Pengertian Budaya Organisasi Budaya Organisasi

b. Penentuan sumber-sumber penarikan Setelah diketahui spesifikasi pekerjaan karyawan yang dibutuhkan harus ditentukan sumber-sumber penarikan calon karyawan.Sumber penarikan calon karyawan bisa berasal dari internal dan eksternal perusahaan.

2.2.5 Indikator Rekrutmen

Proses rekrutmen pegawai merupakan suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai melalui beberapa tahapan yang mencakup identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan tenaga kerja, menentukan kebutuhan tenaga kerja, proses seleksi, penempatan, dan orientasi tenaga kerja. Penarikan pegawai bertujuan menyediakan pegawai yang cukup agar manajer dapat memilih karyawan yang memenuhi kualifikasi yang mereka perlukan Mathis, 2015:112. Adapun indikator-indikator dari variabel proses rekrutmen ini antara lain : a. Dasar sumber penarikan karyawan b. Sumber Karyawan c. Metode Penarikan Karyawan

2.3 Budaya Organisasi

2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi identik dengan studi individu dan kelompok dalam sebuah organisasi. Interaksi orang dalam sebuah organisasi menggambarkan budaya pada organisasi tersebut. Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan- tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan- tujuan perusahaan. Robbins dan Judge 2015: 520 “Budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lain”. Edy Sutrisno 2015: 2 Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai- nilai values, keyakinan- keyakinan beliefs, asumsi- asumsi assumptions, atau norma- norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai- nilai atau norma- norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi karyawan sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah- masalah organisasi perusahaan. Robbins Coulter 2015: 63 “Budaya organisasi atau organizational culture adalah sehimpunan nilai, prinsip, tradisi dan cara bekerja yang dianut bersama oleh dan mempengaruhi perilaku serta tindakan para anggota organisasi”. Dalam kebanyakan organisasi, nilai- nilai dan praktik- praktik yang dianut bersama shared ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dan benar- benar sangat mempengaruhi bagaimana sebuah organisasi dijalankan. Sementara menurut Mas‟ud dalam penelitian oleh Kartiningsih 2015:27 Budaya organisasional adalah sistem makna, nilai- nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan. Mas‟ud juga menyatakan bahwa suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan karena menimbulkan antara lain: 1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak; 2. Perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak; 3. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi 4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dalam hal-hal yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan dan penghormatan kepada karyawan; 5. Semua kegiatan berorientasi kepada misi atau tujuan organisasi; 6. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya; 7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan-kegiatan perusahaan; 8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota organisasi, dan kekuatannya yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilai-nilai budaya; 9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok. Soehardi Sigit 2013: 261-262 mengungkapkan dan menerangkan bahwa budaya organisasi dikatakan kuat, jika nilai- nilai budaya itu disadari, dipahami dan diikuti, serta dilaksanakan oleh sebagian besar para anggota organisasi. Adapun tanda- tanda bahwa suatu budaya itu kuat adalah sebagai berikut: 1. Nilai- nilai budaya saling menjalin, tersosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota. 2. Perilaku anggota karyawan terkendalikan dan terkoordinasikan oleh kekuatan yang tak tampak invisible atau informal. 3. Para anggota karyawan merasa committed dan loyal pada organisasi 4. Ada partisipasi para karyawan pada organisasi. 5. Semua kegiatan berorientasi pada misi dan tujuan. 6. Ada „shared meaning‟ atau kebersamaan mengenai sesuatu yang dipandang berarti bagi para karyawan. 7. Para anggota karyawan tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. 8. Ada perasaan rewarding pada anggota karyawan, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya. 9. Budaya yang berlaku sesuai dengan strategi dan menopang tujuan organisasi. Tabel 2.1 Budaya Kuat Versus Budaya Lemah 2.3.2 Tipe Budaya Organisasi Menurut Muchlas, 2015 Manajemen harus menyadari tipe umum budaya organisasi kalau perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior dari pada budaya lainnya. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasi budaya organisasi yangterbuka dan partisipatif. Bahkan, beberapa di antara mereka berpendapat lebih jauh bahwa budaya terbuka dan partisipatif ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: Budaya Kuat Budaya Lemah Nilai- nilai diterima secara luas Nilai- nilai hanya dianut oleh segolongan orang saja di dalam organisasi- biasanya kalangan manajemen puncak. Budaya memberikan pesan yang konsisten kepada karyawan mengenai apa yang dipandang berharga dan penting Budaya memberikan pesan yang saling bertolak- belakang mengenai apa yang dipandang berharga dan penting. Para karyawan sangat mengidentikkan jati diri mereka dengan budaya organisasi. Para karyawan tidak begitu peduli dengan identitas budaya organisasi mereka Terdapat kaitan yang erat di antara penerimaan nilai- nilai dan perilaku para anggota organisasi. Tidak ada kaitan yang kuat antara nilai- nilai dan perilaku para anggota organisasi. 1. kepercayaan kepada bawahan, 2. komunikasi terbuka, 3. kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif, 4. pemecahan masalah secara kelompok, 5. otonomi pekerja, 6. tukar menukar informasi, dan 7. tujuan-tujuan dengan keluaran out put yang berkualitas. Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran yang berkualitas, tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan diterapkan pada organisasi oleh pemimpin-pemimpin otokratik dan suka mengancam. Makin besar rigiditas dalam budaya ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah rantai komando yang formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya. Titik beratnya lebih kepada individu daripada kepada pekerjaan tim. Budaya terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah sebagai berikut: 1. meningkatnya penerimaan ide-ide manajemen, 2. meningkatnya kerja sama antara manajeman dan staf, 3. menurunnya angka pindah kerja, 4. menurunya angka absent, 5. menurunnya keluhan-keluhan dan kekesalan, 6. lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan, dan 7. memperbaiki sikap terhadap pekerjaan dan organisasi. Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang- kadang mengambil inisiatif perubahan, tidak hanya karena mereka mengerti kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan. Harrison dalam Kenna, et.al., 2014 membagi empat tipe budaya organisasi yang dihubungkan dengan desain organisasi : 1. Budaya Kekuasaan Power Culture. Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelaziman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang merupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi. 2. Budaya Peran Role Culture. Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran atau jabatan atau posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan menstabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status atau posisi atau peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi. 3. Budaya Pendukung Support Culture Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi atau institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus menerus longlife education. 4. Budaya Prestasi Achievement Culture Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.

2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi