Psikologi Anak

3. Psikologi Anak

”Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia” (Kartini Kartono, 1990:1). Penjelasan berikutnya (1990:4) bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan bantuan dari ilmu pengetahuan yang lain. Ilmu Psikologi merupakan pertengahan dari ilmu Fisiologi dan Sosiologi. Ilmu Fisiologi yang mempelajari tingkah laku manusia dengan penitikberatan pada sifat-sifat khas organ-organ dan sel-sel tubuh sedangkan Sosiologi mempelajari betuk-bentuk tingkah laku manusia dengan menitikberatkan pada masyarakat sebagai satu kesatuan. Diantara dua pertengahan ilmu tersebut, psikologi mempelajari inividu dengan segenap bentuk aktivitas, perbuatan, perilaku, dan kerja selama hidupnya. Sejak dalam kandungan, ketika dilahirkan, bayi, anak- anak, remaja, dewasa, dan renta.

Psikologis anak ditetukan berdasarkan usia. P.K. Arya (2008:31) meyebutkan bahwa anak usia 0 hingga sebelas tahun mengalami tiga tahapan perkembangan sosial. Tahapan pertama adalah usia 0 hingga dua tahun. Tahapan usia ini perkembangan sosial seorang anak ditandai dengan imitasi, ketergantungan, iri, malu, keras kepala, bersahabat, mencari perhatian, dan pertengkaran.

Tahapan kedua adalah usia dua hingga enam tahun. Perkembangan sosial pada usia ini disebut masa awal kanak-kanak yakni anak mulai keluar dari lingkungan rumah dan mulai mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Selama masa kanak-kanak awal perkembangan sosial anak ditandai dengan perkelahian, percakapan khayalan, olok-olok, agresi, keluar rumah, bekerja sama, rasa iri, rasa kasihan, ketergantungan, Tahapan kedua adalah usia dua hingga enam tahun. Perkembangan sosial pada usia ini disebut masa awal kanak-kanak yakni anak mulai keluar dari lingkungan rumah dan mulai mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Selama masa kanak-kanak awal perkembangan sosial anak ditandai dengan perkelahian, percakapan khayalan, olok-olok, agresi, keluar rumah, bekerja sama, rasa iri, rasa kasihan, ketergantungan,

Tahapan ketiga menurut P.K. Arya (2008:35) adalah masa kanak-kanak akhir dengan usia enam hingga sebelas tahun. Tahapan ini ditandai dengan aktivitas intelektual yang koheren dan kemampuan bahasa yang meningkat. Anak usia ini mulai menyukai kegiatan di luar ruangan, dan menunjukkkan minat pada seni dan kerajinan.

Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wask (2008:35-46) menyebutkan tiga teori mengenai kesiapan belajar secara psikologis. Teori pertama adalah teori maturasional (kematangan) yang beranggapan bahwa pertumbuhan bergerak maju melalui serangkaian tahap yang yang teratur dan dapat diramalkan menuju kerumitan, susunan, dan internalisasi yang lebih besar. Kedua yakni, teori behaviorisme yang beranggapan bahwa kesiapan dan pembelajaran diletakkan pada individu dari luar. Teori ketiga ialah konstruktivis yang menyatakan bahwa individu-individu berkembang melalui serangkaian tingkat yang harus diperhitungkan dan anak-anak dapat dibantu menyusun pemahaman melalui interaksi sosial, fisik, dan mental mereka sendiri.

Ketiga teori di atas memiliki dampak praktiknya memiliki kekurangan dan kelebihan. Penerapan dan pengkombinasian ketiga teori kesiapan belajar diharapkan mampu memberikan pengaruh positif dalam perkembangan maupun perilaku anak- anak.

Anak mengalami perkembangan anak meliputi fisik, bahasa, kognitif, dan sosial. Buku Pintar Anak dari IQ sampai EQ menyebutkan bahwa ada 3 indikator yang biasa digunakan untuk mengukur perkembangan fisik seorang anak, yakni ”berat badan, panjang/ tinggi badan, serta lingkar kepala. Anak-anak dikatakan sehat bila indikator perumbuhan fisik (growt chart)-nya berada dalam ukuran normal”(Femina, 2007: 3). Berikut ini adalah tabel perkembangannya:

Umur

Berat Badan (kg)

Panjang Badan (cm)

Lingkar Kepala (cm) …

Tabel 1. Perkembangan Fisik Anak Sumber: Femina, 2007: 3

Artikel Perkembangan Fisik Anak Prasekolah (Ayahbunda, 1994:86-87) menyebutkan bahwa pertumbuhan berat dan tinggi badan anak Prasekolah, tidak sepesat sebelumnya. Hal ini karena pada usia tiga tahun organ-organ tubuh anak sudah berbentuk dan berkembang, seperti tulang, otot, dan lemak. Umumnya, pertambahan berat badan anak sejak usia 3 sampai 4 tahun adalah 2,3 kg dan pertambahan tinggi sekitar 8,9 cm. Usia 4-5 tahun, pertambahan berat sekitar 2,1 kg dengan pertambahan tinggi 7,6 cm. Pada tahun kelima berat badan anak hanya

pertumbuhan fisiknya pertahun semakin kecil. Perkembangan fisik anak usia tiga, empat, lima tahun penuh tenaga dan tidak berhenti bergerak. Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wask (2008: 65) menjelaskan bahwa anak-anak usia tiga, empat, lima tahun tumbuh untuk mengembangkan dan memperhalus ketrampilan motorik halus dan kasar. Anak dalam usia ini mengalami banyak perkembangan fisik. Menurut Pica dalam (Seefeldt, Carol, Barbara A. Wask, 2008: 66) bahwa “perkembangan selama periode ini bisa sangat beragam baik karena tingkat kematangan maupun karena harapan budaya atas anak itu”.

Adanya bertambahan usia, anak-anak menjadi lebih serasi gerakannya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Berk dalam (Seefeldt, Carol, Barbara A. Wask, 2008: 67) bahwa ”anak-anak usia lima tahun, memiliki banyak tenaga seperti anak-anak usia empat tahun, tetapi ketrampilan gerak motorik halus maupun kasar sudah mulai lebih terarah dan terfokus dalam tindakan mereka”. Pertumbuhan seorang anak tidak cukup hanya di rumah. Anak perlu wahana agar ia dapat menemukan dunianya, bermain, dan bertemu dengan teman sebaya. Seperti ungkapan Needlman, ”preschool yang baik adalah ketika tidak hanya mampu memacu anak menjadi cerdas. Melainkan yang terpenting kemampuan memberikan kesempatan bagi seorang anak untuk mengeksplorasi dunianya” (Parent Guide, 2005:17).

Perkembangan emosi anak usia tiga, empat dan lima tahun begitu tergantung pada keadaan dan dapat berubah cepat ketika beralih kegiatan. Seefeldt, Carol, Barbara A. Wask (2008:69) menyebutkan bahwa perkembangan anak usia tiga hingga lima tahun terdapat peningkatan internalisisi dan pengaturan terhadap emosi. Anak-

menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan. Setiap tahun anak mengalami perkembangan bahasa. Menurut Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wask (2008:74-75) perkembangan bahasa mengalami peningkatan di usia tiga hingga lima tahun. Anak usia tiga tahun mulai menggunakan kalimat yang tersusun baik sesuai aturan bahasa dan mulai menggunakan kata ganti orang. Perkembangan bahasa di usia empat tahun adalah penguasaan 4.000 hingga 6.000 kata dan berbicara lima atau enam kata dalam satu kalimat. Bercakap-cakap menjadi kegiatan yang disukai. Di usia lima tahun kemampuan berbahasa anak terus berkembang. Perbendaharaan kata meluas dari 5.000 menjadi 8.000 kata.

Ninio dan Snow dalam (Seefeldt, Carol, Barbara A. Wask, 2008:76) menjelaskan bahwa ”anak-anak usia lima tahun menjadi semakin pintar dalam kemampuan mereka mengkomunikasikan gagasan dan perasaan mereka dengan kata- kata”.

Anak usia tiga hingga lima tahun mengalami pula perkembangan kognitif. Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wask (2008:78) meyampaikan bahwa umumnya anak-anak usia empat dan lima tahun mulai memecahkan masalah, sebab akibat, dan pengungkapan gagasan kepada orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketika kematangan pengetahuan (cognition), mereka mualai membuat perbedaan antara perbedaan pikiran pribadi dan pernyataan umum.

Anak-anak dalam usia tiga hingga lima tahun berkembang menjadi makhluk sosial.

lain dan orang dewasa, tetapi sering lebih senang berada bersama orang dewasa atau bermain sendiri di dekat anak-anak lain. Anak-anak usia empat dan lima tahun sedang menjadi makhluk sosial dan sering lebih suka ditemani anak-anak lain daripada ditemani orang dewasa. Anak-anak mulai mengungkapkan kesukanaan mereka untuk bermain dengan beberapa anak lebih daripada dengan anak-anak lain. Bermain dan ada bersama adalah aspek penting dari perkembangan sosial bagi anak usia empat dan lima tahun” (Seefeldt, Carol, Barbara A. Wask, 2008:83).

b. Psikologi Perilaku Website http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11 mengemukakan ciri- ciri anak prasekolah menurut Snowman. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif. Pertama adalah ciri fisik, meliputi keaktifan gerak yang telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya, lebih mandiri, otot- otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan, mengalami kesulitan dalam memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft), anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan lebih terampil motorik halus.

Kedua adalah ciri sosial yakni anak prasekolah memiliki satu atau dua sahabat, yang cepat berganti, dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda. Mereka memiliki kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, cepat berganti-ganti dan mudah bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Ketiga adalah memiliki ciri emosional yang belum stabil. Anak Prasekolah atau kecenderung mengekspresikan

yang umumnya terampil dalam berbahasa. Artikel Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak disebutkan bahwa ”di Taman Kanak- kanak anak pertama kali belajar dan berpisah dari lingkungan sehari harinya di rumah untuk beberapa saat dan belajar bergaul dengan lebih banyak orang... ” (Ayahbunda, 1994:48). Di sinilah anak memperoleh pengalaman lain, belajar tunduk pada otoritas selain orang tuanya. Bukan hanya orang tua yang membimbing si kecil tetapi ada guru yang mungkin mempunyai gaya dan aturan yang berbeda dari kedua orang tuanya. Olehkarena itu Taman Kanak-kanak dapat dianggap sebagai tempat awal bermasyarakat. Lembaga pendidikan ini diharapkan dapat membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan si kecil yang terus berkembang.

Anak-anak identik dengan bermain. Sebuah artikel Bermain Sambil Belajar (Ayahbunda, 1994:63-64) menjelaskan bahwa manfaat dari bermain aktif berpengaruh bagi tubuh anak, sedangkan manfaat yang lain akan tampak kemudian adalah dasar-dasar kepercayaan diri yang berguna sebagi pegangan hidupnya kelak. Tidak semua anak gemar bermain aktif, sebagian ada yang lebih suka bermain pasif. misalnya, melihat gambar-gambar di buku, mendengarkan cerita, menonton film, atau TV. Kedua permainan tersebut, aktif dan pasif sebenarnya sama-sama bermanfaat, apabila dilakukan secara seimbang akan memberikan nilai tambah bagi perkembangan hidupnya.

Kartini Kartono (1990:44) menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki gejala perasaan. Gejala perasaan terdiri dari perasaan indrawi, intelektual, religius, sosial, harga diri, afek, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa estetis seragam Kartini Kartono (1990:44) menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki gejala perasaan. Gejala perasaan terdiri dari perasaan indrawi, intelektual, religius, sosial, harga diri, afek, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa estetis seragam