12 RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT
GAMBAR 2.12 RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT
PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2015
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2016
Rasio tempat tidur rumah sakit tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 2,94, DKI Jakarta sebesar 2,43, dan Sulawesi Utara sebesar 2,28. Informasi lebih rinci tentang rumah sakit menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.5, 2.6, 2.7, 2.8, dan 2.9.
C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
1. Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang signifikan dalam
pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap obat khususnya obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai komoditi khusus, semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu, selain meningkatkan jumlah tenaga pengelola yang terlatih, salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah menyediakan sarana
38 BAB II SARANA KESEHATAN | KEMENTERIAN KESEHATAN RI 38 BAB II SARANA KESEHATAN | KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Salah satu kebijakan dalam Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatkan akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) sesuai tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atau penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga penggunaannya di masyarakat. Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional/Usaha Mikro Obat Tradisional (UKOT/UMOT), Produksi Alat Kesehatan (Alkes) dan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Industri Kosmetika.
Sarana produksi dan distribusi di Indonesia masih menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi maupun distribusi berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa sebesar 94,7% sarana produksi dan 77,0% sarana distribusi. Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
Jumlah sarana produksi pada tahun 2015 sebesar 2.166 sarana. Provinsi dengan jumlah sarana produksi terbanyak adalah Jawa Barat, yaitu sebesar 504 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat memiliki populasi yang besar dan wilayah yang luas. Jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2015 terdapat pada gambar berikut ini.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI | BAB II SARANA KESEHATAN 39
GAMBAR 2.13 JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Sarana Produksi
Sumber : Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2016 Sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlahnya
oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan antara lain Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2015 sebesar 38.267 sarana. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 35.566 sarana. Gambar berikut menyajikan jumlah sarana distribusi kefarmasian pada tahun 2015.
GAMBAR 2.14 JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2014
Toko Obat
Penyalur Alat
Pedagang
Kesehatan
Besar Farmasi
Sarana Produksi
Sumber : Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2016
Data lebih rinci mengenai jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.16 dan Lampiran 2.17.
40 BAB II SARANA KESEHATAN | KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2. Ketersediaan Obat dan Vaksin Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan
melalui tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah, Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator rencana strategis tahun 2015-2019 terkait program kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2015 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 77%.
Pemantauan ketersediaan obat tahun 2015 digunakan untuk mengetahui kondisi tingkat ketersediaan obat di Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang. Di era otonomi daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan ke kabupaten/kota, kemudian didistribusikan ke Puskesmas tiap kabupaten/kota tersebut. Tidak adanya laporan secara periodik yang dikirim oleh Puskesmas, maka relatif sulit bagi pemerintah pusat untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. Adanya data ketersediaan obat di provinsi atau kabupaten/kota akan mempermudah penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi program di masa yang akan datang.
Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia, dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 20 item obat dan vaksin. Pemantauan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan kepada 1.328 Puskesmas terpilih. Pemilihan Puskesmas yang dipantau berdasarkan metode proportional random sampling berbasis provinsi sesuai jumlah Puskesmas dan rasio Puskesmas perawatan dan non perawatan.
Berdasarkan data dan perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didapatkan bahwa 79,38% item obat dan vaksin esensial tersedia di Puskesmas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas telah mencapai target Renstra tahun 2015 yang sebesar 77%. Data dan informasi lebih rinci mengenai Puskesmas yang menyediakan 20 item obat dan vaksin terdapat pada Lampiran 2.18.
3. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan juga memantau instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar. Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat 57,34% instalasi farmasi kabupaten/kota yang telah melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar. Penggunaan tersebut telah memenuhi target Renstra tahun 2015 yaitu sebesar 55%.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI | BAB II SARANA KESEHATAN 41
GAMBAR 2.15 PERSENTASE INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DAN VAKSIN SESUAI STANDAR DI INDONESIA TAHUN 2015
Indonesia
Bali 100,00 Jawa Timur
100,00 DI Yogyakarta
100,00 Sumatera Barat
100,00 Kep. Bangka Belitung
88,24 Sumatera Selatan
85,71 Kalimantan Timur
84,62 Kalimantan Barat
84,62 Sulawesi Tenggara
83,33 Jambi
78,95 Jawa Tengah
77,78 Nusa Tenggara Barat
Gorontalo
Target Renstra 2015 :
Nusa Tenggara Timur Riau
Kepulauan Riau
Jawa Barat
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Kalimantan Tengah
Papua Barat
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
Sumatera Utara
DKI Jakarta 0,00 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Sumber : Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2016
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar provinsi telah memenuhi target 55%, yaitu 23 provinsi (67,65%). Terdapat 11 provinsi yang belum mencapai target Renstra 2015. Data dan informasi lebih rinci mengenai instalasi farmasi kabupaten/kota yang telah melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.19.
D. INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN
1. Jumlah Politeknik Kesehatan
Pembangunan kesehatan berkelanjutan membutuhkan tenaga kesehatan yang memadai baik dari segi jenis, jumlah maupun kualitas. Untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas tentu saja dibutuhkan proses pendidikan yang berkualitas pula. Kementerian Kesehatan RI merupakan institusi dari sektor pemerintah yang berperan di dalam penyediaan tenaga kesehatan yang berkualitas tersebut.
Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kesehatan melalui penjaminan mutu dan kompetensi lulusan institusi pendidikan tenaga kesehatan, dikeluarkan Surat Keputusan
42 BAB II SARANA KESEHATAN | KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Bersama Menteri
Menteri Kesehatan Nomor 355/E/O/2O12 tentang Alih Bina Penyelenggaraan Program Studi pada Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan diperbarui dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 507/E/O/2013 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 355/E/O/2012. Dengan demikian, pembinaan akademik Politeknik Kesehatan menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun pengaturan di luar akademik, yaitu pembinaan teknis tetap menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan.
Institusi pendidikan tenaga kesehatan selain tenaga medis terdiri dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non Poltekkes). Kementerian Kesehatan bertanggung jawab terhadap pembinaan teknis institusi Poltekkes. Sampai dengan Desember 2015 terdapat 38 Poltekkes di Indonesia, yang terdiri dari program studi strata Diploma IV sebanyak 132 jurusan/program studi, dan strata Diploma III terdiri dari 262 jurusan/program studi. Terdapat 6 kelompok jurusan/program studi di Poltekkes yaitu :
1. Keperawatan, yang terdiri dari keperawatan, kebidanan, dan keperawatan gigi.
2. Kefarmasian, yang terdiri dari farmasi.
3. Kesehatan masyarakat, yang terdiri dari kesehatan lingkungan.
4. Gizi.
5. Keterapian fisik, yang terdiri dari fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, dan akupunktur.
6. Keteknisan medis, yang terdiri dari analis kesehatan, teknik elektromedik, teknik radiodiagnostik, dan ortotik prostetik.