingginya pergeseran bahasa daerah /ibu di wilayah perkotaan diakibatkan oleh sejumlah faktor terutama haterogenitas suku. Hasil pengamatan sementara menunjukkan bahwa di wilayah perkotaan terdapat berbagai jenis etnis yang berbeda-beda. Dengan adanya heterogenitas suku terjadi pembauran interaksi antara mayarakat lokal dengan masyarakat pendatang. Pada usia remaja, pengaruh lingkungan sangat besar, dikarenakan masa remaja adalah masa yang sedang mengembangkan kepribadiannya, yang membutuhkan lingkungan teman-teman dan masyarakat.

Selanjutnya menurut Ahmadi (2007) salah satu fungsi kelompok teman sebaya adalah mengajarkan untuk melestarikan kebudayaan masyarakat


(55)

setempat. Namun disini terjadi disfungsi, karena yang seharusnya remaja lokal mengenalkan budayanya kepada remaja pendatang justru menyesuaikan diri dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Demikian kuatnya pengaruh lingkungan pergaulan pada diri seseorang sehingga lebih mudah mempengaruhinya. Bagi remaja Lampung sungguh mencengangkan mereka menyembunyikan Bahasa Lampung ketika berkumpul dengan temannya, dan lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia.

Selain heterogenitas suku, amalgamasi memiliki peran dalam pudarnya penggunaan Bahasa Lampung. Menurut Maryati dan Suryawati (2001) Amalgamasi merupakan salah satu sarana bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan biologis di mana perkawinan yang dijalankan adalah perkawinan berbeda ras atau suku yang sekarang ini telah merambah keseluruh pelosok negeri dan kelas masyarakat. Perkawinan campuran atau amalgamasi memang merupakan suatu kebutuhan hidup yang memang tidak bisa dihindari. Amalgamasi biasa dikaitkan dengan asimilasi budaya karena berkaitan dengan interaksi antara dua budaya berbeda. contohnya perkawinan perkawinan antar budaya dari etnik etnis Lampung dan Jawa.

Masyarakat Kecamatan Kalianda didominasi masyarakat pendatang sebanyak 87,93% (lihat Tabel 1.) dari luar Provinsi Lampung bahkan luar Pulau Sumatera, misalnya Minang, Palembang, Jawa, Bali, Sunda dan lain-lain. Dengan adanya amalgamasi di Kecamatan Kalianda diasumsikan bahwa semakin tinggi pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja. Hal ini disebabkan orang tua yang berbeda suku lebih memilih menggunakan bahasa


(56)

Indonesia dibandingkan bahasa daerah kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dari kecil hingga remaja anak mereka tidak mendapatkan pengetahuan tentang Bahasa Lampung, sehingga mereka terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.

Gambar 1. Bagan kerangka pikir H. Hipotesis Penelitian

H0: tidak ada hubungan antara heterogenitas suku dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda. Ha: ada hubungan antara heterogenitas suku dengan pudarnya penggunaan

Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

H0: tidak ada hubungan antara amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

Ha: ada hubungan antara amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

Heterogenitas Suku

(X1)

Amalgamasi (X2)

Pudarnya Penggunaan Bahasa Lampung


(57)

H0: tidak ada hubungan antara heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

Ha: ada hubungan antara heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.


(58)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kuantitatif eksplanatoris. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) penelitian eksplanasi yaitu tipe penelitian untuk menjelaskan suatu fenomena, menjelaskan hubungan dan menguji hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis seberapa besar hubungan heterogenitas suku dan amalgamasi dengan pudarnya penggunaan Bahasa Lampung di Kecamatan Kalianda dengan statistik korelasional untuk generalisasi data.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Tepatnya di Kelurahan Way Urang, pemilihan lokasi ini dikarenakan daerah ini memiliki tingkat heterogenitas suku yang tinggi dan Desa Hara Banjar Manis, pemilihan lokasi ini sebagai pembanding dalam penelitian dikarenakan daerah ini memiliki tingkat heterogenitas suku yang rendah.


(59)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Way Urang Desa Hara Banjar Manis menurut Tahun 2014

Sumber: Profil Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis, Kec. Kalianda Tahun 2014

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang akan diteliti. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Alasannya adalah pada usia tersebut merupakan masa pencarian jati diri seseorang dan berdasarkan pengamatan sebelumnya remaja pada umur tersebut sudah jarang menggunakan Bahasa Lampung sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Jumlah remaja di Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah 1.141 jiwa. (Profil Kelurahan Way Urang Tahun 2014 dan Profil Desa Hara Banjar Manis Lampung Selatan Tahun 2014).

Suku Kelurahan Way Urang Desa Hara Banjar Manis

Jumlah % Jumlah %

Lampung 6.158 57,23 1.543 90,07

Batak 338 3,14 12 0,7

Minang 793 7,37 - -

Betawi 24 0,22 - -

Sunda 1.010 9,38 42 2,45

Jawa 1.708 15, 87 115 6,71

Madura 11 0,1 - -

Bali 38 0,35 1 0,05

Aceh 14 0,13 - -

Palembang 485 4,5 - -


(60)

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2006), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini banyaknya sampel penelitian digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

N : banyaknya populasi n : banyaknya sampel

d : sampling error (ditetapkan 10 %) (Rakhmat, 1997)

Berdasarkan rumus pengambilan sampel, maka banyaknya sampel penelitian adalah:

Maka sampel pada penelitian ini adalah 91,94 dibulatkan menjadi 92 sampel remaja. Teknik penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu sampel dipilih sebagai responden secara sengaja dengan pertimbangan mampu memberikan data dan informasi yang dibutuhkan yang menjadi target dalam penelitian ini.

D. Definisi Konseptual

Untuk memudahkan dalam memahami dan menafsirkan berbagai teori yang berhubungan dengan penelitian ini, maka ditentukan konsep-konsep yang digunakan dengan menjelaskannya dalam definisi konseptual berikut:


(61)

a. Heterogenitas suku adalah penduduk yang memiliki keanekaragaman ciri-ciri budaya seperti ciri-ciri fisik, kesenian, bahasa dan adat istiadat disuatu daerah tertentu (Shadily, 1984).

b. Amalgamasi adalah perkawinan yang terjadi antara individu dari kelompok etnis/ suku yang berbeda (Cohen, dalam Hariyono: 1993). c. Pudarnya bahasa daerah adalah merosot atau hilangnya penggunaan

bahasa daerah oleh seorang penutur atau sekelompok penutur (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

d. Bahasa Lampung adalah bahasa ibu atau daerah yang dituturkan oleh masyarakat Lampung (Nasution, 2008) .

e. Remaja adalah suatu periode perkembangan dari transisi masa anak-anak dan dewasa, yang diakui oleh perubahan biologis, kognitif, sosioemosional (Santrock, 2007).

E. Definisi Operasional dan Indikator Variabel

Definisi operasional merupakan penjabaran dari masing-masing variabel tersebut. Penjabaran definisi operasional dan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur penelitian ini antara lain ialah sebagai berikut: a. Heterogenitas suku adalah keanekaragaman ciri-ciri budaya seperti ciri

fisik, kesenian, bahasa dan adat istiadat (Shadily, 1984). Menurut Kottak (dalam Meinarno dkk, 2011) heterogenitas adalah adanya keanekaragaman dari segi bahasa, agama, pengalaman sejarah, isolasi geografis, sistem kekerabatan, dan ras. Dalam penelitian ini yang dimaksud heterogenitas suku adalah suku atau budaya yang dimiliki masyarakat Kecamatan Kalianda, khususnya Bahasa Lampung Saibatin. Indikatornya adalah:


(62)

1. Komposisi atau jumlah suku yang ada di Kecamatan Kalianda. 2. Banyaknya bahasa yang digunakan oleh remaja Kecamatan Kalianda. 3. Beragamnya budaya daerah yang ada di Kecamatan Kalianda.

4. Macam-macam ras yang ada di Kecamatan Kalianda.

5. Masyarakat Kecamatan Kalianda yang berasal dari berbagai daerah. b. Amalgamasi (perkawinan campuran) adalah perkawinan antara dua

budaya yang berbeda, latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda (Koentjaraningrat, 1985). Dengan demikian amalgamasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkawinan dua insan berlawanan jenis yang berbeda etnis/latar belakang budaya di Kecamatan Kalianda.

Indikatornya adalah:

1. Amalgamasi antara Suku Lampung Saibatin dengan Suku Lampung Pepadun.

2. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Jawa. 3. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Sunda. 4. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Palembang. 5. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Batak. 6. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Betawi. 7. Amalgamasi antara Suku Lampung dengan Suku Bali.

c. Pudarnya penggunaan Bahasa Lampung adalah merosot atau hilangnya penggunaan Bahasa Lampung oleh masyarakat (penutur) Lampung yang disebabkan oleh heterogenitas suku dan amalgamasi. Dalam penelitian memudarnya penggunaan bahasa Lampung yang dimaksud adalah Bahasa


(63)

Lampung yang sudah tidak digunakan oleh remaja di Kecamatan Kalianda kehidupan sehari-hari.

Indikatornya adalah:

1. Kuantitas penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

2. Tingkat penguasaan remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan terhadap Bahasa Lampung.

3. Tingkat penguasaan remaja di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan terhadap Aksara Lampung.

4. Upaya remaja Lampung mempelajari Bahasa Lampung. 5. Kasadaran remaja Lampung terhadap Aksara Lampung. 6. Kebanggaan remaja Lampung terhadap Bahasa Lampung. 7. Kebanggaan remaja Lampung terhadap Aksara Lampung.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar-benar akurat dan sesuai dengan yang diharapkan, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Kuesioner

Dalam penelitian ini kuesioner ditujukan pada sampel responden yang memenuhi kriteria yakni dengan batasan umur antara 15-19 tahun dan berdomisili di Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis. Kuesioner secara umum berisikan berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pergaulan (pembauran interaksi) remaja sesama Suku Lampung dan antar suku meliputi tingkat toleransi, keterbukaan, kebebasan, penerimaan terhadap budaya luar,


(64)

kontinuitas pergaulan, dan bahasa yang sering digunakan remaja dalam pergaulan dan di lingkungan keluarga serta peran orang tua yang melakukan amalgamasi terhadap pengenalan budaya khususnya Bahasa Lampung pada anak-anaknya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai memudarnya penggunaan Bahasa Lampung bagi remaja di Kecamatan Kalianda.

2. Wawancara

Wawancara ini akan dilakukan dengan tokoh adat setempat untuk memperoleh informasi tentang perkembangan peduduk pendatang dan penduduk asli Suku Lampung baik secara budaya maupun sosial di Kecamatan Kalianda dan orang tua yang melakukan amalgamasi untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang peranan orang tua terhadap pengenalan budaya khususnya Bahasa Lampung.

3. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini menggunakan referensi dari buku, laporan penelitian yang serupa dengan penelitian ini, dan Profil Kelurahan Way Urang dan Profil Desa Hara Banjar Manis Kecamatan Kalianda.

G. Teknik Pengolahan Data 1. Tahap Editing

Pada tahap ini data yang dapat diperiksa kembali apakah ada kesalahan dalam melakukan pengisian yang tidak lengkap atau tidak jelas. Dalam tahap ini dilakukan pengecekan terhadap kuesioner yang telah diisi oleh para responden untuk menyeleksi apakah kuesioner tersebut diisi dengan benar


(1)

117

6. Remaja menumbuhkan kecintaan dan bersikap positif terhadap Bahasa Lampung dengan mempelajari dan menggunakannya dalam pergaulan serta memperkenalkan dan mengajak remaja suku lain untuk menggunakan Bahasa Lampung.

7. Bagi akademisi dan instansi terkait diharapkan melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang pudarnya penggunaan Bahasa Lampung.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (ed.). 2003. Politik Bahasa Nasional: Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Amir, Taufik. 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Barth, Fredrick. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Fajri, Em Zul dan Senja, Aprilia Ratu. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia: Edisi Revisi Cetakan Ketiga. Jawa Tengah: Difa Publisher.

Goode, J Wiliam. 1983. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina aksara.

Hadi, Sutrisno. 1990. Analisis Regresi. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada.

Hariyono, P. 1993. Kultur Cina dan Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Heeren. 1979. Transmigrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskonial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(3)

Meinarno, Eko A, dkk. 2011. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat (Pandangan Antropologi dan Sosiologi). Jakarta: Selemba Humanika. Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Efektif (Suatu Pendekatan Lintasbudaya).

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunikasi Antarbudaya (Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, Hasnawati, dkk. 2008. Persebaran Bahasa-Bahasa di Provinsi Lampung. Bandar Lampung: Kantor Bahasa Provinsi Lampung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurgiyantoro, B, dkk. 2000. Statistik Terapan Untuk Penelitian Sosial dan Pendidikan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pateda, Mansoer. 1990. Aspek- Aspek Psikolinguistik. Yogyakarta: Nusa Indah. Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan

Infleksional). Bandung: PT Refika Aditama.

Rakhmat, Jalaludin, 1997. Metode Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2011. Teori Sosiologi Modern, Edisi 6.

Jakarta: Kencana.

Santrock, J W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Shadily, Hassan. 1984. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Singarimbun, Masri dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Subekti. 1989. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cetakan ke-22. Jakarta: Intermasa. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, R&D. Bandung: ALFABET.

Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.


(4)

Triton. 2005. SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik. Andi : Yogyakarta. Wahyu, M S. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. Wijaya, Dewa Putu dan Rohmadi, M. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan

Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yudohusodo, Siswono. 1998. Transmigrasi: Kebutuhan Negara Kepulauan Berpenduduk Heterogen Dengan Persebaran Yang Timpang. Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika.

Yuliadi, MR, dkk. 2008. Pemetaan Dialektal Bahasa Lampung. Bandar Lampung: Kantor Bahasa Provinsi Lampung.

Yusuf, Syamsu. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal:

Darwis, Muhammad. 2011. Jurnal: Nasib Bahasa Daerah di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan. Universitas Hassanudin. Diakses dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle (diuduh pada pukul 15.50 WIB 02 September 2014).

Tondo, Fanny Henry. 2009. Kepunahan Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolinguistik. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol 11 Nomor 02 Tahun 2009.

Yadnya, Ida Bagus Putra. 2009. Jurnal: Revitalisasi Bahasa Daerah (Bali) di Tengah Persaingan Bahasa Nasional, Daerah, dan Asing untuk Memperkukuh Ketahanan Budaya. Universitas Udayana. Diakses dari hattp:staff.unud.ac.id/~Putrayadnya/wp~content/uploads/2009/06/paper-kongres.pdf. (diunduh pada pukul 19.30 WIB 21 Desember 2014)

Makalah:

Gusnawati, Lukman. 2014. Makalah: Pergeseran Bahasa- Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan: Kasus Pergeseran Bahasa Bugis, Makassar, Toraja, dan Enrekang. Universitas Hasanuddin. Diakses dari http://repository.unhas.ac.id /handle/123456789/8456 (diunduh pada pukul 17.20 WIB 02 September 2014).

Ibrahim, Gufran Ali. "Bahasa Terancam Punah: Fakta, Sebab-Musabab, Gejala dan Strategi Perawatannya". Makalah yang disampaikan pada Kongres Internasional IX Bahasa Indonesia di Jakarta, 28 Oktober – 1 November 2008.

Setiawan, Aan. 2011. Bahasa Daerah dalam Perspektif Kebudayaan dan Sosiolinguistik: Peran dan Pengaruhnya dalam Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa. Makalah Seminar Internasional “Languange


(5)

Http://eprints.undip.ac.id/37651/1/12_Aan_Setyawan.pdf. (diunduh pada pukul 19.15 WIB 03 Oktober 2014).

Suswandi, Irwan dkk. 2012. Laporan Akhir OUTLET NUSANTARA Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita. Universitas Indonesia. Diakses dari file:///C:/Users/Owner/Downloads/LAPORAN%20AKHIR%20PKMK_2 013_UI_IRWAN_OUTLET%20NUSANTARA%20INDONESIA.pdf (diunduh pada pukul 16.00 WIB 05 September 2014).

Skripsi dan Disertasi:

Suastra, I Made. 2009. Bahasa Bali Sebagai Identitas Masyarakat Bali. Disertasi. Universitas Udayana. Diakses dari http://download.portal garuda.org/ article.php?article=16384&val=994 (diunduh pada pukul 10.30 WIB tanggal 2 Desember 2014).

Sulastriana, Elva. 2012. Penggunaan Bahasa dan Sikap Bahasa Masyarakat Multibahasawan Lampung Cikoneng terhadap Bahasa Ibu, Bahasa Daerah Lain, dan Bahasa Indonesia di Desa Cikoneng Kabupaten Serang-Banten. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari Http://digilib.upi.edu/administrator/fulltext/t_bind_999685_elva_sulastri ana_chapter1.pdf (diunduh pada pukul 17.05 WIB 02 Oktober 2014). Tubiyono. 2010. Matinya Bahasa Nusantara Ditangan Pemerintah: Sebuah

Kajian Awal tentang Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007. Skripsi. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Airlangga. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/36895/1/13.pdf. (diunduh pada pukul 15.15 WIB 02 Oktober 2014).

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Bandung: Fokusmedia.

UUD 1945. Naskah Asli dan Perubahannya. Jakarta: Pustaka Pergaulan.

Dokumen Negara:

Profil Desa Hara Banjar Manis Tahun 2014, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.

Profil Kelurahan Way Urang Tahun 2014, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.

Profil Kota Kalianda Tahun 2013, Kabupaten Lampung Selatan.

Koran:

Putra, Kritian Adi. 2013. Revitalisasi Bahasa Lampung. Lampungpost 23 Februari 2013.


(6)

Website:

Abdulsyani. 2013. Multikulturalisme Lampung: Penghargaan Atas Kearifan Lokal Untuk Menciptakan Stabilitas Daerah. Diakses dari Http://abdulsyani.blogspot.com/2013/11/multikulturalisme-lampung-penghargaan.html. (diunduh pada Pukul 14.10 WIB 24 Oktober 2014). Abdulsyani. 2013. Pluralitas Budaya di Lampung, Konflik dan Solusinya. Diakses

dari Http://abdulsyani.blogspot.com/2013/11/pluralitas-budaya-di-lampu ng-konflik.html. (diunduh pada pukul 22.50 WIB 16 Oktober 2014). Afrizal. 2011. Aspek Internal dan Eksternal dalam Pembelajaran Bahasa.

Diakses dari http://afrizaldaonk.blogspot.com/2011/01/aspek-internal-dan-eksternal-dalam.html (diunduh pada pukul 20.30 WIB 20 Oktober 2014).