Landasan Teori

3.5. Tahap dan Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Tahap I (Persiapan)

Tahap ini melakukan studi literatur serta mempersiapkan seluruh bahan dan alat uji yang akan digunakan agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II (Uji bahan) Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan yang digunakan. Dari pengujian-pengujian tersebut dapat diketahui apakah bahan yang akan digunakan untuk penelitian tersebut memenuhi syarat atau tidak bila digunakan sebagai data rancang campur adukan beton. Tahap ini dilakukan pengujian terhadap :

a. Agregat halus, antara lain dilakukan uji :

1) Kadar lumpur

2) Kadar organik

3) Spesific grafity

4) Gradasi

b. Agregat kasar, antara lain dilakukan uji :

1) Abrasi

2) Spesific grafity

3) Gradasi

3. Tahap III (Pembuatan mix design) Pada tahap ini dilakukan pembuatan mix design dengan kuat tekan rencana 30 MPa. Hasil mix design tersebut dipakai untuk pembuatan beton.

4. Tahap IV (Pembuatan benda uji) Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut:

a. Pembuatan adukan beton.

b. Pengujian slump test.

c. Pengecoran ke dalam cetakan.

d. Pelepasan benda uji dari cetakan.

5. Tahap V (Tahap Perawatan Benda Uji / Curing) Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada

tahap IV. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari ke-

2 selama 2 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan diangin-anginkan selama 26 hari atau sampai benda uji berumur 28 hari.

6. Tahap VI (Tahap Pengujian Benda Uji) Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah pengujian serapan dan

penetrasi terhadap sampel beton silinder dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm setelah beton mencapai umur 28 hari.

7. Tahap VII (Analisis data) Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pegujian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

8. Tahap VIII (Pengambilan kesimpulan) Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Tahapan dalam penelitian ini disajikan secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Perhitungan Rancang Campur (Mix Design)

Pembuatan Benda Uji Silinder d: 7,5 cm, t: 15 cm

Pembuatan Adukan Beton

Perawatan (Curing) Pengujian Serapan dan Penetrasi

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Tahap IV Tahap V

Tahap VI

Tahap VII

Uji Bahan: - kadar lumpur

- kadar organik - specific gravity - gradasi -agregat SSD -absorbsi

Uji Bahan: - abrasi

- specific gravity - gradasi -absorbsi

Persiapan

Air AgregatKasar AgregatHalus

Semen

Galvalum

Uji Nilai Slump

Ya

Tidak

Metakaoli

Mulai

3.6. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM & sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6

3.6.1. Standar Pengujian Agregat Halus

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik dalam agregat halus.

b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari agregat halus.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 :

Spesifikasi standar untuk agregat halus.

b. PBI 1971 :

Spesifikasi standar untuk agregat halus.

3.6.2. Standar Pengujian Agregat Kasar

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari

c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.

Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 :

Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

b. PBI 1971 :

Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian bahan dasar beton sangat penting, hal ini untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design terhadap satu target tertentu. Pengujian bahan dasar beton hanya dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar normal.

3.7.1. Pengujian Agregat Halus (pasir)

3.7.1.1. Pengujian Kadar Zat Organik

Pasir yang digunakan biasanya diambil dari sungai sehingga kemungkinan kotor akibat tercampur lumpur atau zat organik sangat besar. Pasir sebagai agregat halus tidak boleh mengandung terlalu banyak zat organik, hal ini dapai dilihat dari percobaan warna Abram Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai standar ASTM C-40. Hasil pengujian dibandingkan dengan Tabel 3.2.

Tabel 3.3. Pengaruh Kandungan Zat Organik Terhadap Penurunan Kekuatan Beton

2 Kuning muda

0 - 10

3 Kuning tua

10 - 20

4 Kuning kemerahan

20 - 30

5 Coklat kemerahan

30 - 50

6 Coklat tua

50 - 100

Sumber : Prof. Ir. Rooseno (1954)

3.7.1.2. Pengujian Kadar Lumpur

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar lumpur agregat halus. Kadar lumpur agregat halus tidak boleh lebih dari 5% dari berat keringnya. Apabila lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.

Kadar lumpur =

Dengan :

G 1 : berat kering awal

G 2 : berat kering akhir

3.7.1.3. Pengujian Specific Gravity

Pengujian spesific gravity agregat halus mengacu pada ASTM C 128. Pengujian ini ditujukan agar mendapatkan :

a. Bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total

b. Bulk spesific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total

c. Apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume butir pasir

d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat

Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s/d 3.5 sebagai berikut:

Bulk Specific Gravity

Bulk Specific Gravity SSD

Apparent Specific Gravity

a = berat pasir kering oven (gram)

b = berat Volumetricflash berisi air (gram)

c = berat Volumetricflash berisi pasir dan air (gram)

d = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram)

3.7.1.4. Pengujian Gradasi

Gradasi pada pasir sebagai agregat halus menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat halus sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran pasir, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir pasir.

Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan persamaan 3.6 sebagai berikut :

딀ú ĖȬĖǴ륐ō氘9ȬĖǴ9Σ 窈9ǴC.

d = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan

e = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal

3.7.2. Pengujian Agregat Kasar

3.7.2.1. Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah dengan diameter maksimum 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian spesific gravity agregat kasar adalah ASTM C 33. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui :

1. Bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total

2. Bulk spesific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total

3. Apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume butir kerikil

4. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering

Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s/d 3.10 sebagai berikut:

Bulk Specific Gravity

Bulk Specific Gravity SSD

Apparent Specific Gravity

Absorbsion

f = berat agregat kasar (3000 gram)

g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram)

h = berat agregat kasar jenuh (gram)

3.7.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar

Gradasi pada pasir sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 33. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir pasir.

Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan persamaan 3.11 sebagai berikut: M ú ĖȬĖǴ륐ō氘9ȬĖǴ9Σ 륐ō.C륐CȬ

......................................................... (3.11) dengan :

m = Σ prosentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal selain dalam pan n

= Σ prosentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal

3.7.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar

Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan menggunakan mesin Los Angeles. Bagian yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%. Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai berikut :

.úǴōΣ)9Ǵō ō.9)9Σ 氘CȬ9Σ

100 x 100

i- j

i = berat agregat kasar kering oven yang telah dicuci, sebelum pengausan (gram) j = berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,3 mm dan telah

dicuci, setelah pengausan (gram).

3.8. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran beton yang tepat dan sesuai dengan proporsi campuran adukan beton sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas beton yang baik. Penelitian ini menggunakan rancang campur beton yang mengacu pada peraturan SK.SNI .T-15-1990-03 dengan kuat tekan (f’c) target 30 MPa.

3.9. Pembuatan Benda Uji

Langkah-langkah pembuatan benda uji:

1. Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai dengan rancang campur adukan beton (mix design).

2. Mencampur bahan-bahan tersebut sampai homogen dengan cara dimasukkan ke dalam alat aduk beton secara berurutan mulai dari kerikil, semen, pasir, serat, dan air.

3. Mengukur nilai slump adukan setelah tercampur homogen.

4. Memasukkan adukan ke dalam cetakan balok berukuran 10 x 10 x 35 cm hingga penuh sambil dipadatkan dengan menggunakan vibrator.

5. Setelah cetakan penuh dan padat, permukaannya diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya, kemudian didiamkan selama 24 jam.

6. Setelah 24 jam cetakan dibuka dan dilakukan curing selama 28 hari.

3.10. Pengujian Nilai Slump

Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah sebagai berikut :

1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah

3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira- kira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 x tusukan

4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus disingkirkan

5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas

6. Mengukur nilai slump yang terjadi

3.11. Perawatan Benda Uji

Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar proses hidrasi berlangsung dengan sempurna sehingga timbulnya retak-retak dapat dihindarkan dan mutu beton dapat terjamin.

Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap pembuatan benda uji. Benda uji yang telah berumur 24 jam dilepas dari cetakan. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji dalam bak air selama 27 hari.Setelah benda uji direndam selama 27 hari, benda uji diangkat dan diangin-anginkan sampai berumur 28 hari untuk selanjutnya dilakukan pengujian.

3.12. Prosedur Pengujian

3.12.1. Pengujian Serapan Beton

Pengujian serapan beton menggunakan benda uji silinder diameter ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm. Pengujian absorpsi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Setelah mencapai umur 28 hari setelah reaksi hidrasi pada semen selesai sampel beton dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat konstan.

2. Setelah dikeluarkan dari oven, semua sampel beton ditimbang.

3. Merendam sampel beton selama 10 + 0,5 menit, 30 menit, 60 menit, 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam.

4. Kemudian dibuat sampel dalam kondisi SSD, setelah itu menimbang masing- masing sampel selama batas waktu perendaman tersebut untuk membandingkan perbedaan antara berat kondisi SSD dengan berat kering oven.

3.12.2. Pengujian Penetrasi Beton

Berdasarkan Neville dan Brooks (1987) uji penetrasi beton dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dari air yang bertekanan pada sisi atasnya saja dan meliputi aspek banyaknya air yang mengalir lewat ketebalan beton pada waktu tertentu. Pengujian penetrasi beton menggunakan benda uji silinder diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm. Pengujian penetrasi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Setelah mencapai umur 28 hari, sampel beton dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat konstan.

2. Selang air bertekanan dipasang pada permukaan atas sampel dengan cara memberi lubang sebesar pipa selangnya. Pipa selang yang berisi air di-sealed di ikat dengan klem pada atas permukaan beton.

3. Sampel dikenakan air bertekanan 1 kg/cm 2 selama 48 jam, dilanjutkan air bertekanan 3 kg/cm 2 selama 24 jam dan air dengan tekanan 7 kg/cm 2 selama

24 jam. Tabel 3.4. Tekanan Air dan Waktu Penekanan Tekanan Air

(kg/cm 2 )

4. Selang air bertekanan dilepas, kemudian dipasang selang transparan berisi air yang diletakkan pada penyangga, diamkan selama 1 jam untuk mengetahui

5. Kemudian sampel dibelah dan diukur kedalaman penetrasi air serta diameter sebaran air.

3.13. Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian ini dipakai microsoft excell untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana, mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap pembaca yang kemudian dilakukan pembahasan guna menarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai serapan dan penetrasi beton normal metakaolin berserat galvalum AZ 150 pada variasi campuran yang telah ditentukan, kemudian menganalisis perbedaan hasilnya. Menyimpulkan kecenderungan dari hasil nilai serapan dan penetrasi beton normal metakaolin berserat galvalum AZ 150.

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, gradasi agregat dan berat jenis. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1. Perhitungan serta data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Jenis pengujian

Hasil pengujian

Standar

Kesimpulan Kandungan zat organik

Kuning muda

Kuning

Memenuhi syarat Kandungan lumpur

Maks 5 %

Memenuhi syarat Bulk specific gravity

2,54 gr/cm 3 -

- Bulk specific SSD

2,56 gr/cm 3 2,5 - 2,7

Memenuhi syarat Apparent specific

gravity

2,60 gr/cm 3 -

Absorbtion

- Modulus halus

Memenuhi syarat

Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-136 dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1.

Tabel 4.2 . Analisis Data Gradasi Pasir Normal Diameter

Ayakan (mm)

Tertahan

Berat Lolos Kumulatif

Syarat ASTM C-33

Dari Tabel 4.2 didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-136 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1

Gambar 4.2. Gradasi Agregat Halus

Diameter Ayakan (mm)

Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus

Batas Bawah Batas Atas Hasil Pengujian

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar

Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel

4.3, sedangkan Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga dapat diketahui gradasinya. Perhitungan serta data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis pengujian

Hasil pengujian

Standar

Kesimpulan

Bulk specific gravity

2,55 gr/cm 3 -

- Bulk specific SSD

2,59 gr/cm 3 -

- Apparent specific gravity

2,67 gr/cm 3 -

Memenuhi syarat

Modulus halus butir

5-8

Memenuhi syarat

Untuk hasil pengujian gradasi agregat kasar dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.4. dan Gambar 4.2.

Tabel 4.4. Analisis Data Gradasi Agregat Kasar Diameter

Ayakan (mm)

Tertahan

Berat Lolos Kumulatif

Syarat ASTM

0 - Jumlah

Dari Tabel 4.4 didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Gradasi Agregat Kasar

Diameter Ayakan (mm)

Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar

Batas Bawah Batas Atas

4.1.3. Hasil Pengujian Metakaolin

Metakaolin dibuat dengan cara memanaskan kaolin (china clay) pada suhu 450º C - 900º C, tetapi metakaolin akan terbentuk sempurna pada kisaran suhu 750º C -

800º C dengan lama pembakaran efektif 6 jam. Metakaolin sebagai salah satu

jenis pozzolan mempunyai ukuran rata-rata partikelnya lebih kecil daripada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat bekerja untuk mengisi ruang antar butiran semen dan dapat memperkuat ikatan antar partikel-partikelnya. Sebagai tambahan, metakaolin itu sendiri akan bereaksi secara optimal dengan kristal kalsium hidroksida menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat. Penyebaran pori-pori dalam beton dikurangi dengan adanya metakaolin sehingga total volume pori berkurang dan ukuran rata-rata pori mengecil.

Pengujian yang dilakukan khusus untuk pengujian kandungan unsur kimia yang terdapat pada Metakaolin. Pengujian Metakaolin dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Uji Kimia Metakaolin No

Kode Sampel

Al 2 O 3 16,2659

Atomatic Absorption Spec.

3 Fe 2 O 3 3,6202

4 MgO

5 Na 2 O

7 SiO 2 74,0785

8 MnO 2 0,0258

Gravimetry

4.2. Rencana Campuran

Perhitungan rencana campuran adukan beton menggunakan standar Dinas Pekerjaan Umum ( SK SNI T-15-1990-03 ) , dari perhitungan tersebut didapat

kebutuhan bahan per 1 m 3 yaitu :

a. Semen = 525

kg

b. Pasir

= 523,05 kg

c. Kerikil = 1061,95 kg

(Mix design selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B) Kebutuhan bahan untuk setiap 3 benda uji porositas dan permeabilitas disajikan pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.

Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 benda uji penetrasi)

Total material yang dibutuhkan untuk membuat 30 sampel penetrasi :

a. Air

= 4,1748 liter

b. Semen

kg

c. Pasir

kg

d. Kerikil

kg

e. Serat Galvalum AZ 150 = 0,2206

kg

Penambahan metakaolin

Air (Liter)

Serat (Kg)

Metakaolin (Kg)

Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 benda uji serapan)

Penambahan metakaolin

Air (Liter)

Serat (Kg)

Metakaolin (Kg)

Total material yang dibutuhkan untuk membuat 30 sampel serapan :

a. Air

= 4,1748 liter

b. Semen

kg

c. Pasir

kg

d. Kerikil

kg

e. Serat Galvalum AZ 150 = 0,2206

kg

f. Metakaolin

kg

4.3. Hasil Pengujian Slump

Dari masing-masing campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian slump. Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari campuran beton. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 . Hasil Pengujian Nilai Slump Variasi Slag

(%)

Variasi Aktivator

(%)

Nilai Slump

Gambar 4.3. Hubungan Variasi Serat dan Nilai Slump

4.4. Hasil Pengujian Porositas

Pengujian serapan ini dilakukan terhadap sampel beton silinder Ø 7,5 cm, tinggi

15 cm setelah sampel beton mencapai umur 28 hari. Pengujian ini adalah untuk

Variasi Serat (%)

Beton Serat Metakaolin 0%

Beton Serat Metakaolin 7,5%

antara berat yang telah melewati proses perendaman dalam air dan dalam kondisi jenuh kering permukaan dengan berat dalam kondisi kering oven. Adapun standar waktu perendaman yang harus dilakukan adalah selama 10+0,5 menit dan 24 jam. Namun demikian sebagai bahan pembanding maka dalam penelitian ini dilakukan perendaman selama 10+0,5 menit, 30 menit, 60 menit, 1 x 24 jam, 2 x 24 jam, dan

3 x 24 jam. Besarnya nilai serapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus (2.1)

Serapan Air =

Dimana : W

= Berat beton pada kondisi SSD (gram) Wk

= Berat beton pada kondisi kering oven (gram) Untuk perhitungan porositas benda uji dengan nama benda uji S0-A pada

perendaman 10+0,5 menit adalah sebagai berikut: Berat benda uji dalam kondisi SSD (W)

= 1452 gram Berat benda uji dalam kondisi kering oven (Wk)

= 1451 gram

Serapan air =

Rata-rata serapan air =

Untuk hasil pengujian porositas selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Serapan Beton Perendaman 10+0,5 menit

Benda uji porositas

Berat SSD

Berat kering

oven

Porositas

Porosita s rata- rata

Kode Nomer

Variasi Serat

0,416 B 0,419 1435 1429 0,420 C 1433

0,998 B 1,360 1416 1395 1,505 C 1417

1,879 B 1,800 1473 1446 1,867 C 1474

2,460 B 2,409 1429 1397 2,291 C 1448

2,502 B 2,257 1438 1406 2,276 C 1432

0,447 B 0,395 1362 1358 0,295 C 1357

0,619 B 0,783 1474 1465 0,614 C 1450

1,501 B 1,141 1413 1402 0,785 C 1423

1,470 B 1,325 1442 1426 1,122 C 1465

1,088 B 1,260 1463 1447 1,106 C 1473

1450

1,586

Hasil pengujian porositas beton pada pada tabel 4.9 disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Hubungan Variasi Serat dan Nilai Serapan

Selanjutnya hasil pengujian serapan air untuk perendaman 30 menit, 60 menit, 1 x

24 jam, 2 x 24 jam, dan 3 x 24 jam dapat dilihat pada lampiran D. Rekapitulasi hasil perhitungan serapan dan rata-rata serapan air selanjutnya disajikan dalam table 4.10

Variasi Serat Galvalum AZ150 (%)

Beton dengan Metakaolin 0%

Beton dengan Metakaolin 7,5%

Tabel 4.10. Rekap Hasil Pengujian Serapan Air

Kode

Besar Nilai Serapan (%)

Rendaman 10+0,5 menit

Rendaman 1 x

24 Jam

Rendaman 2 x 24 Jam

Rendaman 3 x 24 Jam

Rerata Rerata BS-

BS- 0,25%

BS- 0,5%

BS- 0,75%

BS- 1%

BSM- 0%

BSM- 0,25%

BSM- 0,5%

BSM- 0,75%

BSM- 1%

4.5. Hasil Pengujian Penetrasi dan Permeabilitas

Pengujian ini dilakukan terhadap sampel silinder beton dengan ukuran Ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm setelah sampel mencapai umur 28 hari. Pengujian ini untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan serat Galvalum AZ 150 dan penambahan metakaolin pada campuran beton normal terhadap penetrasi dan koefisien permeabilitas beton dengan cara memberikan air bertekanan pada benda uji. Pemberian tekanan yang dilakukan adalah 1 kg/cm² selama 48 jam, dilanjutkan dengan tekanan 3 kg/m² selama 24 jam, dan terakhir 7 kg/cm² selama

24 jam. Hasil pengujian nilai penetrasi disajikan dalam tabel 4.15

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Penetrasi

Kode Benda Uji

Air dalam Selang Setelah

1 Jam

Penurunan

Air Setelah

1 Jam (cm)

Diameter Resapan(cm)

Ketebalan Penetrasi (cm)

Rata-Rata Ketebalan

Penetrasi (cm)

Awal (cm)

Akhir (cm)

BS-0%

70 66.7 3.3 5.5 2.7 BS-

BS-0,5%

70 67.2 2.8 4.5 2.5 BS-

BS-1%

BSM-0%

70 67.2 2.8 5 1.5 BSM-

70 66.9 3.1 5 2.5 BSM-

70 67 3 4 2 BSM-

BSM-1%

Pemeriksaan permeabilitas pada benda uji dilakukan dengan menggunakan alat uji permeabilitas AF-16 yang berada di Laboratorium Bahan Teknik Sipil UNS. Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui sejauh mana pengaruh variasi penggunaan pozzolan abu vulakanik Merapi sebagai pengganti sebagian semen terhadap penetrasi dan koefiien permeabilitas beton. Koefisien permeabilitas dapat diketahui dengan menggunakan rumus Darcy dan dihitung dengan persamaan (2.2).

㴐2

Diameter selang

= ¼ inc = 0,00635 m

Waktu aliran

= 3600 dt

Contoh perhitungan: · dQ

= 0,25. π . 0,00635 2 .0,024

= 0,000076 m 3 · A

= 0,25. π . 0,05 2 = 0,0019635 m 2 · Koefisien Permeabilitas, (k) = 䗠

Perhitungan pengujian permeabilitas secara lengkap disajikan pada lampiran. Hasil pengujian permeabilitas dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut:

Tabel 4.12. Data Hasil Pengujian Permeabilitas Beton

Benda uji permeabilitas

Penurunan Diameter Dalam

(L)

A dQ

Koefisien permeabilitas

k rata- rata

Kode No

(m/dt) (m/dt)

S-0

2.4 5 2 0.0019635 0.000076

3.072E-09 3.036E- B 09 2 4 1.5 0.0012566 0.000063 3.000E-09

C 3.3 5.5 2.7 0.0023758 0.000105

4.713E-09 S-

5.760E-09 5.590E- B 09 2.9 4.5 2.5 0.0015904 0.000092 5.729E-09

6.912E-09 6.324E- B 09 3.4 5 3 0.0019635 0.000108 6.528E-09

7.840E-09 7.717E- B 09 3.9 5 3 0.0019635 0.000124 7.488E-09

7.680E-09 6.848E- B 09 3.4 5 3 0.0019635 0.000108 6.528E-09

4.916E-09 2.811E- B 09 3.3 6 2 0.0028274 0.000105 2.934E-09

6.336E-09 4.851E- B 09 3 4.5 2 0.0015904 0.000095 4.741E-09

6.348E-09 6.057E- B 09 3.5 5 2.6 0.0019635 0.000111 5.824E-09

6.348E-09 6.777E- B 09 4 5.7 3.2 0.0025518 0.000127 6.304E-09

6.528E-09 6.464E- B 09 3.2 5 3 0.0019635 0.000101 6.144E-09

C 3 5 3.5 0.0019635 0.000095

6.720E-09

Keterangan: = data tidak disertakan dalam perhitungan

Gambar 4.5. Hubungan Variasi Serat dan Koefisien Permeabilitas

4.6. Uji Normalitas Chi-Kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui apakah perbedaan dari proporsi sampel pertama dengan yang dari sampel kedua, sampel ketiga dan yang seterusnya itu disebabkan oleh faktor kebetulan saja (chance).

Uji chi-kuadrat ini digunakan pada sampel lebih dari 2 (k >2) dan pada penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi sebesar 95%.

Dalam penelitian ini v = (n-1) = (3-1) = 2 Dengan taraf signifikasi 95% maka dari tabel distribusi x 2 maka didapat x 2 (0,95;(n-1)) = 0,103

Jika x 2 <x 2 (0,95;(n-1)) maka sampel dapat diterima Jika x 2 >x 2 (0,95;(n-1)) maka sampel tidak dapat diterima

Beton Serat metakaolin 0%

Beton dengan Metakaolin 7,5%

Variasi Serat (%)

Tabel 4.13. Uji Chi-Kuadrat untuk Hasil Uji Serapan

Kode

No

(o-e) 2 /e

x 2 x 2 0,95;(n- 1)

Porositas

Porositas rata-

rata

9 m/dt)

(10 -9 m/dt)

Dari Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa semua benda uji dapat diterima karena

X 2 <X 2 (0,95;(n-1))

Tabel 4.14. Uji Chi-Kuadrat untuk Hasil Uji Permeabilitas

Kode Nomer

(o-e) 2 /e

x 2 x 2 Permeabilitas 0,95;(n-1) Permeabilitas

rata-rata

(10 -9 m/dt)

(10 -9 m/dt)

Keterangan: = data tidak disertakan dalam perhitungan

Dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa tidak semua benda uji dapat diterima karena tidak memenuhi persyaratan X 2 <X 2 (0,95;(n-1)) .

4.7. Analisis Data Hasil Pengujian

4.7.1. Analisis Hasil Pengujian Nilai Slump

Dari Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai slump pada beton normal lebih tinggi dibandingkan nilai slump pada beton yang menggunakan serat dan metakaolin. Hal tersebut menunjukan bahwa kemudahan pengerjaan (workability) pada beton normal lebih tinggi dari beton dengan serat dan tambahan metakaolin Penurunan nilai slump ini disebabkan karena penambahan serat akan menambah sifat saling mengunci antar bahan dan menimbulkan gesekan (friction) antar serat dan agregat sehingga keduanya tidak bisa bergerak secara leluasa. Penambahan serat juga akan menyebabkan luas permukaan bahan yang dilumasi air bertambah, sehingga kandungan air bebas sangat berpengaruh pada kelecakan adukan beton berkurang. Disamping itu, metakaolin dapat menyerap air dengan baik sehingga air yang seharusnya digunakan untuk pasta akan lebih banyak berkurang. Keadaan demikian menyebabkan workability adukan beton menurun dan nilai slump juga rendah.

4.7.2. Analisis Terhadap Pengujian Serapan

Ketentuan minimum untuk beton kedap air normal bila diuji dengan perendaman air berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 adalah sebagai berikut :

1. Selama 10+0,5 menit, resapan maksimum adalah 2,5% terhadap berat kering oven.

2. Selama 24 jam, resapan maksimum adalah 6,5% terhadap berat kering oven. Dari hasil perhitungan, da dapat nilai serapan air adalah sebagai berikut disajikan dalam Tabel 4.13. dan Tabel 4.14.

Tabel 4.15. Nilai Serapan Air pada Beton Serat Galvalum dengan Metakaolin 0% Serat Galvalum

4,704 4,372 3 x 24 jam

Gambar 4.6. Hubungan Nilai Serapan Air terhadap Kadar Serat untuk Beton Serat dengan Metakaolin 0% Perendaman 10+0,5 Menit

Dari tabel diatas diperoleh nilai serapan air minimum yaitu pada beton normal tanpa serat atau dengan kadar serat Galvalum AZ 150 sebesar 0%. Semua benda uji beton normal berserat Galvalum AZ 150 tersebut memenuhi persyaratan maksimum beton kedap air normal untuk perendaman 10+0,5 menit, nilai serapan (absorbsi) yaitu sebesar 0,4% - 2,3% dengan nilai serapan maksimum adalah 2,5%, dan untuk perendaman 1x24 jam nilai serapan (absorbsi) yaitu sebesar 1,3%

y = -23062x 2 + 419.67x + 0.4156 R² = 0.9832

beton dengan metakaolin 0%

beton dengan metakaolin 0%

Poly. (beton dengan metakaolin 0%)

Kadar Serat (%)

ra

ta

-r

ta

Tabel 4.16. Nilai Serapan Air pada Beton Serat Galvalum dengan Metakaolin 7,5% Serat Galvalum

3,999 3,553 3 x 24 jam

Gambar 4.7. Hubungan Nilai Serapan Air terhadap Kadar Serat untuk Beton Serat dengan Metakaolin 7,5% pada Perendaman 10+0,5 Menit

Dari tabel diatas diperoleh nilai serapan air minimum yaitu pada beton normal dengan kadar serat Galvalum AZ 150 sebesar 0% dan penambahan metakaolin . Semua benda uji beton normal berserat Galvalum AZ 150 tersebut memenuhi persyaratan maksimum beton kedap air normal untuk perendaman 10+0,5 menit, nilai serapan (absorbsi) yaitu sebesar 0,3% - 1,3% dengan nilai serapan maksimum adalah 2,5%, dan untuk perendaman 1x24 jam nilai serapan (absorbsi)

y = -12346x 2 + 214.32x + 0.3722 R² = 0.9919

beton dengan metakaolin 7,5%

beton dengan metakaolin 7.5%

Poly. (beton dengan metakaolin 7.5%)

Kadar Serat (%)

ra

ta

-r

ta

yaitu sebesar 2% - 3,2% dengan nilai serapan air maksimum adalah 6,5% (SNI 03-2914-1992).

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Waktu Perendaman (menit) dengan Nilai Serapan Air ( % ) pada Beton Serat Metakaolin 0%

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Waktu Perendaman (menit) dengan Nilai Serapan Air ( % ) pada Beton Serat Metakaolin 7,5%

Berdasarkan hasil pengujian serapan dapat diketahui bahwa nilai serapan air bertambah seiring dengan penambahan serat Galvalum AZ 150. Hasil pengujian serapan beton dengan variasi kadar serat dan penambahan metakaolin yang

1x24 jam

2x24 jam

3x24 jam

Waktu Perendaman

1x24 jam

2x24 jam

3x24 jam

Waktu Perendaman Waktu Perendaman

Dikarenakan tekstur permukaan dari serat Galvalum AZ 150 yang tidak berpori maka memungkinkan porositas kapiler pada interface zone tidak terlalu tinggi dan nilai serapan air pun tidak terlalu besar. Selain itu, adanya serat Galvalum AZ 150 pada beton normal memungkinkan hubungan antara pori - pori kapiler hanya saling terhubung sebagian saja sehingga pori – pori kapiler pun berukuran lebih kecil. Hal ini dikarenakan bentuk dan tekstur serat yang berbentuk seperti tabung yang tertutup sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan dalam transpot (pengaliran) air.

4.7.3. Analisis Terhadap Pengujian Penetrasi dan Permeabilitas

Berdasarkan SNI 03-2914-1992, yang dimaksud dengan beton kedap air adalah beton yang tidak tembus air dan harus memenuhi ketentuan minimum untuk beton kedap air agresif, bila diuji dengan tekanan air maka tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas sebagai berikut:

a. Agresif Sedang : 50 mm

b. Agresif Kuat

: 30 mm

Hasil analisis penetrasi Beton Normal Berserat Galvalum AZ 150 dapat dilihat pada Tabel 4.18

Tabel 4.17. Hasil Analisis Pengujian Penetrasi

Serat Galvalum AZ 150

Syarat SNI 03-2914-1992

Syarat agresif

kuat (30 mm)

Syarat agresif sedang (50 mm)

Memenuhi syarat Memenuhi syarat 0,25%

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

Memenuhi syarat

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

Memenuhi syarat

Dari hasil analisis pada Tabel 4.18 diatas diperoleh nilai rata-rata penetrasi air pada beton normal berserat Galvalum AZ 150 dan metkaolin sebesar 19,67 mm – 35,00 mm, hampir semuanya masuk untuk syarat agresif kuat, kecuali beton dengan serat 0,75% metakaolin 0%, beton serat 0,75% metakaolin 7,5%, dan beton sereat 1% metakaolin 7,5% dengan ketebalan penetrasi masing – masing 35 mm; 30,67 mm; dan 31,67 mm. Untuk syarat agresif sedang semua benda uji dan tidak ada yang melebihi 50 mm. Maka semua sampel beton normal berserat Galvalum AZ 150 dengan kadar 0% - 1% dengan penambahan metakaolin atau Dari hasil analisis pada Tabel 4.18 diatas diperoleh nilai rata-rata penetrasi air pada beton normal berserat Galvalum AZ 150 dan metkaolin sebesar 19,67 mm – 35,00 mm, hampir semuanya masuk untuk syarat agresif kuat, kecuali beton dengan serat 0,75% metakaolin 0%, beton serat 0,75% metakaolin 7,5%, dan beton sereat 1% metakaolin 7,5% dengan ketebalan penetrasi masing – masing 35 mm; 30,67 mm; dan 31,67 mm. Untuk syarat agresif sedang semua benda uji dan tidak ada yang melebihi 50 mm. Maka semua sampel beton normal berserat Galvalum AZ 150 dengan kadar 0% - 1% dengan penambahan metakaolin atau

Dari hasil perhitungan, nilai koefisien permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Analisis Hasil Uji Permeabilitas Beton Serat Galvalum

Nama benda uji

Koefisien permeabilitas

(m/dt)

ACI 301-729 (revisi 1975) 1,5 . 10-11 m/dt P-0

3,595E-09

Tidak Memenuhi P-0,25

5,590E-09

Tidak Memenuhi P-0,5

6,324E-09

Tidak Memenuhi P-0,75

7,717E-09

Tidak Memenuhi P-1

6,848E-09

Tidak Memenuhi PM-0

3,512E-09

Tidak Memenuhi PM-0,25

5,346E-09

Tidak Memenuhi PM-0,5

6,057E-09

Tidak Memenuhi PM-0,75

6,777E-09

Tidak Memenuhi PM-1

6,464E-09

Tidak Memenuhi

Berdasarkan ACI 301-729 (revisi 1975) (dalam Neville dan Brooks, 1987) nilai koefisien permeabilitas maksimum disyaratkan sebesar 1,5 .10 -11 m/s. Dari hasil analisis pada Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa keseluruhan nilai koefisien permeabilitas beton dengan variasi penggantian semen dengan slag dan aktivator tidak memenuhi syarat ACI 301-729 (revisi 1975).

Dari hasil perhitungan, nilai koefisien permeabilitas dan prosentase perubahannya dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.19. Nilai Koefisien Permeabilitas dan Persentase Perubahan Nilai Koefisien Permeabilitas Akibat Variasi Serat Galvalum AZ 150 dengan Penambahan Metakaolin 0%

Beton normal Beton dengan Pozzolan abu merapi Nama Perubahan benda

uji

Nilai permeabilitas

Nama benda uji

Kadar semen

replacemet

Nilai permeabilitas

(m/dt)

(m/dt)

(m/dt)

5,59E-09 -1,99E-09

P-0,5

0,5

6,32E-09 -2,73E-09

P-0,75

0,75

7,72E-09 -4,12E-09

P-1

1 6,85E-09 -3,25E-09

Dari Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa permeabilitas beton dengan menggunakan serat GalvalumAZ 150 rata-rata mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada kadar serat sebesar 0,75 % dengan nilai penurunan sebesar -4,12E-09 m/dt.

Gambar 4.10. Hubungan Koefisien Permeabilitas Beton terhadap Persentase Serat Galvalum AZ 150

y = -6E-05x 2 + 9E-07x + 4E-09 R² = 0.9553

beton dengan metakaolin 0%

beton dengan metakaolin 0%

Poly. (beton dengan metakaolin 0%)

Kadar Serat (%)

e fi

si

Pe

rm

il ita

(m

/d

t)

Berdasarkan Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa semakin besar presentase serat maka semakin tinggi nilai koefisien permeabilitas beton. Dari grafik dapat diketahui bahwa hubungan antara nilai koefisien permeabilitas beton dengan

variasi serat memiliki rumus Y = −6E-05x 2 + 9E-07x + 4E-09 Tabel 4.20. Nilai Koefisien Permeabilitas dan Persentase Perubahan Nilai

Koefisien Permeabilitas Akibat Variasi Serat Galvalum AZ 150 dengan penambahan metakaolin 7,5%

Beton normal Beton dengan Pozzolan abu merapi Nama Perubahan benda

uji

Nilai permeabilitas

Nama benda uji

Kadar semen

replacemet

Nilai permeabilitas

(m/dt)

(m/dt)

(m/dt)

5,35E-09 -1,75E-09

PM-0,5

0,5

6,06E-09 -2,46E-09

PM-0,75

0,75

6,78E-09 -3,18E-09

PM-1

1 6,46E-09 -2,87E-09

Dari Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa permeabilitas beton dengan menggunakan serat GalvalumAZ 150 dengan penambahan metakaolin 7,5% rata-rata mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada kadar serat sebesar 0,75 % dengan nilai penurunan sebesar -3,18E-09 m/dt.

Gambar 4.11. Hubungan Koefisien Permeabilitas Beton terhadap Persentase Serat Galvalum AZ 150 dengan Penambahan Metakaolin 7,5%

Berdasarkan Gambar 4.11. dapat dilihat bahwa semakin besar presentase serat maka semakin tinggi nilai koefisien permeabilitas beton. Dari grafik dapat diketahui bahwa hubungan antara nilai koefisien permeabilitas beton dengan

variasi serat memiliki rumus Y = −5E-05x 2 + 8E-07x + 4E-09

4.7.4. Pembahasan Uji Permeabilitas

Dari hasil pengujian permeabilitas beton dengan variasi kadar serat tanpa penambahan metakaolin yang disajikan pada Tabel 4.16. dan Gambar 4.10. dapat diketahui bahwa nilai koefisien permeabilitas beton yang paling tinggi terjadi pada kadar serat 0,75 % dengan nilai koefisien permeabilitas 7,717x 10 -9 m/dt. Dari hasil pengujian koefisien permeabilitas beton dengan variasi kadar serat dengan penambahan metakaolin 7,5% yang disajikan pada Tabel 4.16. dan Gambar 4.11. dapat diketahui bahwa nilai koefisien permeabilitas beton yang paling tinggi terjadi pada kadar serat 0,75 % dengan nilai koefisien permeabilitas 6,777 x 10 -9 m/dt. Hal ini dikarenakan terjadi reaksi hidrasi yang tidak sempurna pada beton yang menyebabkan beton menjadi semakin poros yang diikuti semakin

y = -5E-05x 2 + 8E-07x + 4E-09 R² = 0.9899

beton dengan metakaolin 7,5%

beton dengan metakaolin 7.5%

Kadar Serat (%)

e fi

si

Pe

rm

il ita

(m

/d

t)

Sama hal nya seperti porositas beton, semakin rendahnya nilai permeabilitas beton menunjukkan bahwa beton tersebut semakin impermeable sehingga sulit dilewati oleh gas atau cairan. Beton yang padat dan sulit dilewati oleh gas maupun cairan membuat durabilitas beton semakin baik.

4.7.5. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Beton dan Nilai Serapan

Porositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan beton. Jumlah pori yang terkandung dalam beton akan sangat mempegaruhi kepadatan dari suatu beton. Model yang paling umum digunakan dalam menggambarkan hubungan antara kuat tekan dengan porositas adalah dengan persamaan eksponensial yang dikemukakan oleh Roy dan Gouda (1973) dengan rumus yang dituliskan dengan Persamaan (4.1) sebagai berikut :

P=P 0 *e -k.fc ...............................................................(4.1) dengan : P

= porositas (%) P 0 = porositas pada kekuatan nol (%)

fc = kuat tekan (MPa) k

= konstanta

e = bilangan natural Hasil uji kuat tekan dan porositas beton disajikan pada tabel 4.21

Tabel 4.21. Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Serapan Beton Nama

Benda Uji

Kadar Serat

Persentase Metakaolin

Porositas (%)

Kuat Tekan (Mpa)

31,50 Sumber: Arif Fajar (2011)

Dari Tabel 4.16 dapat dilihat hubungan antara kuat tekan dan porositas beton. Hubungan tersebut digambarkan pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Hubungan Kuat Tekan dan Nilai Serapan Beton Serat pada Perendaman 10+0,5 menit

Dari Gambar 4.12. dapat dilihat hubungan antara kuat tekan dan porositas beton. Kuat tekan dan porositas beton berbanding terbalik, artinya semakin rendah kuat tekan suatu beton akan terjadi porositas yang semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh faktor kepadatan beton, beton yang kurang padat menghasilkan kuat tekan yang tidak baik, sehingga nilai porositas yang dihasilkan akan tinggi karena jumlah pori yang terkandung dalam beton juga tinggi.

4.7.6. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Beton dengan Koefisien Permeabilitas

Hubungan antara nilai kuat tekan beton dan koefisien permeabilitas dalam beton normal memiliki rumus empiris yang dituliskan dengan persamaan 4.3 sebagai berikut :

䗠 918 ∗ ͐ō , ........................................................... (4.2)

y = 15.614e -0.064x

R² = 0.2023

y = 2.5786e -0.025x

il

ro

si

ta

s(

%)

Nilai Kuat Tekan (Mpa)

Beton Serat dengan Metakaolin 0%

Beton Serat dengan Metakaolin 7,5%

Expon. (Beton Serat dengan Metakaolin 0%)

Expon. (Beton Serat dengan Metakaolin 7,5%)

dengan : k

koefisien permeabilitas (m/s)

fc =

kuat desak beton (MPa)

Hasil uji kuat tekan dan porositas beton disajikan pada tabel 4.22 Tabel 4.22. Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Koefisien Permeabilitas Beton

Nama Benda Uji

Kadar Serat

Persentase Metakaolin

Porositas (%)

Kuat Tekan (Mpa)

33,20 K2-1

35,37 K3-1

7,7172E-09

32,63 K4-1

6,8484E-09

30,94 K1-2

5,3459F-09

33,95 K2-2

36,59 K3-2

6,7773E-09

33,20 K4-2

6,4644E-09

31,50 Sumber: Arif Fajar (2011)

Gambar 4.13. Hubungan Kuat Tekan dan Koefisien Permeabilitas Beton

Serat

Dari Gambar 4.13. dapat dilihat hubungan antara kuat tekan dan koefisien permeabilitas beton. Sama seperti halnya porositas, hubungan antara kuat tekan dan permeabilitas beton juga berbanding terbalik, artinya semakin rendah nilai

y = 2E-08e -0.027x

R² = 0.1296

y = 1E-08e -0.018x

Nilai Kuat Tekan (Mpa)

Beton Serat dengan Metakaolin 0%

Beton Serat dengan Metakaolin 7,5% Beton Serat dengan Metakaolin 7,5%

4.7.7. Hubungan Antara Nilai Serapan dengan Koefisien Permeabilitas Beton

Hubungan antara koefisien permeabilitas dan nilai porositas dalam beton normal memiliki rumus yang umum yang dikemukakan oleh Sambowo (2003) dengan rumus yang dituliskan dengan Persamaan 4.3 sebagai berikut :

k = 0,023*e 0,319*P ....................................................... (4.3) dengan :

k = koefisien permeabilitas (m/s) P

= nilai porositas (%) Pada Gambar 4.13 dapat dilihat kurva hubungan antara porositas dan koefisien permeabilitas beton menggunakan pozzolan abu vulkanik Merapi.

Gambar 4.14. Hubungan Nilai Serapan dan Koefisien Permeabilitas Beton

Dari Gambar 4.13 dapat disimpulkan hubungan porositas dan permeabilitas yang berbanding lurus. Porositas yang semakin tinggi akan membuat permeabilitas

y = 3E-09e 0.3623x

R² = 0.9723

y = 3E-09e 0.6878x

oe

fi

si

rm

il

it

(m

/d

t)

Nilai Serapan (%)

Beton Serat dengan Metakaolin 0%

Beton Serat dengan Metakaolin 7,5% Beton Serat dengan Metakaolin 7,5%

Menurut Bowles JE (1986), ruang kosong pada beton yang saling berhubungan akan memiliki sifat permeabilitas. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah pori yang banyak belum tentu membuat beton tersebut akan memiliki nilai permeabilitas yang tinggi tergantung pada pori pori yang saling berhubungan pada beton tersebut.

Sambowo (2003) merumuskan hubungan antara nilai porositas dan koefisien permeabilitas sebagaimana persamaan (4.3)

0,319*P k = 0,023*e Dari hasil penelitian pada beton beton dengan variasi serat Galvalum AZ 150

tanpa penambahan metakaolin, didapatkan persamaan y = 2E-09e 0,362x

Maka hubungan antara nilai porositas dan koefisien permeabilitas beton dengan variasi serat tanpa penambahan metakaolin dirumuskan pada persamaan 4.27

k=2E-09*e 0,208*P …………………………………………..…………………..(4.27)

Sedangkan dari hasil penelitian pada beton dengan variasi serat Galvalum AZ 150 denan penambahan metakaolin didapatkan persamaan y = 2E-09e 0,687x

Maka hubungan nilai porositas dan koefisien permeabilitas beton dengan variasi serat GalvalumAZ 150 dengan penambahan metakaolin dirumuskan pada persamaan 4.28 sebagai berikut

k=2E-09e 0,687*P …………………………………..………………….………...(4.28) dengan : k

= koefisien permeabilitas (m/s) P

= nilai porositas (%)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian, analisis data, dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 10+0,5 menit, semua benda uji serapan memenuhi syarat untuk beton kedap air normal baik beton serat tanpa penambahan metakaolin maupun beton serat dengan penambahan metakaolin. Serapan air terbesar terjadi pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat galvalum dengan kadar serat 7,5% yaitu sebesar 2,4091% atau naik 1,99% terhadap beton dengan kadar serat 0%. Begitu juga untuk perendaman 1 x 24 jam, semua benda uji memenuhi syarat untuk beton kedap air normal. Serapan air terbesar terjadi pada beton dengan penambahan metakaolin dan serat 7,5%, yaitu sebesar 3,6266% atau naik 2 277% terhadap beton dengan kadar 0%. 2. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 semua benda uji porositas telah memenuhi syarat untuk agresif sedang. Sedangkan benda uji yang memenuhi syarat untuk agresif kuat adalah beton dengan kadar serta 0%; 0,25%; 0,5%; 1% tanpa penambahan metakaolin dan beton dengan kadar serat 0%; 0,25%; 0,5% dengan penambahan metakaolin. Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0,75% dengan kedalaman penetrasi sebesar 35 mm.

3. Koefisien permeabilitas dari hasil penelitian ini belum memenuhi syarat,

sebab nilai koefisien permeabilitas maksimum yang dianjurkan yaitu 1,5 x 10 - 11 m/s berdasarkan ACI-301-729 (revisi 1975) (dalam Neville and Brooks,

5.2. Saran

Untuk menindaklanjuti penelitian ini, diperlukan beberapa koreksi yang harus diperhatikan agar dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan bagi penelitian- penelitian selanjutnya agar dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain sebagai berikut:

1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan bahan tambah serat Galvalum AZ 150 pada beton normal dengan berbagai variasi air pada lingkungan agresif.

2. Adanya variasi penambahan additive dalam campuran beton. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang persentase penambahan serat aluminium

dengan berbagai variasi fas.