Perjanjian Renville
4. Perjanjian Renville
Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.
Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda
182 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 2 Semester 2
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri atas tiga hal sebagai berikut: a)
Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b) Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).
c) Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville, wilayah RI semakin sempit dikarenakan diterimanya garis demarkasi Van Mook. Berdasarkan garis demarkasi Van Mook itu wilayah Republik Indonesia tinggal meliputi Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur. Dampak lainnya adalah Anggota TNI yang masih berada di daerah-daerah kantong yang dikuasai Belanda, harus ditarik masuk ke wilayah RI di sekitar Yogyakarta. Sebagai contoh pasukan yang berasal dari kesatuan Divisi Siliwangi yang berjumlah sekitar 35 000 orang harus ditarik dan dipindahkan ke wilayah RI. Kemudian sejumlah sekitar 6000 pasukan dari Jawa Timur ditarik masuk ke wilayah RI. Peristiwa inilah yang dikenal dengan peristiwa “hijrah”. Peristiwa “hijrah” ini dimulai tanggal 1 Februari 1948.
Sumber: Atlas Sejarah Indonesia. Gambar 7.15 Peta wilayah RI berdasar demarkasi Van Mook.
Sejarah Indonesia
Pada mulanya para pejuang TNI pejuangan yang berada di pos atau kantong- kantong perjuangan itu tidak mau ditarik mundur ke wilayah RI atas dasar garis Van Mook itu. Mereka berpandangan bahwa mereka tidak kalah perang, tidak perlu dievakuasi. Mereka tidak mau ditarik mundur di belakang garis Van Mook. Sudah tentu ini menjadi problem tersendiri karena sudah menjadi keputusan dalam Perundingan Renville. Tampillah Sudirman dengan kepiawian dan kebapakannya mendekati mereka para anggota TNI itu dengan menegaskan bahwa kita TNI dan para pejuang Indonesia tidak kalah perang, para prajurit tidak dievakuasi, tetapi melakukan hijrah ke tempat yang kondusif untuk melakukan konsolidasi untuk mencapai kemenangan yang lebih besar. Kemudian Sudirman mengeluarkan amanatnya sebagai berikut.
“Anak-anakku anggota Angkatan Perang, tiap-tiap perjuangan mempunyai pasang surutnya, tetapi dengan iman kita yang tetap teguh dan jiwa yang tetap besar, kita masih sanggup untuk mengatasi percobaan ini dan percobaan-percobaan lainnya yang mungkin akan menyusul lagi.” (Soekanto, SA., 1981).
Dengan pendekatan dan amanat dari panglima Besar Sudirman ini, dengan penuh semangat para TNI melakukan hijrah untuk memasuki wilayah RI yang diakui dalam Perjanjian Renville.
Coba diskusikan dengan anggota kelompokmu. Mengapa peristiwa
penarikan pasukan dari a a arat dan a a imur ke ila ah RI itu dinamakan hijrah? Siapa sebenarnya yang menamakan
peristiwa itu sebagai hijrah? Isi Perjanjian Renville mendapat tentangan sehingga muncul mosi tidak
percaya terhadap Kabinet Amir Syarifuddin dan pada tanggal 23 Januari 1948, Amir menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden. Dengan demikian perjanjian Renville menimbulkan permasalahan baru, yaitu pembentukan pemerintahan peralihan yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.
184 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK