4 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM LAYAK

GAMBAR 7.4 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM LAYAK

TAHUN 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas Kor 2015 KEMENTERIAN KESEHATAN RI | BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN 213

Gambar 7.4 menunjukkan bahwa secara nasional persentase rumah tangga dengan sumber air minum layak sebesar 70,97%. Provinsi dengan persentase rumah tangga dengan sumber air minum layak tertinggi yaitu DKI Jakarta (93,40%), Bali (91,27%) dan Kalimantan Utara (84,59%). Sedangkan Provinsi dengan persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak terendah adalah Bengkulu (41,08%), Papua (51,27%) dan Sulawesi Barat (53,89%). Rincian lengkap tentang persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 7.3.

Pengawasan kualitas air minum diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana dan Pengawasan Kualitas Air Minum, bahwa pengawasan internal dilakukan oleh penyelenggara air minum komersial dan pengawasan eksternal oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan kualitas air minum adalah penyelenggara air minum yang diawasi kualitas hasil produksinya secara eksternal oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan KKP yang dibuktikan dengan jumlah sampel pengujian kualitas air. Penyelenggara air minum adalah PDAM/BPAM/PT yang terdaftar di Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi); Sarana air minum perpipaan non PDAM; dan Sarana air minum bukan jaringan perpipaan komunal.

Pada tahun 2015, secara nasional dari 234.002 sarana air minum terdapat 101.972 sarana air minum yang diawasi atau sekitar 43,58% (Gambar 7.5). Hasil ini mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015 yang sebesar 30% sarana air minum yang dilakukan pengawasan. Menurut provinsi, terdapat delapan provinsi yang sudah memenuhi target Renstra Kemenkes tahun 2015. Namun masih ada enam belas provinsi yang belum dilakukan pengawasan terhadap sarana air minumnya. Rincian lengkap tentang persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan tahun 2015

dapat dilihat pada Lampiran 7.4. GAMBAR 7.5 PERSENTASE SARANA AIR MINUM YANG DILAKUKAN PENGAWASAN TAHUN 2015

Target Renstra 2015: 30%

Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2016 214 BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN I KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Belum optimalnya pelaksanaan pengambilan sampel uji kualitas air minum disebabkan pengawasan kualitas air minum belum menjadi prioritas kegiatan di provinsi dan kabupaten/kota sehingga dukungan kebijakan dan pendanaan masih minim. Selain itu belum semua kabupaten/kota memiliki laboratorium uji kualitas air minum, peralatan uji kualitas air yang memenuhi standar dan SDM yang kompeten. Peran aktif unit pelaksana teknis (UPT) yaitu Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BTKLPP) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dalam hal pengawasan, pembinaan, dan koordinasi dengan lintas sektor terutama PDAM juga menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan uji kualitas air minum.

Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan advokasi

492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan Permenkes nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, meningkatkan Kemitraan Pemerintah – Swasta (KPS) serta melibatkan lintas program, lintas sektor dan lembaga Internasional seperti WHO, mendukung ketersediaan peralatan pengawasan kualitas air minum untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota, mengoptimalisasi peran UPT (B/BTKLPP), dan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan.

D. Akses Sanitasi Layak Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia.

Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.

Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu menggunakan jamban dengan syarat sebagai berikut:

1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.

2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur.

3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.

4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.

5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.

6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.

7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

IbM Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Petani Kakao Kecamatan Bangsalsari

5 96 57

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100