Kajian Serapan dan Penetrasi Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum AZ 150

ABSTRAK

Fitri Ekasari, 2012. Kajian Serapan dan Penetrasi Beton Normal dengan

Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum AZ 150. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan dibidang teknik sipil. Beton menjadi material pilihan pada lingkungan pesisir yang agresif yang memiliki kandungan klorida, sulfat dan derajat keasaman tinggi yang dapat mengakibatkan beton menjadi keropos. Sifat kekedapan yang tinggi diharapkan mampu menahan beton terhadap lingkungan yang agresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan tambah serat Galvalum AZ 150 dan metakaolin pada beton normal terhadap nilai serapan dan penetrasi sebagai tolak ukur beton kedap air.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium. Benda uji serapan sebanyak 30 sampel dan benda uji penetrasi sebanyak 30 sampel. Variasi serat 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; dan 1% serta variasi penambahan metakaolin sebesar 0% dan 7,5%. Pada masing-masing variasi terdiri dari 3 benda uji. Benda uji serapan dan penetrasi adalah silinder beton diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, Porositas dan permeabilitas beton diuji pada umur beton 28 hari.

Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 10+0,5 menit, semua benda uji serapan memenuhi syarat untuk beton kedap air normal. Serapan air terbesar terjadi pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat galvalum dengan kadar serat 7,5% yaitu sebesar 2,4091%. Pada perendaman 1 x

24 jam, semua benda uji juga memenuhi syarat untuk beton kedap air normal. Serapan air terbesar terjadi pada beton dengan penambahan metakaolin dan serat 7,5%, yaitu sebesar 3,6266%. Semua benda uji porositas telah memenuhi syarat untuk agresif sedang. Sedangkan benda uji yang memenuhi syarat untuk agresif kuat adalah beton dengan kadar serta 0%; 0,25%; 0,5%; 1% tanpa penambahan metakaolin dan beton dengan kadar serat 0%; 0,25%; 0,5% dengan penambahan metakaolin. Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0,75% dengan kedalaman penetrasi sebesar 35 mm.

Kata kunci : Beton Serat, Galvalum AZ 150, Metakaolin, Serapan dan Penetrasi.

ABSTRACT

Fitri Ekasari, 2012. Study of Absorption and Penetration of Normal Concrete

Metakaolin With Galvalum AZ 150 Fiber. Thesis.Civil Engineering Faculty of Engineering. Sebelas Maret University.

Concrete was a construction material that was very dominant in the structure of the building. Concrete became material choice in aggressive coastal environment. The aggressive environment had content of chloride, sulphate and level of high acidity that could result in concrete becaming porous. This research aimed to got the influence of use Galvalum AZ 150 fiber and metakaolin additive to the normal concrete on absoption and penetration as waterproof concrete.

This study used an experimental method in the laboratory. Absorption of the test object as much as 30 samples and the test object penetration of 30 samples. The variation of fiber were 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; and 1% while used metakaolin variation of 0% and 7,5%. Each variation consisted of 3 specimens. The absorption and the penetration objects was concrete cylinder with 7.5 cm diameter and 15 cm. The porosity and permeability of specimens were measured in the day-28 of concrete age.

SK SNI based on S-36-1990-03 for water immersion for 10 +0.5 minutes, all specimens absorption eligible for normal water-resistant concrete. Largest water absorption uptake occurs in normal concrete with metakaolin and fiber-added materials galvalum with 7.5% fiber content that was equal to 2.4091%. At 1 x 24 hours of immersion, all specimens were also eligible for a normal water-resistant concrete. Water uptake was greatest with the addition of metakaolin in concrete and fiber 7.5%. All specimen porosity had been qualified for being aggressive. While the specimens were eligible for the concrete with a strong aggressive levels and 0%, 0.25%, 0.5%, 1% without the addition of metakaolin and concrete with a fiber content of 0%, 0.25%, 0.5% with addition of metakaolin. The maximum penetration values occur in the concrete with a fiber content of 0.75% with a penetration depth of 35 mm.

Keywords : Concrete Fibers, Galvalum AZ 150, Metakaolin, Absorption and Penetration.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beton adalah suatu material konstruksi yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial modern. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka kebutuhan manusia akan terus bertambah. Salah satunya adalah kebutuhaan akan bangunan-bangunan konstruksi, baik berupa sarana umum maupun bangunan pribadi. Saat ini banyak dikembangkan konsep Waterfront City, yaitu bangunan- bangunan konstruksi yang dibangun pada lingkungan yang lembab, terutama pada daerah pesisir pantai.

Sifat-sifat air laut yang sangat agresif membuat bangunan-bangunan tersebut memerlukan bahan bangunan yang tahan terhadap air laut. Beton menjadi pilihan bahan bangunan yang tepat untuk digunakan di wilayah pesisir dibanding dengan baja yang sifatnya sangat korosif . Sifat beton yang tahan terhadap korosi, mudah dibentuk dan mudah dalam pengerjaan sangat menguntungkan untuk pembangun di wilayah pesisir terutama dalam skala besar.

Beton yang baik adalah beton dengan kekedapan tinggi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keawetan beton adalah adanya aliran air masuk ke dalam beton (permeation). Terdapat beberapa cara aliran air masuk ke dalam beton, diantaranya adalah masuknya air ke dalam pipa-pipa kapiler (capillary suction) yang disebut serapan air dan penetrasi yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.

Pasta semen yang mengeras memilki struktur yang berpori (Tjokrodimuljo, 1996). Dengan adanya pori-pori pada beton akan berpengaruh terhadap rembesan dan permeabilitas beton. Permeabilitas penting untuk diketahui karena pada beton bertulang terdapat tulangan baja yang berfungsi untuk menahan tegangan tarik Pasta semen yang mengeras memilki struktur yang berpori (Tjokrodimuljo, 1996). Dengan adanya pori-pori pada beton akan berpengaruh terhadap rembesan dan permeabilitas beton. Permeabilitas penting untuk diketahui karena pada beton bertulang terdapat tulangan baja yang berfungsi untuk menahan tegangan tarik

Beton diminati karena banyak memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bahan lainnya, kelebihan beton antara lain harganya yang relatif murah, ekonomis, mampu menerima kuat tekan dengan baik, tahan aus, awet dan mudah perawatannya. Banyaknya penggunaaan beton dalam konstruksi membuat upaya penciptaan mutu yang baik, salah satu upaya tersebut dengan penambahan pozolan jenis metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada beton dimaksudkan akan memperbaiki parameter-parameter mutu beton.

Pozzolan yaitu bahan yang mengandung silika atau aluminosilika yang dengan sendiri, tidak atau sedikit mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang memiliki sifat seperti semen.

Ditinjau dari segi kimia, pozzolan mempunyai pengaruh positif terhadap beton.

Dalam campuran beton SiO 2 yang reaktif dari pozzolan akan bereaksi dengan

kapur/kalsium hidroksida dari semen Portland membentuk kalsium hidrosilikat.

Semen + Air CSH + Ca(OH) 2

Ca(OH) 2 + SiO 2 +H 2 O CaOSiO 2 + 2H 2 O

Penambahan metakaolin sebagai pengganti sebagian semen dimaksudkan untuk mempercepat proses hidrasi dan sebagai pozzolan. Metakaolin merupakan hasil pembakaran dari kaolin pada suhu 450 o C-900 o

C yang mempunyai ukuran partikel

lebih kecil dari silica fume dan banyak mengandung SiO2(54,64%) dan Al2O3(42,87%) yang merupakan unsur utama semen sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen (Sambowo, 2002). Dengan penambahan lebih kecil dari silica fume dan banyak mengandung SiO2(54,64%) dan Al2O3(42,87%) yang merupakan unsur utama semen sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen (Sambowo, 2002). Dengan penambahan

Selain metakaolin dalam penelitian ini juga menggunakan bahan tambah berupa serat galvalum AZ 150, karena memiliki unit densitas lebih rendah dari pada serat baja (sehingga dapat mempertahankan berat jenis beton agar tetap ringan) dan memiliki sifat mekanis yang cukup baik. Sebagai penelitian awal serat galvalum

AZ 150 ini mempunyai kuat tarik maksimum 6224,24 kg/cm 2 , angka ini setara

dengan kekuatan baja BJTD 39, hasil penelitian mediyanto (2005) dan hasil ini lebih tinggi dari kekuatan bendrat hasil penelitian Suhendro (1991).

Penambahan serat pada campuran beton akan memberikan kontribusi terhadap perbaikan karakteristik beton diantaranya adalah meningkatkan kekuatan tarik, kekuatan tekan, dan daktilitas beton. Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai beton berserat. Seperti yang telah dilakukan oleh Suhendro (1991) dengan menambahkan serat baja (kawat bandrat), terbukti dapat meningkatkan kuat tarik beton. Penelitian serupa dengan menambahkan serat plastik yang dilakukan oleh Wibowo (2002) juga menunjukan adanya peningkatan kuat tarik beton berserat.

Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan- retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushin dan Bayasi, 1997).

Ide penambahan serat galvalum diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap beton, dimana dengan serat tersebut dapat mengurangi masuknya air ke dalam pipa-pipa kapiler (capillary suction) dalam beton dan atau nilai serapan air Ide penambahan serat galvalum diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap beton, dimana dengan serat tersebut dapat mengurangi masuknya air ke dalam pipa-pipa kapiler (capillary suction) dalam beton dan atau nilai serapan air

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 terhadap serapan dan penetrasi beton.

b. Berapa kadar serat Galvalum AZ 150 pada beton normal yang memenuhi syarat beton kedap air.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

a. Semen yang digunakanadalah semen tipe I OPC.

b. Mix Design rencana menggunakan metode standar Dinas Pekerjaan Umum (SK SNIT-15-1990-03).

c. Berat galvalum yang ditambahkan adalah 0 % ; 0,25 % ; 0,50 %; 0,75 % ; dan 1 % dari volume total beton.

d. Berat metakaolin yang ditambahkan adalah 0 % ; dan7,5 % dari berat semen.

e. Pengujian serapan dan penetrasi beton dilakukan pada umur perawatan benda uji 28 hari.

f. Penelitian ini tidak membahas reaksi kimia yang terjadi akibat penambahan serat galvalum AZ 150.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 terhadap serapan dan penetrasi beton.

b. Mengetahui kadar serat Galvalum AZ 150 pada beton normal yang memenuhi syarat beton kedap air.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.

b. Menambah pengetahuan tentang persentase serat galvalum pada beton normal metakaolin ditinjau dari parameter serapan dan penetrasi betonnya.

2. Manfaat Praktis

a. Mengoptimalkan pemanfaatan serat galvalum dan metakaolin dalam pengembangan teknologi beton yang kedap air.

Memberikan alternatif penggunaan serat yang ekonomis dengan peningkatan mutu beton yang diharapkan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton adalah suatu campuran yang tediri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat- agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan (McCormac, 2003).

Bentuk dan tekstur permukaan agregat berpengaruh pada kekuatan beton dimana bentuk yang runcing mempunyai kemampuan untuk saling mengunci, dan permukaan yang kasar mempunyai koefisien gesek yang tinggi sehingga akan menghasilkan kekuatan yang tinggi (Sudarmoko, 1998).

Menurut Subakti,1994 (dalam Dharma Putra, 2006), pada proses hidrasi, air dan semen akan menghasilkan Ca(OH) 2 yang merupakan bahan yang mudah larut dalam air dan bersifat basa, akan bereaksi dengan SiO 2 akan membentuk Kalsium Silikat Hidrat yang bersifat sebagai perekat sehingga dapat meningkatkan kekuatan serta kekedapan beton.

Beton dengan agregat normal, kekedapannya tergantung pada porositas pasta semen (A. M. Neville dan J. J. Brooks, 1987 : 264). Pasta semen yang mengeras merupakan struktur yang berpori (kardiyono, 1996). Beton itu mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembung-gelembung udara yang terbentuk lama atau sesudah pencetakan (Murdock and Book, 1999) sehingga beton tidak bisa kedap air sempurna.

Pozzolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Pozzolan sendiri tidak mempunyai sifat semen tetapi dalam keadaan halus ( lolos ayakan 0,21 mm ) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24-27 o

C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air ( kardiyono, 1996 ).

Metakaolin merupakan hasil pembakaran kaolin ( china clay ) pada suhu 450° C - 900° C. Secara umum keuntungan penggunaan metakaolin adalah karena dapat sebagai pengisi pori-pori beton, sebagai pozzolan dan untuk percepatan proses hidrasi cemen ( Malhotra dan Mehta, 1996 ). Tingkat campuran normal metakaolin dalam beton berkisar antara 5 – 20% dari berat semen ( Kostuck et al, 1993; Sambowo, 2002; Coild, 2004 ).

Metakaolin yang ditambahkan berguna sebagai pereaksi hasil sampingan campuran semen dan air yaitu kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida akan mengeras saat bereaksi dengan metakaolin sehingga dapat menambah kekuatan beton. Karena ukuran partikelnya yang sangat kecil maka selain sebagai pereaksi kalsium hidroksida metakaolin juga sebagai filler yaitu pengisi rongga beton (The Concrete Countertop Institute, 2007).

Penambahan metakaolin pada campuran beton ringan berserat alumunium dengan kadar 10% mengakibatkan penurunan KIC (Ervina Hikmawati, 2007), disebabkan oleh reaksi antara metakaolin dan semen yang justru akan mengacaukan matrik serat, sehingga energy yang disumbangkan untuk menahan terjadinya retakan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan penambahan metakaolin dengan kadar 7,5% penurunan nilai KIC lebih kecil (Dwi Ernawati,2009).

Metakaolin menekan reaksi alkali-silika, seperti yang terjadi pada dam di Brasil. Metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari. Daya

Beton berserat mempunyai kelebihan daripada beton tanpa serat dalam beberapa sifat strukturnya, antara lain keliatan (ductility), ketahanan tehadap baban kejut (impact resistance ), kuat tarik dan kuat lentur (tensile and flexural strength), kelelehan (fatigue life), kekuatan terhadap pengaruh susutan (shrinkage), dan ketahanan terhadap keausan (abrasion) (Soroushian dan Bayasi, 1987).

Dosis penggunaan beton serat,fraksi volume rendah (volume serat < 1% dari Volume beton), fraksi volume sedang (volume serat 1% - 2% dari Volume beton), fraksi volume tinngi (volume serat > 2% dari Volume beton) (Solihin As’ad, 2007).

Kosentrasi serat yang masih mungkin dilakukan pengadukan secara mudah adalah 1 % volume. Jika kosentrasi serat melebihi nilai tersebut, adukan akan menjadi sulit diaduk, dan yang masih diijinkan agar adukan beton masih workable adalah L/D < 100 (Sudarmoko, 1987).

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan serat sebanyak 0,75 % sampai dengan 1 % dari volume adukan akan memberikan hasil yang optimal (Wahyu, 2002).

Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987, Mediyanto, 2001).

Menurut Kardiyono Tjopkrodimuljo, beton serat ( fiber concrete ) adalah bahan komposit terdiri dari beton biasa dan bahan lainnya yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5-500 mm (mikro meter) dan panjang sekitar 25mm-100mm. Bahan serat dapat berupa serat asbes, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat plastik (polypropylene), atau potongan

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Beton

Beton adalah batuan buatan yang diperoleh dengan mencampurkan semen Portland, air, dan agregat serta dengan atau tanpa bahan tambahan dengan perbandingan tertentu. Bahan tambahan berupa bahan kimia, serat dan bahan buangan non kimia. Bahan serat yaitu serat baja, plastik, dan tumbuh – tumbuhan.

Beton didapat dari pencampuran bahan – bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat dan air sebagai bahan pembantu guna kepentingan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlubang (Dipohusodo, 1996).

2.2.2. Beton Serat

Menurut Kardiyono Tjokrodumuljo, beton serat (fiber concrete) ialah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lainnya yang berupa serat. Menurut ACI Committe 544 (Sudarmoko dan Pribadi,1997), beton serat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari campuran semen, agregat halus dan kasar, serta sejumlah kecil serat. Penambahan serat dimaksudkan untuk memberi tulangan serat pada beton, yang disebar secara random (acak) untuk mencegah retak-retak yang terjadi akibat pembebanan.

Dengan penambahan serat ke dalam adukan beton, maka sifat-sifat structural beton akan diperbaiki. Serat-serat di dalam beton bersifat mekanis, sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan beton lainnya. Serat membantu mengikat dan mempersatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan awal dengan semen.

Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5mm sampai 55mm, dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat dapat berupa : serat Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5mm sampai 55mm, dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat dapat berupa : serat

Bermacam serat direkomendasikan untuk digunakan sebagai perkuatan beton, namun tipe serat secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4 menurut ACI Committee 544, yaitu:

1. SFRC ( Steel Fiber Reinforced Concrete)

2. GFRC ( Glass Fiber Reinforced Concrete)

3. SNFRC ( Synthetic Fiber Reinforced Concrete)

4. NFRC ( Natural Fiber Reinforced Concrete)

Adapun spesifikasi serat-serat yang sering digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1. Spesifikasi Serat-Serat yang Sering Digunakan : Fiber

Spesific

grafity

Tensite Strenght

Young’s Modulus

(10 3 ksi)

Comman Diameters (in)

Comman Length (in)

0.5-1.5 Glass

2.7 Up to 180

11 0.004-0.003

0.5-1.5 Poly propilen

0.91 Up to 100 0.14-1.2

Up to 0.1 0.5-1.5

0.02-0.5 (Sumber: Soroushian dan Bayasi, 1987)

Serat untuk campuran nonpabrikasi (bahan yang diproduksi bukan untuk difungsikan sebagai serat) terbukti dapat difungsikan sebagai pengganti bahan serat untuk beton, sebagai contoh penggunaan kawat bendrat seperti penelitian yang dilakukan Suhendro (1997) dan penggunaan serat plastik (Alsayed,1998; Mediyanto,2001; Wibowo,2002 ). Dengan merujuk pada hasil penelitian sebelumnya maka digunakan serat galvalum. Penelitian ini difokuskan pada durabilitas beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat galvalum terhadap serangan air tawar yang

2.2.3. Pengertian Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum

Beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat galvalum adalah suatu material bangunan yang dibuat dengan cara menambahkan serat galvalum dan mencampurkannya dengan pasir, kerikil, semen portland, metakaolin serta air dengan perbandingan tertentu.

2.2.4. Material Penyusun Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum

2.2.4.1. Semen Portland

Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat - silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI–1982). Fungsi semen ialah untuk merekatkan butir– butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak atau padat, selain itu juga untuk mengisi rongga diantara diantara butiran–butiran agregat.

Semen diperoleh dengan membakar secara bersamaan, suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara umum kandungan semen Portland ialah : kapur, silica, dan alumina. Ketiga bahan

dasar tersebut dicampur dan dibakar dengan suhu 1550° C dan menjadi klinker. Setelah itu dikeluarkan, didinginkan dan dihaluskan sampai berupa bubuk kemudian

ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO 4 ) kira-kira 2 sampai 4 persen sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan.

Tabel 2.2. Susunan Unsur Semen Portland Oksida

Persen (%)

Kapur (CaO) Silika (SiO 2 )

Alumina (Al 2 O 3 )

Besi (Fe 2 O 3 ) Magnesium (MgO) Sulfur (SO 3 )

Soda/potash (Na 2 O+K 2 O)

60-65 17-25

3-8 0,5-6 0,5-4

1-2 0,5-1

(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996) Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah:

a. Trikalsium silikat (C 3 S) atau 3CaO.SiO 3

b. Dikalsium silikat (C 2 S) atau 2CaO.SiO 2

c. Trikalsium aluminat (C 3 A) atau 3CaO.Al 2 O 3

d. Tetrakalsium aluminoferit (C 4 AF) atau 4CaO.Al 2 O 3 .FeO 2

Perubahan komposisi semen yang dilakukan dengan cara mengubah persentase empat komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai jenis pemakaiannya. Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.3. Jenis Semen Portland di Indonesia Sesuai SII 0013-81

Jenis Semen

Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain

Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat

Sumber : Tjokrodimuljo (1996 )

2.2.4.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60% - 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Terdapat 2 agregat yang dibutuhkan yaitu:

1. Agregat Halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dengan ukuran antara 0,15 mm dan 5 mm. (SK SNI T-15-1991-03).

Dalam Peraturan Beton Indonesia ( PBI ) 1971 NI-2, agregat halus atau pasir yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras.

b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Header (dengan larutan NaOH)

Dalam pemilihannya agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Hal tersebut sangat berpangaruh pada kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan.

Tabel 2.4. Gradasi Agregat Halus ASTM C.33-03

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos

2. Agregat Kasar

Menurut SK SNI T-15-1991 dijelaskan bahwa, agregat kasar adalah kerikil yang mempunyai ukuran butiran antara 5 mm – 40 mm sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu. Menurut PUBI 1982, agregat kasar yang digunakan pada beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Agregat kasar harus bersifat kekal, berbutir kasar dan keras serta tidak berpori

2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat pengujian (dari berat kering), apabila melebihi 1% berat pengujian maka agregat halus harus dicuci sebelum dicampur menjadi beton.

3. Bagian butir agregat kasar yang panjang dan pipih tidak melebihi 20% berat pengujian, terutama untuk bton mutu tinggi.

4. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti alkali reaktif.

5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan tidak melewati saringan 4,75 mm. Agregat kasar juga harus memenuhi persyaratan gradasi agregat kasar yang telah ditentukan, pesyaratan gradasi agregat kasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.5. Gradasi Agregat Kasar ASTM C.33-03

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos

Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia, dengan semen untuk pembentukan pasta semen. Air juga digunakan untuk pelumas antara butiran dalam agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan semen. Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan beton. Namun air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi yang tidak merata.

Untuk perawatan dan pembuatan beton, air harus memenuhi persyaratan agar reaksi yang terjadi tidak terganggu. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum Untuk perawatan dan pembuatan beton, air harus memenuhi persyaratan agar reaksi yang terjadi tidak terganggu. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum

Syarat-syarat air untuk campuran beton sesuai standar PBI 1971/NI-2 Pasal 3.6, yaitu:

a. Tidak mengandung organik (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter

2.2.4.4. Metakaolin

Metakaolin sebagai salah satu jenis pozzolan mempunyai ukuran rata-rata partikelnya lebih kecil daripada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat bekerja untuk mengisi ruang antar butiran semen dan dapat memperkuat ikatan antar partikel-partikelnya. Sebagai tambahan, metakaolin itu sendiri akan bereaksi secara optimal dengan kristal kalsium hidroksida menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat. Penyebaran pori-pori dalam beton dikurangi dengan adanya metakaolin sehingga total volume pori berkurang dan ukuran rata-rata pori mengecil. Pembuatan metakaolin dilakukan pada suhu 450º C - 900º C, tetapi metakaolin akan terbentuk sempurna pada kisaran suhu 750º C - 800º C dengan lama pembakaran efektif 6 jam ( Jirawat S, 2001 ).

Secara umum reaksi yang terjadi pada pembakaran kaolin menjadi metakaolin adalah sebagai berikut :

Panas

Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 Al 2 O 3 SiO 2 + 2H 2 O

Adapun peranan penting metakaolin pada beton yaitu :

1. Sebagai pengisi pori ( filler effect ), ukuran partikel metakaolin yang kecil memungkinkan metakaolin untuk mengisi pori-pori sehingga akan mengurangi porositas beton.

2. Untuk mempercepat proses hidrasi semen

3. Sebagai pozzolan dalam reaksi metakaolin dan C-H, sehingga beton yang terbentuk lebih tahan terhadap serangan asam dan sulfat.

4. Meningkatkan kepadatan dan mengurangi permeabilitas beton.

2.2.4.5. Bahan Tambah

a. Pengertian Bahan Tambah

Bahan tambah merupakan bahan selain air, agregat, semen dan perkuatan dengan menggunakan serat yang digunakan sebagai bahan campuran semen untuk memodifikasi sifat beton segar, waktu pengerasan, dan kinerja beton saat keras dan ditambahkan ke dalam adukan sebelum atau selama proses pencampuran (mixing) (ASTM C 125, 2003).

b. Galvalum AZ 150

Dalam penelitian ini digunakan bahan tambah berupa serat Galvalum AZ 150. Galvalum AZ 150 merupakan lembaran baja yang dilapisi Alumunium Zink (55%

Alumunium, 43,5% Seng, dan 1,5% Silikon) 150 gram/m 2 . Berdasarkan pada penelitian beton ringan berserat galvalum oleh mediyanto, 2003 beberapa sifat dan perilaku beton yang dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah :

a. Kekuatan terhadap lentur dan tarik

b. Ketahanan terhadap beban kejut

c. Sifat daktilitas beton

d. Ketahanan terhadap keausan

e. Kekuatan geser beton

Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dalam pemilihan serat galvalum dalam pembuatan beton normal berserat, selain itu dikarenakan serat galvalum memiliki unit densitas yang lebih rendah dari serat baja.

Penambahan konsentrasi serat yang terlalu banyak ke dalam adukan beton mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang akan menghalangi penyebaran secara merata ke seluruh beton. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini persentase serat galvalum yang ditambahkan dalam adukan beton maksimum 1% dari volume beton. Persentase serat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0%, 0,25%, 0,50%, dan 0,75% dan 1%.

2.2.5. Mekanisme Kinerja Serat

Penambahan serat baja ke dalam beton akan meningkatkan kinerja beton dalam kapasitas tarik, kuat lentur, toughness, ketahanan terhadap formasi retak, dan kuat geser. Umumnya peningkatan kinerja disebabkan oleh kontribusi serat yang berfungsi sebagai angkur dalam beton yang menambah kapasitas kuat tarik beton dan setelah beton retak, beton masih diikat oleh angkur serat baja hingga proses pull-out dari beton. (Solihin As’ad, 2007 ).

Kontribusi baja terhadap peningkatan kinerja beton ditentukan oleh kuat lekat antara beton dan serat, kuat pengangkuran, dimensi dan bentuk serat baja, orientasi serat baja kedalaman pengankuran dan jumlah serat baja (Solihin As’ad, 2007 ).

Gambar 2.1. Mekanisme Kinerja Serat

2.2.6. Beton Kedap Air

2.2.6.1. Definisi Beton Kedap Air

Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 definisi dari beton kedap air adalah beton yang tidak tembus air dan harus memenuhi ketentuan minimum sebagai berikut :

1. Untuk beton kedap air normal, apabila diuji dengan cara perendaman dalam air :

a. Selama 10 + 0,5 menit, absorpsi (resapan) maksimum 2,5% terhadap berat beton kering oven.

b. Selama 24 jam, absorpsi (resapan) maksimum 6,5% terhadap berat beton kering oven.

2. Untuk beton kedap air agresif, apabila diuji dengan cara tekanan air maka tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas sebagai berikut :

a. Agresif sedang : 50 mm

b. Agresif kuat

: 30 mm

Tabel 2.6. Tekanan Air Pada Sampel Beton dan Waktu Penekanan Tekanan Air (kg/cm²)

Waktu (jam)

2.2.6.2. Spesifikasi Beton Kedap Air

2.2.6.2.1. Bahan yang digunakan untuk membuat beton kedap air adalah :

1. Semen dengan tipe sebagai berikut :

a. Semen portland tipe I-V.

b. Semen portland pozzoland (SPP).

2. Agregat dengan mutu harus memenuhi standar yang berlaku dan gradasi agregat harus memenuhi ketentuan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3

3. Air dengan mutu harus sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Bahan tambahan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2.6.2.2. Ketentuan minimum beton bertulang kedap air :

Proporsi campuran beton harus memenuhi ketentuan pada Tabel 2.8 dan Tabel 2.9 Tabel 2.7. Kandungan Butir Halus 0,30 mm dalam 1 m³ Beton

Ukuran Normal Maksimum Butir

Agregat (mm)

Minimum Kandungan Butir Halus Dalam 1m³ Beton (kg/m³)

10 520

20 450

40 400

Tabel 2.8. Ketentuan Minimum Untuk Beton Bertulang Kedap Air

Jenis Beton

Kondisi Lingkungan Berhubungan

Dengan

Faktor Air

Semen Maksimum

Tipe Semen

Kandungan Semen Minimum kg/m³ Ukuran Nominal

Maksimum Agregat 400 mm

200 mm

Ber- tu- lang

Air Tawar Air Payau

Air Laut

Tipe I-V Tipe

I+Pozzolan(15% -40%) atau semen Portland Pozzoland

Tipe II atau Tipe

V Tipe II atau Tipe

2.2.7. Serapan Air

2.2.7.1. Serapan Air sebagai Salah Satu Faktor Durabilitas

Durabilitas beton adalah ketahanan beton terhadap proses-proses yang dapat merusak beton, yang terjadi akibat hasil interaksi dengan lingkungan (eksternal), atau antar material penyusun dengan bahan-bahan pencemar dalam beton atau pada permukaan beton (internal) (Jackson dan Dhir, 1996).

Durabilitas beton dipengaruhi oleh beberapa kondisi :

1. Kondisi eksternal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan karena pengaruh lingkungan luar. Kerusakan-kerusakannya antara lain : § Kerusakan mekanikal : akibat adanya benturan, erosi, abrasi § Kerusakan chemical : akibat reaksi antara silica dan alkali, gerakan dari ion

agresif, serangan sulfat, asam.

2. Kondisi internal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan dari dalam beton itu sendiri. Kerusakan-kerusakannya antara lain : § Kerusakan physic : akibat adanya temperatur tinggi, akibat pertukaran kering

dan basah, akibat masuknya air ke dalam beton.

Pengukuran durabilitas atau daya tahan beton terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat dibuat melalui pengukuran dari sifat-sifat permeation yang didefinisikan sebagai kemudahan air untuk memasuki ataupun keluar dari beton yang berpori (Dhir,1987).

Serapan ( absorption ) sebagai salah satu sifat dari permeation dapat didefinisikan sebagai proses dimana beton diletakkan dalam cairan misalnya air, atau dalam larutan encer dan dipengaruhi oleh adanya tindak kapiler.

Nilai dimana air dapat masuk atau menembus beton yang berpori disebut serapan air, dan biasanya dinyatakan dalam bentuk prosentase.

Berdasarkan Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996, serapan air pada beton dirumuskan: Serapan Air =

W = Berat beton pada kondisi SSD ( kering permukaan ) Wk

= Berat beton pada kondisi kering oven

2.2.7.2. Mekanisme Masuknya Air ke Dalam Beton

Masuknya gas, air atau ion dalam suatu larutan ke dalam beton berlangsung melalui pori-pori atau micro-cracks didalam campuran pasta semen. Variasi dari perbedaan fisik dan mekanisme kimia dapat membangun pengaliran media tersebut ke dalam beton, tergantung dari unsur yang mengalir dan konsentrasinya, kondisi lingkungan, struktur pori pada beton, jari-jari pori atau lebar dari micro-cracks, kelembaban dari sistem pori dan temperatur.

Penelitian mengenai karakteristik pengaliran pada beton diwujudkan dalam satu mekanisme pengaliran dalam rangka untuk mendapatkan koefisien pengaliran sesuai dengan dasar permodelan secara teoritis proses pengaliran. Prosedur ini bagaimanapun juga sangat terbatas sebab dalam beberapa kasus beton tidak sebagai suatu bentuk yang berpori seragam. Sebagai konsekuensinya struktur fisik beton dapat berubah, penyerapan kimia dapat terjadi dan berbagai macam mekanisme pengaliran dapat berlangsung selama proses percobaan. Oleh karena itu, penyederhanaan asumsi harus dilakukan dalam perhitungan dan prosedur test standar adalah wajib.

Ada 3 cara mekanisme transportasi air yang dapat beroperasi pada media semi- permeable seperti juga pada beton (Jackson dan Dhir, 1996 : 2381), yaitu :

1. Absorption (penyerapan) Terjadi dengan cara masuknya air melalui pipa kapiler atau pori-pori pada beton

dan biasanya terjadi pada bangunan air. Aliran zat cair yang disebabkan oleh tegangan permukaan. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1

Absorption

Capillary Suction

Water Reservoir

Gambar 2.2. Absorption, (Jackson dan Dhir, 1996 : 2381)

2. Diffusion Terjadi akibat perbedaan konsentrasi baik cairan, gas maupun ion. Perbedaan

konsentrasi atau molaritas bahan fluida membuat transport terjadi dari media konsentrasi tinggi ke media dengan konsentrasi rendah. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2

Diffusion

C1: konsentrasi tinggi C2: konsentrasi rendah

Keterangan notasi :

Gambar 2.3. Diffusion, (Jackson dan Dhir, 1996 : 2381)

3. Permeability Terjadi akibat perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.

Contohnya adalah pada bangunan yang selalu bersinggungan dengan tekanan air, tangki dan atau pipa bertekanan, bangunan penahan air, dam, bendungan atau bangunan di dalam air. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.3

Permeability

P1

P1: Tekanan tinggi P2: Tekanan rendah

Keterangan notasi :

Gambar 2.4. Permeability, (Jackson dan Dhir, 1996 : 2381)

2.2.7.3. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Besar Serapan Air

Menurut Edward J. Garboczi, 1995 (dalam Nurchalief Arief Wibowo, 2004) terdapat dua teori yang dapat menerangkan hal-hal yang mempengaruhi besar serapan air, yaitu :

1. Pore System (Sistem Pori) Adanya pori pada beton sangat berpengaruh besar pada besar serapan air beton itu, semakin banyak pori yang terdapat pada beton maka serapan airnya semakin besar, demikian pula berlaku sebaliknya.

Menurut Jean Pierre Ollivier, 1995, pori pada beton dapat timbul diakibatkan oleh 3 hal, yaitu :

a. Pori Agregat Pori agregat adalah lubang atau rongga kecil dalam butiran agregat yang a. Pori Agregat Pori agregat adalah lubang atau rongga kecil dalam butiran agregat yang

Dikarenakan agregat menempati sebanyak 60-70% volume beton, maka porositas agregat memberikan kontribusi yang cukup besar pada porositas beton (Kardiyono, 1996).

b. Pori Pasta Semen Pori pasta semen adalah lubang atau rongga yang disebabkan oleh adanya gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pecetakan (Kardiyono, 1996).

Gelembung udara ini timbul akibat pemakaian air yang berlebihan pada adukan, padahal jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi semen hanya berkisar 25% saja dari berat semennya, kelebihan air ini penting guna memperoleh campuran yang mudah dikerjakan, namun akibat kelebihan air pada adukan, air ini akan menggunakan ruangan yang apabila kering akan menguap (water filled space) dan akan menimbulkan rongga udara dalam pasta semen, atau dengan kelebihan air akan mengakibatkan pasta semen bepori lebih banyak (L.J.Murdock dan K.M.Brook, 1991:23).

Pori yang disebabkan oleh gelembung udara yang terperangkap (air void) dan air yang menguap (water filled space) dan saling berhubungan dinamakan pori kapiler (capillary porous), (Irwan Sutanto, 2003).

c. Pori pada Interface Zone (Zona Transisi) Karakteristik yang terlihat dari pori ini adalah :

1) Mempunyai porositas kapiler yang tinggi

2) Pada umumnya mempunyai pori kapiler yang berukuran besar

Pori pada interface zone ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu :

1) Efek dari pengadukan yang tidak sempurna

2) Tingkat pemadatan

3) Karakteristik bleeding

4) Pemberian bahan tambah (admixture)

2. Connectivity (Hubungan) Hubungan antar pori juga menentukan besar serapan air, hal ini dapat dijelasakan berdasar Tube Theory (Teori Tabung), yaitu :

a. Tabung yang berdiameter lebih besar mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam transport air, daripada tabung yang mempunyai ukuran diameter lebih kecil.

b. Tabung yang tetutup (blocked) tidak mempunyai kemampuan dalam transport air, atau nilainya nol ( Edwad J. Garboczi, 1995).

2.2.8. Penetrasi Beton

Penetrasi beton adalah kemampuan cairan atau gas melewati beton yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas. Beton yang baik adalah beton yang relatif tidak bisa dilewati air/gas atau dengan kata lain mempunyai penetrasi yang rendah. Menurut Murdock (1979) beton tidak bisa kedap air secara sempurna.

Faktor air semen yang digunakan juga akan mempengaruhi besarnya penetrasi. Makin tinggi faktor air semen akan menyebabkan nilai penetrasi makin tinggi. Hal itu dapat dipahami karena makin banyak air tersisa yang tidak digunakan untuk proses hidrasi semen akan memberikan pori-pori yang besar sehingga beton akan porous dan sangat mudah dilalui air (permeabel), maka pada pembuatan beton-beton yang mensyaratkan kedap air harus digunakan faktor air semen yang rendah sehingga penetrasi akan rendah juga.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya penetrasi beton adalah :

1. Mutu dan porositas dari agregat yang digunakan dalam adukan beton. Dalam hal ini jenis, sifat dan porositas agregat akan mempengaruhi besar

penetrasi beton yang mana penggunaan agregat yang porous akan meningkatkan penetrasi beton.

2. Umur beton. Dengan bertambahnya umur beton maka penetrasinya akan menurun.

3. Gradasi agregat dalam adukan beton. Pemakaian agregat dengan gradasi yang kasar serta terlalu banyak pasir akan

menyebabkan workabilitas turun sehingga memerlukan tambahan air untuk kemudahan pengerjaan yang baik dan akan berdampak pada meningkatnya penetrasi beton.

4. Tingkat perawatan (curing) beton. Perawatan beton yang baik akan sangat berpengaruh sekali terhadap tingkat

penetrasi beton, oleh sebab itu perlu membasahi beton selama beberapa hari setelah pengecoran.

Baik dalam ASTM maupun BS tidak mendeskripsikan secara rinci tentang uji penetrasi, namun berdasarkan A. M. Neville dan J. J. Brooks (1987) pengujian penetrasi beton dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dan diberi air yang bertekanan pada sisi atas saja dan meliputi aspek banyaknya air yang mengalir lewat pada ketebalan beton pada waktu tertentu, pada waktu tertentu, yaitu dilakukan dengan membeikan tekanan air sebesar 1 kg/cm², 3 kg/cm² selama 24 jam, dan 7 kg/cm² selama 24 jam setelah dioven selama 24 jam dengan suhu 100ºC. (seperti yang disyaratkan pada SK SNI S-36-1990-03 ayat 2.2.1).

Gambar 2.5. Rangkaian Pengujian Penetrasi Beton.

Permeabilitas beton dapat pula diekspresikan sebagai koefisien permeabilitas (k), yang dievaluasi berdasarkan hukum Darcy sebagai berikut :

(I/A).(dQ/dt) = k.( ∆H/L), dengan dQ/dt

= kecepatan aliran air

A = luas penampang

∆H

= tinggi air jatuh

= ketebalan penetrasi air pada beton

= koefisien permeabilitas

Nilai permeabilitas beton maksimum yang dianjurkan standar ACI 301-729 (revisi 1975) adalah sebesar 1,5 x 10 -11 m/dt (4,8 x 10 -11 ft/dt)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Uraian Umum

Metode penelitian merupakan langkah – langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus , gejala, fenomena, atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan suatu percobaan untuk mendapatkan data atau hasil yang menghubungkan antara variabel – variabel yang diselidiki.

Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel juga dapat diartikan sebagai faktor–faktor yang berperan penting dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian adalah beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran, sedangkan variabel tak bebas adalah serapan dan penetrasi beton.

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta.

3.3. Benda Uji Penelitian

Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, diantaranya 30 sampel untuk uji serapan air dan 30 sampel untuk uji penetrasi air. Digunakan 5 variasi penggunaan serat yaitu beton dengan kadar serat 0%; 0,25%; 0,50%; 0.75%; dan 1%, Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, diantaranya 30 sampel untuk uji serapan air dan 30 sampel untuk uji penetrasi air. Digunakan 5 variasi penggunaan serat yaitu beton dengan kadar serat 0%; 0,25%; 0,50%; 0.75%; dan 1%,

Tabel 3.1. Rincian Sampel Benda Serapan Beton. Penambahan

metakaolin

Persentase serat terhadap volume

total beton

Kode Benda

Uji

Umur Pengujian

Jumlah Total Benda Uji

30buah

Tabel 3.2. Rincian Sampel Benda Penetrasi Beton. Penambahan

metakaolin

Persentase serat terhadap volume

total beton

Kode Benda

Uji

Umur Pengujian

P -0,75

P M-0,25

P M-0,75

Jumlah Total Benda Uji

Gambar 3.1 Benda Uji Serapan dan Penetrasi Beton

3.4. Alat dan Bahan Uji Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :

Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk ”controls” Italy, dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, 2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.

2. Timbangan

a. Neraca merk ”Murayama Seisakusho Ltd” Japan dengan kapasitas 5 kg, ketelitian sampai 0,10 gram dan digunakan untuk mengukur berat material yang berada dibawah kapasitasnya.

b. Timbangan ”Bascule Merk DSN Bola Dunia” dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kilogram.

3. Oven Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven listrik merk ”memmert”, West Germany dengan temperatur maksimum 220 o C dan daya listrik 1500 W.

4. Mesin Los Angeles Mesin los angeles yang digunakan adalah merk ”controls” Italy serta 11 buah baja, digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

5. Conical Mould Conical mould dengan ukuran sisi atas Ø 3,8 cm, sisi bawah Ø 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan penumbuknya. Digunakan untuk mengukur keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dari agregat halus (pasir).

6. Kerucut Abram Kerucut abram terbuat dari baja dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah

20 cm, dan tinggi 30 cm, digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

7. Cetakan benda uji Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan ini adalah silinder yang berupa pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm.

8. Mesin aduk beton (molen) berkapasitas 0,25 m 3 yang digunakan untuk mengaduk bahan-bahan pembentuk beton.

9. Alat-alat bantu Untuk kelancaran dan kemudahan dalam penelitian digunakan beberapa alat bantu yaitu :

a. Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air.

b. Gelas ukur 250 ml untuk meneliti kandungan lumpur dan kandungan zat organik agregat halus.

c. Cetok semen digunakan untuk mengambil material, mengaduk dan untuk memasukkan campuran adukan beton ke dalam cetakan beton.

d. Besi penusuk berfungsi untuk pemadatan.

e. Vibrator untuk pemadatan campuran beton agar homogen.

f. Alat pencatat waktu.

g. Ember untuk tempat air.

h. Cangkul dan sekop untuk mengaduk bahan-bahan campuran beton agar merata.

10. Satu set alat uji serapan

a. Ember digunakan untuk merendam bahan uji.

b. Timbangan digital untuk mengukur berat benda uji.

11. Satu set alat uji penetrasi beton